Laporan Komplekso
Laporan Komplekso
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Dalam artian luas, senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk
karena penggabungan dua atau lebih senyawa sederhana, yang masingmasingnya dapat berdiri sendiri. Demikian juga dalam bidang formulasi sering
diterapkan pembentukan kompleks antara obat dengan bahan tambahan.
Sebagian besar jenis reaksi kimia yang digunakan dalam penentuan
titrimetrik melibatkan pembentukan ion kompleks yang dapat larut tetapi sedikit
terdisosiasi. Kation yang logam cenderung untuk membentuk kompleks. Sifat
ini diogunakan untuk pemisahan , penetapan kadar , dan membuat kation yang
tidak dapat bereaksi . Untuk analisis yang penting adalah tetapan stabilitas
(kestabilan) dan tetapan disosiasi.
Dalam bidang farmasi, prinsip kompleks ini digunakan untuk
menambah kelarutan suatu senyawa obat. Karena ada sebagian dari senyawa
obat tak dapat larut dengan baik sehingga perlu untuk menambahkan
pengkompleks.
Mengingat pentingnya prinsip reaksi kompleks dalam bidang farmasi
maka dilakukanlah percobaan ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Kompleks atau senyawa koordinasi, menurut definisi klasik,
diakibatkan oleh mekanisme donor-akseptor atau reaksi asam-basa Lewis antara
dua atau lebih konstituen kimia yang berbeda. Setiap atom atau ion nonlogam
apakah bebas atau berada dalam molekul netral atau dalam senyawa ionik, yang
dapat menyumbangkan satu pasang elektron, dapat bertindak sebagai donor.
Akseptor, atau konstituen yang ambil bagian dalam pasangan elektron, seringkali
berupa ion logam, walaupun dapat juga berupa atom netral. (1)
Dalam pelaksanaan analisisis anorganik kualitatif banyak digunakan
reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion atau molekul
kompleks terdiri dari satu ion (ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat
dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif
2. Metode titrasi
Metode ini diterapkan pada pembentukan kompleks glisin dan Cu yang
dititrasi dengan NaOH.
3. Metode distribusi
Metode distribusi diterapkan pada pembentukan kompleks iodium dan
KI. Iodium dilarutkan dalam CS2 dan KI dilarutkan dalam air. Kelarutan
iodium dalam air karena terbentuk kompleks.
4. Metode kelarutan
Kelarutan pada amino benzoate akan menambah kelarutan kofein,
dimana kadar kofein diukur dengan spektrofotometer.
Gaya antar molekul yang terlibat dalam pembentukan kompleks
adalah van der waals dari dispersi, dipolar, dan tipe dipolar induksi. Ikatan
hidrogen memberikan gaya yang bermakna dalam beberapa kompleks
molekuler, dan kovalen koordinat sangat penting dalam kompleks logam.
Perpindahan muatan dan interaksi hidrofobis pun terjadi (1).
Satu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusan
dan sejumlah ligam yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Atom pusat
ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan jumlah
ligan (monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu
atom pusat. Susunan logam-logam sekitar atom pusat adalah simetris (4)
G.N Lewis menerangkan bahwa pembentukan kompleks terjadi
karena pentumbanagn atau pasangan elektron seluruhnya oleh satu ligan kepada
atom pusat, inilah yang disebut dengan ikatan-datif. Teori Medan Ligan
menjelaskan bahwa pembentukan kompleks atas dasar medan elektrostatik yang
diciptakan oleh ligan-ligan dalam dari atom pusat. Medan ligan menyebabkan
penguraian
tingkatan
energi
orbital-orbital-d
atom
pusat,
yang
lalu
Kompleks terbentuk dari suatu reaksi ion logam yaitu kation dengan
suatu anion atau molekul netral. Ion logam di dalam kompleks disebut atom
pusat dan kelompok yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan
yang terbentuk oleh atom logam, pusat disebut bilangan koordinasi dari logam,,
salah satu contoh reaksi kompleks adalah reaksi dari ion perak dengan ion
sianida untuk membentuk ion kompleks Ag(CN)2 yang sangat stabil (1).
Higuchi dan kawan-kawan telah menyelidiki kompleksasi kafeina
dengan sejumlah obat yang bersifat asam. Mereka menemukan interaksi antara
kafein dengan obat misalnya silfonamida atau barbiturat disebabkan oleh gaya
dipol-dipol atau ikatan hidrogen antara gugus karbonil yang terpolarisasi dari
kafein dan atom hidrogen dari asam. Interaksi sekunder mungkin terjadi antara
bagian-bagian molekul nonpolar dan kompleks ditekan keluar dari fase air
karena tekanan internal air yang besar. Kedua efek ini menyebabkan derajat
interaksi yang tinggi (1).
: Aqua Destillata
Sinonim
RM/BM
: H2O
Pemerian
Penyimpanan
Kegunaan
: Sebagai pelarut
2. Kafein (6)
Nama Resmi
: Coffeinum
Sinonim
RM/BM
: C8H10N4O2/194,19
Rumus Bangun
O
CH3
CH3
N
N
O
N
CH3
Pemerian
Kelarutan
Penyimpanan
Kegunaan
: Sebagai sampel
: Sulfanilamidum
Sinonim
: Sulfanilamid; p-aminobenzosulfonamid
RM/BM
: C6H8N2O2S / 172,21
Rumus Bangun
:
H2N
Pemerian
SO2NH2
Kelarutan
Penyimpanan
Kegunaan
: Sebagai pengompleks
BAB III
METODE KERJA
Batang Pengaduk
- Erlenmeyer 250 ml
-
Kuvet
Rak tabung
Sendok tanduk
Spektrofotometer
Tabung reaksi
Timbangan
Aluminium Foil
Air suling
Kertas timbang
Kofein
Sulfanilamid
Tissue Roll
b. Larutan blanko
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibuat larutan C yaitu dengan melarutkan 0,5 g sulfanilamide dengan air
suling 100 mL dalam labu takar 100,0 mL.
3. Dipipet larutan C tersebut di atas sebanyak 5 mL di-ad-kan 100 mL dalam
labu takar.
4. Dipipet lagi larutan (3) sebanyak 10 mL dan di-ad-kan hingga 100,0 mL
dalam labu takar 100,0 mL dalam labu takar 100,0 mL.
5. Dibuat larutan seperti larutan C dengan mengganti sulafanilamid
sebanyak 1 g; 1,5 g; dan 2 g. Lalu semua larutan diukur serapannya.
SKEMA KERJA
A. Larutan sampel
1. Kofein 2,5 g
100 mL aquadest
5 mL
100 mL aquadest
2. Kofein 2,5 g
+
Sulfanilamid 0,5 g
100 mL aquadest
5 mL
100 mL
10 mL
100 mL
3. Kofein 2,5 g
+
Sulfanilamid 1 g
100 mL aquadest
5 mL
100 mL
10 mL
100 mL
4. Kofein 2,5 g
+
Sulfanilamid 1,5 g
100 mL aquadest
5 mL
100 mL
10 mL
100 mL
5. Kofein 2,5 g
+
Sulfanilamid 2 g
100 mL aquadest
5 mL
100 mL
10 mL
B. Larutan Blanko
100 mL
1. Air suling
2. Sulfanilamid 0,5 g
100 mL
5 mL
100 mL
10 mL
3. Sulfanilamid 1 g
100 mL
5 mL
100 mL
10 mL
4. Sulfanilamid 1,5 g
100 mL
100 mL
5 mL
100 mL
10 mL
5. Sulfanilamid 2 g
100 mL
100 mL
100 mL
5 mL
100 mL
10 mL
100 mL
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
Sampel
Absorban
Kofein 2,5 gr
0,5673
1,2471
Kofein + Sulfanilamid 1 gr
1,2652
1,3147
Kofein + Sulfanilamid 2 gr
1,3042
Cs x fp
As
Keterangan :
Cx = konsentrasi yang dicari/sampel
Ax = Absorban sampel
As = Absorban pembanding
Cs = Konsentrasi pembanding
fp = Faktor pengenceran
1. Kofein 2,5 g
Ax
Cs =
x Cs x Fp
As
0,5678
x 5 ppm x 200
0,3258
= 1,742 g/ml
2. Kofein 2,5 g + Sulfanilamida 0,5
Ax
Cs =
x Cs x Fp
As
1,2471
x 5 ppm x 200
0,3258
= 3,827 g/ml
1. Kofein 2,5 g + Sulfanilamida 1,0
Ax
Cs =
x Cs x Fp
As
1,2652
x 5 ppm x 200
0,3258
= 3,889 g/ml
2. Kofein 2,5 g + Sulfanilamida 1,5
Ax
Cs =
x Cs x Fp
As
1,3147
x 5 ppm x 200
0,3258
= 4,033 g/ml
3. Kofein 2,5 g + Sulfanilamida 2,0
Ax
Cs =
x Cs x Fp
As
1,3042
x 5 ppm x 200
0,3258
= 4,003 g/ml
BAB V
PEMBAHASAN
Penambahan sulfanilamide dilakukan pada takaran yang yang berbedabeda untuk melihat pada jumlah beberapa sulfanilamid dapat bertindak sebagai agen
pengkompleks yang paling ideal untuk kofein.menurut teori,dengan semakin
bertambahnya jumlah zat pengkompleks yang ditambahkan maka kelarutan zat yang
dikompleks akan semakin besar atau meningkat,dimana peningkatan kelarutan ini
akan sampai pada suatu batas tertentu dimana penambahan zat pengkompleks tidak
lagi akan meningkatkan kelarutan dari zat yang dikompleksnya tapi justru sebaliknya
menurunkan kelarutannya.hal ini karena dibutuhkan pula pelarut dalam jumlah
tertentu untuk melarutkan zat pengkompleks yang ditambahkan.
Penentuan
peningkatan
kelarutan
zat
dapat
ditentukan
dengan
menggunakan spektrofotometer. Dalam hal ini jika absorbannya besar, maka makin
besar pula peningkatan kelarutannya.
Dari hasil percobaan yang diperoleh, terlihat bahwa semakin banyak
jumlah zat pengkompleks sulfanilamide yang ditambahkan,maka makin besar pula
kelarutan dari kofein,dimana hal ini tampak dari absorban yang semakin besar.pada
percobaan ini juga digunakan faktor pengenceran untuk mengoreksi kesalahan yang
terlalu besar dari teknik pengenceran yang dilakukan.
Dari data yang diperoleh, untuk larutan pembanding absorbannya
0,3259, larutan kofein 2,5 g = 0,5673 ; larutan kofein + sulfanilamide 0,5 g = 1,2 71 ;
kofein + sulfanilamide 1,0 g = 1,2652 ; kofein + sulfanilamide 1,5 g ; 1.3147, sedang
kofein + sulfanilamid 2,0 g = 1,3042.
BAB VI
PENUTUP
VI. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
percobaan
yang
dilakukan,
maka
dapat
VI.2 Saran
Sebaiknya digunakan juga agen pengkompleks yang lain agar
hasilnya dapat diperbandingkan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Martin, A., (1990), Farmasi Fisika, Jilid I, Edisi ke-3, UI Press, Jakarta,
645, 658-659
2. Roth, H., J., (1994), Analisis Farmasi, Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta, 130
3. Day, R., A., (1995), Analisa Kimia Kuantitatif, Penerbit Erlangga, Jakarta, 194
4. Svehla, G., (1990), :Vogel Buku Teks Analisis Anorganik PT Kalman Media
Pustaka, Jakarta, 95-97
5. Effendi, I., (2003), Penuntun Praktikum Farmasi Fisika, Jurusan Farmasi,
UNHAS, Makassar
6. Ditjen POM, (1979), Farmakope Indonesia. Edisi III, Depkes RI, Jakarta,
96,175, 587