Yunita
102010152
23 April 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No 6, Jakarta
Telp. (021) 5605140 E-mail : chocoffee_holic@yahoo.com
Pendahuluan
Anemia merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin,
nilai hematokrit atau jumlah eritrosit dalam sirkulasi darah. Keadaan ini mengakibatkan
kemampuan darah untuk mengangkut oksigen berkurang sehingga akan timbul gejala-gejala
akibat terjadinya hipoksia dari ringan sampai berat.1 Anemia dapat disebabkan oleh gangguan
pembentukan sel darah merah, peningkatan kehilangan sel darah merah melalui perdarahan
kronis, perdarahan mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah yang berlebihan. Anemia
pasca perdarahan adalah anemia normositik normokromik yang terjadi akibat kehilangan darah
secara mendadak atau kronis pada orang sehat. Perdarahannya dapat jelas atau samar.2
Gastropati merupakan kelainan pada mukosa lambung dengan karakteristik perdarahan
subepitelial dan erosi. Salah satu penyebab dari gastropati adalah efek dari non-steroid anti
inflammatory drugs (NSAID/ OAINS) serta beberapa faktor lain seperti alkohol, stres, ataupun
faktor kimiawi. Gastropati NSAID dapat memberikan keluhan dan gambaran klinis yang
bervariasi seperti dispepsia, ulkus, erosi, hingga perforasi.3
Anamnesis
Merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat
kondisi pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala yang
dialami pasien. Jenis anamnesis yang dapat dilakukan adalah autoanamnesis dan alloanamnesis.
Autoanamnesis dapat dilakukan jika pasien masih berada dalam keadaan sadar. Sedangkan bila
1
pasien tidak sadar, maka dapat dilakukan alloanamnesis yang menyertakan kerabat terdekatnya
yang mengikuti perjalanan penyakitnya.4
1. Identitas Pasien
Menanyakan kepada pasien : nama lengkap pasien, usia, tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, alamat, pendidikan dan pekerjaan ,suku bangsa.4
2. Keluhan Utama : 4
Menanyakan keluhan utama pasien yaitu : lemas sejak 1 minggu yang lalu, muntah
hitam dan BAB berwarna hitam sebanyak 3 kali, nyeri ulu hati dan mual.
3. Riwayat Penyakit Sekarang.4
- Pernahkah pasien muntah darah atau ada butiran seperti kopi ? Berapa banyak,
-
sesak napas) ?
4. Riwayat Penyakit Dahulu.4
- Adakah riwayat kehilangan
darah
lewat
saluran
cerna
sebelumnya
pasien?
Adakah orang lain di keluarga yang mengalami kelainan serupa ?
Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Tanda-tanda vital adalah nadi, pernapasan, suhu dan tekanan darah. Periksa keadaan
umum dan tanda-tanda vital pada pasien. Semuanya harus diukur dalam setiap pemeriksaan yang
lengkap. Tekanan darah, temperatur, frekuensi nadi dan frekuensi napas menentukan tingkat
keparahan penyakit. Pasien yang memperlihatkan adanya perubahan nyata pada tanda-tanda vital
biasanya menderita gangguan akut yang memerlukan evaluasi dan pengobatan segera.5
Temperatur dibawah 35C (95F ) atau di atas 41C (105.8F) atau tekanan darah sistolik di
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematik dan menyeluruh. Dilakukan inspeksi pada :6
a.
b.
c.
d.
e.
Warna kulit : pucat, plethora, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning.
Purpura : ptechie, echimosis.
Kuku : koilonychia (kuku sendok).
Mata : ikterus, konjungtiva pucat, perubahan fundus.
Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis dan
stomatitis angularis.
f. Limfadenopati dan hepatosplenomegali.
g. Nyeri tulang atau nyeri sternum.6
Pemeriksaan Fisik Abdomen
Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kepala rata atau dengan satu
bantal, dengan kedua tangan di sisi kanan-kirinya. Sebaiknya vesika urinaria dikosongkan dahlu
sebelum pemeriksaan dilakukan. Pemeriksaan abdomen ini terdiri dari 4 tahap yaitu inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi.5
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi, diperhatikan kelainan-kelainan yang terlihat pada perut
seperti jaringan parut karena pembedahan, asimetri perut yang menunjukkan adanya masa tumor,
striae, vena yang berdilatasi. Cari kaput medusa (aliran berjalan keluar dari umbilicus), atau
obstruksi vena kava inferior, peristaltis usus, distensi dan hernia. Pada keadaan normal, dinding
perut terlihat simetris. Bila ada tumor atau abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat
perut terlihat tidak simetris. Pada keadaan normal dan fisiologis, pergerakan dinding usus akibat
peristaltic usus tidak terlihat. Bila terlihat gerakan peristaltic usus maka dapat dipastikan adanya
hiperperistaltik dan dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen usus. Perhatikan kontur abdomen,
apakah bentuk dindingnya cekung atau membuncit, apakah abdomennya simetris, apakah
terdapat organ atau masa yang terlihat. Perhatikan adanya peristaltic yang terlihat, pulsasi normal
aorta akan terlihat di epigastrium.5
b. Palpasi
Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan dalam
rongga abdomen dan pembesaran organ (organomegali). Palpasi dilakukan secara sistematis
dengan seksama, pertama kali ditanyakan apakah ada daerah-daerah yang nyeri tekan dan
sedapat mungkin seluruh dinding perut terpalpasi. Kemudian cari apakah ada pembesaran massa
tumor, hati, limpa, kandung empedu membesar atau teraba. Palpasi diusahakan dalam posisi
terlentang, pemeriksa berdiri pada sebelah kanan pasien. Penekanan dilakukan oleh ruas terakhir
dan ruas tengah jari-jari. Sistematika palpasi dilakukan dengan hati-hati pada daerah nyeri yang
dikeluhkan oleh pasien. Perinci nyeri tekan abdomen antara lain berat ringannya, lokasi nyeri
yang maksimal, apakah ada tahanan (peritonitis), apakah ada nyeri rebound bila tak ada tahanan.5
c. Perkusi
Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tidak langsung, dengan penekanan yang lebih
ringan dan ketokan yang lebih perlahan. Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan
apakah rongga abdomen berisi lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara
perkusi abdomen yaitu timpani, kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah pekak. Hilangnya
sama sekali daerah pekak hati dan bertambahnya bunyi timpani di seluruh abdomen harus
dipikirkan akan kemungkinan adanya udara bebas di dalam perut, misalnya pada perforasi usus.
Dalam keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi di atas dinding perut
mungkin timpani dan sampingnya pekak. Dengan memiringkan pasien ke satu sisi, suara pekak
ini akan berpindah-pindah (shifting dullness). Perhatikan di mana bunyi timpani berubah menjadi
dullness.5
d. Auskultasi
Dalam keadaan normal, bising usus terdengar lebih kurang 3 kali per menit. Jika terdapat
obstruksi usus, suara peristaltic usus akan meningkat, lebih lagi pada saat timbul rasa sakit yang
bersifat kolik. Peningkatan suara usus disebut borborigmi. Pada keadaan paralisis usus, suara ini
sangat melemah dan jarang bahkan kadang-kadang bisa menghilang. Keadaan ini juga bisa
terjadi pada tahap lanjut dari obstruksi usus di mana usus sangat membesar dan atoni. Pada ileus
obstruksi kadang terdengar suara peristaltic dengan nada tinggi dan suara logam (metallic
sound). Suara murmur sistolik atau diastolic mungkin dapat didengar pada auskultasi abdomen.
Bruit sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada pembesaran hati karena hepatoma.
Bising vena yang kadang-kadang disertai dengan terabanya getaran, dapat didengar diantara
umbilicus dan epigastrium.5
Pemeriksaan Penunjang
Parameter Pemeriksaan Laboratorium1
Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan kadar Hb, hitung leukosit, hitung trombosit, hitung eritrosit, LED, hitung
retikulosit, sediaan hapus darah tepi untuk menilai morfologi, nilai eritrosit rata-rata
(VER) dan pemeriksaan sumsum tulang.
Pemeriksaan Urin
Meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia.
Pemeriksaan Tinja
Meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan darah samar.
Pemeriksaan Kimia
Meliputi pemeriksaan kadar bilirubin indirek serum.
Menilai cadangan besi tubuh: besi serum (BS), daya ikat besi total (DIBT), saturasi
transferin, kadar ferritin serum, sitokimia.
Pemeriksaan lain
Misalnya pemeriksaan faal ginjal, faal hati dan faal kelenjar tiroid.1
Pada anemia pasca perdarahan, terdapat penurunan hitung sel darah merah, hematokrit
dan hemoglobin pada sel darah merah karena cairan interstisial bergerak ke dalam kompartemen
vaskular sebagai upaya untuk meningkatkan tekanan darah. Pada sediaan hapus darah tepi akan
tampak polikromasi sehingga hasil pemeriksaan volume eritrosit rata-rata (VER) meningkat.
Selain makrositosis dapat dijumpai pula leukositosis, neutrofilia dan trombositosis. Bila tidak
terjadi perdarahan ulang dan semua bahan untuk proses eritropoiesis cukup, semua nilai
parameter hematologi kembali normal dalam 3-6 minggu. Beberapa jam setelah perdarahan,
jumlah leukosit akan meningkat, dapat mencapai 20.000/L darah dengan beberapa sel muda
seperti batang dan metamielosit. Terjadi juga trombositosis yang dapat mencapai 500.000-1
juta/L darah.1
Pada pemeriksaan sumsum tulang dijumpai sumsum yang hiperseluler dan aktivitas
ketiga seri sel darah meningkat. Pada perdarahan internal dapat terjadi peningkatan kadar
bilirubin indirek serum. Keadaan ini akibat dari reabsorpsi hasil pemecahan eritrosit ke dalam
sirkulasi darah. 1
5
Perubahan paling dini di darah perifer yang terjadi segera setelah kehilangan darah akut
adalah leukositosis yang disebabkan oleh mobilisasi granulosit dari cadangan marginal. Awalnya,
ukuran dan sel darah merah tampak normal (normositik normokrom). Akan tetapi seiring dengan
meningkatnya produksi sumsum tulang, terjadi peningkatan mencolok hitung retikulosit, yang
mencapai 10%-15% setelah 7 hari. Pemulihan dini perdarahan sering disertai oleh trombositosis,
yang disebabkan oleh peningkatan pembentukan trombosit.7
Pemeriksaan Endoskopi
Bila pendarahan saluran cerna berlangsung perlahan atau sudah berhenti, maka
pemeriksaan kolonoskopi merupakan prosedur diagnostic yang terpilih sebab akurasinya tinggi
dalam menentukan sumber perdarahan. Selain endoskopi, dilakukan pemeriksaan urea breath
test, histopatologi dan biopsi pada mukosa lambung untuk mengetahui etiologi dari ulkus
peptikum.5
Working Diagnosis
Anemia Pasca Perdarahan Kronis et causa Gastropati OAINS
Anemia pasca perdarahan dapat disebabkan oleh perdarahan eksterna (misalnya trauma,
perdarahan pasca bedah) atau pendarahan internal (misalnya pendarahan pada kehamilan ektopik
terganggu, perdarahan rongga abdomen dan lain-lain). Gejala yang timbul berupa rasa lelah,
pusing, haus, berkeringat, sinkop sampai syok atau meninggal dunia. Gejala yang timbul
biasanya tergantung dari beberapa faktor, yaitu jumlah darah yang hilang, cepat/ lambatnya
pendarahan yang terjadi, lokasi pendarahan, adanya penyakit sebelum pendarahan.1
Pada seorang pria dewasa sehat, kehilangan darah melebihi 10% (sekitar 500 ml) baru akan
menimbulkan gejala klinis, berupa hipoksia sampai syok hipovolemik. Bila terjadi anemia
ringan-sedang, terjadi hipoksia ringan dan terjadi perangsangan proses hemopoiesis dalam
sumsum tulang. Bila perdarahan terjadi secara perlahan-lahan selama beberapa jam atau
beberapa minggu, pasien dapat beradaptasi sampai kehilangan darah mencapai sekitar 50% dari
jumlah total eritrosit. Sebaliknya bila perdarahan terjadi secara akut, kehilangan darah sebanyak
40-50% akan diikuti dengan syok berat sampai kematian. Kehilangan darah kronis dapat sulit
dikenali karena penurunan hemoglobin terjadi secara perlahan.1
6
Perdarahan yang berlebihan adalah penyebab paling umum dari anemia. Bila darah hilang,
tubuh cepat menarik air dari jaringan ke aliran darah dalam upaya untuk menjaga pembuluh
darah penuh. Akibatnya, darah mengalami hemodilusi, dan hematokrit (persentase sel darah
merah dalam volume darah total) berkurang. Akhirnya, peningkatan produksi sel darah merah
oleh sumsum tulang dapat memperbaiki anemia. Namun, seiring waktu, perdarahan mengurangi
jumlah zat besi dalam tubuh, sehingga sumsum tulang tidak mampu meningkatkan produksi sel
darah merah baru untuk menggantikan yang hilang.8
OAINS merupakan salah satu obat first line therapy untuk arthrtitis dan digunakan secara
luas pada kasus trauma, nyeri pasca pembedahan dan nyeri yang lain. Sebagian besar efek
samping OAINS bersifat ringan dan reversibel. Hanya sebagian kecil yang menjadi berat yakni
tukak peptik, pendarahan saluran cerna dan perforasi.5
Epidemiologi
Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik maupun di
lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia
dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Angka prevalensi anemia di dunia sangat
bervariasi tergantung pada geografi. Angka prevalensi anemia di Indonesia menurut Husaini dkk
adalah sebagai berikut :6
Gambar
Prevalensi
1.
Tabel
Anemia6
Etiologi
Etiologi dari anemia pasca perdarahan (post-hemoragic) adalah kehilangan darah karena
kecelakaan, operasi, pendarahan usus, ulkus peptikum, perdarahan karena kelainan obstetris,
hemoroid dan ankilostomiasis.9 Anemia yang disebabkan perdarahan mendadak, perdarahan
lambat yang kronis (menahun) mengakibatkan penurunan jumlah total sel darah merah dalam
sirkulasi. Anemia jenis ini dapat berhubungan dengan peningkatan presentase sel darah merah
imatur (retikulosit) dalam sirkulasi.2
Kehilangan darah dalam jumlah besar (blood loss) akan menyebabkan kurangnya julah
sel darah merah (SDM) dalam darah sehingga terjadi anemia. Pendarahan kecil atau mikro yang
terjadi dalam jangka waktu yang lama juga dapat menimbulkan anemia. Berlainan dengan
perdarahan yang besar dan dalam waktu singkat, perdarahan mikro dan kronis ini biasanya tidak
atau kurang disadari. Perdarahan kecil yang menahun di saluran cerna juga dapat terjadi pada
tukak lambung yang tidak diobati sebagaimana mestinya. 10 Ulkus gaster seringkali menimbulkan
perdarahan dalam ukuran besar, tidak nyeri, kemungkinan perdarahan awal yang lebih kecil
disertai darah yang mengalami perubahan (coffee ground) dan riwayat penyakit ulkus peptikum.
Sedangkan pada gastritis erosif, terdapat perdarahan dengan volume sedikit, berwarna merah
terang, dapat terjadi sesudah konsumsi alkohol atau OAINS dan terdapat riwayat gejala-gejala
dispepsia.11 Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan
salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan juga perdarahan saluran cerna berupa
hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.5
Patofisiologi Anemia Pasca Perdarahan
Segera setelah perdarahan, volume darah total akan berkurang tetapi kadar Hb dan nilai
Ht belum menurun yaitu sesuai keadaan sebelum terjadi pendarahan. Dua puluh jam sampai 60
jam setelah perdarahan, terjadi perpindahan cairan dari ruang ekstrasel ke dalam ruang
intravascular (stadium hemodilusi). Pada saat ini jumlah eritrosit/L, kadar Hb dan Ht menurun.
Stadium hemodilusi terjadi selama 1-3 hari setelah perdarahan dan timbul anemia normositik
normokrom.1
Anemia yang terjadi pasca perdarahan akan akan merangsang sumsum tulang melalui
eritropoietin (EPO). Peningkatan kadar EPO plasma terjadi 6 jam setelah perdarahan dan
8
mencapai puncak pada hari ke 2-3. Bila sumsum tulang dalam keadaan normal, akan terjadi
diferensiasi stem sel menjadi sel-sel yang selanjutnya akan membentuk sel darah merah.
Regenerasi eritrosit terjadi 6-12 jam setelah perdarahan dan akan tampak sebagai polikromasi
dan eritrosit berinti di darah tepi. Jumlah retikulosit akan meningkat. Peningkatan retikulosit
dapat mencapai 5-10% tergantung cadangan besi tubuh. Peningkatan retikulosit terjadi mulai hari
2-3, mencapai puncak pada hari ke 4-6 dan akan normal kembali pada hari ke 10-14 pasca
perdarahan. Pada sediaan hapus darah tepi akan tampak polikromasi sehingga hasil pemeriksaan
volume eritrosit rata-rata (VER) meningkat. Selain makrositosis dapat dijumpai pula
leukositosis, neutrofilia dan trombositosis. Bila tidak terjadi perdarahan ulang dan semua bahan
untuk proses eritropoiesis cukup, semua nilai parameter hematologi kembali normal dalam 3-6
minggu. Beberapa jam setelah perdarahan, jumlah leukosit akan meningkat, dapat mencapai
20.000/L darah dengan beberapa sel muda seperti batang dan metamielosit. Terjadi juga
trombositosis yang dapat mencapai 500.000-1 juta/L darah.1
Gejala umum anemia (sindrom anemia) adalah gejala yang timbul pada setiap kasus
anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di bawah harga tertentu. Gejala
umum anemia ini timbul karena anoksia organ, mekanisme kompensasi tubuh terhadap
berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simptomatik)
apabila kadar hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl. Berat ringannya gejala umum anemia
tergantung pada derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, usia, adanya
kelainan jantung atau paru sebelumnya. Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah,
palpitasi, takikardi, pusing, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa
dingin, sesak nafas dan dispepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat
pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Gejala yang timbul
akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab
anemia tersebut.5
Reaksi klinis dan morfologis terhadap kehilangan darah bergantung pada kecepatan
perdarahan dan apakah perdarahan bersifat eksternal atau internal. Pengeluaran darah kronik
memicu anemia jika kecepatan perdarahan melebihi kapasitas regeneratif sumsum tulang atau
jika cadangan besi berkurang.7 Gastropati akibat NSAID bervariasi sangat luas, dari hanya
berupa keluhan nyeri ulu hati sampai pada tukak peptik dengan komplikasi perdarahan saluran
cerna bagian atas.5
Gejala yang timbul mirip pada anemia perdarahan kronis mirip dengan anemia jenis lain
dan bervariasi dari ringan sampai berat, tergantung pada seberapa banyak darah yang hilang dan
seberapa cepat. Jika kehilangan darah terjadi secara perlahan selama beberapa minggu atau lebih,
kehilangan sampai dua pertiga dari volume darah dapat menyebabkan gejala hanya berupa
kelelahan dan kelemahan.5 Gejala klinis yang dapat dijumpai pada anemia pasca perdarahan jika
dihubungkan dengan perdarahan adalah sebagai berikut :12
10
11
12
Pada perdarahan banyak dan cepat, sumber perdarahan harus ditemukan dan perdarahan
harus dihentikan. Pemulihan volume darah dengan pemberian plasma secara intravena atau darah
utuh yang telah dicocokkan golongannya. Salin atau albumin juga dapat diinfuskan. 2 Pulihkan
volume darah dengan memberikan infus plasma expanders. Indikasi transfusi darah bila kadar
Hb kurang dari 7g/dL. Pemberian 1 unit Packed Red Cells (PRC) dapat meningkatkan Ht 3%
atau meningkatkan kadar Hb 1 g/dL.1 Hal yang penting dan kritis adalah memberikan
pengobatan tanpa menunda. Selang intravena berdiameter besar harus dipasang. Sementara
golongan darah ditentukan dan dilakukan percocokan silang (crossmatch), salin, ringer laktat
atau koloid seperti albumin 5% harus diinfuskan untuk mengoreksi hipovolemia. Selanjutnya
darah lengkap diberikan sesegera mungkin. Pemantauan tanda-tanda vital dan tekananan vena
sentral berguna dalam menentukan jumlah volume penggantian yang tepat.13
Penatalaksanaan pada pasien gastropati OAINS, terdiri dari non-mediamentosa dan
medikamentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni berupa istirahat, diet dan jika
memungkinkan, penghentian penggunaan OAINS. Secara umum, pasien dapat dianjurkan
pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap di
rumah sakit.5
Pada pasien dengan disertai tukak, dapat diberikan diet lambung yang bertujuan untuk
memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung, mencegah dan
menetralkan asam lambung yang berlebihan serta mengusahakan keadaan gizi sebaik mungkin.
Adapun syarat diet lambung yakni:3
mampu mencegah
timbulnya komplikasi berat OAINS pada saluran cerna atas. Pasien yang dapat menghentikan
OAINS, obat-obat anti tukak seperti golongan sitoproteksi, ARH2 dan PPI dapat diberikan
dengan hasil yang baik. Sedangkan pasien yang tidak mungkin menghentikan OAINS dengan
berbagai pertimbangan sebaiknya menggunakan PPI.5
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada anemia pasca perdarahan adalah syok hipovolemik disertai
kemungkinan gagal ginjal, gagal napas atau kematian.2
Prognosis
Baik bila pasien mendapat penanganan dengan segera.
Kesimpulan
15
Laki-laki usia 46 tahun dengan keluhan lemas sejak 1 minggu yang lalu, muntah hitam,
BAB hitam 3 kali, nyeri ulu hati, mual, sering minum obat penghilang nyeri sejak 2 tahun
terakhir menderita anemia perdarahan kronis karena gastropati OAINS.
Daftar Pustaka
1. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SK, Santoso R. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta: FK Ukrida;2009.h.103-121.
2. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;2009.h.410-25.
3. 1.Suyata, Bustami E, Bardiman S, Bakry F. Nsaid gastropathy. Volume 5. Jakarta: The
Indonesian
Journal
of
Gastroenterology,
Hepatology
and
Digestive
Endoscopy;2004.h.89-94.
4. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;2007.h.29-30.
5. Sudoyo WA. Setiyohadi B, Alwi I et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Volume 1 & 2.
Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing;2009.h.447, 509-518, 1109-1113.
6. Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Jakarta: EGC;2012.h.12-40.
7. Mitchell, Kumar K, Abbas, Fausto N. Robbins & cotran dasar patologis penyakit. Edisi
ke-7. Jakarta: EGC;2010.h.641-2.
8. Lichtin AE. Acute and chronic anemia due to excessive bleeding. Diunduh dari :
http://www.merckmanuals.com/home/blood_disorders/anemia/anemia_due_to_excessive
_bleeding.html, 22 April 2013.
9. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FK UI. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: FK
UI;2005.h.430-1.
10. Sadikin M. Biokimia darah. Jakarta: Widya Medika;2002.h.25-37.
11. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga;2007.h.23.
12. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak nelson. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta:
EGC;2000.h.1326.
13. Bakta IM. Gawat darurat di bidang penyakit dalam. Jakarta: EGC;2000.h.139.
16