Edhie Baskoro Yudhoyono adalah Sekretaris Jenderal Partai yang paling pelit bicara. Tiap kali bertemu wartawan, ia tersenyum kaku. Ada kekikukan dari bahasa tubuhnya. Ia cenderung emoh menanggapi pertanyaanpertanyaan wartawan. Padahal, posisinya sebagai Sekjen adalah posisi strategis yang seharusnya banyak bersuara untuk menegaskan sikap partai atas sebuah persoalan. Bungkamnya Ibas menegaskan anggapan publik selama ini. Ia duduk sebagai sekjen bukan karena kompetensi personalnya, tapi semata-mata karena ia adalah putra Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang juga pendiri Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Bisa jadi, ia memang bingung dan tidak tahu harus omong apa, minimal takut salah, ketika berhadapan dengan wartawan. Sebagai politisi, Ibas punya keharusan untuk menjalin komunikasi dengan konstituennya. Media merupakan salah satu ruang komunikasi itu. Media juga bisa menjadi ruang pertanggungjawaban publik atas apa yang dikerjakan wakil rakyat, bagaimana sikap dia atas suatu persoalan. Selain itu, bagi politisi, media juga kerap diajadikan ruang untuk menaikkan reputasi. Tapi toh, Ibas merasa perlu untuk tampil di media. Dia punya cara untuk melakukan "infiltrasi" ke media tanpa harus berhadapan dengan wartawan yang mungkin membuatnya harus panas dingin: siaran pers. Siaran pers merupakan salah satu praktik media relation yang bertujuan untuk mempublikasikan informasi sekaligus membina dan mengembangkan hubungan baik dengan media sebagai sarana komunikasi. Karena ditujukan ke media, siaran pers ditulis dalam format berita (Iriantara, 2008). Ibas menyewa konsultan PR Image Dynamics untuk menggarap siaran persnya. Siaran pers ibas dikirim ke sejumlah media. Isinya normatif, mengawang-ngawang. Yang lucu, di bagian bawah siaran pers itu disebutkan, untuk kontak selanjutnya silakan menghubungi konsultan PR itu, ada nomor contact person-nya. Di lembar siaran pers pun Ibas tetap tidak tersentuh. Kenapa lucu? Merespon siaran pers, acapkali wartawan perlu menggali lebih dalam pernyataan yang disebut dalam siaran pers itu. Saya sudah tidak bernafsu untuk menggali gagasan Ibas dalam siaran persnya yang besar kemungkinan bukan gagasan orisinil Ibas. Sebagai politisi selayaknya ia mencantumkan nomor direct yang bisa dihubungi langsung. Saya membayangkan, jika saya ingin menghubungi Ibas, saya harus melewati proses yang panjang. Saya juga tidak yakin bisa menghubungi Ibas melalui contact person itu. Rupanya, media begitu menakutkan buat putra bungsu Presiden Yudhoyono itu.
Pustaka Iriantara, Y. (2008). Media Relations: Konsep, Pendekatan, dan Praktik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.