KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Miskonsepsi
Berg mengatakan bahwa setiap individu memiliki interpretasi berbeda terhadap
sebuah konsep. Interpretasi itu merupakan sebuah konsepsi, dan konsepsi tersebut dapat
sesuai dengan pendapat para ahli sains, namun dapat juga bertentangan. Jika konsepsi
siswa tersebut melatarbelakangi siswa dalam memahami suatu konsep, maka konsep
siswa tersebut disebut miskonsepsi (Marifah,2012).
Miskonsepsi (salah konsep) adalah konsep yang tidak sesuai dengan pengertian
ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para pakar dalam bidang itu. Osborne memberi
beberapa nama, yaitu ada yang menyebutnya childrens science, misconception,
alternative framework, alternative conception, atau childrens idea, namun istilah
miskonsepsi seringkali lebih banyak mewakili semua istilah tersebut. Dalam pengertian
lain miskonsepsi adalah kepercayaan yang tidak sesuai dengan penjelasan yang diterima
umum dan memang sudah terbukti sahih tentang sesuatu. Berikut merupakan definisi
miskonsepsi menurut beberapa tokoh:
1) Saleem Hasan
Miskonsepsi sebagai struktur kognitif (pemahaman) yang berbeda dari
pemahaman yang telah ada dan diterima di lapangan, dan struktur kognitif ini
dapat mengganggu penerimaan ilmu pengetahuan yang baru.
2) Kustiyah
Miskonsepsi adalah kesalahan dalam memahami suatu konsep yang
ditunjukkan dengan kesalahan dalam menjelaskan dalam bahasanya sendiri.
3) Feldsine
Miskonsepsi adalah suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar
antara konsep-konsep.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah
suatu gagasan dari sebuah pengertian yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau
interpretasi hubungan konsep-konsep tidak dapat diterima.
B. Penyebab Miskonsepsi
Miskonsepsi yang dialami setiap siswa di sekolah bisa berlainan dengan
penyebab yang berbeda-beda. Pada satu kelas dapat terjadi bermacam-macam
miskonsepsi dengan penyebab miskonsepsi berbeda pula. Oleh karena itu, sangat
penting bagi guru untuk mengenali miskonsepsi dan penyebabnya yang terjadi pada
siswa. Menurut filosofi konstruktivisme, pengetahuan siswa dikontruksi atau
dibangun oleh siswa sendiri. Proses konstruksi tersebut diperoleh melalui interaksi
dengan benda, kejadian dan lingkungan. Pada saat siswa berinteraksi dengan
lingkungan
belajarnya,
siswa
mengkonstruksi
pengetahuan
berdasarkan
pengalamannya. Oleh karena itu, ketika proses kontruksi pengetahuan terjadi pada
siswa, sangat besar kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses mengkontruksi
karena secara alami siswa belum terbiasa mengkontruksi pengetahuan sendiri secara
tepat.
Apalagi jika tidak didampingi sumber informasi yang jelas dan akurat.
Kontruksi pengetahuan siswa tidak hanya dilakukan sendiri tetapi juga dibantu oleh
konteks dan lingkungan siswa, diantaranya teman-teman di sekitar siswa, buku teks,
guru dan lainnya. Jika aspek-aspek tersebut memberikan informasi dan pengalaman
yang berbeda dengan pengertian ilmiah maka sangat besar kemungkinan terjadinya
miskonsepsi pada siswa tersebut. Oleh karena itu, aspek-aspek tersebut merupakan
penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa. Aspek-aspek yang dapat menyebabkan
terjadinya miskonsepsi adalah siswa itu sendiri, guru, dan metode pembelajaran yang
digunakan guru di kelas (Hammer, 2006).
a. Siswa
Banyak siswa yang memiliki konsep awal atau prakonsepsi tentang suatu
konsep sebelum siswa tersebut mengikuti pembelajaran di sekolah. Konsep awal
tersebut diperoleh siswa dari pengalaman sehari-hari dan informasi dari lingkungan
sekitar siswa. Konsep awal tersebut kadang-kadang mengandung miskonsepsi.
b. Guru
Miskonsepsi dapat terjadi karena miskonsepsi yang terjadi pada guru. Guru
yang tidak menguasai bahan ajar atau memiliki pemahaman yang tidak benar tentang
suatu konsep akan menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi. Masih banyak guru
di sekolah, baik di SD, SMP, maupun SMA, yang mengalami miskonsepsi.
c. Metode Pembelajaran
Masih banyaknya guru melaksanakan pembelajaran IPA hanya dengan
berbicara dan menulis saja atau dengan kata lain guru melaksanakan pembelajaran
pemahaman konsep sendiri memerlukan proses yang terus-menerus dan waktu yang
lama bagi siswa, maka siswa yang kurang mampu ini perlu dibantu dengan sabar
sesuai dengan daya tangkapnya. Untuk beberapa siswa, guru perlu memberikan waktu
tambahan atau khusus untuk membantu siswa yang kemampuannya kurang sesuai
dengan keadaan mereka. Minat siswa mempelajari biologi mempengaruhi
pemahaman
Berdasarkan tabel tersebut, skala CRI ada 6 (0-5) dimana 0 berarti tidak
paham konsep dan 5 adalah yakin benar akan konsep yang responden jawab. Jika
derajat keyakinan rendah (nilai CRI 0-2) menyatakan bahwa responden menjawabnya
dengan cara menebak, terlepas dari jawabannya benar atau salah. Hal ini
menunjukkan bahwa responden tidak paham konsep. Jika nilai CRI tinggi, dan
jawaban benar maka menunjukkan bahwa responden paham konsep (jawabannya
beralasan) Jika nilai CRI tinggi, jawaban salah maka menunjukkan miskonsepsi. Jadi,
seorang siswa mengalami miskonsepsi atau tidak paham konsep dapat dibedakan
dengan cara sederhana yaitu dengan membandingkan benar atau tidaknya jawaban
suatu soal dengan tinggi rendahnya indeks kepastian jawaban (CRI) yang diberikan
untuk soal tersebut. Pada halaman selanjutnya merupakan tabel ketentuan untuk
membedakan antara siswa yang tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak paham konsep
untuk responden secara individu dan kelompok.
Tabel 2. Tabulasi siswa yang tahu konsep, miskonsepsi dan tidak tahu konsep
berdasarkan kombinasi kriteria jawaban dengan tinggi-rendahnya nilai CRI
Kriteria
jawaban
Yakin-Tidak Tahu)
Jawaban benar tapi CRI
(tahu konsep)
Jawaban salah tapi CRI tinggi berarti
Jawaban
benar
Jawaban
salah
terjadi
Miskonsepsi
Sumber: Sarintan & Jusman (2007) dalam Pruba & Depari (2008)
Dari hasil tabulasi data setiap siswa dengan berpedoman kombinasi jawaban
yang benar dan salah serta berdasarkan tinggi rendahnya nilai CRI, kemudian data
diagnosis dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu siswa yang paham akan
materi, miskonsepsi, dan sama sekali tidak paham.
Adapun fungsi metode CRI berdasarkan penelitian Saleem et.al., yaitu:
1. Alat menilai kepantasan/sesuai tidaknya penekanan suatu konsep di beberapa sesi.
Wawancara
terstruktur
sebaliknya,
yaitu
urutan
pertanyaan
wawancaranya pun secara garis besar sudah disusun dan direncanakan, sehingga
memudahkan
interviewer
dalam
praktiknya.
Sedangkan
bentuk
pertanyaan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 28 April 2015, di SMA Negeri 21
Surabaya.
B. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah 34 siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 21
Surabaya.
C. Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik tes diagnostik menggunakan instrumen berupa soal pilihan
ganda dan esai. Pada setiap pertanyaan, siswa diminta melengkapi soal dengan
jawaban yang tepat. Siswa juga harus menuliskan tingkat keyakinan terhadap
jawabannya (CRI) yaitu angka yakin (4), ragu-ragu (3), tidak yakin (2), atau tidak
tahu (1)
Selanjutnya dilakukan analisis CRI (Certainty of Response Index) untuk
membedakan siswa yang tahu konsep, tidak tahu konsep, dan mengalami miskonsepsi
yang didasarkan pada kombinasi dari jawaban benar atau salah dan tinggi rendahnya
CRI jawaban siswa (Tabel 1)
Tabel 3.1. Tabulasi siswa yang tahu konsep, miskonsepsi dan tidak tahu konsep berdasarkan
kombinasi kriteria jawaban dengan tinggi-rendahnya nilai CRI
Kriteria
jawaban
Tidak Tahu)
Jawaban benar
tapi
Jawaban
benar
Jawaban
rendah berarti
CRI Jawaban
benarn dan
CRI Tinggi
salah
berarti tidak tahu konsep
terjadi miskonsepsi
Sumber: Sarintan & Jusman (2007) dalam Pruba & Depari (2008)
Setelah itu dihitung persentase masing-masing kriterianya dengan rumus yang
digunakan oleh Cahyaningsih (2006: 40) dalam Murni 2013 seperti di bawah ini:
Keterangan:
TK
TTK
MK
DAFTAR PUSTAKA
Hammer, D., (1996), More Than Misconceptions : Multiple Perspectives on Student
Knowledge and Reasoning, and an Appropriate Role for Education Research, Am. J.
Phys., 64(10), pp. 1316 - 1325.
Hasan, S., D. Bagayoko, D., and Kelley, E. L., (1999), Misconseptions and the Certainty of
Response Index (CRI), Phys. Educ. 34(5), pp. 294 - 299.
Marifah,M., Sumarni W., dan Kusoro S. 2012. Keefektifan Pereduksian Miskonsepsi
Melalui Strategi Konflik Kognitif Pada Pemahaman Konseptual dan Algoritmik.
Chemistry In Education: Volume 1. Nomor 2. Hal. 43.
Tayubi, Y. R., (2002), Identifikasi miskonsepsi pada konsep-konsep fisika dengan
menggunakan CRI (certainty of response indeks), Laporan akhir penelitian hibah
Due-Like UPI tahun 2002, UPI, Bandung