Anda di halaman 1dari 18

Hubungan Gangguan Pernapasan dengan

Mekanisme Pernapasan
Avena Athalia Alim
102011031
greenochaken@yahoo.com
Pendahuluan
Latar Belakang
Setiap

makhluk

hidup termasuk

tanaman

pasti bernapas

untuk

melangsungkan kehidupannya. Meski cara bernapas dan organ pernapasan


berbeda, namun tetap dibutuhkan gas-gas untuk melakukan pernapasan.
Pengertian sederhana bernapas adalah menghirup oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida dan uap air. Ternyata, pengertian sederhana saja tidak cukup untuk
mengetahui segala hal tentang bernapas. Bernapas ternyata memiliki beberapa
faktor seperti aliran darah, suhu, pH, dan lain-lain.
Terkadang, terjadi gangguan pernapasan yang disebabkan oleh beberapa
faktor. Salah satu faktor tersebut adalah batuk dan sesak napas. Tentu batuk dan
sesak napas se-tidak parah apa pun akan menyebabkan rasa tidak enak ketika
bernapas. Rasa tidak enak ini dikarenakan batuk dan sesak napas tersebut
mengganggu sistem pernapasan.
Tujuan
Untuk mengetahui dan mengerti hubungan gangguan pernapasan yaitu
batuk dan sesak napas dengan mekanisme pernapasan.

Pembahasan
Pada kasus laki-laki berusia 25 tahun mengalami batuk dan sesak napas.
Terdapat gangguan pernapasan, batuk dan sesak napas, yang menyebabkan
mekanisme pernapasan terganggu.
Struktur
Fungsi keseluruhan struktur pernapasan adalah untuk menyalurkan udara
dan menukarkan gas-gas dari dan ke paru-paru. Secara garis besar, struktur
pernapasan dibagi menjadi dua, yaitu strutur berdasarkan histologi dan
berdasarkan anatomi.
Mikroskopis
Sistem pernapasan dibagi menjadi bagian konduksi dan bagian respirasi.
Bagian konduksi merupakan bagian yang menyalurkan udara. Sedangkan bagian
respirasi merupakan bagian dimana terjadi pertukaran gas. Bagian konduksi
meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
bronkiolus terminalis. Bagian respirasi meliputi bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris dan alveolus. (Lihat Gambar 1)
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel
bertingkat torak bersilia bersel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron
dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet
mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fossa nasalis. Pada vestibulum
di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di
dalam vestibulum merupakan epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan
berubah menjadi epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet sebelum masuk
fossa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi
pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing
dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel bertingkat torak
bersilia bersel goblet, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius
2

yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri


atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius, dan sel basal. Sel penyokong
berbentuk silindris tinggi dengan bagian apex lebar dan bagian basal menyempit,
mempunyai granula kuning kecoklatan. Sel olfaktorius terletak di antara sel
penyokong dan sel basal, berhubungan dengan nervus I (nervus Olfaktorius). Sel
basal berbentuk segitiga, merupakan reverse cell / sel cadangan yang dapat
membentuk sel penyokong dan mungkin menjadi sel olfaktorius. Pada rongga
hidung, setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan
penghangatan sebelum masuk lebih jauh.1 (Lihat Gambar 2)
Sinus paranasalis tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel
goblet. Sinus paranasalis terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus
ethmoidales dan sinus sphenoid. Pada faring terdapat 3 bagian, yaitu nasofaring,
orofaring, dan laringofarings. Nasofarings dilapisi oleh epitel bertingkat torak
bersilia bersel goblet, orofarings dilapisi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk, sedangkan laringofarings epitelnya bervariasi, sebagian besar epitel
berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.1-3
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea.
Epitelnya adalah epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Pada lamina propria
laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang
mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi
fonasi. Tulang rawan hialin terdiri dari 1 tulang rawan tiroid, 1 tulang rawan
krikoid, dan 2 tulang rawan aritenoid. Tulang rawan elastis terdiri dari 1 tulang
rawan epiglotis, 2 tulang rawan kuneiformis, dan 2 tulang rawan kornikulata.3
Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan
memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis
ditutupi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk, sedangkan permukaan
laringeal ditutupi oleh epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Di bawah
epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring:
pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri
dari epitel bertingkat torak bersilia dan kelenjar campur, serta di lipatan bawah
membentuk pita suara sejati (plika vokalis) yang terdiri dari epitel berlapis gepeng
3

tanpa lapisan tanduk, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis
(otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan
frekuensi yang berbeda-beda.2
Pada trakea, terdapat sel bersilia, sel goblet, sel sikat I, sel sikat II, sel
sekretorik bergranul, dan sel basal. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria
dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya
berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet
dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk
mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk
menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang
rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis
dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah
distensi berlebihan. Bagian trakea yang mengandung tulang rawan disebut pars
kartilagenia, sedangkan yang mengandung otot disebut pars membranasea.1,2
Paru-paru ada sepasang, paru kanan terdiri dari 3 lobus (superior, medius,
inferior) dan paru kiri terdiri dari 2 lobus (superior dan inferior). Selaput
pembungkus paru-paru disebut pleura. Pleura merupakan lapisan yang
memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri atas dua lapisan: pars
parietal dan pars viseral. Di antara pelura terdapat kavum pleura, yang berisi
cairan serosa.1,2 (Lihat Gambar 3)
Pada bronkus, bronkus ekstrapulmonal sama dengan trakea namun
diameternya lebih kecil, sedangkan bronkus intrapulmonal epitelnya epitel
bertingkat torak bersilia bersel goblet. Tulang rawan pada bronkus lebih tidak
teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin
tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis
tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan
hialin.1,2 (Lihat Gambar 4)
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya.
Lamina propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya
terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar,
epitelnya adalah epitel bertingkat torak bersilia, yang makin memendek dan makin
4

sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada
bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus
terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang

memiliki granul sekretori dan

mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel


yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.1,2
Pada bronkiolus terminalis yang merupakan akhir dari bagian konduksi,
epitelnya selapis torak bersilia, tidak ada sel goblet. Pada bronkiolus respiratorius
yang merupakan awal dari bagian respirasi, mukosa bronkiolus respiratorius
secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya
yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi
oleh epitel selapis kubis dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel
bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya
semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai.1
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak
terdapat muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut
sebagai duktus alveolaris. Terdapat epitel selapis gepeng dan terdapat anyaman sel
otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal
duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris
bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat
elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli
memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif
pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara
berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang
tipis.2
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua
alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis
dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat.
Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya
untuk membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah.
Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam
5

penggantian surfaktan (yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan
partikel kontaminan kecil. Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom
dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara.1,2
Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling
melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas
membran basal, berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya
sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri mengandung badan lamela yang
berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan tegangan alveolus paru.
Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang
bersebelahan, fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan
memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.

Gambar 1. Pernapasan
Sumber : Campbell et al, 1999.

Gambar 2. Epitel olfaktorius


Sumber : Internet, http://sectiocadaveris.files.wordpress.com/2010/06/epitel-olfaktori.jpg

Gambar 3. Paru-paru
Sumber : Internet, web Google Images dengan kata kunci paru-paru

Gambar 4. Bronkus sampai alveolus


Sumber : Internet, http://sectiocadaveris.files.wordpress.com/2010/06/saluran-pernapasan.jpg

Makroskopis
A. Rongga Hidung dan Nasal3 : (Lihat Gambar 5)
A.1. Septum nasal membagi hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan
rongga nasal. Bagian anterior septum adalah kartilago.
A.2. Naris eksternal dibatasi oleh kartilago nasal. Kartilago nasal lateral
terletak di bawah jembatan hidung. Ala besar dan ala kecil kartilago
nasal mengelilingi nostril.
A.3. Tulang hidung (tulang nasal) membentuk jembatan dan bagian
superior kedua sisi hidung. Vomer dan lempeng perpendikular tulang
etmoid membentuk bagian posterior septum nasal. Lantai rongga
8

nasal adalah palatum keras yang terbentuk dari tulang maksila dan
palatinum. Langit-langit rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari
lempeng kribiform tulang etmoid, pada sisi anterior dari tulang
frontal dan nasal, dan pada sisi posterior dari tulang sfenoid.
B. Faring : tabung muskular yang berukuran 12,5 cm yang merentang dari
bagian dasar tulang tengkorak sampai esofagus. Faring terbagi menjadi
nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring adalah bagian
posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal melalui dua
naris internal (koana). Pada nasofaring juga terdapat tuba Eustachius yang
menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Pada orofaring terdapat
uvula (prosesus kerucut kecil), amandel palatinum. Laringofaring
mengelilingi mulut esofagus dan laring.3
C. Laring : menghubungkan faring dengan trakea. Laring adalah tabung
pendek berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh sembilan
kartilago.3
D. Trakea : tuba dengan panjang 10-20 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak
di atas permukaan anterior esofagus. Tuba ini merentang dari laring dari
laring pada area vertebra serviks keenam sampai area vertebra toraks
kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama. Trakea dapat
tetap terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago berbentuk-C.
Ujung posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot
sehingga memungkinkan ekspansi esofagus.3
E. Percabangan Bronkus3 :
E.1.

Bronkus primer (utama) kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal,


dan lebih lurus dibandingkan bronkus primer kiri karena arkus
aorta membelokkan trakea bawah ke kanan. Objek asing yang
masuk ke dalam trakea kemungkinan ditempatkan dalam bronkus
kanan.

E.2.

Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12 kali untuk


membentuk bronki sekunder dan tertier dengan diameter yang
semakin kecil.
9

E.3.

Bronki disebut ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru,


setelah itu disebut intrapulmonar.

F. Paru-Paru : paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan


berisi udara. Terletak dalam rongga toraks. Paru kanan memiliki tiga
lobus, pasru kiri memiliki dua lobus. Setiap paru memiliki sebuah apeks
yang mencapai bagian atas iga pertama, sebuah permukaan diafragmatik
(bagian dasar) terletak di atas diafragma, sebuah permukaan mediastinal
(medial) yang terpisah dari paru lain oleh mediastinum, dan permukaan
kostal terletak di atas kerangka iga. Permukaan mediastinal memiliki hilus
(akar), tempat masuk dan keluarnya pembuluh darah bronki, pulmonar,
dan bronkial dari paru. Paru-paru memiliki membran pembungkus yaitu
pleura.4
Pembuluh darah pada pulmonal adalah arteri pulmonalis dextra, arteri
pulmonal sinistra, vena pulmonalis superior, vena pulmonlais inferior, dan
arteri/vena bronchiales.5
Persarafan paru lewat plexus pulmonalis anterior dan posterior yang
dibentuk oleh cabang-cabang truncus symphaticus segmen T 1-2 atau 4
dan parasimpatik N. Vagus.5 Sedangkan otot-otot yang berperan adalah
muskulus intercostalis internus dan muskulus intercostalis externus.5

Gambar 5. Bagian luar hidung


Sumber : Internet, web Google Images dengan kata kunci anatomi rongga hidung dan nasal

10

Mekanisme Pernapasan
Keadaan dimana tekanan udara atmosfer sama dengan tekanan udara
dalam alveoli disebut tekanan intra-alveolar (intrapulmonar). Sedangkan keadaan
dimana tekanan kurang dari tekanan atmosfer disebut tekanan intrapleura. Recoil
adalah kemampuan paru-paru kembali ke bentuknya setelah diregangkan.
Sedangkan compliance adalah kemampuan paru-paru untuk meregangkan atau
mengembangkan paru-paru.3,6
A.

Inspirasi dan Ekspirasi


Inspirasi adalah proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi menaikkan

volume intratoraks. Selama bernapas tenang tekanan intrapleura pada permulaan


inspirasi menurun dan paru-paru ditarik ke dalam posisi yang lebih mnegembang.
Tekanan dalam jalan udara menjadi sedikit negatif sehingga udara mengalir ke
dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, paru-paru recoil menarik dada kembali ke
posisi ekspirasi di mana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang.
Tekanan dalam jalan pernapasan menjadi sedikit lebih positif, dan udara mengalir
keluar dari paru-paru. Ekspirasi selama pernapasan tenang adalah pasif dalam arti
bahwa tidak ada otot-otot yang menurunkan volume. Pada ekspirasi dalam, otot
interkostal internal menarik kerangka iga ke bawah dan otot abdomen
berkontraksi sehingga mendorong isi abdomen menekan diafragma.3,7
B.

Volume Paru-Paru
Jumlah udara yang bergerak masuk ke dalam paru-paru dalam sekali

inspirasi tenang dinamakan volume tidal (TV), nilai rata-rata = 500 ml. Udara
inspirasi dengan inspirasi maksimal yang melebihi volume tidal adalah volume
cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume, VCI), nilai rata-ratanya = 3.000
ml. Volume yang dikeluarkan oleh usaha ekspirasi aktif setelah ekspirasi pasif
adalah volume cadangan ekspirasi (ekspiratory reserve volume, VCE), nilai rataratanya = 1.000 ml. Udara yang tersisa setelah ekspirasi maksimal adalah volume
residu (VR), nilai rata-ratanya = 1.200 ml.6,7
11

Kapasitas inspirasi (KI) adalah volume maksimum udara yang dapat


dihirup pada akhir ekspirasi normal tenang (KI=VCI+TV). Nilai rata-ratanya =
3.500 ml. Kapasitas residu fungsional (KRF) adalah volume udara di paru pada
akhir ekspirasi pasif normal (KRF=VCE+VR). Nilai rata-ratanya = 2.200 ml.
Kapasitas vital (KV) adalah jumlah udara paling banyak yang dapat di ekspirasi
setelah usaha inspirasi maksimal (KV=VCI+TV+VCE). Nilai rata-ratanya = 4.500
ml. Kapasitas paru total (KPT) adalah volume udara maksimum yang dapat
ditampung oleh paru (KPT=KV+VR). Nilai rata-ratanya = 5.700 ml. 6 (Lihat
Gambar 6)
C.

Ventilasi Alveolus, Ventilasi Paru, dan Ruang Mati


Berbagai perubahan volume hanya mencerminkan satu faktor dalam

penentuan ventilasi paru atau minute ventilation, yaitu volume udara yang dihirup
dan dihembuskan dalam satu menit. Faktor lain yang pentig adalah frekuensi
pernapasan (kecepatan bernapas) yang rata-rata sebesar 12 kali napas per menit.6
Ventilasi paru (ml/menit) = tidal volume (ml/napas) x frekuensi pernapasan (napas/menit)

Udara di dalam saluran pernapasan yang sudah tidak dapat dimanfaatkan


untuk pertukaran gas disebut ruang-mati anatomi. Ventilasi alveolus adalah
volume udara yang dipertukarkan antara atmosfer dan alveolus per menit dan
lebih penting daripada ventilasi paru.6
Ventilasi alveolus = (tidal volume volume ruang mati) x frekuensi pernapasan

Pada pernapasan tenang, ventilasi alveolus adalah 4.200 ml/menit [(500


ml/napas 150 ml volume ruang-mati) x 12 napas/menit = 4200 ml/menit],
sementara ventilasi paru adalah 6.000 ml/menit.6

12

Gambar 6. Grafik volume pernapasan


Sumber : Bullock, BL, 1996.

Faktor yang Mempengaruhi Mekanisme Pernapasan


A.

Tekanan
Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan terjadi melalui

difusi sederhana O2 dan CO2 mengikuti penurunan gradien tekanan parsial.


Gradien tekanan parsial adalah perbedaan tekanan parsial antara darah paru dan
udara alveolus. Suatu gas selalu berdifusi mengikuti penurunan gradien tekanan
parsial dari daerah dengan tekanan parsial tinggi ke daerah dengan tekanan parsial
rendah.6
B.

Kelarutan Gas dalam Darah


Adanya kelarutan gas dalam darah mengakibatkan transpor oksigen dan

karbon dioksida dalam darah dapat terjadi. Pada transpor oksigen, sekitar 97%
oksigen dalam darah dibawa eritrosit yang telah berikatan dengan hemoglobin
(Hb), 3% oksigen sisanya larut dalam plasma. Oksigen dibawa dalam darah
dengan cara berikatan dengan hemoglobin menjadi oksihemoglobin (HbO2).
Oksigen terkadang dapat lepas dari Hb. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
terpisahnya O2 dengan Hb. Hal ini dapat dilihat dari kurva disosiasi (saturasi).
Ketika PCO2, suhu, dan 2,3-DPG naik, maka kurva akan bergeser ke sebelah
13

kanan yang berarti ikatan antara oksigen dan hemoglobin melemah (afinitas/daya
ikat antara Hb dengan O2 menurun). Sedangkan ketika PO2 dan pH naik, maka
kurva akan bergeser ke sebelah kiri yang berarti ikatan antara oksigen dan
hemoglobin kuat (afinitas/daya ikat antara Hb dengan O2 naik).3,6 (Lihat Gambar
7)
Pada transpor karbon dioksida, karbon dioksida yang berdifusi ke dalam
darah dari jaringan dibawa ke paru-paru melalui beberapa cara. Cara pertama,
sejumlah kecil karbon dioksida tetap terlarut dalam plasma. Cara kedua, karbon
dioksida yang tersisa membentuk karbaminohemoglobin dengan gugus amino.
Cara ketiga, karbon dioksida dibawa dalam bentuk bikarbonat, terutama dalam
plasma dan dapat berikatan dengan air untuk membentuk asam karbonat dalam
reaksi bolak-balik yang dikatalisis oleh anhidrase karbonik. Cara keempat, dengan
mengadakan pertukaran antara ion bikarbonat dengan ion klorida untuk
menyeimbangkan kadar asam-basa dalam darah. Cara ini disebut pergeseran
klorida (clorida shift).3 (Lihat Gambar 8)
C.

Kadar pH Buffer
pH darah arteri normal adalah 7,35-7,45. Proses perubahan pH darah ada

dua macam, yaitu proses perubahan yang bersifat matabolik (karena perubahan
konsentrasi bikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme) dan yang bersifat
respiratorik (karena perubahan tekanan parsial CO2 yang disebabkan gangguan
respirasi). Perubahan PaCO2 akan menyebabkan perubahan pH darah. pH darah
akan turun (asidosis) jika PaCO2 naik (asidosis respiratorik) atau jika HCO3- turun
(asidosis metabolik). pH darah akan naik (alkalosis) jika PaCO 2 turun (alkalosis
respiratorik) atau jika HCO3- naik (alkalosis metabolik). Naik atau turunnya pH
dapat disebabkan karena beberapa hal.7,8
Normalnya, keseimbangan asam-basa tubuh diatur oleh sistem buffer.
Sistem buffer adalah keadaan dimana jika ditambahkan sedikit asam atau basa dan
jika diencerkan tidak akan mengubah pH. Dalam tubuh, terdapat buffer
pernapasan, buffer ginjal, dan buffer darah.

14

Gambar 7. Kurva disosiasi


Sumber : Internet, web Google Images dengan kata kunci kurva disosiasi

Gambar 8. Pergeseran klorida


Sumber : Internet, web Google Images dengan kata kunci chloride shift

Tes Pemeriksaan Fisik Paru


Tes pemeriksaan fisik paru menggunakan alat yang disebut spirometri.
Alat ini berfungsi untuk mengukur volume dan tingkat arus udara yang bisa
melewati saluran pernapasan. Jika saluran pernapasan menyempit karena
peradangan, udara akan lebih sulit melewati saluran pernapasan sehingga volume
pernapasan akan berkurang dari jumlah aslinya. Namun, yang susah pada
pemeriksaan ini, sulitnya bernapas secara spontan ketika orang tersebut
15

mengetahui bahwa ia sedang melakukan pemeriksaan pernapasan. Padahal, ketika


melakukan pemeriksaan ini, diharapkan pasien bernapas secara spontan, tanpa
berpikir bahwa ia sedang bernapas. Sehingga hasil yang di dapat biasanya
melebihi angka normal inspirasi normal.9
Cara menggunakan spirometri mudah. Mulut dihubungkan dengan pipa,
dimana pada pipa tersebut terdapat semacam katrol dan disambungkan dengan
jarum pengukur. Ketika seseorang inspirasi, maka udara dalam pipa akan tertarik
dan menggerakan katrol sehingga di dapatlah angka pada jarum penunjuk. Begitu
pula ketika ekspirasi.
Gangguan Pernapasan
Gangguan pada pernapasan dapat terjadi karena banyak hal. Dalm kasus,
pasien mengalami batuk dan sesak napas selama 5 hari. Batuk dan sesak napas ini
tentu mengganggu jalannya sistem pernapasan. Paru-paru tidak dapat inspirasi dan
ekspirasi secara tenang sehingga paru-paru membutuhkan oksigen yang cukup dan
harus mengeluarkan karbondioksida yang tertahan.

16

Penutup
Kesimpulan
Adanya gangguan pada pernapasan baik ringan ataupun berat akan
mempengaruhi sistem pernapasan. Karena ketika ada gangguan, maka saluran
pernapasan akan terganggu sehingga jalan masuk oksigen dan jalan keluarnya
karbon dioksida tidak lancar. Jika dibiarkan, dapat berakibat fatal, yaitu tidak
terjadinya pertukaran gas di paru-paru.
Gangguan pernapasan tidak hanya mengganggu saluran pernapasan, tetapi
juga dapat mengganggu faktor-faktor yang mendukung proses mekanisme
pernapasan.

Gangguan

tersebut

bisa

terjadi

pada

sistem

difusi,

bisa

mengakibatkan ketidakseimbangan asam-basa, bisa juga terjadi gangguan pada


transpor gas di darah.
Pada kasus, pasien batuk dan sesak napas selama beberapa hari sehingga
mengganggu mekanisme pernapasannya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan,
bahwa gangguan pernapasan (dalam hal ini batuk dan sesak napas) memiliki
hubungan dengan mekanisme pernapasan dan gangguan pernapasan tersebut dapat
mempengaruhi mekanisme pernapasan (terutama mekanisme pernapasan paruparu).

17

Daftar Pustaka
1.

Junqueira LC, Carneiro J. Histologi dasar teks & atlas. Edisi 10. Jakarta:
EGC; 2007.h.335-54.

2.

Kuehnel. Color atlas of Cytology, Histology, and microscopic Anatomy. 4th


ed. Stuttgart: Thieme; 2003.p.340-51.

3.

Sloane E. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;


2004.h.266-77.

4.

Faiz O, Moffat D. At a glance series Anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga;


2004.h.13.

5.

Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama; 2006.p.218-19.

6.

Sherwood L. Fisiologi manusia; dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.h.411-56.

7.

Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 22. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2005.h.625-61.

8.

Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;


2007.h.222-3.

9.

Williams & Wilkins. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC; 2005.h.219.

18

Anda mungkin juga menyukai