Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH BAHASA INDONESIA

DAN MACAM-MACAM EJAAN BAHASA INDONESIA

DISUSUN OLEH :

1. NENI MARLINA
2. MELA DAMAYANTI
3. SUSI NURJANAH
4. TIWI AGUS SAPUTRI
5. YASMIN NINGRUM
6. YULIANA PERTIWI

PRODI D III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKes) MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2013

MATERI DAN PEMBAHASAN

A. SEJARAH BAHASA INDONESIA


1. Sekilas Tentang Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para
pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam kerapatan Pemuda dan
berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu,
bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar
para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa
bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa <?xml:namespace prefix =
st1 ns = "urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" />Indonesia. Pada tahun
1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal
18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan
sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam UndangUndang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab
XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain,
menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa
Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu
sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di
Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti
yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit

berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M


(Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang
Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari
berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada
zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti
berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M
yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada

zaman

Sriwijaya,

bahasa Melayu

dipakai

sebagai bahasa

kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga
dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa
perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa
yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama
Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang
bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), Kouen-louen
(Ferrand, 1919), Kwenlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kunlun (Parnikel,
1977:91), Kun-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta.
Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di
Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari
peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada
batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra
(abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai,
Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.

Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan


menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima
oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku,
antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak
mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin
berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai
di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak
budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama
dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.
Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan
dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan
mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia.
Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa
Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan
secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi
bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober
1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia
dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan
majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah
mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional

sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan
masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.
2. Sumber Bahasa Indonesia
Sejarah tumbuh dan berkembangnya Bahasa Indonesia tidak lepas dari Bahasa
Melayu. Dimana Bahasa melayu sejak dahulu telah digunakan sebagai bahasa
perantara (lingua franca) atau bahasa pergaulan. Bahasa melayu tidak hanya
digunakan di Kepulauan Nusantara, tetapi juga digunakan hampir diseluruh Asia
Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya Prasasti-prasasti kuno dari
kerjaan di indonesia yang ditulis dengan menggunakan Bahasa Melayu. Dan pasa
saat itu Bahasa Melayu telah Berfungsi Sebagai :
a. Bahasa Kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan
hidup dan satra
b. Bahasa Perhubungan (Lingua Franca) antar suku di Indonesia
c. Bahasa Perdagangan baik bagi suku yang ada di indonesia mapupun
pedagang yang berasal dari luar indonesia.
d. Bahasa resmi kerajaan.
Jadi jelashlah bahwa bahasa indonesia sumbernya adalah bahasa melayu.
3. Peresmian Nama Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai
bahasa nasional merupakan usulan dari Muhammad Yamin, seorang politikus,
sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di
Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : Jika mengacu pada masa depan bahasabahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang
bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi

dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa
pergaulan atau bahasa persatuan.
Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di
akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan
butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Namun secara Yuridis Bahasa
Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan
Indonesia.

4. Mengapa Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia.


Penyebutan pertama istilah Bahasa Melayu sudah dilakukan pada masa
sekitar 683-686 M, yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti
berbahasa Melayu Kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis
dengan aksara Pallawa atas perintah raja Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya
pada abad ke-7 sampai ke-12. Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa
prasasti Melayu Kuno di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan
di dekat Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.
Berbagai batu bertulis (prasasti) yang ditemukan itu seperti:
a.
b.
c.
d.

Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683.


Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684.
Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686.
Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688.

Yang kesemuanya beraksara Pallawa dan bahasanya bahasa Melayu Kuno


memberi petunjuk bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno
sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya.

Prasasti-prasasti lain yang bertulis dalam bahasa Melayu Kuno juga terdapat
di:
a. Jawa Tengah: Prasasti Gandasuli, tahun 832, dan Prasasti Manjucrigrha.
b. Bogor: Prasasti Bogor, tahun 942.
Kedua prasasti di pulau Jawa itu memperkuat pula dugaan bahwa bahasa
Melayu Kuno pada saat itu bukan saja dipakai di Sumatra, melainkan juga dipakai
di Jawa.
Penelitian linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling
sedikit terdapat dua dialek bahasa Melayu Kuno yang digunakan pada masa yang
berdekatan.
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi
bahasa Indonesia yaitu :
a. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa
perhubungan dan bahasa perdangangan.
b. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa
melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
c. Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela
menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional
d. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa
kebudayaan dalam arti yang luas.
5. Peristiwa-Peristiwa Penting Yang Berkaitan Dengan Bahasa Indonesia.
Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa
Indonesia dapat dirinci sebagai berikut :

a. Tahun 1801 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van
Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Mamoer dan Moehammad
Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
b. Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit bukubuku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman
Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai
Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya
dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun
memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa
Melayu di kalangan masyarakat luas.
c. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kayo menggunakan bahasa Indonesia
dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad
(dewan rakyat), seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
d. Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi pengokohan bahasa indonesia
menjadi bahasa persatuan.
e. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan
dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisyahbana.
f. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa
Indonesia.
g. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di
Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh
cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
h. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945,
yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara.

i. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik (ejaan


soewandi) sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku
sebelumnya.
j. Tanggal 28 Oktober 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa
Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang
diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
k. Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia,
meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan
pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
l. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
menetapkan

Pedoman

Umum

Ejaan

Bahasa

Indonesia

yang

Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku


di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
m. Tanggal 28 Oktober 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka
memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun
1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
n. Tanggal 21 26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya
disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus
lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara

Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,


dapat tercapai semaksimal mungkin.
o. Tanggal 28 Oktober 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus
pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari
negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda,
Jerman,

dan

Australia.

Kongres

itu

ditandatangani

dengan

dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan


Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa
Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
p. Tanggal 28 Oktober 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari
Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia,
Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia,
Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan
agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya
menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya
Undang-Undang Bahasa Indonesia.
q. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia
VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya
Badan Pertimbangan Bahasa.

B. MACAM-MACAM EJAAN
1. Pengertian Ejaan
Ejaan adalah suatu keseluruhan sistem penulisan bunyi-bunyi bahasa yang
meliputi :

a. Perlambangan fonem dengan huruf (tata bunyi)


b. Ketetapan penulisan satuan-satuan bentuk kata dasar, kata ulang, kata
majemuk, dan lain sebagainya.
c. Ketetapan cara menulis kalimat

dan

bagian-bagiannya

dengan

mengunakan tanda baca.


2. Ejaan Van Ophusyen
Ejaan Van Ophusyen disebut juga Ejaan Balai pustaka. Masyarakat pengguna
bahasa menerapkannya sejak tahun 1901 sampai 1947. Ejaan ini merupakan karya
Ch. A. Van Ophusyen, dimuat dalam kitab Logat Melayoe (1901).

Ciri khusus ejaan Van Ophusyen :


a. Huruf /u/ ditulis /oe/.
b. Koma hamzah /k/ ditulis dengan tanda // pada akhir kata misalnya
bapa,ta.
c. Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf /a/ mendapat akhiran /i/, maka
di atas akhiran itu diberi tanda trema //.
d. Huruf /c/ yang pelafalannya keras diberi tanda // diatasnya.
e. Kata ulang diberi angka 2, misalnya: janda2 (janda-janda)
f. Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :
1) Dirangkai menjadi satu, misalnya /hoeloebalang, apabila/, dsb.
2) Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya /rumah-sakit/,dsb.
3) Dipisahkan, misalnya /anak-negeri/,dsb.
3. Ejaan Republik/ Ejaan Suwandi
Ejaan Republik dimuat dalam surat keputusan Menteri P dan K Mr. Soewandi
No.264/Bhg. A tanggal 19 maret 1947 oleh sebab ini disebut sebagai Ejaan
Suwandi. Siste ejaan suwandi merupakan sistem ejaan latin untuk bahasa
Indonesia.
Ciri khusus Ejaan Republik/ Suwandi :
a. Huruf /oe/ dalam ejaan Van Ophusyen berubah menada /u/.

b. Tanda trema pada huruf /a/ dan /i/ dihilangkan.


c. Koma ain dan koma hamzah dihilangkan. Koma hamzah ditulis dengan /k/
misalanya kata menjadi katak.
d. Huruf /e/ keras dan /e/ lemah ditulis tidak menggunakan tanda, misalnya
ejaan, seekor, dsb.
e. Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara.
Contohnya :
1) Berlari-larian
2) Berlari2-an
f. Penulisan kata majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara
Contohnya :
1) Tata laksana
2) Tata-laksana
3) Tatalaksana
g. Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan /e/ lemah
(pepet) dalam bahasa Indonesia ditulis tidak menggunakan /e/ lemah,
misalnya : /putra/ bukan /putera/, /praktek/ bukan /peraktek/, dsb.

4. Ejaan Malindo
Ejaan Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan ejaan
melayu dan Indonesia. Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa Indonesia
tahun 1954 di Medan, Sumatera Utara. Ejaan Malindo ini belum sempat
diterapkan dalam kegiatan sehari-hari karena saat itu terjadi konfrontasi antara
Indonesia dan Malaysia.

5. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)


Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) merupakan penyempurnaan dari ejaanejaan sebelumnya. EYD diresmikan pada saat pidato kenegaraan memperingati
HUT Kemerdekaan RI XXVII, 17 agustus 1972. Kemudian dikukuhkan dalam

Surat Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. EYD ini hasil kerja panitia ejaan
Bahasa Indonesia yang dibentuk tahun 1966.
Ciri khusus Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) :
a. Perubahan huruf /j/, /dj/, /nj/, /ch/, /tj/, /sj/ pada ejaan Republik menjadi
/y/, /j/, /ny/, /kh/, /c/, /sy/.
Contoh :
Jang yang
Djadi jadi
Njonja nyonya
Chabar khabar
Tjepat cepat
Sjarat syarat
b. Kata ulang ditulis dengan satu cara yakni menggunakan tanda hubung
(tidak diperkenankan menggunakan tanda angka /2/)
Contoh :
Besar2 Besar-besar
Se-besar2-nya sebesar-besarnya
Sayur2-an sayur-sayuran
Penulisan kata ulang dengan menggunakan angka /2/ hanya diperkenankan
pada tulisan cepat atau notula.
c. Penulisan kata majemuk harus dipisahkan dan tidak perlu menggunakan
tanda hubung.
Contoh :
Duta-besar duta besar
Kaya-raya kaya raya
Tata-usaha tata usaha

d. Gubangan kata yang sudah dianggap senyawa (satu kata) ditulis serangkai.
Contohnya : Assalamualaikum, hulubalang, dsb.
e. Kata ganti ku, mu, kau, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Contohnya : kumiliki, dipukul, barangmu, pacarku, dsb.
f. Kata depan di dan ke ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contohnya :
di Surabaya bukan disurabaya
ke sini bukan kesini
di sini bukan disini
g. Partikel pun terpisah dari kata yang mendahuluinya, kecuali pun yang
menjadi kelompok kata.
Contohnya :
Kapan pun aku tetap menantimu
Meskipun demikian aku tak akan marah (meskipun adalah kelompok kata)
h. Penulisan kata si dan sang dipisah dari kata yang mengikutinya.
Contohnya :
Si penjual bakso bukan sipenjual bakso
Sang pujangga bukan sangpujangga
i. Partikel per berarti tia-tiap dipisah dari kata yang mengikutinya.
Contonya :
Per orang bukan perorang
Per lembar bukan perlembar
REFERENSI

Depdiknas,

2005.

Pedoman

Umum

Ejaan

Bahasa

Indonesia

yang

Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.


Kartika Ade, 2009. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia. Diunduh dari
http://kartikaade.wordpress.com/2009/10/17/sejarah-perkembangan-bahasaindonesia/
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. Sekilas Tentang Sejarah Bahasa
Indonesia.

Diunduh

dari

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa
/petunjuk_praktis/627/Sekilas%20Tentang%20Sejarah%20Bahasa
%20Indonesia
Triepangesti, 2011. Macam-Macam Ejaan. http://tripangesti.blogspot.com/2011 /
02/macam-macam-ejaan_12.html
Titik, 2012. Asal Usul Sejarah Bahasa Indonesia. Diunduh dari http://titishare.blogspot.com/2012/04/asal-usul-dan-sejarah-bahasa-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai