Anda di halaman 1dari 32

REFRESHING

TB Paru
Pembimbing : dr. Abdul Wahid
Usman, Sp.PD
Alief Leisyah
2010730007

DEFINISI
TB

Paru

langsung

adalah
yang

Mycobacterium

penyakit

menular

disebabkan
tuberculosis

oleh
yang

menyerang jaringan (parenkim) paru,


tidak termasuk pleura (selaput paru).
(DepKes, 2011).

EPIDEMIOLOGI

Indonesia menempati urutan ke tiga jumlah kasus


tuberkulosis setelah India dan Cina dengan jumlah sebesar 700
ribu kasus.

Angka kematian masih sama dengan tahun 2011 sebesar 27


per 100.000 penduduk, tetapi angka insidennya turun menjadi
185 per 100.000 penduduk di tahun 2012.
(WHO, 2013)

Etiologi (Mycobacterium tuberculosis )


Jenis kuman yang berbentuk batang.
Tahan terhadap asam pada pewarnaan
Dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin

dimana kuman dalam keadaan dormant. Dari sifat ini kuman


dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis
menjadi aktif lagi.

Cara penularan
Penularan ini terjadi secara inhalasi, yaitu bila
pasien tersebut batuk atau bersin, pasien akan
menyebarkan kuman udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali penderita
TB BTA (+) batuk, akan dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
(Depkes RI, 2011).

PATOMEKANISME

Gambar 3.1. Patogenesis tuberkulosis 3

Gejala Klinis
Batuk berdahak selama 2-4 minggu atau

lebih.
Dahak bercampur darah
Sesak nafas
Badan lemas
Nafsu makan menurun
Malaise
Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik
Demam meriang lebih dari satu bulan.
(Depkes 2011)

Diagnosis TB
Paru

Semua suspek TB diperiksa 3


spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu
(SPS).
Diagnosis TB Paru pada orang
dewasa
ditegakkan
dengan
ditemukannya kuman TB. Pada
program TB nasional, penemuan BTA
melalui
pemeriksaan
dahak
mikroskopis merupakan diagnosis
utama
Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan
dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB
hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak
selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi
overdiagnosis.(Depkes
2011)

ALUR DIAGNOSIS

Depkes, 2011

Pemeriksaan Radiologi
(PDPI 2002)

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
1.

Berdasar hasil pemeriksaan sputum


a. TB BTA (+) adalah :
- sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA (+)
- ada 1 dari 3 spesimen yang (+) dan radiologi menunjukkan
gambaran
Tuberkulosis Aktif
- Ada 1 spesimen (+)dan biakan (+)
b. TB BTA (- ) adalah :
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali (-), tetapi klinis dan radiologis
menunjukkan TB aktif.
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-) dan
biakan (+)

Lanjutan..
2. Berdasarkan tipe pasien
a. Kasus baru
pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT < 1 bulan
b. Kasus kambuh (relaps)
Pasien yang pernah mendapat pengobatan
Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap.
c. Kasus Drop out
Pasien yang telah menjalani pengobatan >1 bulan
dan tidak meneruskan pengobatan sampai
selesai.
d. Kasus Gagal Terapi
Pasien dengan BTA (+) yang masih tetap (+)atau
kembali (+) pada akhir bulan ke V atau akhir
pengobatan

Lanjutan..
e. Kasus Kronik

Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA


masih (+) setelah selesai pengobatan
ulang dengan pengobatan kategori 2
dengan pengawasan yang baik
f. Kasus Bekas TB
Pasien riwayat OAT (+) dan saat ini
dinyatakan sudah sembuh.

TATALAKSANA (Depkes 2011)


Tujuan Pengobatan
Menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

Prinsip pengobatan
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOTS= Directly Observed Treatment Shortcourse) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Kategori Pengobatan
Kategori 1
Kategori 2

PENGELOMPOKAN OAT

Paduan OAT yang digunakan di


Indonesia
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan

obat sisipan (HRZE)


Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB
resistan obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2
yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin,
Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1,
yaitu pirazinamid and etambutol.

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan

dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis


tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien.
Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang

terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan


Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang
mengalami efek samping OAT KDT.

TATALAKSANA

Rekomendasi Dosis Pengobatan


menurut ISTC 2014

PEMANTAUAN DAN HASIL PENGOBATAN TB

Hasil Pengobatan Pasien TB


BTA positif
Sembuh

Pasien telah menyelesaikan pengobatannya


secara lengkap dan pemeriksaan apusan
dahak ulang (follow-up) hasilnya negative
pada AP dan pada satu pemeriksaan
sebelumnya

Pengobata
n Lengkap

Pasien yang telah menyelesaikan


pengobatannya secara lengkap tetapi tidak
tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak
ulang pada AP dan pada satu pemeriksaan
sebelumnya.

Meninggal

pasien yang meninggal dalam masa


pengobatan karena sebab apapun.

Putus berobat
(Default

pasien yang tidak berobat 2 bulan


berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.

Gagal

Pasien yang hasil pemeriksaan


dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau
lebih selama pengobatan.

Pindah (Transfer
out)

Pasien yang dipindah ke unit pencatatan


dan pelaporan (register) lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.

Keberhasilan
pengobatan
(treatment
success)

Jumlah yang sembuh dan pengobatan


lengkap. Digunakan pada pasien dengan
BTA+ atau biakan positif.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional


Pengendaliaan Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) 3rd Edition 2014
WHO Report 2013-Global Tuberculosis Control.
www.who.int/tb/da
Vinay Kumar, MBBS, MD, FRCPath., dan Abul K. Abbas,
MBBS., Nelson Fausto, MD. 2010. Dasar Patologi
Penyakit. Bab 15. Edisi 7. Jakarta: EGC.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis:
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

TERIMAH KASIH
WASSALAMUALAIKUM WR. WB

Anda mungkin juga menyukai