Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
yang memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat dan
meningkatkan derajat kesehatan yang dibutuhkan

oleh masyarakat.

Rumah sakit merupakan organisasi yang unik, kompleks padat modal dan
padat karya, dikatakan padat modal karena rumah sakit membutuhkan
fasilitas yang memadai dengan teknologi dan alat alat yang canggih
sedangkan dikatakan padat karya karena rumah sakit memiliki berbagai
profesi kerja seperti dokter, perawat , tenaga medis dan non medis.
Karakteristik-karakteristik ini menghantarkan rumah sakit sebagai
organisasi yang sangat kompleks dan padat masalah. Sehingga,
permasalahan internal yang dihadapi akibat kompleksnya permasalahan di
rumah sakit, masih diperberat dengan munculnya masalah regional dan
global, yakni perubahan yang sangat cepat, tantangan persaingan-bebas
yang ditandai dengan diberlakukannya AFTA sejak tahun 2003, tuntutan
perencanaan strategis berbasis kinerja, serta dimulainya era litigious
society, di mana individu atau masyarakat yang dilayani oleh rumah sakit
kini mulai gemar menuntut dan semakin cerdas dalam menentukan pilihan
(Rochmanadji Widajat, 2009). Tuntutan-tuntutan masyarakat yang
semakin meningkat ini disebabkan oleh adanya ketidakpuasan masyarakat
terhadap mutu pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit akibat

meningkatnya kasus-kasus kesalahan medis (medical error), kecelakaan


(medical accident), kejadian nyaris celaka (near miss), atau kejadian tidak
diharapkan (adverse event) yang terjadi pada tingkat pelayanan di rumah
sakit (Wardhani 2013).
Pelayanan kesehatan yang bermutu salah satunya dengan
meningkatkan keselamatan pasien dari risiko cedera akibat kesalahan
atau kelalaian oleh petugas kesehatan. Hal ini disebabkan karena
aspek yang sangat berpengaruh terhadap mutu pelayanan rumah sakit
adalah aspek klinis medis, infeksi nosokomial, efektifitas, efesiensi
pelayanan yang diberikan, kepuasan pasien, dan keselamatan

pasien.

(Herwina 2012 dalam Arif Sumarianto 2014)


Salah satu sasaran dari tujuan penyelenggaraan rumah sakit
menurut UU RI No. 44 Tahun 2009 adalah keselamatan pasien. Oleh
sebab itu, wajib bagi rumah sakit untuk menerapkan standar keselamatan
pasien yang dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan
menerapkan pemecahan masalah untuk menurunkan angka kejadian
yang tidak diharapkan.
Keselamatan pasien merupakan kinerja mutu pelayanan sebuah
rumah sakit. Cooper et al telah mendefenisikan bahwa Keselamatan
pasien

merupakan penghindaran, pencegahan, dan perbaikan dari

kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari


proses pelayanan kesehatan. (Herwina 2012 dalam Arif Sumarianto 2014)
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem yang
dibuat oleh rumah sakit agar asuhan pasien menjadi lebih aman.
Tujuan

dilakukannya

kegiatan

keselamatan

pasien di rumah sakit

adalah untuk menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit,


meningkatkan akuntabilitas

rumah

sakit,

menurunkan

insiden

keselamatan pasien di rumah sakit, terlaksananya program pencegahan


sehingga tidak terjadi kejadian tidak diharapkan.
Upaya keselamatan pasien di rumah sakit bertujuan untuk
mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau kesalahan karena tidak melaksanakan
tindakan yang seharusnya dilaksanakan (KKP-RS, 2008).

Mutu

pelayanan di rumah sakit dengan keselamatan pasien adalah satu kesatuan


yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan (Cahyono dalam
Setiowati 2010). Sehingga, dengan meningkatkan mutu pelayanan di
rumah sakit dapat berpengaruh pada peningkatan keselamatan pasien di
rumah sakit.
Penerapan keselamatan pasien sebagai standar untuk meningkatkan
keselamatan pasien dirumah sakit sangat penting. Hali ini dikarenakan
kebijakan Patien safety ini sangat mendukung untuk meminimalkan
timbulnya resiko dan menghindari kejadian cidera atau tidak diharapkan
akibat kesalahan tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
tidak diambil.

Terdapat

tujuh standar keselamatan pasien dan enam

sasaran keselamatan pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan di


rumah sakit. Tujuh standar keselamatan pasien meliputi

hak pasien,

mendidik pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan


pelayanan , penggunaan metode metode peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien, mendidik staf


tentang keselamatan pasien dan komunikasi merupakan kunci bagi staf
untuk

mencapai

keselamatan

pasien.

Sedangkan

untuk

sasaran

keselamatan pasien meliputi identifikasi pasien, peningkatan komunikasi


efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert),
kepastian tepat lokasi tepat prosedur tepat pasien operasi, pengurangan
risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan , serta pengurangan risiko pasien
jatuh.
Di

dalam

keselamatan

pasien

terdapat

istilah

insiden

keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden yaitu setiap


kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien.
Insiden ini terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian
Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan Kejadian
Potensial Cedera (KPC) (Kemenkes,2011).
Keselamatan pasien di rumah sakit telah menjadi isu penting
karena banyaknya kasus medical error yang terjadi di berbagai negara.
Setiap tahun di Amerika hampir 100.000 pasien yang dirawat di
rumah sakit meninggal akibat medical error, selain itu penelitian juga
membuktikan bahwa kematian akibat cedera medis 50% diantaranya
sebenarnya dapat dicegah (Cahyono, dalam Ika Fadhilah 2012).
Laporan Institute of Medicine, USA (AHRQ, 2013), rata-rata pasien
mati akibat medical error di USA 44.000 - 98.000/tahun. Selain itu
publikasi

WHO tahun 2004 menyatakan

KTD dengan rentang 3,2

-16,6% terjadi pada rumah sakit di berbagai Negara yaitu Amerika,


Inggris, Denmark dan Australia (Depkes RI, 2006).
Berdasarkan laporan WHO (2004) mengemukakan bahwa di
negara maju 1 dari 10 pasien dirawat mengalami cidera dan ada
peningkatan kejadian 20 kali lipat jika di negara berkembang. Setiap
saat 1,4 juta orang dunia menderita infeksi di rumah sakit dan setiap
tahun terjadi kematian akibat injeksi yang tidak aman sebesar 1,3 juta
orang. Selain itu tinjauan dari yang dilakukan Joint Commission pada
tahun 1995- Desember 2006 menemukan 3548 kejadian sentinel.
Selain masalah medical error, kejadian infeksi nosokomial juga
sangat mempengaruhi keselamatan pasien. Infeksi

nosokomial erat

kaitannya dengan patient safety dan dampaknya dapat membahayakan


pasien bahkan kematian. Selain itu, National Nosocomial Infections
Surveillance System (NNISS) pada tahun 2009 melaporkan bahwa telah
ditemukan 2 juta kasus infeksi nosokomial per tahunnya yang
menimbulkan 2 kali risiko kesakitan dan kematian. Menurut

dewan

penasehat aliansi dunia untuk keselamatan pasien, infeksi nosokomial


menyebabkan 1,5 juta kematian setiap hari di seluruh dunia.
Indonesia termasuk dalam kategori negara berkembang, sehingga
kemungkinan pasien rawat memiliki potensi 20 kali lipat terjadinya
kejadian tidak diharapkan. Pada

tahun

2007

KKP-RS

(Komite

Keselamatan Pasien Rumah Sakit) melaporkan insiden keselamatan


pasien sebanyak 145 insiden yang terdiri dari KTD 46%, KNC 48%,
dan lain-lain 6% dan lokasi kejadian tersebut

berdasarkan

provinsi

ditemukan DKI Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu 37,9%, Jawa

Tengah 15,9%, DI Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatra


selatan 6,9%, jawa barat 2,8%, Bali 1,4%, Sulawesi Selatan 0,69%
dan Aceh 0,68%. Laporan insiden keselamatan pasien rumah sakit di
Indonesia berdasarkan provinsi tahun 2010 ditemukan Provinsi Banten
menempati urutan tertinggi yaitu 13,13%, diantara sepuluh provinsi
lainnya (Jakarta timur 12,42%, Jakarta tengah 12,33%, DKI Jakarta
6,31%,

Riau

5,14%,

Lampung

3,9%,

Sulawesi

Selatan

1,3%,

Sumatera Utara 1,3%, Kalimantan Selatan 1,3 dan Sumatera Selatan


1,3%) (KKP-RS, 2010).
Laporan insiden keselamatan pasien dari KKP-RS di Indonesia
pada

bulan Januari-April 2011, menemukan bahwa adanya pelaporan

kasus KTD sebesar

14,41%

dan

KNC

sebesar

18,53%,

serta

menyebabkan kematian sebesar 22,65%. Total keseluruhan laporan


dari tahun 2007 - triwulan I tahun 2011 sebanyak 457 laporan
mengenai insiden keselamatan pasien yang terjadi di rumah sakit yang
ada di Indonesia.

Di Indonesia, laporan insiden keselamatan

pasien

berdasarkan kepemilikan Rumah Sakit tahun 2010 pada triwulan III


ditemukan

bahwa Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang memiliki

persentasi lebih tinggi

sebesar 16% dibandingkan dengan rumah

sakit swasta sebesar 12% (KKP-RS, 2010).


Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan
dirumah sakit terkait isu mutu dan citra rumah sakit. Dalam undang
undang kesehatan nomer 36 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit

saat ini harus mengutamakan keselamatan pasien diatas kepentingan lain


(Nurwahida 2010).
Terjadinya insiden keselamatan pasien akan menimbulkan dampak
memperpanjang masa rawat, meningkatkan cidera, kematian, perilaku
saling menyalahkan, konflik antara petugas dan pasien, tuntutan dan
proses hukum, blow up media massa, dapat menurunkan citra dari
sebuah rumah sakit, serta dapat mengindikasikan bahwa mutu pelayanan
di rumah sakit masih kurang baik (AHRQ, 2013).
Craven dan Hirnie dalam Setiowati 2010 mengemukakan bahwa
ketidakpedulian akibat keselamatan pasien akan menyebabkan kerugian
bagi pihak pasien dan rumah sakit, seperti biaya yang harus ditanggung
pasien menjadi lebih besar, pasien semakin lama dirawat dirumah sakit
dan terjadi resistensi

obat. Kerugian bagi rumah sakit yang harus

dikeluarkan menjadi lebih besar yaitu upaya tindakan pencengahan


terhadap kejadian luka tekan, infeksi nosokomial , pasien jatuh dengan
cedera dan kesalahan obat yang menyebabkan cidera.
Rumah Sakit Umum Daerah Ajjapange Soppeng adalah rumah
sakit umum kelas C yang mempunyai 6 jenis pelayanan spesialis dasar
yang

merupakan

pusat rujukan khususnya di wilayah Kabupaten

Soppeng.
RSUD Ajjapannge Soppeng memiliki visi Terwujudnya RSUD
Ajjapannge Soppeng

yang

unggul dalam mutu, terjangkau dan

manusiawi pada tahun 2015. Dalam mewujudkan visi RSUD Ajjapangge


Soppeng yaitu untuk unggul dalam mutu tentunya RSUD Ajjapanngge
Soppeng tentunya dituntut untuk

memberikan pelayanan berdasarkan

Standar Operasional Prosedur (SOP), Standar Pelayanan Minimal (SPM)


rumah sakit, dan standar profesi.
Dalam menunjang penelitian yang dilakukan peneliti di RS
Ajjapannge Soppeng maka peneliti melakukan pengambilan data awal.
Pengambilan data awal yang diperoleh dalam laporan kinerja tahun
2013

dan

data pelaporan

mengindikasikan

adanya

infeksi nosokomail tahun 2014

Insiden keselamatan pasien.

Berikut

pencapaian indikator kinerja pada aspek keselamatan pasien di RSUD


Ajjapangge Soppeng pada tahun 2013.

Tabel 1.1
Indikator Kinerja Keselamatan Pasien di Instalasi Rawat Inap yang Tidak
Sesuai Standar KMK No.129 Tahun 2008 di RSUD Ajjapangge Soppeng
Tahun 2014
No

Indikator

Infeksi Nosokomial

Kematian Pasien > 48


Jam

Capaian

Standar

2013

No.129 Tahun 2008)

2.4%

1.5%

11.87%

0.24%

(KMK

Dimensi Mutu
Keselamatan
Pasien
Keselamatan
Pasien

Kelengkapan pengisian
3

4
5

rekam medik 24 jam


setelah selesai pelayanan
Tidak adanya kesalahan
pemberian Obat
Koordinasi APD

90 %

100 %

99.4 %

100 %

50%

75%

Keselamatan
Pasien
Keselamatan
Pasien
Keselamatan
Pasien

Sumber data : RSUD Ajjapangge Soppeng 2014


Berdasarkan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pencapaian
indikator kinerja pada aspek keselamatan pasien
standar.

belum memenuhi

Pada tabel diatas angka kejadian infeksi nosokomial

menunjukkan angka 2,4% angka ini belum memenuhi standar yaitu


1.5% kasus dan menggambarkan masih tingginya angka KTD yang
disebabkan oleh infeksi terkait perawatan.
Angka kematian pasien di Instalasi Instalasi Rawat Inap juga
belum memenuhi standar Kepmenkes No.129 Tahun 2008 tentang
SPM. Tingginya angka kematian di rawat inap merupakan masalah pada
mutu

pelayanan

yang

memerlukan

tindakan perbaikan, hal ini

ditunjukan antara lain dalam buku to err is human dari IOM maupun
penelitian dari Hayward (2001) yang mengungkapkan bahwa kurang lebih
22,7% dari kematian yang terjadi di rumah sakit sebenarnya dapat
dihindarkan dengan perawatan optimal.
Berdasarkan pencapaian kinerja yang telah diuraikan diatas
dapat disimpulkan bahwa di Instalasi Rawat Inap RSUD. Ajjapannge
Soppeng masih terdapat sejumlah insiden keselamatan pasien. Dalam
hal ini , terlihat bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada

pasien secara aman yang merujuk pada konsep patient safety belum
dilaksanakan dengan optimal.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti Faktor
Yang

Mempengaruhi

Kinerja

Dalam

Pelaksanaan

Program

Keselamatan Pasien di RSUD Ajjapange Soppeng Tahun 2015.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan

uraian

pada

latar

belakang

masalah

yang

dikemukakan di atas, maka peneliti mengajukan rumusan masalah


untuk mengetahui

faktor - faktor yang mempengaruhi kinerja dalam

pelaksanaan program keselamatan pasien di RSUD Ajjapange Soppeng


Tahun 2015 .
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi kinerja
dalam pelaksanaan program keselamatan pasien di RSUD Ajjapange
Soppeng Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk

menganalisis pengaruh faktor individu terhadap kinerja

pelaksanaan program keselamatan pasien di RSUD Ajjapange


Soppeng.

b. Untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja


pelaksanaan program keselamatan pasien di RSUD Ajjapange
Soppeng.
c. Untuk menganalisis pengaruh sistem kerja terhadap kinerja
pelaksanaan program keselamatan pasien di RSUD Ajjapange
Soppeng.
d. Untuk menganalisis pengaruh faktor konstektual

terhadap

kinerja pelaksanaan program keselamatan pasien di RSUD


Ajjapange Soppeng.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Pengembang Ilmu

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu


pengetahuan di bidang perumahsakitan khususnya mengenai budaya
keselamatan pasien.
2. Manfaat Praktis
a. Petugas Kesehatan
Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi seluruh petugas
kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan tentang keselamatan
pasien sehingga dapat tercipta budaya keselamatan pasien yang
sesuai dengan standarnya
b. Rumah Sakit
Penelitian

ini

bermanfaat

bagi

rumah

sakit

untuk

meningkatkan kinerja dan mutu pelayanannya khususnya mengenai


keselamatan pasien. Karena keselamatan pasien merupakan salah
satu standar untuk mengukur kinerja mutu rumah sakit.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan peneliti dalam bidang perumahsakitan
khususnya yang berkaitan dengan pelayanan dan budaya keselamatan
pasien yang ada di rumah sakit bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai