Anda di halaman 1dari 22

1

MK. PERENCANAAN LINGKUNGAN & WILAYAH

BAKU MUTU LINGKUNGAN DAN


STANDARDISASI LINGKUNGAN
Diabstraksikan Oleh:
Prof DR Ir Soemarno,MS
PMPSLP-PPSUB NOPEMBER 2011

I. PENDAHULUAN
Pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi
acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan
kelestarian fungsi sumberdaya alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan
pembangunan tetap terjamin.
Pola pemanfaatan sumberdaya alam seharusnya dapat memberikan akses
kepada segenap masyarakat, bukan terpusat pada beberapa kelompok masyarakat
dan golongan tertentu, dengan demikian pola pemanfaatan sumberdaya alam harus
memberi kesempatan dan peran serta aktif masyarakat, serta meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk mengelola sumberdaya alam secara berkelanjutan.
Peranan pemerintah dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumberdaya
alam harus dapat dioptimalkan, karena sumberdaya alam sangat penting peranannya
terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan negara melalui mekanisme pajak,
retribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil, serta perlindungan dari bencana ekologis.
Sejalan dengan otonomi daerah, pendelegasian secara bertahap wewenang
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam
dimaksudkan untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan tetap terjaganya
fungsi lingkungan.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan sumberdaya
alam harus dapat mengurangi tumpang tindih peraturan penguasaan dan
pemanfaatan sumberdaya alam dan keselarasan peran antara pusat dan daerah serta
antar sektor. Selain itu peran serta aktif masyarakat dalam akses dan kontrol
sumberdaya alam harus lebih optimal karena dapat melindungi hak-hak publik dan
hak-hak adat.
Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan
untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak daerah antara lain
pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis
dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan
pertanian, penangkapan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung
dan daya tampung lingkungan.
Dengan memperhatikan permasalahan dan kondisi sumberdaya alam dan
lingkungan hidup dewasa ini, maka kebijakan di bidang pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup ditujukan pada upaya :

(1) mengelola sumberdaya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak
dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya;
(2) menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari perusakan
sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan;
(3) mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah
dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara bertahap;
(4) memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat lokal;
(5) menerapkan secara efektif penggunaan indikator-indikator untuk mengetahui
keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
(6) memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan
konservasi baru di wilayah tertentu; dan
(7) mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan
lingkungan global.
Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pengelolaan sumberdaya
alam yang berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring meningkatnya
kesejahteraan masyarakat serta meningkatnya kualitas lingkungan hidup sesuai
dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan, serta terwujudnya keadilan antar
generasi, antar dunia usaha dan masyarakat, dan antar negara maju dengan negara
berkembang dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
optimal.
II. ARAH KEBIJAKAN
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di atas, GBHN 1999
mengamanatkan bahwa :
1) Mengelola sumberdaya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat
bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi;
2) Meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup
dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan,
dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan;
3) Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan
keterbaharuan dalam pengelolaan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui
untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat balik;
4) Mendelegasikan secara bertahap wewenang peperintah pusat kepada pemerintah
daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam secara selektif dan
pemeliharaan lingkungan hidup dengan kualitas ekosistem tetap terjaga yang
diatur dengan Undang-Undang;
5) Mendayagunakan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup,

pembangunan yang berkelanjutan kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat


lokal serta penataan ruang yang pengusahaannya diatur UU.
III. INTERNALISASI PERDAGANGAN DAN LINGKUNGAN MENUJU
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Sejak tahun 1965, GATT telah memiliki "Komisi Perdagangan dan
Pembangunan" yang memperdulikan persoalan perdagangan di belahan bumi
selatan.
Pada tahun 1972, komisi itu membentuk sebuah kelompok yang dinamakan
"Tindakan terhadap Lingkungan dan Perdagangan lnternasional". Kelompok ini
dibentuk setelah munculnya kecemasan bahwa kepentingan lingkungan akan
menghambat perdagangan.
Perangkat utama yang tersedia bagi GATT untuk menangani masalah
lingkungan adalah Pasal XX (yang tidak menggunakan kata lingkungan) dan
Persetujuan mengenai Hambatan Teknik terhadap Perdagangan (yang menggunakan
kata lingkungan). Setiap negara memiliki hak untuk menggunakan tindakan
perdagangan seperlunya untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia,
hewan, dan tumbuhan dengan pengawetan sumberdaya alam yang dapat habis.
Tindakan semacam ini juga dapat diterapkan untuk membatasi produksi
dan/atau konsumsi dalam negeri, namun tidak boleh menghasilkan diskriminasi yang
sewenang-wenang atau tidak boleh berlaku di semua negara dan tindakan itu tidak
boleh merupakan pembatasan terselubung atas perdagangan internasional.
Persetujuan mengenai Hambatan Teknis Terhadap Perdagangan memberikan
kerangka untuk menangani masalah yang berkaitan dengan perdagangan di tingkat
multilateral yang timbul akibat peraturan dan baku-mutu teknis.
Pasal XX GATT tidak boleh dibiarkan menjadi celah yang dapat dimanfaatkan
oleh para proteksionis. Melanggar asas perdagangan bebas harus dilihat sebagai
kekecualian, dan sifat kekecualian ini harus pula dipertahankan bila ada bahaya
terhadap lingkungan.
Beberapa asas dasar berikut ini harus dimasukkan ke dalam peraturan GATT
untuk menangani masalah lingkungan:
Keterbukaan: Persyaratan "pemberitahuan" perlu dimasukkan sehingga
semua peraturan mengenai lingkungan yang dapat berdampak terhadap
perdagangan tidak bermakna ganda secara internasional.
Keabsahan:
Tindakan
perlindungan
lingkungan
yang
membatasi
perdagangan harus sah; jadi didukung oleh bukti ilmiah yang kuat. Badan atau
panel pakar ilmiah internasional harus dibentuk untuk menguji keabsahan
tindakan semacam itu. Kalau ancaman terhadap lingkungan sangat serius atau
tidak dapat diubah, GATT WTO harus menerapkan asas pencegahan.

Kesebandingan:
Tindakan yang membatasi perdagangan tidak boleh
melampaui batas yang memang diperlukan untuk melindungi lingkungan.
Subsidioritas: Jika kepentingan lingkungan sudah terpenuhi tanpa tindakan
yang mempengaruhi perdagangan, maka tindakan yang mengganggu
perdagangan harus ditiadakan.

IV. STANDARDISASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI BIDANG


LINGKUNGAN
4.1. Perkembangan Global
Keterkaitan antara dunia usaha dan lingkungan hidup telah disadari sejak
dilaksanakannya "Conference on Human and Environment" oleh PBB pada tahun
1972 di Stockholm, yang dilanjutkan di Nairobi pada tahun 1982. Konperensi tersebut
melahirkan pemikiran bahwa pembangunan industri yang tidak terkendali akan
mempengaruhi kelangsungan dunia usaha itu sendiri.
Pemikiran tersebut ditindaklanjuti dengan pembentukan United Nations
Environment Program (UNEP) dan World Commission on Environment and
Development (WCED). lstilah "Sustainable Development" yang diperkenalkan dalam
laporan WCED pada tahun 1987 juga mencakup pengertian bahwa kalangan industri
sudah harus mulai mengembangkan sistem pengelolaan lingkungan yang
dilaksanakan secara efektif.
Selanjutnya diselenggarakan "United Nations
Conference on Environment and Development (UNCED)" di Rio de Janeiro pada
tahun 1992.
Menindaklanjuti gagasan tersebut, lnggris mengeluarkan baku-mutu
pengelolaan lingkungan yang pertama kali di dunia pada tahun 1992, yaitu British
Standard (BS) 7750. Komisi Uni Eropa mulai memberlakukan Eco-Management and
Audit Scheme (EMAS) pada 1993. Dengan diberlakukannya EMAS, BS 7750 direvisi
dan kembali ditetapkan pada tahun 1994. Beberapa negara Eropa yang lain juga
mulai mengembangkan standardisasi pengelolaan lingkungan.
Di tingkat internasional, dengan dorongan kalangan dunia usaha "International
Standardization Organization" (ISO) dan International Electrotechnical Commission
(IEC) membentuk "Strategic Advisory Group on the Environment" (SAGE) pada bulan
Agustus 1991. SAGE merekomendasikan kepada ISO akan perlunya suatu Technical
Committee (TC) yang khusus bertugas untuk mengembangkan suatu seri standar
pengelolaan lingkungan yang berlaku secara internasional.
Pada tahun 1993, ISO membentuk TC 207 yang khusus bertugas
mengembangkan baku-mutu (standar) lingkungan yang dikenal sebagai ISO seri
14000. Standar yang dikembangkan mencakup rangkaian enam aspek, yaitu:

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Environmental Management System (EMS).


Environmental Auditing (EA).
Environmental Labelling (EL).
Environmental Performance Evaluation (EPE).
Life Cycle Analysis (LCA).
Term and Definitions (TD).

Beberapa pokok pemikiran yang mendasari ISO seri 14000 adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Menyediakan elemen-elemen dari suatu sistem pengelolaan lingkungan


yang efektif dan dapat dipadukan dengan persyaratan pengelolaan
lainnya.
Membantu tercapainya tujuan ekonomi dan lingkungan dengan
meningkatkan kinerja lingkungan dan menghilangkan serta mencegah
terjadinya hambatan dalam perdagangan.
Tidak dimaksudkan sebagai hambatan perdagangan non-tarif atau untuk
mengubah ketentuan-ketentuan hukum yang harus ditaati.
Dapat diterapkan pada semua tipe dan skala organisasi.
Agar tujuan dan sasaran lingkungan dapat tercapai maka harus didorong
dengan penggunaan Best Practicable Pollution Control Technology
(Teknologi Pengendalian Pencemaran Terbaik yang Praktis) dan Best
Available Pollution Control Technology EconomicaIly Achieveable
(Teknologi Pengendalian Pencemaran Terbaik yang layak ekonomi).

Sistem Pengelolaan Lingkungan yang dikembangkan oleh ISO mengambil model


"continual improvement" yang didefinisikan sebagai:
"Process of enhancing the environmental management system, the purpose of
achieving improvements in overall environmentaI performance, not necessarily
in the areas of activity simultaneously, resulting from continuous efforts to
improve in line with the organization's environmental policy".
Arti dari ISO seri 14000 adalah Sistem Pengelolaan Lingkungan, yang dalam
pelaksanaannya didukung oleh beberapa alat bantu (support tools) tentang:
1.
2.
3.
4.

Kajian pelaksanaan program lingkungan dan Sistem Pengelolaan


Lingkungan: "Environmental Audits",
Evaluasi kinerja lingkungan yang dicapai organisasi: "EnvironmentaI
Performance Evaluation",
Pemberian label lingkungan terhadap produk: "Environmental Labelling",
dan
Kajian tentang daur hidup produk dari bahan mentah, proses (limbah)
hingga pada produk yang tak dapat dimanfaatkan kembali (sampah), ini
disebut dengan Life Cycle Assessment.

Beberapa keuntungan yang dapat dari pelaksanaan Sistem Pengelolaan Lingkungan


adalah:
1. Optimisasi penghematan biaya dan efisiensi.
2. Mengurangi risiko lingkungan.
3. Meningkatkan citra (image) organisasi.
4. Meningkatkan kepekaan terhadap perhatian publik.
5. Memperbaiki proses pengambilan keputusan.

4.2. STANDARDISASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI BIDANG LINGKUNGAN di


Indonesia
(KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMTAK LINGKUNGAN
Nomor: Ke- 29/BAPEDAL/05/1997).
4.2.1. KETENTUAN UMUM
1. Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan Perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya
2.
Standar bidang lingkungan adalah spesifikisi teknis atau sesuatu yang
dibakukan dalam bidang lingkungan, disusun berdasarkan konsensus semua
pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat kelestarian fungsi
lingkungan, kesehatan, keselamatan, perkembangan iImu pengetahuan dan
teknologi, serta berdasarkan pengalaman , perkembangan masa kini dan masa
yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
3.
Standardisasi adalah proses merumuskan, merevisi, menetapkan dan
menerapkan standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan
semua pihak
4.
Sistem Standardisasi Nasional, yang selanjutnya disingkat SSN, adalah Sebagai
tatanan jaringan sarana dan kegiatan standardisasi yang serasi, selaras dan
terpadu yang meliputi perumusan standar, penerapan
standar,
pembinaan dan pengawasan standardisasi
kerjasama dan
informasi standardisasi, kerjasama dan informasi standardisasi metrologi dan
akreditasi
5.
Standar Nasional Indonesia, yang selanjutnya disebut SNI, adalah standar yang
ditetapkan dan diberlakukan kepala badan Pengendalian dampak lingkungan
setelah mendapat persetujuan dari dewan standardisasi nasional serta berlaku
secara nasional di Indonesia
6.
Perumusan standar adalah proses penyusunan SNI yang menjamin konsensus
nasional antara pihak-pihak yang berkepentingan termasuk instansi pemerintah,
swasta, organisasi profesi/ usaha, kalangan ahli/ pakar, produsen, konsumen
dan pihak terkait lainnya;

7.
8.
9.
10.

11.
12.
13.

14.

15.
16.
17.
18.
19.

20.

Konsensus adalah kesepakatan pihak-pihak berkepentingan terhadap suatu


konsep standar baik, langsung maupun tidak langsung yang menyatakan tidak
berkeberatan menjadi rancangan SNI;
Revisi standar adalah kegiatan menyempurnakan standar sesuai dengan
kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan perumusan standar;
Penerapan standar adalah kegiatan menggunakan SNI sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;
Akreditati adalah pengakuan formal dari Komite Akreditasi Nasional, atas nama
Dewan Standardisasi Nasional berdasarkan usul Komite Akreditasi Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan, kepada unit / lembaga / institusi/
organisasi/ laboratorium penguji atas kemampuannya untuk melaksanakan
kegiatan tertentu dalam standardisasi bidang lingkungan , sesuai dengan
persyaratan dan kriteria yang ditetapkan Dewan Standardisasi Nasional;
Sertifikasi adalah proses yang berkaitan dengan sertifikat oleh suatu unit /
lembaga / institusi /organisasi / laboratorium Penguji yang telah diakreditasi;
Sertifikat adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian hasil proses sertifikasi
terhadap persyaratan yang ditentukan.
Sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan adalah proses yang berkaitan dengan
pemberian sertifikat Sistem Manajemen Lingkungan kepada unit/ lembaga
/institusi /organisasi yang telah mampu menerapkan standar Sistem manajemen
Lingkugan;
Sertifikasi Label Lingkungan adalah proses yang berkaitan dengan pemberian
sertifikat label Iingkungan kepada unit / lembaga/ institusi/ organisasi untuk
produk atau jasa tertentu yang telah memenuhi ketentuan atau kriteria label
lingkungan
Sertifikasi Hasil Uji adalah proses yang berkaitan dengan pemberian sertifikat
yang menyatakan hasil pengujian atas contoh uji sesuai dengan
spesifikasi/metode uji/standar tertentu;
Sertifikasi Auditor Lingkungan adalah Proses yang berkaitan dengan pemberian
sertifikat yang menyatakan bahwa seseorang telah memiliki kualifikasi Auditor
Lingkungan;
Lembaga Sertifikasi adalah lembaga yang netral, baik pemerintah maupun
swasta, yang telah diakreditasi untuk Melaksanakan sertifikasi tertentu:
Laboratorium Penguji adalah suatu laboratorium, yang akreditasi oleh Komite
Akreditasi Nasional (KAN) untuk melakukan sertifikasi Hasil Uji berdasarkan
ruang lingkup akreditasi yang ditetapkan;
Sistem Manajemen Lingkungan adalah bagian dari keseluruhan sistem
manajemen yang meliputi struktur organisasi , perencanaan kegiatan tanggung
jawab, praktek/ pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya untuk
mengembangkan, menerapkan, mencapai, mengkaji dan memelihara
kebijaksanaan lingkungan;
Audit Lingkungan adalah suatu alat manajemen yang meliputi evaluasi secara
sistematik, terdokumentasi, periodik dan objektif tentang bagaimana suatu
kinerja organisasi , sistem
manajemen dan peralatan dengan tujuan
memfasilitasi kontrol manajemen terhadap pelaksanaan upaya pengendalian

21.

22.
23.
24.

25.

26.
27.
28.

dampak lingkungan dan pengkajian Penataan kebijakan usaha atau kegiatan


terhadap peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan;
Auditor lingkungan adalah individu Yang telah disertifikasi menurut kualifikasi
tertentu yang ditetapkan dan/ atau ditugaskan untuk melaksanakan sebagian
atau seluruh fungsi yang berkaitan dengan penilaian suatu unit / institusi /produk
/ jasa dalam rangka kegiatan standardisasi bidang lingkungan;
Label lingkungan adalah pernyataan atau tanda lingkungan dari produk atau
jasa yang menyatakan bahwa produk / jasa tersebut sesuai dengan ketentuan
kriteria yang ditetapkan,
Dewan Standardisasi Nasional, yang selanjutnya disebut DSN, adalah dewan
yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 20 tahun 1984 jo
Keputusan Presiden Nomor 7 1989 tentang Dewan Standardisasi Nasional;
Komite Akreditasi Nasignal, yang selanjutnya disingkat KAN, adalah suatu
wadah
non
struktural
yang
bertugas
untuk
mengkoordinasikan,
mensinkronisasikan, membina dan mengawasi kegiatan akreditasi dan sertifikasi
di Indonesia yang berkedudukan di bawah dan bertanggung-jawab kepada DSN.
Komite Akreditasi Badan Pengendalian Dampak Lingkunngan, yang selanjutnya
disebut Komite Akreditasi BAPEDAL adalah suatu wadah non struk-tural di
lingktungan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan yang dibentuk sesuai
dengan tugas, persyaratan dan kriteria yang ditetapkan DSN
Logo Akreditasi adalah logo KAN sebagaimana ditetapkan dalam pedoman
DSN;
Kepala adalah Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Badan Pengendalian DAMPAK Lingkungan, yang selanjutnya disebut
BAPEDAL, adalah suatu Lembaga Pemerintah Non Departernen yang bertugas
untuk mengendalikan dampak lingkungan yang meliputi pencegahan dan
penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan, serta pemulihan
kualitas lingkungan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang
berlaku.

4.2.2. Kegiatan standardisasi


a. Perumusan
dan
pelaksanaan
program
standardisasi
berdasarkan
Kebijaksanaan Standardisasi Nasional yang ditetapkan oleh DSN.
b. Penyusunan dan penetapan tatalaksana dan sistem kelembagaan
standardisasi.
c. Perumusan konsep standar bidang lingkungan untuk dikonsensuskan menjadi
rancangan SNI yang kemudian diajukan kepada DSN untuk memperoleh
persetujuan menjadi SNI.
d. Perumusan dan penetapan peraturan serta pedoman penerapan SNI.
e. Penyelenggaraan kerjasama teknis, pembinaan, pengawasan dan peningkatan
kemampuan teknis dalam rangka penerapan SNI.

f. Penyelenggaraan hubungan internasional dengan koordinasi DSN, publikasi,


publisitas, popularisasi, pendidikan dan pelatihan standardisasi.
g. Pelaksanaan penilaian terhadap pemohon akreditasi atas dasar penugasan
yang diberikan oleh KAN.
h. Penyusunan panduan teknis operasional Komite Akreditasi BAPEDAL dan
persyaratan lembaga sertifikasi serta laboratorium penguji berdasarkan
persyaratan dan pedoman yang ditetapkan DSN.
4.2.3. STANDARDISASI BIDANG LINGKUNGAN
Penyusunan Program Kebijaksanaan Standardisasi
(1). BAPEDAL menyampaikan informasi rencana pelaksanaan kegiatan dan
mengajukan usulan program standardisasi kepada DSN sebagai baban untuk
menyusun program dan/atau kebijaksanaan standardisasi nasional.
(2). BAPEDAL memberikan tanggapan, masukan dan saran kepada DSN terhadap
konsep kebijaksanaan dan Standardisasi nasional khususnya bidang lingkungan,
(3). BAPEDAL menyusun kebijaksanaan dan/atau program staridardisasi sesuai
dengan kebijaksanaan dan program standardisasi nasional yang ditetapkan
DSN.
(4). BAPEDAL mengkoordinasikan pelaksanaan perumusan standar bidang
lingkungan.
(5). Rancangan standar bidang lingkungan disusun dengan memperhatikan:
a. Upaya menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan.
b. Standar internasional atau standar lain di bidang lingkungan.
c. Efisiensi dan efektifitas penggunaan standar dalam rangka mencapai
tujuan pelestarian fungsi lingkungan,
d. Antisipasi diberlakukannya ketentuan-ketentuan lingkungan dalam
perdagangan.
Prosedur Perumusan Standar
(1) Prosedur perumusan standar bidang lingkungan dilaksanakan sesuai dengan
SSN yang ditetapkan oleh DSN.
(2) Dalam melaksanakan perumusan standar sesuai dengan prosedur,
BAPEDAL, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, instansi pemerintah,
suasta, organisasi profesi / usaha, kalangan ahli/ pakar, produsen, konsumen,
dan pihak terkait lainnya.
(3) Konsep standar yang telah dirumuskan olehh Panitia Teknis Perumusan
Standar disebar-luaskan oleh BAPEDAL kepada instansi terkait lainnya yang
bukan anggota panitia teknis untuk memperoleh tanggapan dan masukan.
(4) Waktu penyebarluasan sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) hari
sebelum Forum Konsensus diselenggarakan.

10

(5) Tanggapan dan masukan harus sudah diterima oleh Panitia Teknis Perumusan
Standar paling lambat 14 hari sebelum Forum Konsensus diselenggarakan.
4.2.4. Forum Konsensus
(1)
(2)
(3)

Forum konsensus adalah forum untuk membahas konsep standar untuk


mencapai kesepakatan menjadi rancangan SNI.
Forum konsensus yang dibentuk oleh BAPEDAL terdiri atas PanitiaTeknis
Perumusan Standar dan pihak- lainnya yang berkepentingan.
Ketentuan lebih rinci mengenai Fonun Konsensus ditetapkan lebih lanjut oleh
Kepala.

4.2.5. Penetapan dan penerapan SNI


(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

BAPEDAL menyampaikan rancangan SNI sebagaimana dimaksud dalam


pasal 6 kepada DSN untuk mendapat persetujuan menjadi SNI.
Berdasarkan persetujuan DSN, kepala menetapkan, mensahkan dan
memberlakukan SNI.
SNI dapat diberlakukan sebagai SNI wajib atau sukarela.
Penerapan SNI wajib ditentukan oleh Kepala.
Penerapan SNI sukarela dapat ditetapkan penerapannya seara wajib atas
pertimbangan lingkungan, teknis, ekonomis atau pertimbangan lainnya.

4.2.6. Peninjauan Kembali SNI


(1) SNI ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun sekali atau setiap saat apabila
diperlukan.
(2) Peninjauan kembali dapat berupa perubahan atau tanpa perubahan atau
pencabutan.
(3)Peninjauan kembali dapat diajukan oleh masyarakat maupun Panitia Teknis
Perumusan Standar kepada Kepala dan dilaksanakan atas pertimbangan
lingkungan, teknis, ekonomis atau pertimbangan lainnya.
(4)Peninjauan kembali dilaksahakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan DSN.
(5)Berdasarkan persetujuan DSN, Kepala menetapkan, mensahkan dan
memberlakukan perubahan SNI.
4.2.7. AKREDITASI BIDANG LINGKUNGAN
Komite Akreditasi BAPEDAL
(1) Akreditasi Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan, Lembaga
Sertifikasi Label Lingkungan, Lembaga Sertifikasi Auditor Lingkungan dan
Laboratorium Penguji dilaksanakan oleh KAN atas nama DSN berdasarkan usul
Komite Akreditasi BAPEDAL.

11

(2)

Komite Akreditasi BAPEDAL sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


beranggotakan wakil dan unit-unit terkait di BAPEDAL dan Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup serta dan kalangan pakar, asosiasi profesi dan pihak terkait
lainnya.
(3). Struktur organisasi Komite Akreditasi BAPEDAL sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) akan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan DSN.
Prosedur Umum Pemberian Akreditasi
(1)
(2)
(3)
(4)

(5)
(6)
(7)

Lembaga Sertifikasi / Laboratorium mengajukan permohonan kepada KAN untuk


mendapatkan akreditasi dengan tembusan kepada Komite Akreditasi
BAPEDAL.
Atas Penugasan KAN, Komite Akreditasi BAPEDAL melakukan penilaian sesuai
dengan permohonan yang diajukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan
DSN.
Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Komite
Akreditasi BAPEDAL menyampaikan rekomendasi dan berkas permohonan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada KAN.
Berdasarkan hasil penilaian Komite Akreditasi BAPEDAL, KAN atas nama DSN
memberikan penjelasan tertulis kepada Lembaga Sertifikasi / Laboratorium
Penguji pemohonan yang belum mampu memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.
KAN atas nama DSN memberikan akreditasi kepada Lembaga Sertifikasi /
Laboratorium Penguji pemohonan yang telah memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.
Lembaga Sertifikasi / Laboratorium penguji yang telah diakreditasikan oleh KAN
berhak untuk menggunakan logo akreditasi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi akan ditetapkan oleh Kepala sesuai
dengan pedoman yang ditetapkan DSN.
4.2.8. SERTIFIKASI LINGKUNGAN

4
Sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan, Sertifikasi Label Lingkungan, Sertifikasi
Hasil Uji serta Sertifikasi auditor Lingkungan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga
Sertifikasi.
a. Sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan dilaksanakan oleh Lembaga
Sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan
b. Sertifikasi Label Lingkungan dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Label
Lingkungan
c. Sertifikasi Auditor Lingkungan dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi
Personil Lingkungan.
d. Sertifikasi Hasil Uji dilaksanakan oleh Laboratorium Penguji.

12

Lembaga Sertifikasi laboratorium penguji adalah lembaga yang diakreditasikan


oleh KAN atas nama DSN berdasarkan
usul Komte Akreditasi BAPEDAL untuk
melaksanakan kegiatan sertifikasi tertentu.
Lembaga Sertifikasi dan laboratorium penguji harus menyampaikan laporan
mengenai semua kegiatan yang berhubungan dengan Sertifikasi kepada Komite
Akreditasi BAPEDAL untuk diteruskan kepada KAN.
Prosedur Umum Pemberian Sertifikasi
(1)Unit / Lembaga / institusi / organisasi / personil mengajukan permohonan
kepada lembaga Sertifikasi untuk mendapatkan Sertifikasi tertentu.
(2)Lembaga Sertifikasi melakukan penilaian sesuai dengan pemohonan yang
diajukan oleh unit / lembaga / institusi / organisasi/personil berdasarkan
persyaratan Sertifikasi yang telah ditetapkan.
(3)Penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan oleh tim
auditor lingkungan seseai kriteria yang telah ditetapkan.
(4)Atas dasar penilaian seperti tersebut dalam ayat (3) lembaga Sertifikasi
memberikan keputusan hasil penilaian terhadap permohonan Sertifikasi.
(5)Lembaga
Sertifikasi
memberikan
Serfifikasi
kepada
unit/lembaga/institusi/organisasi/personil pemohonan
sertifikat yang
mampu memenuhi persyaratan Sertifikasi yang telah ditetapkan.
(6). Lembaga sertifikasi memberikan penjelagan tertulis tentang ketidaksesuaian
yang ditemukan dalam penilaian kepada organisasi / perusahaan /unit
/personil / pemohon sertifikat yang belum mampu memenuhi persyaratan
sertifikasi yang telah ditetapkan.
(7)Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi oleh KAN atas nama DSN
berdasarkan usul Komite Akreditasi BAPEDAL sesuai dengan Pedoman
yang ditetapkan-DSN.
Prosedur Umum Pemberian Sertifikat Hasil Uji Laboratoriurn
(1) Unit / Lembaga / institusi/organisasi/personil mengajukan permohonan kepada
Laboratorium Penguji untuk mendapatkan sertifikat.
(2). Laboratorium Penguji melakukan pengujian sesuai dengan permohonan yang
diajukan oleh unit / lembaga / instusi / organisasi/ personil berdasarkan standar
yang telah ditetapkan.
(3). Pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan oleh tim
penguji/analis sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
(4). Laboratorium Penguji memberikan sertifikat hasil uji kepada unit/ lembaga /
instansi / institusi / organisasi /personil yang mengajukan permohonan
pengujian sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
(5). Atas dasar pengujian seperti ayat (3) laboratorium penguji memberikan hasil
pengujian kepada pemohonan tidak memenuhi standar atau kriteria yang telah
ditetapkan.

13

Lembaga sertifikasi menjamin bahwa suatu unit / lembaga /institusi / organisasi


/ personil yang telah memperoleh Sertifikat selalu dapat memelihara kesesuaian
standar yang diacu selama sertifikat tersebut masih berlaku, dengan
melakukan
pemeriksaan secara berkala dan sewaktu- waktu sesuai dengan pedoman yang telah
ditetapkan DSN.
4.2.9. Label Lingkungan
Unit / lembaga /Institusi/organisasi yang telah mempunyai sertifikat dari
Lembaga Sertifikasi berhak untuk mendapatkan surat tanda pendaftaran dan
membubuhkan label lingkungan ataupun nomor SNI yang sesuai pada produk atau
penjelasan profil organisasi / jasa untuk jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan
Label lingkungan serta Nomor SNI diberlakukan oleh Kepala atas persetujuan
DSN.

V. SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN


Berdasarkan pengalaman dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengelolaan
lingkungan selama ini, dipandang perlu untuk menyusun suatu sistem pengelolaan
lingkungan yang memberikan sarana lebih terstruktur dalam mencapai target
pengelolaan lingkungan.
Sistem Pengelolaan Lingkungan dapat diartikan sebagai integrasi dari struktur
organisasi, wewenang dan tanggung jawab, mekanisme dan prosedur/proses, praktek
operasional, dan sumberdaya untuk implementasi pengelolaan lingkungan.
Pengelolaan lingkungan meliputi segenap aspek fungsional pengelolaan untuk
mengembangkan, mencapai, dan menjaga kebijakan dan tujuan organisasi dalam isuisu lingkungan hidup.
Sistem Pengelolaan Lingkungan memberikan mekanisme untuk mencapai dan
menunjukkan kinerja lingkungan yang baik, melalui upaya pengendalian dampak
lingkungan dari kegiatan, produk dan jasa.
Agar dapat diimplementasikan secara efektif, Sistem Pengelolaan Lingkungan
harus mencakup beberapa elemen utama sebagai berikut:
1. Kebijakan lingkungan: pernyataan tentang maksud kegiatan pengelolaan
lingkungan dan prinsip-prinsip yang digunakan untuk mencapainya.
2. Perencanaan; mencakup identifikasi aspek lingkungan dan persyaratan
peraturan lingkungan hidup yang bersesuaian, penentuan tujuan
pencapaian dan program pengelolaan.
3. lmplementasi; mencakup struktur organisasi, wewenang dan tanggung
jawab, pelatihan, komunikasi, dokumentasi, pengendalian dan tanggap
darurat.
4. Pemeriksaan reguler dan tindakan perbaikan: mencakup pemantauan,

14

5.

pengukuran, dan audit.


Kajian pengelolaan; kajian tentang kesesuaian dan efektifitas sistem untuk
mencapai tujuan dan perubahan yang terjadi di luar organisasi.

Setiap organisasi, tanpa batasan bidang kegiatan, jenis kegiatan, skala kegiatan
dan status organisasi, dapat mengimplementasikan Sistem Pengelolaan Lingkungan
tersebut untuk mencapai kinerja lingkungan yang lebih baik secara sistematis.
lmplementasi sistem tersebut bersifat sukarela dan berperan sebagai alat pengelolaan
untuk memanajemen organisasi masing-masing.
5.1. AMDAL dalam Pengelolaan Lingkungan
Setiap kegiatan pembangunan secara potensial mempunyai dampak terhadap
lingkungan.
Dampak-dampak ini harus dipelajari untuk merencanakan upaya
mitigasinya. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 (PP 51/1993) tentang Analisis
Mengenal Dampak Lingkungan (AMDAL) menyatakan bahwa studi tersebut harus
merupakan bagian dari studi kelayakan dan menghasilkan dokumen-dokumen
sebagai berikut:
1. Kerangka Acuan (KA) ANDAL, yang memuat lingkup studi ANDAL yang
dihasilkan dari proses pelingkupan.
2. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), yang merupakan inti studi AMDAL.
ANDAL memuat pembahasan yang rinci dan mendalam tentang studi
terhadap dampak penting kegiatan yang diusulkan.
3. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), yang memuat usaha-usaha yang
harus dilakukan untuk mitigasi setiap dampak lingkungan dari kegiatan yang
diusulkan.
4. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), yang memuat rencana
pemantauan dampak lingkungan yang akan timbul.
RKL dan RPL merupakan persyaratan mandatory menurut PP 51/1993,
sebagai bagian kelengkapan dokumen AMDAL bagi kegiatan wajib AMDAL. Untuk
kegiatan yang tidak wajib AMDAL, penanggulangan dampak lingkungan yang timbul
memerlukan:
1. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
2. Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)
3. Pertanggung-jawaban pelaksanaan audit, antara auditor dan manajemen
organisasi.
4. Komunikasi temuan-temuan audit.
5. Kompetensi audit.
6. Bagaimana audit akan dilaksanakan.
Sebagai dasar pelaksanaan Audit Lingkungan di Indonesia, telah dikeluarkan
Kepmen LH No. 42/MENLH/11/1994 tentang Prinsip-Prinsip dan Pedoman Umum
Audit Lingkungan. Dalam Lampiran Kepmen LH No. 41/94 tersebut didefinisikan

15

bahwa:
"Audit lingkungan adalah suatu alat pengelolaan yang meliputi evaluasi secara
sistematik terdokumentasi, periodik dan obyektif tentang bagaimana suatu
kinerja organisasi, sistem pengelolaan dan pemantauan dengan tujuan
memfasilitasi kontrol pengelolaan terhadap pelaksanaan upaya pengendalian
dampak lingkungan dan pengkajian kelayakan usaha atau kegiatan terhadap
peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan".
"Audit Lingkungan suatu usaha atau kegiatan merupakan perangkat
pengelolaan yang dilakukan secara internal oleh suatu usaha atau kegiatan
sebagai tanggungjawab pengelolaan dan pemantauan lingkungannya. Audit
lingkungan bukan merupakan pemeriksaan resmi yang diharuskan oleh suatu
peraturan perundang-undangan, melainkan suatu usaha proaktif yang
diIaksanakan secara sadar untuk mengidentifikasi permasalahan lingkungan
yang akan timbul sehingga dapat dilakukan upaya-upaya pencegahannya".
Peraturan tersebut menggaris-bawahi pentingnya implementasi suatu sistem
pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Hal ini selaras
dengan substansi dari ISO seri 14000.
5.2. Produksi Bersih dalam Pengelolaan Lingkungan
Berdasarkan pengalaman pelaksanaan upaya pengendalian dampak
lingkungan selama ini, dapat dikaji beberapa pokok penting sebagai berikut:
1. Produksi limbah terus meningkat.
2. Karakteristik limbah semakin kompleks sehingga limbah semakin sulit
diolah.
3. Biaya pengolahan dan pembuangan limbah semakin mahal.
4. Mengolah limbah ternyata lebih mahal daripada mencegah terbentuknya
limbah.
5. Pengolahan limbah hanya memindahkan limbah dari satu media ke media
lainnya.
6. Pencemaran lingkungan terus berlanjut.
7. Peraturan yang ada masih terfokus pada pengolahan dan pembuangan
limbah dan belum mencakup usaha-usaha pencegahannya.
8. Adanya dampak globalisasi terhadap daya saing produk di pasar
lnternasional.
Berdasarkan hal~hal tersebut di atas, maka pengendalian dampak lingkungan
harus berpola proaktif dengan urutan prioritas:
1. Prinsip pencegahan pencemaran (pollution prevention)
2. Pengendalian pencemaran (pollution control),
3. Remediasi (remediation).

16

Upaya pencegahan pencemaran secara sistematik dapat dilaksanakan melalui


pelaksanaan program Produksi Bersih (Cleaner Production). lstilah Cleaner
Production mulai diperkenalkan oleh UNEP pada bulan Mei 1989 dan diajukan secara
resmi pada bulan September 1990 pada "Seminar on the Promotion of Cleaner
Production" di Cantebury, lnggris.
UNEP mendefinisikan Produksi Bersih sebagai:
"Pelaksanaan yang terus menerus untuk mengurangi sumber pencemaran
secara terpadu guna mencegah pencemaran udara, air dan tanah pada proses
industri dan produknya, serta meminimalkan risiko bagi populasi manusia dan
lingkungan.
Untuk proses, produksi bersih mencakup upaya penghematan bahan baku
dan energi, tidak menggunakan bahan baku B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun),
mengurangi jumlah toksik semua limbah dan emisi yang dikeluarkan sebelum produk
meninggalkan proses.
Untuk produk, produksi bersih memfokuskan pada upaya pengurangan
dampak yang timbul di keseluruhan daur hidup produk, mulai dari ekstraksi bahan
baku sampai pembuangan akhir setelah produk tidak dapat digunakan lagi.
Strategi produksi bersih mencakup upaya pencegahan pencemaran melalui
pilihan jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup, dan
teknologi bersih.
Keuntungan yang didapat melalui penerapan produksi bersih adalah:
1. Sebagai pedoman bagi perbaikan produk dan proses.
2. Penghematan bahan baku dan energi yang sekaligus pengurangan ongkos
produksi per satuan produk.
3. Peningkatan daya saing mefalui penggunaan teknologi baru dan/atau
perbaikan teknologi.
4. Pengurangan kebutuhan bagi penaatan baku mutu dan peraturan yang
lebih banyak.
5. Perbaikan citra perusahaan di mata masyarakat.
6. Pengurangan biaya secara nyata sebagai alternatif solusi pengolahan
ujung pipa yang mahal.

VI. BAKU MUTU LINGKUNGAN


6.1. Konsep dan Pengertian
Baku mutu air pada sumber air, disingkat baku mutu air, adalah batas kadar
yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat dalam air, naun air tetap
berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

17

Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau
bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemaran ke dalam air pada sumber
air , sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu air.
Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau
bahan pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap
makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau benda
Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau
bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara, sehingga
tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien
Baku mutu air laut adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau
komponen lain yang ada atau harus ada , dan zat atau bahan pencemar yang
ditenggang adanya dalam air laut.
6.2. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri
(KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN RIDUP,
03/MENLH/l/1998)

NOMOR:

KEP-

Dalam rangka untuk melestarikan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi
manusia serta makhluk hidup lainnya perlu dilakukan pengendalian terhadap
pembuangan limbah cair ke media lingkungan. Kegiatan pembuangan limbah cair oleh
kawasan industri mempunyai potensi menimbulkan pencemaran lingkungan hidup,
oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian.
Untuk melaksanakan pengendalian pencemaran air sebagaimana telah
ditetapkan dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang
Pengendatian Pencemaran Air, perlu ditetapkan lebih lanjut Baku Mutu Limbah Cair.
Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola
oleh Perusahaan Kawasan hidustri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.
Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang mengusahakan
pengembangan dan/atau pengelolaan Kawasan Industri.
Baku Mutu Limbah Cair Kawasan Industri adalah batas maksimum limbah
cair yang diperbolehkan dibuang ke lingk-ungan hidup dari suatu Kawasan
Industri.
Limbah Cair Kawasan Industri adalah limbah dalam bentuk cair yang dihasilkan
oleh kegiatan Kawasan Industri yang dibuang ke lingkungan hidup dan diduga dapat
menurunkan kualitas lingkungan hidup.
Mutu Limbah Cair adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan dengan debit,
kadar dan beban pencemar.
Debit maksimum adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke
lingkungan hidup.
Kadar maksimum adalah kadar tertinggi yang masih diperbolebkan dibuang ke
lingkungan hidup.
Beban pencemaran maksimum adalah beban pencemaran tertinggi yang masih
diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup.

18

Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri yang telah mempunyai Unit
Pengolah Limbah Terpusat adalah sebagaimana tersebut dalam Keputusan ini. Bagi
Kawasan Industri yang belum mempunyai Unit Pengolah Limbah Terpusat berlaku
Baku Mutu Limbah Cair bagi jenis-jenis industri sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Kadar maksimum dari masing-masing parameter atau debit
limbah maksimum sebagaimana tersebut dalam Keputusan ini dapat dilampaui
sepanjang beban pencemaran maksimum tidak dilampaui (Pasal 2).
Gubemur dapat menetapkan parameter tambahan di luar parameter Baku
Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini dengan persetujuan
Menteri (Pasal 3).
Gubernur dapat menetapkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini. Apabila Gubemur tidak menetapkan
Baku Mutu Limbah Cair yang lebih ketat maka berlaku Baku Mutu Limbah Cair
sebagaimana diatur dalam Keputusan ini. (Pasal 4).
Apabila analisis mengenai dampak lingkungan untuk kawasan industri
mensyaratkan Baku Mutu Limbah Cair lebih ketat dari Baku Mutu Limbah Cair
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka untuk kawasan industri tersebut
ditetapkan Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana yang dipersyaratkan oleh analisis
mengenai dampak lingkungan (Pasal 5 ).

Setiap penanggung jawab Perusahaan Kawasan lndustri wajib untuk (Pasal 6):
a. Melakukan pengelolaan limbah cair sehingga mutu limbah cair yang dibuang
ke lingkungan hidup tidak melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah
ditetapkan;
b. Membuat saluran pembuangan limbah cair yang kedap air sehingga tidak
terjadi perembesan limbah cair ke lingkungan;
c. Memasang alat ukur debit atau laju alir limbah cair dan melakukan
pencatatan debit harian limbah cair tersebut;
d. Memeriksakan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair secara periodik
sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan;
e. Memisahkan saluran pembuangan limbah air dengan limpasan air hujan;
f. Menyampaikan laporan tentang luas lahan yang terpakai, catatan debit
harian dan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair sekurang-kurangnya 6
bulan sekali kepada Kepala Bapedal, Bapedalda Tingkat I, Bapedalda
Tingkat II, Instansi Teknis yang membidangi kawasan industri, dan instansi
lain yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Setiap penanggungjawab Perusahaan Kawasan industri dilarang melakukan
pengenceran limbah cair (Pasal 7).
Apabila Baku Mutu Limbah Cair kegiatan kawasan industri telah ditetapkan
sebelum Keputusan ini maka (Pasal 8):

19

(a) Baku Mutu Limbah Cairnya lebih ketat atau sama dengan Baku Mutu
Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini dinyatakan tetap
berlaku;
(b) Baku Mutu Limbah Cairnya lebih longgar daripada Baku Mutu Limbah Cair
sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini wajib disesuaikan dengan
Baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Keputusan ini.
BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI
PARAMETER

KADAR MAKSIMUM
(mg/liter)
50
100
200
6.0 - 9.0

BOD5
COD
TSS
pH

BEBAN PENCEMARAN
MAKSIMUM
(kg/hari.Hari)
4.3
8.6
17.2

DEBIT LIMBAH CAIR MAKSIMUM: 1 L per detik per HA lahan kawasan yang terpakai.
PERHITUNGAN BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM UNTUK MENENTUKAN MUTU
LIMBAH CAIR
Penerapan baku mutu limbah cair pada pembuangan limbah cair melalui
penetapan beban pencemaran maksimum sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
didasarkan pada juralah unsur pencemar yang terkadung dalam aliran limbah cair.
Untuk itu digunakan perbitungan sebagai berikut :
1.

Beban Pencemaran Maksimum (BPM)


BPM = (Cm)j x Dm x A x f........................ (II. 1. 1)

Keterangan :
BPM = Beban Pencemaran Maksimum yang diperbolehkan, dinyatakan dalam kg
parameter per hari
(Cm)j = Kadar maksimum parameter j seperti tercantum dalam Lampiran I Keputusan
ini, dinyatakan dalam mg/I.
Dm = Debit limbah cair maksimum seperti tercantuin dalam Lampiran 1, dinyatakan
dalam L limbah cair per detik per hektare.
A
= Luas lahan kawasan yang terpakai, dinyatakan dalam hektare (HA)
f
= faktor konversi =
1 kg

24 x 3600 detik

20

--------------------x -------------------------- = 0.086 . (II.1.2)


1.000.000 mg
hari
2.

Beban pencemaran sebenarnya dihitung dengan cara sebagai berikut

BPA = (CA)j x (DA) x f

.................

(II.2. 1)

Keterangan
BPA = Beban pencemaran sebenarnya, dinyatakan dalam kg parameter per hari
(CA)j = Kadar sebenarnya parameter j, dinyatakan dalam mg/l
DA
= Debit limbah cair sebenarnya, dinyatakan dalam liter/detik
f
= faktor konversi = 0,086
3.

Evaluasi
Penilaian beban pencemaran adalah :
BPA tidak boleh melewati BPM

4.

Contoh Penerapan

Data yang diambil dari lapanan untuk penerapan Baku Mutu Limbah Cair Kawasan
Industri adalah:
- Luas areal kawasan industri yang terbangun (A) [hektare,ha]
- Kadar sebenarnya (CA) untuk setiap parameter [mg/liter]
- Debit limbah hasil pengukuran (DA) [liter/detik]
Contoh perhitungan:
Suatu kawasan industri mempunvai luas lahan kawasan terpakai 1.500 hektar.
Parameter dari Lampiran 1 yang akan dijadikan contoh perhitungan adalah
parameter (j) BOD.
Dari Lampiran 1 diketahui :
- Debit maksimum yang diperbolehkan (Dm) = 1 liter/detik/ha
- Untuk parameter BOD diketahui:
Kadar maksimum (Cm) = 50 mg/liter
- Beban maksimum yang diperbolehkan = 4.3 kg/hari/ha

21

Data

Lapangan:

- Kadar BOD hasil pengukuran (CA) = 60 mg/liter


- Debit hasil pengukuran (DA) = 1000 liter/detik
- Luas lahan Kawasan terpakai (A) = 1500 ha.
Beban pencemaran maksimum parameter BOD yang diperbolehkan untuk
kawasan industri tersebut (persamaan II.1.1) adalah:
BPM

= Cm x Dm x f x A
= 50 x 1 x 0.086 x 1.500
= ( 4.3 kg/hari/ha ) x
1.500 ha
= 6.450 kg/hari

Beban pencemaran sebenarnya untuk parameter BOD kawasan industri tersebut


(persamaan ll.2.1) adalah:
BPA

= CA x DA x f = 60 x 1.000 x 0.086 = -;.160 ka',iarl

Dari contoh di atas BPA (5.160 kg/hari) lebih kecil dari pada BPM (6.450 kg/hari), jadi
untuk parameter BOD kawasan tersebut menenuhi Baku Mutu Limbah Cair.

22

DAFTAR PUSTAKA
Agenda 21 Indonesia. 1996. Menteri Negara Lingkungan Hidup
Brian Rothery. 1995. ISO 14000. Sistem Manajemen Lingkungan. Seri Manajemen
No. 179. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
Canter, L.W. 1977. Environmental Impact Assessment. McGraw-Hill Book Company,
New York.
Canter, L.W. dan L.G.Hill. 1979. Handbook of Variables for Environmental Impact
Assessment. Ann Arbor Science, Publishers Inc, Ann Arbor, Michigan.
Chanlett, E.T. 1973. Environmental Protection. McGraw-Hill Book Company, new York.
Frenkiel, F.N. dan Goodall, D.W. 1976. Simulation Modelling of Environmental
Problems. John Wiley and Sons New York, USA.
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKuNGAN HIDUP NOMOR: KEP-03/ MENLH /
1/ 1998, TEINTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI.
TANGGAL15 JANUARI 1998
Ott, W.R. 1978. Environmental Indices. Theory and Practice.Ann Arbor Science
Publishers Inc., Michigan.
Thomas, W.A. 1972. Indicators of Environmental Quality, Environmental Science
Research Series Vol 1. Plenum Press, New York, 1972.

Anda mungkin juga menyukai