Anda di halaman 1dari 15

BAB I

STATUS PASIEN

I.

II.

III.

Identitas Pasien
Nama

: Nn.R

Usia

: 16 tahun

Alamat

: Johar Baru, Jakarta Pusat

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Pelajar

Tanggal Pemeriksaan

: 28 Maret 2012

Anamnesis (Autoanamnesis)
KU

: Mata kiri merah sejak 2 minggu SMRS

RPS

:Sejak 2 minggu SMRS, OS sedang berjalan pulang dari


sekolah dan tiba-tiba mata OS terkena angin, setelah itu OS
merasa mata OS sebelah kiri terasa gatal hingga OS
mengkucek-kucek matanya. OS hanya memberi tetes mata
yang diteteskan setiap hari. Satu minggu kemudian mata
sebelah kiri OS menjadi merah, berair, pandangan OS terlihat
kabur, silau bila melihat cahaya terang, tidak ada kotoran yang
keluar dari mata merah tersebut, tidak nyeri. OS tetap
menggunakan tetes mata.

RPD

: OS belum pernah mengalami hal ini.

RPK

:Tidak ada yang sedang menderita sakit mata.

R. Pengbatan

: OS hanya menggunakan tetes mata

R.Alergi

: Alergi obat disangkal.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran

: tampak sakit ringan


: komposmentis

Tanda-tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Respirasi
IV.

: 110/80 mmHg
: 80x/m
: 36,5oC
: 20x/m

Status Oftalmologikus

Pemeriksaan Visus :

Kacamata Lama

OD : 6/5 E

OD : -

OS : 6/5 F2

OS : -

OD

OS

Orthoforia

Kedudukan Bola
Mata

Orthoforia

Baik ke segala arah

Pergerakan Bola Mata

Baik ke segala arah

Udem ( - ),

Udem ( - ),

Hiperemis (-),

Hiperemis (-)

Hematom (-)

Hematom (-)

Sikatriks (-)
Benjolan (-)

Palpebra Superior

Sikatriks (-)
Benjolan (-)

Nyeri (-)

Nyeri (-)

Panas (-)

Panas (-)

Pus (-)

Pus (-)

Udem (-)

Udem (-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Hematom (-)

Palpebra Inferior

Hematom (-)

Sikatriks (-)

Sikatriks (-)

Benjolan (-)

Benjolan (-)

Hiperemis (-), papil (-),


folikel (-)
Injeksi siliar (-)
Iinjeksi konjungtiva (-)

Konjungtiva Tarsalis
Superior
Konjungtiva Bulbi

Hiperemis (-)
Papil (-)
Folikel (-)

Ulkus (-)

Konjungtiva Tarsalis
Inferior

Kornea

Sinekia anterior (-)


Bulat isokor
Reflex cahaya (+)

Papil (-)
Folikel(-)

Infiltrat (+)
Ulkus (-)
Sedang

COA

Hipopion (-)
Warna coklat

Injeksi konjungtiva (-)

Sekret (-)

Sedang
Hifema (-)

Injeksi siliar (+)

Hiperemis (-)

Sekret (-)
Jernih

Hiperemis (-), papil (-),


folikel (-)

Hifema (-)
Hipopion (-)

Iris

Pupil

Warna coklat
Sinekia anterior (-)
Bulat isokor
Reflex cahaya (+)

Jernih

Lensa

Jernih

Tidak dapat dievaluasi

Vitreous Humor

Tidak dapat dievaluasi

Resume
Seorang anak berusia 16 tahun, datang ke poliklinik Mata RSIJ Cempaka Putih
dengan keluhan mata sebelah kiri merah sejak 2 minggu, gatal, lakrimasi, penglihatan
kabur, fotofobia, tidak ada kotoran mata, tidak nyeri. Keluhan baru dirasakan pertama kali
dan hanya diberikan obat tetes mata.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan :
Okuli Sinistra

Konjungtiva bulbi

: injeksi siliar

Kornea

: infiltrat (+)

V.

Diagnosis Kerja
Okuli Sinistra

VI.

: Keratitis

Penatalaksanaan
-

Antibiotik: Ciprofloxacin 500 mg (2 x 1)


Chloramfenicol (tetes mata) 3 x 2

Edukasi

Selalu menjaga kebersihan pada mata.


Jangan mengucek-ngucek mata.
Beritahukan pada pasien bila keluar rumah atau berkendaraan dengan sepeda

motor diusahakan untuk memakai kacamata pelindung.


Segera kontrol bila terdapat keluhan lain.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kornea
Dalam keadaan normal kornea adalah transparan yang disebabkan oleh tidak adanya
pembuluh darah dan jaringan kornea yang strukturnya seragam serta berfungsinya
mekanisme pompa oleh endotel. Penyakit kornea adalah penyakit yang serius karena
penanganan yang tidak sempurna akan terlambat mengakibatkan gangguan penglihatan
permanen berupa penglihatan yang kabur hingga kebutaan.
2.1.1 Infeksi Kornea (Keratitis)
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut
lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan
epitel atau Bowman dan keratitis profunda atau keratitis interstisialis (atau disebut
juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.

Keratitis Superfisialis
Bentuk klinis :
Keratitis Pungtata Superfisialis
Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit infeksi virus antara lain virus herpes, herpes zoster, dan vaksinia.

Keratitis Flikten
Benjolan putih yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan untuk

menyerang kornea.
Keratitis Sika
Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimal

atau sel goblet yang berada di konjungtiva.


Keratitis Lepra
Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut juga

keratitis neuroparalitik.
Keratitis Numularis
Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multipel dan
banyak didapatkan pada petani.
Keratitis Profunda
Keratitis interstisial luetik atau keratitis sifilis kongenital
Keratitis sklerotikans

1. Keratitis Superfisialis
a. Keratitis Herpes Simpleks
Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai Host, merupakan parasit
intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut,
vagina, dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan

jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.
Keratitis herpes simpleks dapat terjadi sepanjang tahun, pada laki-laki kurang
lebih dua kali perempuan, masa inkubasi 2 hari hingga 2 minggu.
Bentuk Infeksi
Dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal; pada yang epitelial,
kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intra epitelial, mengakibatkan
kerusakan sel epitel dan membentuk ulkus kornea superfisialis. Pada yang
stromal terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu
reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang ini
mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak
jaringan stromal di sekitarnya. Pengobatan pada yang epitelial ditujukan
terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk menyerang virus
dan reaksi radangnya.
Gambaran Klinis
Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis
folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan
kelenjar limfa regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial
dan dapat mengenai stroma. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh
sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat
lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma.
Gambaran khas pada kornea adalah bentuk dendrite. Secara subjektif,
keratitis herpes simpleks epitelial kadang tidak dikeluhkan oleh penderita,
keluhan mungkin karena kelopak yang sedikit membengkak atau mata berair
yang bila sering diusap menyebabkan lecet kulit palpebra. Secara objektif
didapatkan iritasi yang ringan, sedikit merah, berair, dan unilateral.
Pada serangan berulang, kornea menjadi target utama dan menimbulkan
keratitis stroma yang dapat disertai dengan uveitis. Gambaran pada kornea
adalah lesi disiformis tetapi dapat juga bentuk-bentuk lain yang tidak spesifik
dan lazim disebut keratitis meta-herpetika. Pada keadaan ini penderita datang
dengan keluhan silau, mata berair, penglihatan kabur dan pada pemeriksaan
didapatkan injeksi konjungtiva dan siliar, penderita menutup matanya karena

silau, dan pada kornea didapatkan infiltrat stroma yang dapat disertai uveitis dan
hipopion.
Diagnosis Banding
Gambaran spesifik dendrit tidak memerlukan konfirmasi pemeriksaan yang
lain. Apabila gambaran lesi tidak spesifik maka diagnosis ditegakkan atas dasar
gambaran klinik infeksi kornea yang relatif tenang, dengan tanda-tanda
peradangan yang tidak berat serta riwayat penggunaan obat-obatan yang
menurunkan resistensi kornea seperti anestesi lokal, kortikosteroid dan obatobatan imunosupresif. Apabila fasilitas memungkinkan dilakukan kultur virus
dari jaringan epitel, dan lesi troma. Diagnosis banding keratitis Herpes simpleks
antara lain keratitis zoster, vaksinia, dan keratitis stafilokokus.
Pengobatan
Topikal diberikan obat anti virus seperti IDU. Dapat pula dilakukan
kauterisasi dengan asam karbonat atau larutan yodium (7% dan 5% KJ dalam
larutan alkohol). Tujuan kauterisasi adalah untuk mengancurkan sel-sel yang
sakit dan mencegah perluasan penyakit ini ke lapisan stroma atau lebih dalam
lagi. Adapula yang melakukan debridement dengan tujuan menghilangkan selsel yang sakit. Kortikosteroid merupakan kontraindikasi untuk segala tingkatan
keratitis herpes simpleks. Untuk menekan proses radang pada keratitis stroma
sebaiknya diberikan anti inflamasi non steroid. Bila terdapat uveitis diberikan
pengobatan untuk uveitisnya.

b. Keratitis Herpes Zoster

Disebabkan oleh virus varicella-zoster. Virus ini dapat menyerang saraf


kranial V, VII, dan VIII. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang antara pons
dan ganglion Gasseri, maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang N V
(cabang oftalmik, maksilar, mandibular). Biasanya yang terkena adalah ganglion
Gasseri dan yang terganggu adalah cabang oftalmik. Zoster oftalmik merupakan
suatu reaktifasi virus setelah infeksi pertama biasanya dalam bentuk varisela,

virus ini dapat juga menular melalui udara (airogen) dari penderita herpes zoster.
Masa inkubasi adalah 7 hingga 12 hari, masa aktif kurang lebih 1 minggu, masa
resolusi 2 minggu.
Bentuk Infeksi
Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di
daerah dahi, alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai
vesikel, dapat mengalami supurasi, yang bila pecah akan menimbulkan
sikatriks.
Bila cabang nasosiliar yang terkena, maka akan timbul vesikel di daerah hidung
dan kornea terancam. Kedua erupsi kulit tidak melewati garis median.
Gambaran Klinik
Biasanya penderita herpes zoster oftalmik pernah mengalami penyakit
varisela beberapa waktu sebelumnya. Dapat terjadi demam atau malaise dan
rasa nyeri yang biasanya berkurang setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi
kadang-kadang rasa nyeri ini dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun.
Secara subjektif, biasanya penderita datang dengan rasa nyeri disertai
edema kulit yang tampak kemerahan pada daerah dahi, alis, dan kelopak atas
serta sudah disertai dengan vesikel. Secara objektif, tampak erupsi kulit pada
daerah yang dipersarafi cabang oftalmik nervus trigeminus. Erupsi ini unilateral
dan tidak melewati garis median. Rima palpebra tampak menyempit apabila
kelopak atas mengaami pembengkakan. Bila cabang nasosiliaris nervus
trigeminus yang terkena, maka erupsi kulit terjadi pada daerah hidung dan rima
palpebra biasanya tertutup rapat.
Bila kornea atau jaringan yang lebih dalam terkena, maka timbul lakrimasi,
mata yang silau dan sakit dan penderita tampak kesakitan yang parah. Kelainan
mata berupa bercak-bercak atau bintik-bintik putih kecil yang tersebar di epitel
kornea yang dengan cepat sekali melibatkan stroma. Bila infeksi mengenai
jaringan mata yang lebih dalam dapat menimbulkan iridosiklitis disertai sinekia

iris serta menimbulkan glaukoma sekunder. Komplikasi lain adalah paresis otot
penggerak mata serta neuritis optik.
Diagnosis
Nyeri disertai erupsi kulit yang tidak melewati garis median adalah khas
untuk infeksi oleh herpes zoster. Biasanya juga pembengkakan kelenjar preaurikler regional yang sesuai dengan sisi cabang oftalmik N. V yang terkena.
Pengobatan
Pemberian asiklovir oral maupun topikal tampak menjanjikan; bila disertai
infeksi sekunder bakterial dapat diberikan antibiotik. Dapat diberikan pula obatobatan yang meningkatkan sistem imunitas tubuh, obat-obatan neurotropik, serta
dapat dibantu dengan vitamin C dosis tinggi.
Pada mata, pengobatan yang bersifat simtomatik adalah tetes metil selulose,
siklopegia.

Pemberian

kortikosteroid

oral

maupun

topikal

merupakan

kontraindikasi karena dapat meningkatkan aktivitas virus, memperpanjang


perjalanan klinik penyakit, serta memicu infeksi bakteri atau jamur.
c. Keratitis Vaksinia
Keratitis Vaksinia kadang-kadang dijumpai sebagai suatu kecelakaan atau
komplikasi dari imunisasi terhadap variola. Vaksinia dapat pula mengenai
kelopak mata dan apabila hal ini terjadi maka perlu dicegah penyebaran infeksi
terhadap kornea antara lain dengan pemberian suntikan gamma globulin intra
muskuler.
Upaya-upaya preventif terhadap infeksi bakterial sekunder adalah yang
paling penting untuk ditempuh. Bila kornea sudah terkena maka pemberian
injeksi gamma globulin tidak boleh dilakukan karena akan meningkatkan
bertambahnya infiltrat sehingga tampak lesi kornea melebar.
d. Keratitis Flikten
Flikten adalah benjolan berwarna putih kekuningan berdiameter 2-3 mm
pada limbus, dapat berjumlah 1 atau lebih. Pada flikten terjadi penimbunan sel
limfoid, dan ditemukan sel eosinofil serta mempunyai kecenderungan untuk
menyerang kornea. Pada kasus yang rekuran, penyakit ini timbul pada anak-anak

yang mengalami kurang gizi dan menderita TBC sistemik, karenanya penyakit ini
diduga sebagai alergi terhadap tuberkulo-protein (kuman TBC tidak pernah
dijumpai dalam benjolan flikten). Sekarang diduga juga merupakan reaksi
imunologi terhadap stafilokokus aureus, koksidiodes imiitis serta bakteri patogen
lainnya.
Gambaran Klinik
Terdapat hiperemia konjungtiva dan memberikan kesan kurangnya air mata.
Secara subjektif, penderita biasanya datang karena ada benjolan putih kemerahan
di pinggiran mata yang hitam. Apabila jaringan kornea terkena, maka mata berair,
silau disertai rasa sakit dan penglihatan kabur.
Secara objektif, terdapat benjolan putih kekuningan pada daerah limbus
yang dikelilingi daerah konjungtiva yang hiperemis. Bila kornea terkena, dapat
ditemukan keratitis dengan gambaran yang bermacam-macam; yaitu infiltrat dan
neovaskularisasi. Gambaran yang khas adalah terbentuknya papula atau pustula
pada kornea atau konjungtiva karena itu penyakit ini biasanya disebut kerato
konjungtivits flikten.
Pada anak-anak disertai gizi buruk, keratitis flikten dapat berkembang
menjadi tukak kornea karena infeksi sekunder. Penyembuhan yang terjadi pada
keratitis flikten biasanya akan meninggalkan jaringan parut yang disertai
neovaskularisasi kornea.
Diagnosis
Gambaran kerato-konjungtivitis adalah khas dan mudah dikenali.

Pengobatan
Dengan tetes mata steroid akan memberikan hasil yang memuaskan. Steroid
oral tidak dianjurkan apabila bila terdapat penyakit TBC yang mendasari. Pada
tukak kornea dapat diberikan antibiotik topikal atau oral.
e. Keratitis Sika

Keratitis Sika adalah keratitis yang pada dasarnya diakibatkan oleh


kurangnya sekresi kelnjar lakrimal dan atau sel globet, yang dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit atau keadaan sebagai berikut :
-

Defisiensi kelenjar air mata


(Sindrom Syogren, Syndrom Riley Day, tumor kelenjar air mata, obat-obat
diuretik, penggunaan atropin lama, usia lanjut).

Defisiensi komponen lemak dari air mata


(Blefaritis menahun, pembedahan kelopak mata).
Defisiensi komponen musin
(Sindrom Stevens Johnson, trauma kimia, defisiensi vitamin A serta penyakit
yang menyebabkan cacat konjungtiva).
Penguapan air mata yang berlebihan
(Keratitis karena lagoftalmos, hidup di lingkungan yang panas dan kering).
Akibat parut pada kornea atau rusaknya mikrovili kornea
(Pasca trauma kimia)
Gambaran Klinik
Secara subyektif : keluhan penderita tergantung dari kelainan kornea yang
terjadi, bila belum ada kerusakan kornea maka keluhan penderita adalah mata
ngeres, pedih, kering, dan rasa seperti ada pasir (ngeres), keluhan-keluhan yang
lazim disebut sindrom dry-eye. Apabila terjadi kerusakan pada kornea keluhankeluhan ditambah dengan silau, sakit, berair, dan kabur.
Secara objektif, pada tingkat dry-eye, kejernihan permukaan konjungtiva
dan kornea hilang, tes Schirmer berkurang, tear-film kornea mudah pecah, tear
break-up time berkurang, sukar menggerakan kelopak mata. Kelainan kornea
dapat berupa erosi kornea, keratitis filamentosa, atau pungtata. Pada kerusakan
kornea yang lebih lanjut dapat terjadi ulkus kornea dengan segala komplikasinya.
Pengobatan
Apabila yang kurang adalah komponen air dari air mata, diberikan air mata
tiruan (artificial tear), sedangkan bila komponen lemaknya yang berkurang maka
diberikan lensa kontak.
f. Keratitis Lepra

Morbus Hansen atau penyakit Lepra menyerang dan menimbulkan


kerusakan pada kornea melalui 4 cara :

Gangguan trofik pada kornea yang disebabkan kerusakan saraf kornea oleh

mikobakterium lepra.
Terjadinya ektropion dan lagoftalmos serta anestesi kornea sehingga

menyebabkan exposure keratitis.


Pada daerah yang endemik, sering disertai adanya penyakit trakoma yang

menyebabkan entropion dan trikiasis.


Apabila terjadi denervasi kelenjar lakrimal, akan menyebabkan sindrom dry
eye.
Perubahan yang terjadi akibat serangan mikobakterium lepra adalah
membesar dan membengkaknya saraf kornea disertai bintil-bintil dalam benang
(bead on a string). Pembengkakan saraf kornea adalah patognomonik untuk
infeksi oleh mikobakterium lepra pada mata ataupun dapat mengindikasikan
adanya suatu infeksi sistemik.
Masa inkubasi tidak diketahui secara pasti, begitu pula cara penularannya,
diduga melalui saluran pernapasan.
Gambaran Klinik
Secara subjektif, penderita datang karena adanya pembengkakan yang
kemerahan pada palpebra serta tanda-tanda lain pada bagian tubuh di luar mata.
Secara objektif, terdapat keratitis avaskuler berupa lesi pungtata berwarna
putih seperti kapur yang secara perlahan batasnya akan mengabur dan
sekelilingnya menjadi seperti berkabut. Lesi ini akan menyatu dengan lesi di
sebelahnya dan menyebabkan kekeruhan sub-epitelial seperti nebula. Dalam
nebula ini terdapat sebaran seperti deposit kalsium dan sering disertai destruksi
membran Bowman. Pada fase lanjut terjadi neovaskularisasi superfisial yang
disebut pannus lepromatosa.
Diagnosis
Pembengkakan saraf kornea disertai bead on a string adalah khas untuk
keratitis lepra.

Pengobatan
Terhadap mikobakterium lepra diberikan dapsone dan rifampisin. Apabila
terdapat deformitas palpebra yang akan mengkibatkan kerusakan kornea
dilakukan koreksi pembedahan.
g. Keratitis Nummularis
Keratitis nummularis adalah bentuk keratitis yang ditandai dengan infiltrat
bundar (nummus = keping uang logam) yang berkelompok dan tepinya berbatas
tegas. Keratitis ini berjalan lambat, sering kali unilateral dan pada umumnya
didapatkan pada petani yang bekerja di sawah. Penyebab diduga virus.
Gambaran Klinik
Secara subjektif, pasien mengeluh silau. Secara objektif, mata yang
terserang tampak merah karena injeksi siliar, disertai lakrimasi. Infiltrat multipel
dan bundar yang terdapat di lapisan kornea bagian superfisial biasanya tidak
menyebabkan ulserasi.
Pengobatan
Pemberian kortikosteroid lokal memberikan hasil yang baik yaitu hilangnya
tanda-tanda radang dan lakrimasi tetapi penyerapan infiltrat terjadi dalam waktu
yang lama, dapat 1-2 tahun.

2. Keratitis Profunda

a. Keratitis Interstisial Luetik


Merupakan manifestasi lanjut dari sifilis kongenital. Didapatkan pada anak
berusia 5-15 tahun. Keratitis Interstisial Luetik adalah suatu reaksi imunologik
terhadap treponema palidum karena kuman ini tidak dijumpai di kornea fase akut.
Peradangan berupa edema, infiltrasi limfosit, dan vaskularisasi pada stroma.
Proses peradangan kornea ini sembuh sendiri.

Gambaran Klinik
Secara subjektif, pasien mengeluh sakit, silau, dan kabur pada fase akut.
Secara objektif, keratitis interstisial luetik merupakan bagian dari trias
Hutchinson, yaitu keratitis interstisial, gangguan pendengaran hingga tuli, dan
kelainan pada gigi seri atas (Hutchinsons teeth). Pada fase akut , infiltrat stroma
berupa bercak-bercak yang dapat mengenai seluruh kornea dan menyebabkan
kekeruhan seperti kaca susu.
Pembuluh darah dari a. siliaris anterior memasuki stroma pada seluruh
kuadran dengan arah radial menuju ke bagian sentral kornea yang keruh. Tepi
kornea merah, sedangkan di bagian tengahnya merah keabu-abuan, gambaran ini
disebut bercak Salmon.
Dalam beberapa minggu proses peradangan akan menjadi tenang, kornea
berangsur-angsur menjadi bening kembali, pembuluh darah yang masuk ke dalam
stroma menjadi kecil dan kosong (ghost-vessel). Gejala iritasi menghilang dan
tajam penglihatan membaik. Walaupun proses ini telah menjadi tenang, pada
pemeriksaan selalu ditemukan kekeruhan yang radial di kornea karena proses
beningnya kembali kornea berlangsung lama.
Pada kasus-kasus yang sangat parah, kornea tetap menebal dan gelatineus.
Pada fase peradangan aktif jaringan uvea bagian anterior selalu terlibat dalam
bentuk uveitis granulomatosa, juga dapat terjadi koroiditis yang disertai kekeruhan
badan kaca.

Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan adanya trias Hutchinson ditambah kelainankelainan fisik lain seperti pangkal hidung yang mendatar (saddle nose),
penonjolan os frontal (prominent frontal eminence). Reaksi serologis (STS) yang
positif mendukung diagnosis.
Pengobatan

Proses peradangan pada kornea ini pada dasarnya dapat sembuh sendiri.
Pemberian penisilin atau derivatnya untuk sifilis sistemik perlu, tetapi tidak
banyak pengeruhnya pada kondisi peradangan mata. Pengobatan mata ditujukan
pada uveitis yang dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan iris dengan
pemberian tetes mata kotikosteroid dan sulfas atropin atau skopolamin.
b. Keratitis Sklerotikans (Sklerokeratitis)
Peradangan sklera dan kornea biasanya unilateral, disertai dengan infiltrasi
sel radang menahun pada sebagian sklera dan kornea. Keratitis sklerotikans akan
memberi gejala berupa kekeruhan kornea lokal berbentuk segitiga dengan puncak
mengarah ke kornea bagian sentral. Apabila proses peradangan berulang,
kekeruhan dapat mengenai seluruh kornea. Penyebab tidak diketahui.
Secara subjektif, penderita mengeluh sakit, fotofobia tetapi tidak ada
sekret. Secara objektif, kekeruhan kornea yang terlokalisasi dan berbatas tegas,
unilateral, kornea terlihat putih menyerupai sklera, serta dapat disertai iritis non
granulomatosa.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik. Pemberian kortikosteroid dan anti
radang non steroid ditujukan terhadap skleritisnya, apabila teradapat iritis, selain
kortikosteroid dapat diberikan tetes mata atropin.

Anda mungkin juga menyukai

  • Tutorial
    Tutorial
    Dokumen17 halaman
    Tutorial
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Retensi Urin
    Retensi Urin
    Dokumen13 halaman
    Retensi Urin
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Cver Decom
    Cver Decom
    Dokumen1 halaman
    Cver Decom
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Pengantar Lapkas
    Pengantar Lapkas
    Dokumen2 halaman
    Pengantar Lapkas
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Peng Antar
    Peng Antar
    Dokumen2 halaman
    Peng Antar
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Kelainan
    Kelainan
    Dokumen10 halaman
    Kelainan
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Tuberkulosis Paru
    Tuberkulosis Paru
    Dokumen15 halaman
    Tuberkulosis Paru
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Peng HPP
    Peng HPP
    Dokumen2 halaman
    Peng HPP
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Contoh
    Contoh
    Dokumen20 halaman
    Contoh
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan 2
    Penyuluhan 2
    Dokumen17 halaman
    Penyuluhan 2
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Miom
    Miom
    Dokumen19 halaman
    Miom
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Ca Mamma
    Ca Mamma
    Dokumen22 halaman
    Ca Mamma
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan 2
    Penyuluhan 2
    Dokumen17 halaman
    Penyuluhan 2
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • HASIL
    HASIL
    Dokumen15 halaman
    HASIL
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Vitamin D Deficiency in Chronic Idiopathic Urticaria
    Vitamin D Deficiency in Chronic Idiopathic Urticaria
    Dokumen6 halaman
    Vitamin D Deficiency in Chronic Idiopathic Urticaria
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Cover Ujian
    Cover Ujian
    Dokumen1 halaman
    Cover Ujian
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Cover Reflapkas
    Cover Reflapkas
    Dokumen4 halaman
    Cover Reflapkas
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Laporan MU
    Laporan MU
    Dokumen12 halaman
    Laporan MU
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Follow Up Death Case
    Follow Up Death Case
    Dokumen8 halaman
    Follow Up Death Case
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Fisiologi Janin
    Fisiologi Janin
    Dokumen13 halaman
    Fisiologi Janin
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Slide Jur
    Slide Jur
    Dokumen18 halaman
    Slide Jur
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Cov Ref
    Cov Ref
    Dokumen2 halaman
    Cov Ref
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • TUGAS
    TUGAS
    Dokumen5 halaman
    TUGAS
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Perd Subkonj
    Perd Subkonj
    Dokumen6 halaman
    Perd Subkonj
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Lapkas DR Hasri
    Lapkas DR Hasri
    Dokumen14 halaman
    Lapkas DR Hasri
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Isi Referat
    Isi Referat
    Dokumen12 halaman
    Isi Referat
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen7 halaman
    Jurnal
    IrmaPuspitaSari
    Belum ada peringkat