Anda di halaman 1dari 4

POST OPERASI

Tanggal

22/10/2014
14.30

Anamnesis

Nyeri area operasi,


kaki masih belum
bisa diangkat
Mual muntah (-)
Pusing (-)
Sesak (-)
Menggigil (-)

Pemeriksaan Fisik

TD : 140/80
T : 36,7
RR : 20x
N : 75x
KU : baik
Kesadaran : CM
Rh -/Wh -/Akral : hangat
CRT <2
Konjungtiva anemis -/-

Terapi

Infus RL
Cefoperazo 2x1 per
12jam
Ketorolak SC 2x1
per 12 jam

PEMBAHASAN
Persiapan pra anesthesia terdiri atas identitas pasien, anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium, klasifikasi status fisik (ASA), terapi sebelum operasi. Pada kasus ini, pasien

perempuan, Ny. S umur 24 tahun. Pasien datang ke Rumah Sakit dengan G2P1A0, Usia 24
tahun, hamil 39 minggu. Pasien mengeluh hamil dan mendapat saran dari dokter obgyn untuk
melahirkan dengan cara seksio cesaria karena Ny. S memiliki riwayat seksio cesarea.
Berdasarkan data tersebut maka pasien tersebut didiagnois G2P1A0 umur kehamilan 38-39
minggu + riwayat seksio cesaria dan akan dilakukan tindakan seksio cesarea pada tanggal 22
September 2014
Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita
diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes, penyakit pembuluh
darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah mencapai fase IV. Faktor factor
neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan factor utama
terjadinya proses gangrene diabetik. Pada penderita dengan gangrene dapat mengalami amputasi,
sepsis, atau sebagai faktor pencetus koma, ataupun kematian.
Pasien DM dengan sepsis sering dihubungkan dengan keadaan berbagai penyakit infeksi.
Adanya infeksi menimbulkan respon imun yaitu kenaikan leukosit. Mekanisme respon imun
terhadap infeksi pada penderita DM belum diketahui secara jelas. Pada pasien ini didapatkan
pasien DM tipe 2 dengan sepsis berdasarkan jumlah leukosit yang meningkat.
Pada pasien ini dari data pre-operasi (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang,) didapatkan kesadaran compos mentis. Oleh karena itu, status fisik pasien
diklasifikasikan dalam ASA I dengan resiko kematian 0,06- 0,08%. Klasifikasi Risiko Anestesi
berdasarkan American Society of Anesthesiologists (ASA):
ASA 1
ASA 2
ASA 3
ASA 4

Pasien sehat
Penyakit sistemik ringan
Penyakit sistemik berat
Penyakit sistemik berat yang mengancam

ASA 5

nyawa
Harapan hidup < 24 jam, dengan atau tanpa

operasi
Pasien yang membutuhkan operasi emergensi.
Contoh: laki- laki/ 17 th/ apendisitis akut
termasuk ASA - I E

Pasien mendapatkan persetujuan anestesi dengan terapi sebelum operasi yaitu puasa 6
jam pre-operasi, inform consent ke keluarga tentang resiko tinggi operasi, premed metil
prednisolon 125 mg dan ranitidin 25mg 1 jam sebelum ke ruangan OK.
Pada pasien ini tindakan untuk dilakukan operasi adalah termasuk dalam kategori elektif.
Pengobatan pre-medikasi untuk profilaksis mencegah terjadinya mual dan muntah yaitu
Serotonin Antagonist (Ondansetron) dengan dosis 8mg. Diberikan juga golongan benzodiazepin
yaitu midazolam untuk mengurangi kecemasan dengan dosis 2mg.
Ondansetron berbentuk serbuk berwarna putih atau hampir putih yang larut dalam air dan
Normal Saline. Mekanisme kerja obat ini sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Meskipun
demikian yang saat ini sudah diketahui adalah bahwa Ondansetron bekerja sebagai antagonis
selektif dan bersifat kompetitif pada reseptor 5HT3, dengan cara menghambat aktivasi aferenaferen vagal sehingga menekan terjadinya refleks muntah.
Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepin aksi pendek yang memiliki sifat
antiansietas, sedatif, antikonvulsan dan relaksasi otot sekelet. Dosis premedikasi 0,5-5mg injeksi
IV. Memiliki efek puncak 3-5 menit dan lama aksi 15-80 menit.
Bupivacain 0,5% dipilih sebagai agen induksi anestesi spinal pada pasien ini.
Bupivacaine merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut : 1-butyl-N(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride. Bupivakain adalah derivat butil dari
mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long
acting dan dipakai pertama kali pada tahun 1963. Dengan kecenderungan yang lebih
menghambat sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia
selama persalinan dan pasca bedah. Seperti halnya anestesi lokal lainnya, bupivacaine akan
menyebabkan blokade yang bersifat reversibel pada perambatan impuls sepanjang serabut saraf,
dengan cara mencegah pergerakan ion-ion natrium melalui membran sel, ke dalam sel. Anestesi
lokal amino amida ini menstabilisasi membran neuron dengan menginhibisi perubahan ionik
terus menerus yang diperlukan untuk memulai dan menghantarkan impuls. Dosis Anestesi spinal
pada orang dewasa 7,5 - 20 mg memiliki efek puncak 15 menit dan lama aksi 200-400menit.
Pada umumnya, hampir semua efek samping yang terjadi pada anestesi spinal, berhubungan
dengan efek blokade pada saraf itu sendiri, bukan karena efek obatnya, antara lain: hipotensi,
bradikardi, sakit kepala setelah punksi dural

Setelah pasien dipastikan kehilangan rangsangan sensorik dan respon motorik secara
reversible maka pembedahan dimulai. Teknik kontrol jalan nafas yang dipilih pada pasien ini
yaitu dengan pemasangan kanul dengan pemberian oksigen sebesar 3 liter per menit. Selama
tindakan seksio cesarea dilakukan beberapa obat tambahan diberikan antara lain okitosin,
pospargin dan ephedrine.
Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra atau mahuang. Ma-huang mengandung banyak alkaloid mirip efedrin yang kemudian dapat diolah
menjadi efedrin. Obat ini merupakan suatu simpatomimeti non katekolamin. Ephedrine
meningkatkan curah jantung, tekanan darah, dan nadi melalui stimulasi adrenergik alfa dan beta.
Dosis efedrin sebesar 5-20 mg dengan efek puncak 2-5 menit dan lama aksi 10-60 menit.

Setelah tindakan operasi dan anestesi selesai maka pasien dipindahkan ke recovery room
dan pantau hemodinamik hingga pasien sadar. Untuk program analgetik pada pasien diberikan
tramadol dan ketorolak. Pada pasien ini juga diberikan cairan fimahes saat awal operasi dan
ringer laktat pada akhir operasi. Pasien sudah tidak makan dan minum 6 jam, maka kebutuhan
cairan pada pasien ini :

BB = 55 kg
Maintenance = 2 cc/kgBB/jam = 2 x 55 kg = 110 cc/jam
Pengganti puasa = 6 x maintenance = 6 x 110 cc = 660 cc/jam
Stress operasi = 8 cc/kgBB/jam = 8 x 55 = 440 cc/jam

Kebutuhan cairan = maintenance + stress operasi + jumlah perdarahan + Pengganti


puasa
= 110 + 440 + 700 + 660
= 1910 cc/jam dibagi dalam 3 jam
1 jam pertama : 50% x 1910 = 955 cc
1 jam kedua : 25% x 1910 = 477,5 cc
1 jam ketiga : 25% x 1910 = 477,5 cc

Anda mungkin juga menyukai