STATUS PASIEN
I.
II.
III.
Identitas Pasien
Nama
: Nn.R
Usia
: 16 tahun
Alamat
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Pelajar
Tanggal Pemeriksaan
: 28 Maret 2012
Anamnesis (Autoanamnesis)
KU
RPS
RPD
RPK
R. Pengbatan
R.Alergi
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda-tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Respirasi
IV.
: 110/80 mmHg
: 80x/m
: 36,5oC
: 20x/m
Status Oftalmologikus
Pemeriksaan Visus :
Kacamata Lama
OD : 6/5 E
OD : -
OS : 6/5 F2
OS : -
OD
OS
Orthoforia
Kedudukan Bola
Mata
Orthoforia
Udem ( - ),
Udem ( - ),
Hiperemis (-),
Hiperemis (-)
Hematom (-)
Hematom (-)
Sikatriks (-)
Benjolan (-)
Palpebra Superior
Sikatriks (-)
Benjolan (-)
Nyeri (-)
Nyeri (-)
Panas (-)
Panas (-)
Pus (-)
Pus (-)
Udem (-)
Udem (-)
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Hematom (-)
Palpebra Inferior
Hematom (-)
Sikatriks (-)
Sikatriks (-)
Benjolan (-)
Benjolan (-)
Konjungtiva Tarsalis
Superior
Konjungtiva Bulbi
Hiperemis (-)
Papil (-)
Folikel (-)
Ulkus (-)
Konjungtiva Tarsalis
Inferior
Kornea
Papil (-)
Folikel(-)
Infiltrat (+)
Ulkus (-)
Sedang
COA
Hipopion (-)
Warna coklat
Sekret (-)
Sedang
Hifema (-)
Hiperemis (-)
Sekret (-)
Jernih
Hifema (-)
Hipopion (-)
Iris
Pupil
Warna coklat
Sinekia anterior (-)
Bulat isokor
Reflex cahaya (+)
Jernih
Lensa
Jernih
Vitreous Humor
Resume
Seorang anak berusia 16 tahun, datang ke poliklinik Mata RSIJ Cempaka Putih
dengan keluhan mata sebelah kiri merah sejak 2 minggu, gatal, lakrimasi, penglihatan
kabur, fotofobia, tidak ada kotoran mata, tidak nyeri. Keluhan baru dirasakan pertama kali
dan hanya diberikan obat tetes mata.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan :
Okuli Sinistra
Konjungtiva bulbi
: injeksi siliar
Kornea
: infiltrat (+)
V.
Diagnosis Kerja
Okuli Sinistra
VI.
: Keratitis
Penatalaksanaan
-
Edukasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kornea
Dalam keadaan normal kornea adalah transparan yang disebabkan oleh tidak adanya
pembuluh darah dan jaringan kornea yang strukturnya seragam serta berfungsinya
mekanisme pompa oleh endotel. Penyakit kornea adalah penyakit yang serius karena
penanganan yang tidak sempurna akan terlambat mengakibatkan gangguan penglihatan
permanen berupa penglihatan yang kabur hingga kebutaan.
2.1.1 Infeksi Kornea (Keratitis)
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut
lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan
epitel atau Bowman dan keratitis profunda atau keratitis interstisialis (atau disebut
juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.
Keratitis Superfisialis
Bentuk klinis :
Keratitis Pungtata Superfisialis
Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit infeksi virus antara lain virus herpes, herpes zoster, dan vaksinia.
Keratitis Flikten
Benjolan putih yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan untuk
menyerang kornea.
Keratitis Sika
Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimal
keratitis neuroparalitik.
Keratitis Numularis
Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multipel dan
banyak didapatkan pada petani.
Keratitis Profunda
Keratitis interstisial luetik atau keratitis sifilis kongenital
Keratitis sklerotikans
1. Keratitis Superfisialis
a. Keratitis Herpes Simpleks
Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai Host, merupakan parasit
intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut,
vagina, dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan
jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.
Keratitis herpes simpleks dapat terjadi sepanjang tahun, pada laki-laki kurang
lebih dua kali perempuan, masa inkubasi 2 hari hingga 2 minggu.
Bentuk Infeksi
Dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal; pada yang epitelial,
kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intra epitelial, mengakibatkan
kerusakan sel epitel dan membentuk ulkus kornea superfisialis. Pada yang
stromal terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu
reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang ini
mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak
jaringan stromal di sekitarnya. Pengobatan pada yang epitelial ditujukan
terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk menyerang virus
dan reaksi radangnya.
Gambaran Klinis
Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis
folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan
kelenjar limfa regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial
dan dapat mengenai stroma. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh
sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat
lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma.
Gambaran khas pada kornea adalah bentuk dendrite. Secara subjektif,
keratitis herpes simpleks epitelial kadang tidak dikeluhkan oleh penderita,
keluhan mungkin karena kelopak yang sedikit membengkak atau mata berair
yang bila sering diusap menyebabkan lecet kulit palpebra. Secara objektif
didapatkan iritasi yang ringan, sedikit merah, berair, dan unilateral.
Pada serangan berulang, kornea menjadi target utama dan menimbulkan
keratitis stroma yang dapat disertai dengan uveitis. Gambaran pada kornea
adalah lesi disiformis tetapi dapat juga bentuk-bentuk lain yang tidak spesifik
dan lazim disebut keratitis meta-herpetika. Pada keadaan ini penderita datang
dengan keluhan silau, mata berair, penglihatan kabur dan pada pemeriksaan
didapatkan injeksi konjungtiva dan siliar, penderita menutup matanya karena
silau, dan pada kornea didapatkan infiltrat stroma yang dapat disertai uveitis dan
hipopion.
Diagnosis Banding
Gambaran spesifik dendrit tidak memerlukan konfirmasi pemeriksaan yang
lain. Apabila gambaran lesi tidak spesifik maka diagnosis ditegakkan atas dasar
gambaran klinik infeksi kornea yang relatif tenang, dengan tanda-tanda
peradangan yang tidak berat serta riwayat penggunaan obat-obatan yang
menurunkan resistensi kornea seperti anestesi lokal, kortikosteroid dan obatobatan imunosupresif. Apabila fasilitas memungkinkan dilakukan kultur virus
dari jaringan epitel, dan lesi troma. Diagnosis banding keratitis Herpes simpleks
antara lain keratitis zoster, vaksinia, dan keratitis stafilokokus.
Pengobatan
Topikal diberikan obat anti virus seperti IDU. Dapat pula dilakukan
kauterisasi dengan asam karbonat atau larutan yodium (7% dan 5% KJ dalam
larutan alkohol). Tujuan kauterisasi adalah untuk mengancurkan sel-sel yang
sakit dan mencegah perluasan penyakit ini ke lapisan stroma atau lebih dalam
lagi. Adapula yang melakukan debridement dengan tujuan menghilangkan selsel yang sakit. Kortikosteroid merupakan kontraindikasi untuk segala tingkatan
keratitis herpes simpleks. Untuk menekan proses radang pada keratitis stroma
sebaiknya diberikan anti inflamasi non steroid. Bila terdapat uveitis diberikan
pengobatan untuk uveitisnya.
virus ini dapat juga menular melalui udara (airogen) dari penderita herpes zoster.
Masa inkubasi adalah 7 hingga 12 hari, masa aktif kurang lebih 1 minggu, masa
resolusi 2 minggu.
Bentuk Infeksi
Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di
daerah dahi, alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai
vesikel, dapat mengalami supurasi, yang bila pecah akan menimbulkan
sikatriks.
Bila cabang nasosiliar yang terkena, maka akan timbul vesikel di daerah hidung
dan kornea terancam. Kedua erupsi kulit tidak melewati garis median.
Gambaran Klinik
Biasanya penderita herpes zoster oftalmik pernah mengalami penyakit
varisela beberapa waktu sebelumnya. Dapat terjadi demam atau malaise dan
rasa nyeri yang biasanya berkurang setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi
kadang-kadang rasa nyeri ini dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun.
Secara subjektif, biasanya penderita datang dengan rasa nyeri disertai
edema kulit yang tampak kemerahan pada daerah dahi, alis, dan kelopak atas
serta sudah disertai dengan vesikel. Secara objektif, tampak erupsi kulit pada
daerah yang dipersarafi cabang oftalmik nervus trigeminus. Erupsi ini unilateral
dan tidak melewati garis median. Rima palpebra tampak menyempit apabila
kelopak atas mengaami pembengkakan. Bila cabang nasosiliaris nervus
trigeminus yang terkena, maka erupsi kulit terjadi pada daerah hidung dan rima
palpebra biasanya tertutup rapat.
Bila kornea atau jaringan yang lebih dalam terkena, maka timbul lakrimasi,
mata yang silau dan sakit dan penderita tampak kesakitan yang parah. Kelainan
mata berupa bercak-bercak atau bintik-bintik putih kecil yang tersebar di epitel
kornea yang dengan cepat sekali melibatkan stroma. Bila infeksi mengenai
jaringan mata yang lebih dalam dapat menimbulkan iridosiklitis disertai sinekia
iris serta menimbulkan glaukoma sekunder. Komplikasi lain adalah paresis otot
penggerak mata serta neuritis optik.
Diagnosis
Nyeri disertai erupsi kulit yang tidak melewati garis median adalah khas
untuk infeksi oleh herpes zoster. Biasanya juga pembengkakan kelenjar preaurikler regional yang sesuai dengan sisi cabang oftalmik N. V yang terkena.
Pengobatan
Pemberian asiklovir oral maupun topikal tampak menjanjikan; bila disertai
infeksi sekunder bakterial dapat diberikan antibiotik. Dapat diberikan pula obatobatan yang meningkatkan sistem imunitas tubuh, obat-obatan neurotropik, serta
dapat dibantu dengan vitamin C dosis tinggi.
Pada mata, pengobatan yang bersifat simtomatik adalah tetes metil selulose,
siklopegia.
Pemberian
kortikosteroid
oral
maupun
topikal
merupakan
yang mengalami kurang gizi dan menderita TBC sistemik, karenanya penyakit ini
diduga sebagai alergi terhadap tuberkulo-protein (kuman TBC tidak pernah
dijumpai dalam benjolan flikten). Sekarang diduga juga merupakan reaksi
imunologi terhadap stafilokokus aureus, koksidiodes imiitis serta bakteri patogen
lainnya.
Gambaran Klinik
Terdapat hiperemia konjungtiva dan memberikan kesan kurangnya air mata.
Secara subjektif, penderita biasanya datang karena ada benjolan putih kemerahan
di pinggiran mata yang hitam. Apabila jaringan kornea terkena, maka mata berair,
silau disertai rasa sakit dan penglihatan kabur.
Secara objektif, terdapat benjolan putih kekuningan pada daerah limbus
yang dikelilingi daerah konjungtiva yang hiperemis. Bila kornea terkena, dapat
ditemukan keratitis dengan gambaran yang bermacam-macam; yaitu infiltrat dan
neovaskularisasi. Gambaran yang khas adalah terbentuknya papula atau pustula
pada kornea atau konjungtiva karena itu penyakit ini biasanya disebut kerato
konjungtivits flikten.
Pada anak-anak disertai gizi buruk, keratitis flikten dapat berkembang
menjadi tukak kornea karena infeksi sekunder. Penyembuhan yang terjadi pada
keratitis flikten biasanya akan meninggalkan jaringan parut yang disertai
neovaskularisasi kornea.
Diagnosis
Gambaran kerato-konjungtivitis adalah khas dan mudah dikenali.
Pengobatan
Dengan tetes mata steroid akan memberikan hasil yang memuaskan. Steroid
oral tidak dianjurkan apabila bila terdapat penyakit TBC yang mendasari. Pada
tukak kornea dapat diberikan antibiotik topikal atau oral.
e. Keratitis Sika
Gangguan trofik pada kornea yang disebabkan kerusakan saraf kornea oleh
mikobakterium lepra.
Terjadinya ektropion dan lagoftalmos serta anestesi kornea sehingga
Pengobatan
Terhadap mikobakterium lepra diberikan dapsone dan rifampisin. Apabila
terdapat deformitas palpebra yang akan mengkibatkan kerusakan kornea
dilakukan koreksi pembedahan.
g. Keratitis Nummularis
Keratitis nummularis adalah bentuk keratitis yang ditandai dengan infiltrat
bundar (nummus = keping uang logam) yang berkelompok dan tepinya berbatas
tegas. Keratitis ini berjalan lambat, sering kali unilateral dan pada umumnya
didapatkan pada petani yang bekerja di sawah. Penyebab diduga virus.
Gambaran Klinik
Secara subjektif, pasien mengeluh silau. Secara objektif, mata yang
terserang tampak merah karena injeksi siliar, disertai lakrimasi. Infiltrat multipel
dan bundar yang terdapat di lapisan kornea bagian superfisial biasanya tidak
menyebabkan ulserasi.
Pengobatan
Pemberian kortikosteroid lokal memberikan hasil yang baik yaitu hilangnya
tanda-tanda radang dan lakrimasi tetapi penyerapan infiltrat terjadi dalam waktu
yang lama, dapat 1-2 tahun.
2. Keratitis Profunda
Gambaran Klinik
Secara subjektif, pasien mengeluh sakit, silau, dan kabur pada fase akut.
Secara objektif, keratitis interstisial luetik merupakan bagian dari trias
Hutchinson, yaitu keratitis interstisial, gangguan pendengaran hingga tuli, dan
kelainan pada gigi seri atas (Hutchinsons teeth). Pada fase akut , infiltrat stroma
berupa bercak-bercak yang dapat mengenai seluruh kornea dan menyebabkan
kekeruhan seperti kaca susu.
Pembuluh darah dari a. siliaris anterior memasuki stroma pada seluruh
kuadran dengan arah radial menuju ke bagian sentral kornea yang keruh. Tepi
kornea merah, sedangkan di bagian tengahnya merah keabu-abuan, gambaran ini
disebut bercak Salmon.
Dalam beberapa minggu proses peradangan akan menjadi tenang, kornea
berangsur-angsur menjadi bening kembali, pembuluh darah yang masuk ke dalam
stroma menjadi kecil dan kosong (ghost-vessel). Gejala iritasi menghilang dan
tajam penglihatan membaik. Walaupun proses ini telah menjadi tenang, pada
pemeriksaan selalu ditemukan kekeruhan yang radial di kornea karena proses
beningnya kembali kornea berlangsung lama.
Pada kasus-kasus yang sangat parah, kornea tetap menebal dan gelatineus.
Pada fase peradangan aktif jaringan uvea bagian anterior selalu terlibat dalam
bentuk uveitis granulomatosa, juga dapat terjadi koroiditis yang disertai kekeruhan
badan kaca.
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan adanya trias Hutchinson ditambah kelainankelainan fisik lain seperti pangkal hidung yang mendatar (saddle nose),
penonjolan os frontal (prominent frontal eminence). Reaksi serologis (STS) yang
positif mendukung diagnosis.
Pengobatan
Proses peradangan pada kornea ini pada dasarnya dapat sembuh sendiri.
Pemberian penisilin atau derivatnya untuk sifilis sistemik perlu, tetapi tidak
banyak pengeruhnya pada kondisi peradangan mata. Pengobatan mata ditujukan
pada uveitis yang dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan iris dengan
pemberian tetes mata kotikosteroid dan sulfas atropin atau skopolamin.
b. Keratitis Sklerotikans (Sklerokeratitis)
Peradangan sklera dan kornea biasanya unilateral, disertai dengan infiltrasi
sel radang menahun pada sebagian sklera dan kornea. Keratitis sklerotikans akan
memberi gejala berupa kekeruhan kornea lokal berbentuk segitiga dengan puncak
mengarah ke kornea bagian sentral. Apabila proses peradangan berulang,
kekeruhan dapat mengenai seluruh kornea. Penyebab tidak diketahui.
Secara subjektif, penderita mengeluh sakit, fotofobia tetapi tidak ada
sekret. Secara objektif, kekeruhan kornea yang terlokalisasi dan berbatas tegas,
unilateral, kornea terlihat putih menyerupai sklera, serta dapat disertai iritis non
granulomatosa.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik. Pemberian kortikosteroid dan anti
radang non steroid ditujukan terhadap skleritisnya, apabila teradapat iritis, selain
kortikosteroid dapat diberikan tetes mata atropin.