Anda di halaman 1dari 10

Kortikosteroid Topikal

I.

Pendahuluan

Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar
adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk mengontrol respon
inflamasi.(1)
Kortikosteroid

terbagi

kepada

dua

golongan

utama

yaitu

glukokortikoid

dan

mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya


terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan
pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk
golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat
juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.(2,3,4)
Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen
hepar sangat kecil. Prototip dari golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya
golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat antiinflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.(2,3,4)
Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid
sistemik dan kortikosteroid topikal. Tetapi pada pembahasan selanjutnya kami akan lebih
banyak membahas tentang kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang
digunakan di kulit pada tempat tertentu.(1) Ia merupakan terapi topikal yang memberi
pilihan untuk para ahli kulit dengan menyediakan banyak pilihan efek pengobatan yang
diinginkan, diantaranya termasuk melembapkan kulit, melicinkan, atau mendinginkan area
yang dirawat.(5)
II. Farmakologi
Semua

hormon

steroid

sama-sama

mempunyai

rumus

bangun

siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A D

(Gambar 1). Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan mengakibatkan
perubahan pada efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon tambahan dapat ditambahkan
pada posisi 10 dan 13 atau sebagai rantai samping yang terikat pada C17. Semua steroid
termasuk glukokortikosteroid mempunyai struktur dasar 4 cincin kolestrol dengan 3 cincin
heksana dan 1 cincin pentana.(7,8,9,13)
Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal dari plasma.(7)
Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian dengan bantuan enzim
diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon dan androgen lemah
dengan 19 atom karbon. Hormon steroid pada prekursor serta metabolitnya memperlihatkan
perbedaan pada jumlah dan jenis gugus yang tersubstitusi, jumlah serta lokasi ikatan
rangkapnya, dan pada konfigurasi stereokimiawinya. Tatanama yang tepat untuk
menyatakan formulasi kimiawi ini sudah disusun. Atom karbon yang asimetris (pada
molekul C21) memungkinkan terjadinya stereoisomerisme. Gugus metil bersudut (C19 dan
C18) pada posisi 10 dan 13 berada di depan sistem cincin dan berfungsi sebagai titik acuan.
Substitusi nukleus dalam bidang yang sama dengan bidang gugus ini diberi simbol cis atau
. Substitusi yang berada di belakang bidang sistem cincin diberi simbol trans atau .
Ikatan rangkap dinyatakan oleh jumlah atom karbon yang mendahului. Hormon steroid
diberi nama menurut keadaan hormon apakah hormon tersebut mempunyai satu gugus
metil bersudut (estran, 18 atom karbon), dua gugus metil bersudut (androstan, 19 atom
karbon) atau dua gugus bersudut plus 2 rantai samping karbon pada C17 (pregnan, 21
atom karbon).(2,7,8)
II. Klasifikasi Kortikosteroid Topikal
Berdasarkan potensi klinisnya dibedakan ke dalam beberapa golongan, yaitu :(9,14,15)
1. Golongan I : Super Poten
Clobetasol proprionate ointment dan cream 0,5%
Betamethasone diproprionate gel dan ointment 0,05%
Diflorasone diacetate ointment 0,5%
Halobetasol proprionate ointment 0,05%

2. Golongan II : Potensi Tinggi


Amcinonide ointment 0,1%
Betamethasone diproprionate AF cream 0,05%
Mometasone fuorate ointment 0,1%
Diflorasone diacetate ointment 0,05%
Halcinonide cream 0,1%
Flucinonide gel, ointment, dan cream 0,05%
Desoximetasone gel, ointment, dan cream 0,25%
3. Golongan III : Potensi Tinggi
Triamcinolone acetonide ointment 0,1%
Fluticasone proprionate ointment 0,05%
Amcinonide cream 0,1%
Betamethasone diproprionate cream 0,05%
Betamethasone valerate ointment 0,1%
Diflorasone diacetate cream 0,05%
Triamcinolone acetonide cream 0,5%
4. Golongan IV : Potensi Medium
Fluocinolone acetonide ointment 0,025%
Flurandrenolide ointment 0,05%
Fluticasone proprionate cream 0,05%
Hydrocortisone valerate cream 0,2%
Mometasone fuorate cream 0,1%
Triamcinolone acetonide cream 0,1%
5. Golongan V : Potensi Medium
Alclometasone diproprionate ointment 0,05%
Betamethasone diproprionate lotion 0,05%
Betamethasone valerate cream 0,1%

Fluocinolone acetonide cream 0,025%


Flurandrenolide cream 0,05%
Hydrocortisone butyrate cream 0,1%
Hydrocortisone valerate cream 0,2%
Triamcinolone acetonide lotion 0,1%
6. Golongan VI : Potensi Lemah
Alclometasone diproprionate cream 0,05%
Betamethasone diproprionate lotion 0,05%
Desonide cream 0,05%
Fluocinolone acetonide cream 0,01%
Fluocinolone acetonide solution 0,05%
Triamcinolone acetonide cream 0,1%
7. Golongan VII : Potensi Lemah
Obat topikal dengan hydrocortisone, dexamethasone, dan prednisole.

IV. Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal


Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target,
kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk,
lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi
transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan
perantara efek fisiologis steroid.(2,9,15)
Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran dasar dan
sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke dalam sel
atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ; keratinosik (atropi
epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibrolast mengurangi kolagen dan bahan dasar

(atropi dermal, striae), efek vaskuler kebanyakan berhubungan dengan jaringan konektif
vaskuler (telangiektasis, purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan
granulasi yang lambat).(10,13)
Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti-proliferatif, dan
imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel lesi,
berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut mengalami
perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat membentuk atau
menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti-proliferatif),
bergantung pada jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid juga dapat mengadakan
stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak
dikeluarkan.(3,6,11)
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.
Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses radang.
Ada beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu:(6,11)
1. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukup
memadai.
2. Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.
3. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.
4. Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losion, salep
berlemak (fatty ointment).
Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi di daerah yang
menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran lisosom yang menurun
diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk degranulasi dan melepaskan
sejumlah mediator inflamasi dan juga faktor yang berhubungan dengan efek anti-inflamasi
kortikosteroid.(3,10,15)
Meskipun demikian, harus digaris bawahi di sini bahwa khasiat utama anti radang bersifat
menghambat : tanda-tanda radang untuk sementara diredakan. Perlu diingat bahwa
penyebabnya tidak diberantas, maka bila pengobatan dihentikan, penyakit akan kambuh.
(11)

Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi.


Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan vasokontriksi
pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan dengan struktur
kimiawi. Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison di dalam
tubuh mengalami transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi
proses itu. Hidrokortison efektif secara topikal mulai konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958,
molekul

hidrokortison

banyak

mengalami

perubahan.

Pada

umumnya

molekul

hidrokortison yang mengandung fluor digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan


lebih baik apabila yang dipakai adalah vehikulum yang bersifat tertutup. Di antara jenis
kemasan yang tersedia yaitu krem, gel, lotion, salep, fatty ointment (paling baik
penetrasinya).(8,11,15)
Kortikosteroid hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian pada kulit normal, misalnya,
kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison yang diberikan pada lengan bawah ventral
diabsorpsi. Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah, hidrokortison diabsorpsi 0,14
kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83 kali yang melalui daerah telapak tangan, 3,5
kali yang melalui tengkorak kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali melalui vulva, dan 42
kali melalui kulit scrotum. Penetrasi ditingkatkan beberapa kali pada daerah kulit yang
terinfeksi dermatitis atopik ; dan pada penyakit eksfoliatif berat, seperti psoriasis
eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk penetrasi. (12,15)
Secara keseluruhan, kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :
1. vasokontriksi,
2. efek anti-proliferasi,
3. immunosupresan, dan
4. efek anti-inflamasi.
Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial dermis,
yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksi ini
biasanya berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini
digunakan sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen.(6,8,11)

Efek anti-proliferatif kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari sintesis dan
mitosis DNA. Kontrol dan proliferasi seluler merupakan suatu proses kompleks yang terdiri
dari penurunan dari pengaruh stimulasi yang telah dinetralisir oleh berbagai faktor inhibitor.
Proses-proses ini mungkin dipengaruhi oleh kortikosteroid. Glukokortikoid juga dapat
mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak
jaringan tidak dikeluarkan. (6,8,11)
Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme yang terlibat
dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa kortikosteroid bisa
menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisa menjelaskan penggunaan
kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria pigmentosa.(3,6,8)
Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang dimengerti.
Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya dengan menghibisi
pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam arakidonik. Mekanisme lain
yang turut memberikan efek anti-inflamasi kortikosteroid adalah menghibisi proses
fagositosis

dan

menstabilisasi

membran

lisosom

dari

sel-sel

fagosit.(3,8,10)

V. Penggunaan Kortikosteroid Topikal Di Bidang Dermatologi


Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk suatu
penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahawa kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan
supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.(4,10)
Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid topikal adalah psoriasis, dermatitis atopik,
dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis,
dermatitis statis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan dermatitis solaris
(fotodermatitis). (4,10)
Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai dengan
harapan agar remisi lebih cepat terjadi.(11) Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus
erimatousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipiodika
diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema
fikstum.(4)

Pada umumnya dipilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek, samping sedikit dan
harga murah ; disamping itu ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu jenis
penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit, luas / tidaknya
lesi, dalam / dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu juga dipertimbangkan umur
penderita.(4,10)
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 kali per hari sampai penyakit tersebut
sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis adalah menurunnya
respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang ; berupa
toleransi akut yang berarti efek vasokontriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan
beberapa hari efek vasokontriksi akan timbul kembali dan akan menghilang lagi bila
pengolesan obat tetap dilanjutkan.(4)
Ada

beberapa

cara

pemakaian

dari

kortikosteroid

topikal,

yakni

(4,5,11)

1. Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.
2. Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu, sebaiknya
jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah salah satu dari golongan
sedang

dan

bila

perlu

diteruskan

dengan

hidrokortison

asetat

1%.

3. Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab (panacea) untuk
semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai
kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu dermatosis. Tinea
dan scabies incognito adalah tinea dan scabies dengan gambaran klinik tidak khas
disebabkan pemakaian kortikosteroid.
Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu
atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewan menunjukkan
penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada
pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia,
tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi di absorbsi di kulit
memasuki aliran darah wanita hamil. Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal
pada waktu hamil harus dihindari kecuali mendapat nasehat dari dokter untuk
menggunakannya. Begitu juga pada waktu menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal
harus dihindari dan diperhatikan.(1)

Kortikosteroid

juga

hati-hati

digunakan

pada

anak-anak.

Anak-anak

juga

VI. Efek Samping


Efek samping dapat terjadi apabila : (4,8,9,10,11,12)
1.
2.

Penggunaan

kortikosteroid

topikal

yang

lama

dan

berlebihan.

Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau

penggunaan sangat oklusif.


Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat potensiasinya, tetapi
belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari potensi, kecuali mungkin
merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan ini efek samping hanya bisa
dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yang lebih lemah atau mengetahui
dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan jika
menggunakan yang lebih paten.(13)
Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,
telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,
dermatitis peroral.(4,8,9,10,11,12)
Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat yaitu :
(11,12,13,15)
Efek Epidermal
Ini termasuk :
1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu
penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi dermoepidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan.
2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini
muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid interakutan.
o Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini menyebabkan
terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan menyebabkan mudah

ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal yang terjadi akan
menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini nantinya akan
terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia kulit prematur.
Efek Vaskular
Efek ini termasuk :
1. Vasodilatasi

yang

terfiksasi.

Kortikosteroid

pada

awalnya

menyebabkan

vasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.


2.

Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah


yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema,
inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.

Anda mungkin juga menyukai