Anda di halaman 1dari 32

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Asal Mula Pesta Adat Riapa
Cerita Rakyat: Wakatobi
Menurut cerita para orang tua, ada seorang Sultan Buton pada waktu itu bernama La
Kilaponto. Ia diangkat menjadi Sultan Buton dengan gelar Murhum. Ia memerintahkan
seseorang yang bernama La Siridato Alam untuk mengelilingi sebelah timur Pulau Buton
termasuk Pulau Binongko. Ketika ia tiba di Pulau Binongko pertama-tama ia kunjungi adalah
gunung Watiua. Ketika ia berada di puncak gunung Watiua ia memandang ke seluruh perairan
sekitar Binongko dan ia melihat Pulau Runduma yang sangat indah. Oleh karena itu ia pergi ke
Pulau Runduma. Sementara berada di Pulau Runduma, ia melihat kepulan asap yang berasal dari
Watiua. Akhirnya ia kembali ke Pulau Binongko dan langsung menuju ke Watiua.
Sesampainya di Watiua ia bertemu dengan seorang laki-laki yang bernama Mata Meha.
Ketika itu mereka pun bertengkar bahwa masing-masing diantara mereka mengatakan, saya
duluan tiba di Watiua. Kalau begitu apa buktinya kamu duluan, Tanya La Mata Meha kepada
La Siridato Alam. Ia menjawab, benteng adalah buktinya. Jawaban La Siridato Alam tidak
membuat La Mata Meha menyerah. Akhirnya mereka berkelahi sampai melempar batu. Setelah
lelah mereka beristrahat. Setelah itu mereka mulai berkelahi lagi. Selama tujuh hari tujuh malam
namun tidak ada yang kalah karena sama-sama kuat. Kemudian mereka mengeluarkan jimat
mereka masing-masing ternyata tempurung kelapa. La Siridato Alam tempurung bagian
belakang sedangkan La Mata Meha tempurung bagian depan.
Selanjutnya mereka berpisah untuk mengelilingi Pulau Binongko. La Siridato Alam
menuju sebelah timur bagian gunung sedangkan La Mata Meha menuju sebelah barat bagian
pantai Pulau Binongko. La Mata Meha pertama tiba di Benteng Palahidu sedangkan La Siridato
Alam di Benteng Gunung Sada. Tetapi, di tempat itu ia masih melihat laut, sehingga ia merasa
tidak cocok akhirnya pindah ke Hanta. Disini beliau membangun benteng dengan keliling sekitar
1000 meter dan membangun sebuah Baruga. Setelah itu diberi nama Oihu. Menurut cerita tiang

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
pertama adalah manusia yang ditanam hidup-hidup yang diambil satu dari tujuh orang
bersaudara. Ketika ditanya siapa diantar mereka yang mau ditanam hidup-hidup ternyata yang
mau adalah yang paling bungsu. Pesta adatpun diadakan di Baruga selama tujuh hari tujuh
malam yang disebut riapa.
Dalam pesta tersebut dilakukan berbagai macam kegiatan seperti sabun ayam, banti
(berpantun), berbagai macam tarian seperti penumbe, kujala, sangam, bore-bore, gule-gule,
pangiwi, pajoge, makanjara. Tarian makanjara menggunakan pisau saku-saku dan ada pula yang
hanya pakai tongkat. Sejak itu hingga sekarang riapa menjadi tradisi tahunan bagi masyarakat
Binongko.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Fatu Samboka-Boka
Cerita Rakyat: Wakatobi
Konon, disebuah desa, tepatnya di bagian pesisir pantai, hiduplah suatu rumah tangga
yang rukun dan tentram. Mereka pun sangat baik dengan semua tetangganya sehingga keluarga
ini dapat hidup rukun bersama masyarakat di sekitarnya.
Keluarga tersebut telah dikaruniai dengan dua orang puteri, yang kakak bernama Wa
Dambe-Dambe Rara dan yang bungsu bernama Wa Nduru-Duru. Jarak atau senggang waktu
masa kelahiran kedua anak itu sangat membahagiakan dan menggembirakan kedua orang tuanya.
Wa Dambe-Dambe Rara memiliki paras yang cantik dengan hidung yang mancung. Rambutnya
bagaikan mayang terurai membuat masyarakat sekelilingnya simpatik terhadap keluarga ini.
Dialah yang selalu menjaga adiknya.
Dari segi umur si bungsu sebenarnya belum pantas untuk dapat dipisahkan dengan
ibunya. Dia masih sangat membutuhkan Air Susu Ibu (ASI). Namun karena keadaan ekonomi
keluarga, terpaksa harus demikian keadaannya. Sang ibu harus melepaskan anaknya dari
minuman ASI. Maka sang kakaklah yang mengurus adiknya. Kakaknya yang memasak buat
mereka sekeluarga. Hal demikian berlangsung hampir setiap hari.
Suatu hari ayah dan ibu kedua anak itu sejak waktu subuh berangkat ke kebun. Mereka
berpesan kepada Wa Dambe-Dambe Rara bahwa kalau ada tetangga yang hebatu (bakar ubi di
batu yang telah dibakar), maka simpanlah dengan konduru (sejenis labu untuk sayur).
Demikianlah pesan orang tuanya sebelum ke kebun. Dari amanah yang disampaikan itu ternyata
sang kakak salah menyimak sehingga pada waktu ada yang mengadakan hebatu di samping
rumahnya maka segeralah sang kakak membungkus rapi Wa Nduru-Duru dengan daun pisang
seperti bahan yang akan dihebatu. Kemudian ia meletakkan adiknya di atas perapian sampai
masak lalu disimpannya di tempat makanan atau lemari makanan.
Sepulang ayah dan ibunya dari kebun, tibalah saatnya mereka makan, tetapi hal ini
mereka tidak lagi teruskan karena ternyata yang dihidangkan adalah sang adik yang telah hangus

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
seluruh tubuhnya. Dia tak berdaya lagi sedikit pun. Tentunya kakaklah yang menanggung resiko
atas semua ini yang bersumber dari kesalahannya mendengar pesan dari kedua orang tuanya.
Pendengaran sang kakak atas suruhan orang tuanya memang meleset. Yang seharusnya
konduru (sejenis labu untuk sayur) yang dimasukkan ke dalam perapian. Karena kesalahan tadi,
sehingga yang dikira kakaknya adalah Wa Nduru-Duru yaitu adiknya sendiri. Sehingga ia
terpaksa harus menerima hukuman berat dari kedua orang tuanya.
Setelah beberapa hari sang kakak menerima hukuman berat yang tak mungkin lagi dia
jalani, maka dia terpaksa harus pergi dari rumah menuju hutan yang masih asing baginya. Suatu
waktu ia tiba di sebuah gunung yang puncaknya terdapat sebuah batu besar. Di hadapan batu
besar itulah, sang kakak dengan segala penderitaan dan kesedihan bermohon agar batu itu bisa
terbelah agar ia bisa masuk ke dalamnya. Demikianlah bunyi permintaan sang kakak saat
bermohon di hadapan batu besar itu.
Fatu Samboka-Boka, leka aku galigu aku
Artinya : Batu Sambosa-Boka, buka aku tutup aku.
Karena begitu khusunya sang kakak bermohon sehingga batu besar itu pun tiba-tiba saja
terbelah. Maka masuklah sang kakak ke dalamnya. Namun karena kecepatan mulut batu itu
untuk tertutup kembali, sehingga rambut sang kakak yang begitu panjang tidak sempat lagi
masuk semuanya, maka tersangkutlah ujung rambutnya di jepitan mulut batu besar itu.
Malam telah tiba, sang kakak belum juga pulang. Ayah dan ibu pun semakin resah atas
kepergian anak sulungnya. Keesokan harinya ayah dan ibu menuju gunung mencari anaknya
yang tak kunjung pulang. Konon saat ayah dan ibu mencari Sang anak di puncak gunung,
mereka menemukan jejak kaki selanjang jalan sampai ke puncak gunung itu. Setibanya mereka
di puncak gunung itu di hadapan batu besar, mereka terkejut karena mereka sangat yakin bahwa
ujung rambut yang terjepit oleh mulut batu besar itu adalah rambut anaknya.
Mereka sangat berkeinginan untuk mencari dimana kepala ataupun sambungan dari
rambut yang terjepit itu. Saat ayah dan ibu kebingungan di hadapan batu itu, tiba-tiba terdengar

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
suara gaib yang menyerukan agar ayah dan ibu pulang dan tak perlu lagi mencari anaknya.
Dugaan mereka tentang suara itu pun semakin kuat bahwa itu adalah suara anaknya. Akhirnya
sang orang tua bermohon kepada batu besar itu agar yang punya rambut itu memperlihatkan
mukanya paling tidak dahinya kepada mereka. Namun, yang diperlihatkan hanyalah raut muka
seekor kucing. Demikian pula saat bermohon agar yang punya rambut itu memperlihatkan
kukunya, maka yang diperlihatkan hanyalah kukunya kucing. Konon ciri kucing yang
diperlihatkan kepada kedua orang tuanya tadi adalah kucing kesayangan sang kakak. Saat dia
masih hidup kucing itulah yang menemani sang kakak saat meninggalkan rumah.
Akhirnya sang ayah dan ibu pulang dengan berbagai penyesalan serta kekecawaan yang
amat dalam karena kedua putrinya telah tiada. Sampai sekarang gunung yang di puncaknya
terdapat batu besar itu, masih dikeramatkan oleh masyarakat setempat, gunung itulah yang sering
disebut dengan gunung Samboka-Boka, sedang batu besar itu disebut dengan Fatu SambokaBoka.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Hancurnya Kampung Taduna
Cerita Rakyat: Wakatobi

Dalam alur cerita sejarah kehidupan masyarakat pulau binongko, maka perlu kita
mengenang masa kehidupan masyarakat yang bernama suku Mbedha-Mbedha dan Cia-Cia
(Kapogolu) yang berkembang pesat di Pulau Binongko. Dalam kehidupan masyarakat saat itu,
status sosial merupakan fenomena yang sangat mencolok di tengah-tengah masyarakat lapisan
bawah. Tempat tinggalnya pun masih tercrai-berai. Bahkan konon katanya pada saat itu terlepas
dari pengaruh kekuasaan Kesultanan Buton.
Untuk menghindari gangguan berupa serangan dari para perampok dari pihak-pihak
tertentu maka kedua komunitas itu bersatu. Kedua masyarakat tersebut sepakat untuk
membangun sebuah tempat pemukiman bersama atau sebuah kampung yang sekarang dikenal
dengan nama Taduna.
Tersebutlah pelaut-pelaut Tobelo yang berlayar dengan perahu-perahu kecil yang dikenal
denga nama jarangka atau sema-sema berukuran kecil yang mampu mencapai Kepulauan
Tukang Besi pada saat itu. Masyarakat sangat ketakutan apabila melihat perahu-perahu tersebut,
karena mereka dikenal sebagai perampok dan pembunuh yang sangat berani dan ditakuti saat itu.
Pada saat kampung Taduna masih berada dalam wilayah kekuasaan Wali. Wali pada saat itu
merupakan kerajaan kecil yang berada di Pulau Binongko. Namun, dalam realita kehidupan
sehari-harinya, ternyata penduduk kampong Taduna tersebut dihuni oleh pendekar yang berani,
perkasa, dan tangguh. Masyarakat Wali pun mengakui keunggulan mereka dalam adu ilmu
kesaktian. Hal ini terbukti sekarang bahwa di perbatasan antara desa Wali dan desa Woloindi
terdapat sebuah tempat yang dikenal dengan nama potoboa yang berarti baku tikam antar
pendekar dari kedua daerah tersebut. Setiap acara potoboa yang selalu dimenangkan oleh
pendekar dari Taduna. Akhirnya Kerajaan Wali memberikan otonomi kepada Taduna dalam
segala hal.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Atas dasar kemenangan tersebut, maka sifat kesombongan dan keangkuhan tumbuh dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat, khususnya para penguasa saat itu. Hukum otoriter pun
mulai diterapkna dalam kehidupan sehari-hari. Kehendak dan perkataan pemimpin menjadi
undang-undang atau aturan yang mutlak harus dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya.
Sebagai daerah pinggir pantai yang mudah dijangkau oleh para perampok dan pembunuh
dari Tobelo yang dikenal ganas dan tidak berperikemanusiaan, maka penduduk kampung Taduna
berinisiatif untuk bekerja sama dengan masyarakat kampung lain disekitarnya yaitu kampung
Mole yang dihuni oleh komunitas Cia-Cia.
Rapat pun digelar untuk membicarakan hal-hal yang akan dilakukan. Tentunya yang
hadir pada saat itu adalah para wakil masyarakat yang sangat dikagumi dan dihormati, yang
notabennya segala perintahnya diikuti dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat. Ada pun hasil
rapat tersebut adalah membangun benteng pertahanan di setiap kampung. Tapi yang menjadi
pertanyaan masyarakat kedua belah pihak, kampung mana yang didahulukan. Namun dengan
penuh kesadaran dan saling menghormati maka daerah pertama yang akan dibangun benteng
pertahanan adalah benteng pertahanan kampung Taduna.
Singkat cerita, keesokan harinya masyarakat kampung Mole beramai-ramai menuju
kampung Taduna untuk membangun benteng. Tidak terkecuali laki-laki, perempuan, tua atau
muda, beramai-ramai turut terlibat untuk membangun benteng Taduna. Alhasil benteng pun
berdiri dengan megahnya. Benteng tersebut menurut cerita mempunyai ketinggian sekitar empat
meter dan panjangnya mencapai 400 meter.
Sekarang tibalah giliran untuk membangun benteng pertahanan kampung Mole.
Masyarakat Mole mulai bekerja dari hari ke hari, namun masyarakat Taduna tak satu pun yang
menampakkan batang hidungnya. Masyarakat Mole mulai bertanya-tanya dalam hati, lebih-lebih
para pemimpinnya. Apa gerangan yang terjadi dengan masyarakat Taduna, mengapa tidak
datang membantu.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Beberapa hari kemudian, sebagai hasil musyawarah para tokoh masyarakat Mole,
didatangilah para tokoh dan pemimpin masyarakat kampung Taduna, untuk mempertanyakan
sebab musababnya. Mengapa masyarakat Taduna tidak datang untuk ikut serta membantu
membangun benteng pertahan Mole. Para pemimpin kampung Mole akhirnya tiba di Kampung
Taduna. Mereka disambut oleh para pemimpin Taduna, dan dibawa ke baruga utuk berdialog.
Terjadilah percakapan yang sangat mengherankan dan membingungkan serta sangat
menyakitkan hati tokoh-tokoh masyarakat kampung Mole. Inilah jawaban dari para pemimpin
kampung Taduna, Kami tidak akan pernah ikut membantu membangun benteng pertahanan
untuk kampung Mole, masyarakat Taduna sudah lelah. Apabila kami paksa untuk bekerja maka
jawabnya adalah darah.
Bagaikan mimpi disiang bolong dari pernyataan pada tokoh itu, hingga membangkitkan
emosi dana amarah dari para tokoh kampung Mole seraya mengeluarkan sumpahnya untuk
masyarakat Taduna. Bunyi sumpah itu adalah, Baiklah jika kalian tidak mau bekerja, maka
kalian semua akan moropu mosoka dalam jangka waktu tertentu.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Wandiu-Ndiu
Cerita Rakyat: Buton

Dahulu kala hiduplah keluarga kecil di pulau Buton. Di mana dalam keluarga bahagia itu
terdapat seorang kepala rumah tangga, ibu rumah tangga beserta kedua anaknya. Dalam keluarga
itu terdapat dua anak laki-laki yang di mana anak pertama bernama La Curungkoleo dan si
bungsu bernama Lambata-Mbata. Si ibu sangat menyayangi kedua buah hatinya terlebih pada si
bungsu Lambata-Mbata. Maklum saja karena anak bungsu, maka si Lambata-Mbata yang paling
disayangi oleh ibunya.
Pekerjaan sang suami adalah seorang nelayan, sedangkan sang istri bertugas mengurus
rumah serta mendidik anak-anak. Rumah mereka tepat berada di pesisir pantai, yang sesuai
dengan profesi sang suami. Sebelum waktu musim barat tiba sang ayah, seperti biasanya
menyimpan sebagian hasil tangkapannya di rumah mereka. Sebab di pulau Buton pada musim
barat adalah musim gelombang besar dan para nelayan tidak dapat pergi ke laut. untuk
menangkap ikan seperti biasanya. Terkadang ikan yang disimpan diawetkan terlebih dahulu.
Untuk ikan yang ukurannya sedang hingga besar diawetkan dengan cara diberi garam atau
dikenal dengan sebutan kagarai, sedangkan ikan yang kecil diawekan dengan cara diasap atau
dikenal dengan nama ikane kaholeo.
Semua persediaan ini disiapkan untuk musim barat tiba, hingga musim timur datang
kembali. Ikan yang diawetkan ini biasanya disimpan di dapur atau di tingkat rumah serta di ikat
pada tiang rumah.
Pada musim barat biasanya para nelayan berganti profesi dengan bercocok tanam di
kebun. Suatu ketika sang ayah berpamitan kepada anak-anak dan istrinya untuk berangkat ke
kebun, guna mencari umbi-umbian serta jagung agar dapat di makan untuk kebutuhan pangan
sehari-hari. Sebelum sang suami berangkat ke kebun ia berpesan kepada sang istri agar memasak

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
ikan yang telah diawetkan. Sebab siang nanti ia akan pulang makan di rumah bersama kedua
anak mereka dan berkumpul seperti biasa.
Tak terasa matahari mulai menyengat kulit dan tepat berada di tengah-tengah. Sang ayah
mulai merasa kelelahan dan perutnya mulai keroncongan. Ia pun mulai bergegas untuk segera
pulang ke rumah. Setelah sampainya di rumah, sang ayah mengajak keluarga kecilnya untuk
makan, namun pada saat itu Lambata-Mbata sedang tertidur. Sehabis makan sang ayah
beristirahat sejenak sebelum kembali ke kebun.
Tak berapa lama kemudian Lambata-Mabata terbangun dari tidurnya karena kelaparan.
Kemudian ibunya pergi ke dapur untuk mencari makan, tetapi tak ada makanan apa pun yang
tersisa kecuali ikan yang sengaja di simpan oleh ayahnya. Namun, Lambata-Mbata terus
menangis karena kelaparan dan tidak ada makanan kecuali ikan milik ayahnya yang ada di
dapur, karena ibunya tidak tega melihat Lambata-Mbata menangis karena kelaparan, akhirnya
ibunya mengambil ikan milik ayahnya. Setelah makan Lambata-Mbata pun kembali tertidur.
Hari semakin larut, matahari sudah pulang ke peraduan. Sang ayah pun telah pulang. Di
depan pintu, sang istri berdiri menyambut. Membantu mengangkat hasil kebun yang dibawa oleh
sang suami beberapa saat kemudian ayahnya ke dapur dan melihat ikan yang ia simpan sudah
tidak ada lagi. Lantas ayahnya bertanya siapa yang ambil ikan saya?. Ibu Lambata-Mbata
menjelaskan bahwa ikan tersebut telah dimakan oleh Lambata-Mbata. Mendengar jawab itu sang
ayah marah dan memukul serta menendang si ibu sampai keluar rumah. Sang ibu lari di pinggir
pantai dan menangis. Pada saat itu Lancurungkoleo ikut menangis dan mengerjar ibunya
dipinggir pantai. Ibunya mengatakan kepada anak untuk pulang ke rumah karena adiknya
Lambata-Mbata sedang tertidur Lancurungoleo mengajak ibunya untuk kembali kerumah.
Namun, sang ibu menolak ia mengatakan bahwa ia akan pulang ketika ia sudah mendapatkan
ikan pengganti yang dimakan oleh Lambata-Mbata. Ibunya berpesan kepada Lancurungkoleo
bahwa besok sebelum fajar ia akan pergi untuk mencari pengganti ikan ayahnya, jika adikmu
menangis bawalah dia kepinggir pantai dan panggillah saya.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Sejak ibunya pergi Lancurungkoleo mengambil tugas-tugas ibundanya menyuapi makan
dan menidurkan Lambata-Mbata disiang harinya Lambata-Mbata menangis mencari ibunya
hingga tak mau makan sama sekali sebelum bertemu ibunya
Lancurungkoleo tidak tega melihat adiknya yang menangis memanggil ibunya sampai
mata adiknya bengkak. Akhirnya ia membawa adiknya di pesisir pantai dan memanggil ibunya
dengan nyanyian kabanti (lagu daerah yang menggunakan alat musik tradisional).
Ooo ina wandiu-ndiu
maipo susu andiku
andiku Lambata-Mbata
Akaku Lancurungkoleo.
Sampai nyanyian itu dinyayikan berulang kali hingga tak terhitung, sang ibu pun tak
kunjung datang. Hingga rasa putus asa pun mulai terasa ditambah tangisan sang adik yang
semakin menjadi. Ibu mereka datang dan menghampiri sembari memberikan ikan sesuai janjinya
kepada Lancurungkoleo. Digendonglah Lambata-Mbata oleh ibundanya namun, tak berapa lama
kemudian separuh badan ibu mereka berubah. Ibu mereka mulai bersisik seperti seekor ikan.
Sang ibu menangis pilu dengan tubuhnya yang tiba-tiba berubah menjadi ikan.
Lancurungkoleo dan adiknya pun menangis dengan musibah yang ditimpa oleh ibundanya
dengan berat hati sang ibu mengatakan kepada anak-anaknya agar pulang dan membawa ikan
tersebut kepada ayah mereka. Ibu mereka berpesan jika kalau mereka ingin bertemu dengan
dirinya cukup nyanyikan syair seperti yang Lancurungkoleo nyanyikan tadi. Namun, sang ibu
tidak berjanji bersama anak-anaknya sedekat ini lagi sebab, kini ia telah menjadi seekor ikan.
Sang ibu pun bergegas meninggalkan anaknya dengan berderai air mata.
Keesokan harinya Lambata-Mbata kembali menangis dan meminta kepada kakaknya agar
mengantarkannya bertemu dengan ibundanya sang kakak tidak tega melihat adiknya yang
menangis terus ingin bertemu dengan ibunya akhirnya mengikuti keinginan adiknya tersebut.
Mereka berdua ke pesisir pantai dan kembali menyanyikan syair yang sama seperti kemarin.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Ooo ina wandiu-ndiu
maipo susu andiku
andiku Lambata-Mbata
Akaku lancurungkoleo.
Nyanyian itu telah dinyanyiakan berulang kali namun, hasil tidak seperti yang
diharapakan. Sang kakak bernyanyi terus hingga hari hampir gelap. Diujung rasa putus asa
Lancurungkole, sang ibu muncul dari kejauhan Lancurungkoleo tidak bisa melihat ibunya namun
sang ibu hanya bisa melihat anak-anaknya dari kejauhan. Kini sang ibu telah menjadi ikan
seutuhnya dan pertemuan antara anak dan ibu tidak pernah terjadi lagi sampai saat ini putri
duyung dikenal dengan nama ikan dugong.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Asal-Mula-Burung-Ntaapo-Apo-(Cendrawasih)
Cerita Rakyat: Muna

Selama ini orang mengira burung cenderwasih hanya ada di Papua. Tapi, tahukah Anda
bahwa burung jenis ini ternyata juga terdapat di Sulawesi Tenggara, tepatnya di Kabupaten
Muna? Masyarakat di sana menyebutnya dengan nama burung Ntaapo-apo. Menurut cerita,
burung ini merupakan penjelmaan seorang anak laki-laki yang bernama La Ane. Bagaimana La
Ane bisa menjelma menjadi burung Ntaapo-Apo? Ikuti kisahnya dalam cerita Asal Mula Burung
Ntaapo-Apo berikut ini.
Dahulu, di sebuah kampung di daerah Muna, Sulawesi Tenggara, hiduplah seorang janda
bersama seorang anak laki-lakinya bernama La Ane. Suaminya meninggal dunia saat La Ane
masih bayi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, janda itu mengolah kebun yang luasnya tidak
seberapa. Kebun itu ia tanami ubi dan jagung untuk dimakan sehari-hari. Selain kebun, sang
suami juga mewariskan seekor kuda jantan.
Janda itu amat sayang kepada La Ane. Ia merawatnya dengan penuh kasih sayang hingga
tumbuh menjadi besar. Namun, La Ane yang telah menginjak usia remaja itu tidak pernah
membantu ibunya bekerja. Dari bangun hingga tidur lagi, kerjanya hanya bermain gasing
bersama teman-temannya. Ia baru pulang ke rumah jika perutnya sudah lapar. Tapi, setelah
kenyang, ia kembali bermain gasing.
Sang ibu mulai tidak senang melihat kelakuan anaknya yang semakin hari semakin
malas. Ia sudah berkali-kali mengajaknya pergi ke kebun, namun La Ane selalu menolak.
Buat apa bekerja setiap hari. Capek, Bu, begitu selalu kata La Ane.
Anakku, kita mau makan apa kalau tidak bekerja? ujar ibunya.
Ibu saja yang bekerja. Aku lebih senang bermain gasing bersama teman-temanku
daripada ikut bekerja di kebun, kata La Ane dengan cuek.
Kalau begitu, makan saja itu gasingmu! tukas ibunya dengan nada kesal.
La Ane tetap saja tidak peduli pada nasehat ibunya. Ia pergi meninggalkan rumah menuju
ke rumah teman-temannya. Sang ibu yang masih kesal sedang menyiapkan makanan di meja
makan. Namun, bukannya nasi dan jagung rebus yang disiapkan, melainkan gasing yang

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
dipotong kecil-kecil lalu ditempatkan di dalam kasopa (tempat jagung dan ubi). Tali gasing itu
juga dipotong-potong lalu ditaruh di dalam kaghua (tempat sayur atau ikan).
Huh, makanlah gasing dan talinya itu, anak malas! geram sang ibu.
Janda itu kemudian pergi ke kebun. Menjelang siang hari, La Ane pun kembali dari
bermain karena lapar. Alangkah terkejutnya ia setelah melihat kasopa dan kaghua di atas meja
yang berisi potongan-potongan gasing dan talinya.
Oh, Ibu. Engkau benar-benar marah kepadaku? Padahal, aku lapar sekali, keluh La
Ane.
Dengan perasaan sedih, La Ane naik ke atas loteng rumahnya. Di atas loteng itu ia duduk
termenung sambil memikirkan nasibnya.
Ibu sudah tidak sayang lagi kepadaku. Lebih baik menjadi burung saja sehingga aku bisa
terbang ke sana ke mari mencari makan sendiri, ucap La Ane.
Ucapan La Ane rupanya menjadi kenyataan. Begitu ia selesai berucap, tiba-tiba sekujur
tubuhnya perlahan-lahan ditumbuhi bulu berwarna-warni yang indah dan berkilauan. Selang
beberapa saat kemudian, anak pemalas itu pun berubah menjadi seekor burung. Ia kemudian
hinggap di atap rumahnya sambil berkicau dengan merdu.
Saat hari menjelang sore, sang Ibu kembali dari kebun. Ia pun memanggil-manggil
anaknya.
La Ane La Ane, kamu di mana anakku?! teriaknya.
Sudah berkali-kali ibu itu berteriak, namun tak ada jawaban. Dengan panik, ia segera
keluar dari rumah. Ketika berada di depan rumah, ia pun melihat seekor burung bertengger di
atap rumah sambil bernyanyi merdu. Janda itu hampir pingsan melihat pada burung itu masih
memperlihatkan tanda-tanda anaknya.
Oh, anakku, maafkan Ibu. Turunlah, Nak! bujuk sang Ibu.
Nasi sudah menjadi bubur. La Ane yang telah menjelma menjadi burung itu tidak
mungkin lagi berubah menjadi manusia. Ia akan menjadi burung untuk selama-lamanya. Ketika
ibunya berteriak memanggilnya, ia sudah tidak mendengarnya lagi. Ia terbang dan hinggap di
atas pohon pinang sambil berkicau.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Ntaapo-apo Ntaapo-apo! demikian kicauan burung itu.
Sang ibu tak henti-hentinya memanggil anaknya. Namun, burung itu tetap tidak mau
kembali. Ia terbang menuju ke hutan belantara untuk mencari makan. Sang ibu pun tidak bisa
berbuat apa-apa, kecuali menyesal atas perlakuannya terhadap anak semata wayangnya itu.
Sejak peristiwa itu, burung yang suka berkicau ntaapo-apo itu dinamakan burung
Ntaapo-apo. Hingga saat ini, burung yang mirip dengan burung cendrawasih itu masih sering
terdengar kicauannya dari dalam hutan di daerah Muna, Sulawesi Tenggara.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Ngka-Ngkasi
Cerita Rakyat: Muna
Ada seorang anak yatim, namanya Ngka-Ngkasi, ayahnya meninggal semenjak ia dalam
kandungan. Pada umur tiga tahun, ibunya pun meninggal, sehingga ia menjadi yatim piatu.
Rupanya Ngka-Ngkasi termasuk anak yang malang nasibnya. Ia tak pernah merasakan kasih
sayang dari orang tuanya. Sejak kecil sampai besar ia diasuh oleh sorang-orang tua. Kebetulan
orang tua itu tidak mempunyai keturunan. Dengan demikian nenek tua itu amat sayang
kepadanya.
Ngka-Ngkasi bersama nenek itu tinggal pada sebuah gubuk. Penghidupan mereka ialah
bertani dalam hal ini berkebun. Ngka-Ngkari termasuk anak yang paling rajin bekerja terutama
membersihkan dan menjaga kebunnya. Hasil kebun mereka beraneka ragam.
Pada suatu hari anak itu meminta izin untuk mencari ikan. Permintannya itu dikabulkan
oleh inang pengasuhnya. Sebelum ia berangkat lebih dahulu menitipkan pesan kepada inang
pengasuhnya, yaitu mengenai penjagaan kebun. Diberitahukan kepada inang pengasuhnya itu
bahwa malam hari banyak babi yang selalu mengganggu tanaman mereka. Sesudah itu barulah ia
berangkat.
Karena kebun mereka tak ada penjaganya lagi, maka banyak babi yang masuk sejak
malam pertama sampai beberapa malam hingga tanaman mereka itu habis dimakannya. Bahkan
bukan saja tanaman yang dimakan, nenek itu pun hampir-hampir dimakan. Kalau babi-babi itu
diusir, mereka berkata, Hai orang tua! Jangan usir kami Ngka-Ngkasi belum ada di sini
sekarang. Jadi rupanya babi-babi itu tahu bahwa Ngka-Ngkasi tak ada di tempat. Karena itu,
mereka bebas masuk kebun meskipun dapagari. Nenek itu tak dapat berbuat apa-apa, bahkan ia
menjadi takut, disamping heran dengan perilaku babi-babi itu. Peristiwa itu disampaikan nenek
kepadanya. Ngka-Ngkasi heran juga mendengar keterangan itu, sehingga mulai saat itulah ia
berusaha dan tekad akan membunuh babi itu.
Pada malam berikutnya babi-babi itu masuk lagi ke kebunnya untuk menghabiskan sisasisa tanaman yang ada di dalamnya. Mereka belum tahu bahwa Ngka-Ngkasi telah tiba pada
malam itu Ngka-Ngkasi telah siap siaga dengan tombaknya. Dibiarkannya babi-babi itu masuk
dan makan tanaman sisa. Sementara makan, Ngka-Ngkasi melepas tombaknya ke arah punggung
babi yang besar. Sasarannya tepat sekali persis kena bagian punggungnya. Tombaknya tertancap

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
dengan tegaknya. Babi itu berteriak kesakitan seraya berkata, Wahai Ngka-Ngkasi! Kaulah
yang menombak aku! Lalu itu menghilang bersama tombak itu.
Mendengar seruan babi itu Ngka-Ngkasi bertambah heran lagi pula timbul ketakutan
terutama memikirkan tombak, tentu takkan dapatnya lagi. Tombak itu dipinjam dari negeri raja
di negeri itu. Itulah sebabnya ia merasa takut, jangan-jangan raja menghukumnya. Itulah selalu
membayangi pikirannya.
Sekarang Ngka-Ngkasi berusaha untuk mencari tombak itu dimana saja. Setelah beberapa
lamanya ia berjalan tibalah di sebuah kebun yang tanamannya telah dihabiskan pula oleh babi.
Dia mulai memperhatikan kebun itu sambil sambil mencari-cari babi yang ada tombaknya.
Dengan penuh waspada dan hati-hati ia mendekatinya lalu ditutupnya dengan keranjang.
Anehnya ketika dibuka, ternyata kosong. Yang ada hanyalah sebongkah batu dan di atas batu itu
ada tetesan darah. Ngka-Ngkasi semakin heran dan bingung melihat kejadian itu.
Disamping bingung ia bertambah takut jiwanya terancam. Seandainya tombak itu hilang
pasti raja akan membunuhnya. Namun, ia tetap berusaha agar tombak itu didapatnya kembali.
Sebelum berikhtiar ke tempat lain ia termenung sambil membalik-balik batu yang ada darahnya
itu. Dengan tidak disangka-sangka di balik batu itu ada lubang besar dan dalam. Ia mulai berpikir
mungkin di situlah tempat lalu-lalang babi-babi itu.
Timbul dalam hatinya ingin mengetahui apa yang ada di bawah ada sebuah kampung dan
penghuninya babi semuanya. Keadaan itu semakin menakutkan Ngka-Ngkasi, tetapi apa daya ia
terlanjur ada di kampung itu.
Kedatangan Ngka-Ngkasi di kampung itu segera dilaporkan kepada raja babi. Raja segera
pula memerintahkan Ngka-Ngkasi menghadap. Ngka-Ngkasi semakin khawatir dan was-was,
mungkin ia akan dibunuh. Tiba dihadapan raja ia dimintai pertolongannya untuk mengobati
anaknya. Anak raja itu menderita sakit punggung sudah tujuh hari lamanya.
Melihat keadaan tersebut Ngka-Ngkasi berkata kepada raja babi tersebut bahwa dia
mengobati anaknya dengan syarat waktu pengobatannya harus dilakukan pada tengah malam.
Syarat yang diajukan oleh Ngka-Ngkasi itu diterima pula oleh raja.
Sebagai kenangan pertama Ngka-Ngkasi diberikan baju, karena bajunya sudah compangcamping. Sebenarnya hal ini memberatkan hati Ngka-Ngkasi. Tetapi karena ini suatu pemberian,
maka diterimanya dengan baik.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Pada malam harinya kira-kira tengah malam masuklah Ngka-Ngkasi ke kamar anak raja
yang sakit itu. Diamatinya anak yang sakit itu. Ternyata tombak masih tertancap di
punggungnya. Ngka-Ngkasi dengan mudah mencabut tobak itu. Hatinya amat gembira karena
tombak yang dicari-carinya selama ini sudah ditemukan.
Tujuh hari kemudian setelah tombak itu dicabut anak raja itu sembuh kembali. Semua
keluarga raja amat gembira dengan kesembuhan anaknya itu. Karena itu, sebagai imbalannya
diberikan bigkisan yang berharga. Setelah menerima bingkisan itu, Ngka-Ngkasi mohon diri
untuk ke kampungnya. Rupanya raja belum merelakannya karena pemberiannya belum setimpal
dengan jasanya, yaitu menyembuhkan anaknya. Karena itu, raja menyuruh Ngka-Ngkasi
memilih salah seorang puteri gadisnya untuk dijadikan teman hidupnya atau isterinya.
Tentu ia tidak mungkin memperisterikan babi, tetapi anehnya setelah raja berkata babibabi itu berubah menjadi manusia. Puterinya tiga orang semua cantik jelita. Karena usul raja tadi
diterimanya dengan senang hati. Diantara gadis-gadis itu Ngka-Ngkasi memilih gadis yang
kedua untuk isterinya sesuai dengan keikhlasan sang raja sebagai imbalan jasanya. Selesai
mereka kawin Ngka-Ngkasi minta diri untuk kembali. Raja dengan senang hati melepas NgkaNgkasi bersama isterinya kembali ke kampungnya.
Dalam perjalanan mereka mengalami kesulitan, karena lubang yang pernah dilaluinya
telah tertutup, jalan untukmenembus lubang itu harus melalui titian. Dengan penuh hati-hati
sekali mereka meniti titian itu dan akhirnya tembus di dunia ini. Ngka-Ngkasi amat gembira,
karena selain ranggutan maut telah terhindar baginya, juga tombak raja sudah didapatnya. Dari
jauh ia telah menyapa inang pengasuhnya. Ternyata inang pengasuhnya tidak menyahut, karena
anggapannya yang menyapanya itu tidak mungkin Ngka-Ngkasi. Berulang-ulang Ngka-Ngkasi
menyapa inang pengasuhnya, namun tidak mendapat sambutan, dan pintu tetap tertutup. Untuk
meyakinkan bahwa yang datang itu Ngka-Ngkasi, maka ia menyebut namanya sendiri.
Mendengar itu, inang pengasuhnya terbangkit dari duduknya dan langsung membuka pintu.
Masuklah Ngka-Ngkasi di gubuk mereka bersama isterinya. Inang pengasuhnya bertanya-tanya,
siapa gerangan gadis yang dibawanya itu. Ngka-Ngkasi mulai menceritakannya mulai dari awal
sampai dengan kedatangan mereka pada hari itu.
Pada suatu hari datanglah tamu di gubuk mereka. Tamu itu amat heran melihat NgkaNgkasi lebih-lebih melihat gadis yang tinggal di situ. Tamu itu tidak tahu, bahwa perempuan
muda itu adalah isteri Ngka-Ngkasi.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Setelah beberapa menit lamanya, tamu itu kembali dan hasil kunjungannya di gubuk
Ngka-Ngkasi dilaporkan kepada raja di negeri itu. Raja segera memeritahkan salah seorang
hulubalang memanggil Ngka-Ngkasi menghadap kepada raja.
Tiba di istana, Ngka-Ngkasi langsung menghadap kepada raja. Ketika menghadap, raja
bertanya kepada Ngka-Ngkasi, Hai Ngka-Ngkasi, kemana engkau selama ini? Ya Tuanku!
Selama ini hamba mencari tombak, apalagi yang kau cari tanya raja pula. Selain tombak tak
ada lagi yang hamba cari, Tuanku, jawabnya lagi. Kalau demikian halnya, terimalah
perintahku sekarang. Raja menambahkan lagi.
Perintah raja itu ialah Ngka-Ngkasi akan menangkap kerbau sebanyak tujuh ekor di
hutan. Kalau perintahnya itu tidak dilaksanakan dan berhasil, maka Ngka-Ngkasi akan dibunuh.
Sebenarnya perintah itu diberikan kepadanya karena iri kepada Ngka-Ngkasi.
Tugas itu amat berat bagi Ngka-Ngkasi untuk melaksanakannya. Hal itu disampaikan
kepada isterinya. Menurut isterinya tugas itu tidak berat asal dia mengikuti petunjuknya dan
dilaksanakan dengan niat yang baik, niscaya akan berhasil.
Isterinya ikut membantunya dalam mencari kerbau di hutan. Setelah mereka tiba di
tengah hutan, isterinya memandang di sekelilingnya, kemudian mengahadap pada salah satu arah
lalu berteriak sekeras-kerasnya. Suaranya itu seakan-akan merupakan panggilan khusus bagi
kerbau. Benar juga, tak lama kemudian muncul segerombolan kerbau. Kerbau-kerbau yang
muncul itu dengan mudah mereka tangkap. Alangkah senangnya hati Ngka-Ngkasi karena dia
telah luput dari ancaman raja. Kerbau yang ditangkap itu segera kepada raja. Namun, raja belum
puas dengan keberhasilan Ngka-Ngkasi bahkan menugasi lagi untuk menangkap tujuh ekor
buaya. Tugas ini harus dilaksanakan kalau tidak berhasil dia akan dibunuh. Ngka-Ngkasi
semakin kalut pikirannya dan persaannya.
Sebelum perintah itu dilaksanakan, lebih dahulu ia sampaikan lagi kepada isterinya.
Menurut isterinya pekerjaan itu pekerjaan yang mudah. Karena itu tak usah susah karenanya.
Dengan alat tenunnya saja jadi. Alat tenun itu dibuang ke kolong dengan sekejap alat itu berubah
menjadi buaya. Ngka-Ngkasi semakin kagum terhadap keajaiban isterinya itu. Setelah buaya itu
terkumpul tujuh ekor, Ngka-Ngkasi segera melaporkan hal itu kepada raja. Tetap tidak puas
dengan hasil yang dicapainya. Dia tetap dicarikannya jalan untuk dibunuh. Hal ini hanya dengan
dasar iri kepadanya dan mungkin juga cemburu karena isteri Ngka-Ngkasi adalah isteri yang
cantik lagi menakjubkan.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Raja tetap mengancam akan membunuh Ngka-Ngkasi, sehingga baginya seakan-akan tak
mungkin akan hidup lagi. Baginya sudah tak ada jalan lagi. Karena itu ia minta diri kepada
isterinya agar ia diizinkan pergi merantau. Permintaannya itu tidak dikabulkan isterinya. Jalan
untuk hidup atau mengatasi ancaman raja itu menurut isterinya adalah membuat topeng atau
patung yang serupa dengan diri Ngka-Ngkasi.
Saran dari isterinya itu segera dilaksanakan oleh suaminya. Dibuatnyalah sebuah patung
yangs erupa dengan isterinya dan dengan dirinya. Setelah selesai patung itu dibuat, ia pergi
mengahadap raja seraya berkata, Ya Tuanku! Hamba datang kemari untuk menyampaikan
sesuatu kepada tuan. Maksud hamba adalah bermohon kepada tuan kiranya hamba sebelum
dibunuh, hamba akan diusung oleh rakyat lalu dibawa ke hadapan Tuan raja untuk dibunuh.
Setelah waktunya untuk dibunuh tiba, ia diusung oleh rakyat kemudian ke hadapan raja.
Api telah lama menyala menantikan Ngka-Ngkasi. Ngka-Ngkasi langsung dibuang ke dalam
nyala api. Sangka raja Ngka-Ngkasi telah hangus lebur di dalam api. Padahalyang diusung itu
sebenarnya bukan Ngka-Ngkasi, tetapi hanyalah patungnya. Tetapi daya tipu ini tidak diketahui
oleh raja. Karena itu raja amat senang melihat Ngka-Ngkasi terbakar, padahal sebenarnya
hanyalah patungnya. Dengan begitu ia dapat memperisteri isteri Ngka-Ngkasi.
Pagi-pagi benar, Ngka-Ngkasi pergi ke tempat pembakaran. Kemudian ia menceburkan
dirinya ke dalam abu. Sesudah itu ia bangkit kembali. Peristiwa itu dilihat oleh putera raja. Ia
segera menyampaikan hal itu kepada ayahnya. Bahwa Ngka-Ngkasi telah hidup kembali. Mulamula raja tidak percaya dengan penyampaian dengan anaknya itu, akan tetapi setelah
diperhatikan, ternyata benar Ngka-Ngkasi telah hidup kembali.
Ngka-Ngkasi mulai berdiri tegak lalu menceritakan pengalamannya yang palsu, bahwa ia
seakan-akan dari akhirat. Menurut Ngka-Ngkasi, bahwa ia seakan-akan dari akhirat. Menurut
Ngka-Ngkasi, bahwa di akhirat adalah negeri yang kaya raya dan paling senang hidup di sana. Di
tambah lagi kalau orang mati mereka jempur dengan meriah. Raja lebih yakin dengan NgkaNgkasi pada waktu itu membawa kue-kue yang enak. Karena raja sudah yakin benar, maka
beliau bersedia untuk dibakar juga. Maksudnya supaya menyaksikan keindahan alam dan dan
kekayaan alam baqa, seperti apa yang telah disaksikan oleh Ngka-Ngkasi.
Untuk memenuhi maksudnya itu, beliau segera memrintahkan rakyatnya agar
mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya. Perintah itu segera mereka laksanakan. Setelah
kayu bakar beronggok beliau memerintahkan pula kepada rakyatnya agar kayuitu segera dibakar.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Karena onggokan kayu itu tinggi, maka nyalanya pun demikian. Setelah itu, raja
memerintahkan untuk diangkat dan dibuang ke dalam nyala api. Raja merah tak segan-segan
melebur dan menghanguskan tubuh raja negeri itu. Dengan demikian tamatlah riwayat hidupnya
dan tipu daya Ngka-Ngkasi berhasil dengan baik.
Dengan kematian raja itu, Ngka-Ngkasi menjadi aman dan tenteram hidupnya. Ia hidup
bahagia bersama isteri dan inang pengasuhnya.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Wa Ode-Ode Sandibula
Cerita Rakyat: Muna

Wa Ode-ode Sandibula adalah seekor tikus putih. Tikus putih itu beranak tujuh ekor, satu
ekor di antaranya jadi manusia dan enam ekor lainnya menjadi tikus. Tikus tersebut melahirkan
anak-anaknya di dalam gua, di dalam kebun La Ode yang ditanami pisang. Ketika ia pergi
melihat buah pisangnya, ternyata selalu dimakan oleh tikus. La Ode akhirnya pergi menyelidiki
sampai di dekat gua di dalam kebunnya. Ternyata ia mendengarkan suatu nyanyian yang berasal
dari tikus putih itu, menyanyi untuk anaknya Wa Ode-ode Sandibula.
Adapun isi nyanyiannya, Wa Ode-ode Sandibula, tidak ada kesamaanmu. La Ode
berkata, Ee, ada nyanyian di dalam gua itu. Saya pergi lihat dulu. Dia pergi periksa, ternyata
ada cahaya yang keluar dari dalam gua. Ternyata yang menyala itu adalah Wa Ode-ode
Sandibula. Kemudian La Ode mendatanginya. Semua saudaranya yang menjadi tikus berlarian
karena ketakutan, tinggal anak tikus yang berupa manusia yang tersisa terbaring sambil
menangis. Kemudian dia ambil dan digendong oleh La Ode. Nyalanya pun menerangi seluruh isi
gua, sehingga ia dapat dilihat oleh La Ode nama anak tikus itu adalah Wa Ode-ode Sandibula.
Saat itu, induk tikus sementara menyanyikan anaknya Wa Ode-ode Sandibula, nyanyian, Wa
Ode-ode Sandibula, tidak ada kesamaanmu.
Saat itulah diambil oleh La Ode dibawa ke rumah, Ibunya pun mengikut dari belakang
sampai di rumah. Kemudian dirawat sampai besar, setelah besar Wa Ode-ode Sandibula
diberitahu agar ia dinikahi saja oleh La Ode. Wa Ode-ode Sandibula menjawab bahwa, Jangan,
kamu telah merawat dan membesarkan saya. Dijawab oleh La Ode, Ku mohon agar kita dapat
menikah. Tidak, agar kamu dapat memasak dan mencucikan saya, juga dapat tidur dengan
saya. Agar kau dapat memberikan anak-anak.
Mereka akhirnya menikah, namun kalau tiba waktu malam, Wa Ode-ode Sandibula selalu
membagi makanan dalam tiga porsi, lalu mereka makan masing-masing satu porsi. Akhirnya La
Ode bertanya, Mengapa Wa Ode-ode Sandibula selalu membagi makanan dalam tiga porsi?
Padahal kita hanya berdua saja. Wa Ode-ode Sandibula menjawab, Tidak, supaya kalau habis
makanan kita tinggal ambil porsi yang satunya. Ternyata satu porsi makanan itu, bagian untuk
Ibunya. Setiap selesai makan malam, satu porsi makanan itu didorong ke dekat dinding.
Kemudian mereka pergi ke tempat lain. Setelah agak larut malam, makanan itu dimakan Ibunya.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Besok malamnya saat waktu makan malam, Wa Ode-ode Sandibula membagi lagi
makanan menjadi tiga porsi, baru mereka hanya memakan yang dua porsi. Satu porsinya tetap
didorong ke dekat dinding. Akhirnya diketahui oleh La Ode bahwa ternyata ada orang yang
selalu disimpankan makanan selama ini.
Suatu malam, La Ode pergi ke dapur. Ia melihat tikus, masih makan makanan yang
disimpan istrinya di dekat dinding. Akhirnya La Ode mengambil dan memelihara kucing sampai
besar. Setiap Ibu Wa Ode-ode Sandibula yakni seekor tikus putih mau makan, sang kucing La
Ode itu pun mengganggunya bahkan berhasil menerkam tikus Ibu Wa Ode-ode Sandibula.
Setelah dia tahu bahwa Ibunya telah ditangkap oleh kucing, maka menangislah Wa Odeode Sandibula hingga sejadi-jadinya. Akhirnya ia dipukul oleh suaminya, La Ode. Meskipun ia
ditanya bahwa mengapa engkau menangis namun ia tidak pernah bicara sepatah kata pun. Di
dalam hatinya ia tahu bahwa Ibunya hanyalah seekor tikus. Dipukulah oleh La Ode dengan
bambu hingga patah di tubuhnya, dipukul dengan kayu sampai kayu itu patah. Akhirnya ia lari
dari rumah.
Minggatnya Wa Ode-ode Sandibula, menyebabkan ia tidak ditemukan lagi oleh La Ode.
Setiap kampung telah didatangi oleh La Ode. Setiap kali dia melewati kampung, ia bertanya,
Apakah kalian melihat orang ini?. Siapa?, orang-orang kampung balik bertanya. La Ode
menjawab, Wa Ode-ode Sandibula. tidak, jangankan kami melihatnya, namanya saja baru
kali ini kami dengar.
Setelah sekian lama mencarinya, ia pun berhasil ditemukan di Jamila, yaitu di loteng
Kamali. La Ode berteriak, Apakah kalian melihat nama itu? Siapa namanya? Wa Ode-ode
Sandibula. Dijawab, Ada, kami melihatnya, mungkin yang ada di Kamali. Didatangilah ia di
Kamali lalu dipanggil, Ada di sini yang punya nama seperti ini? Siapa? Wa Ode-ode
Sandibula.
Akhirnya dipanggil, Mari sini Wa Ode-ode Sandibula, kita pulang ke rumah. Dijawab
Wa Ode-ode Sandibula, Tidak mau. Mengapa?, Tidak, alasan saya minggat karena Ibuku
meninggal penyebab kematian Ibuku, karena kamu. Dijawab oleh La Ode, Saya tanya kamu,
mengapa kau selalu membagi makanan dalam tiga porsi. Kau tidak memberitahuku kalau itu
buat Ibumu. Kalau kita sudah tiba di rumah, Ibumu akan hidup kembali, Ibumu sudah ada di
rumah. Maka maulah Wa Ode-ode Sandibula. Setibanya di rumah, dibunuhlah kucing itu.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Setelah kucing itu dibunuh, hiduplah kembali sang tikus, Ibu Wa Ode-ode Sandibula. Pada
akhirnya tentram, rukun, dan bahagialah kehidupan keluarga itu.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Asal Mula Babi Di Muna
Cerita Rakyat: Muna

Pada suatu hari La Popinda baru saja pulang dari melaut. Dia pulang menuju rumah
dengan membawa ikan yang lumayan banyak. Ditengah perjalanan, dia berpikir dalam hati
bahwa ibu akan menyambutnya dengan senyum sehingga terlihat giginya yang hampir ompong.
Sesampainya dirumah, ibu menyambut dengan muka yang berseri-seri. Dia telah
menyediakan makanan, nasi goreng diatas meja makan dan dia tahu pula bahwa hari itu La
Popinda akan pulang dari melaut, sebab minggu yang lalu La Popinda berjanji pada ibunya,
kalau tidak ada halangan, dalam waktu satu minggu dia akan pulang. Satu minggu pas La
Popinda pulang dengan membawa ikan yang cukup banyak.
Keesokan harinya, ibu pergi ke pasar untuk menjual ikan hasil tangkapan La Popinda
tersebut. Pada waktu tiba di pasar, dia mencari tempat yang strategis. Belum seberapa lama dia
berada di pasar sudah dikerumuni banyak pembeli sehingga cepat habis ikan jualannya. Setelah
ikan jualannya habis terjual, dia pulang ke rumah dengan membawa uang yang lumayan banyak.
Setibanya di rumah, ibu langsung menyerahkan uang hasil jualannya tersebut kepada La Popinda
tetapi La Popinda menyarankan kepada ibunya agar uang tersebut digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, setelah sekian minggu, ibu memberitahu La Popinda bahwa uang yang
dipegangnya hampir habis. Mendengar hal ini, dia pun memutuskan untuk melaut lagi.
Pada waktu melaut, ibu kerjanya hanya merawat tanaman yang ada di sekitar rumah.
Tanaman yang ada di sekitar rumah meliputi pisang, jagung, dan ubi-ubian. Semua tanaman ini
merupakan hasil dari jerih payahnya. Setelah tiga hari melaut, La Popinda kembali ke rumah lagi
dengan membawa ikan yang cukup banyak. Ketika tiba di rumah dia terkejut melihat ibunya
sedang menangis, dan semua tanaman rusak. Dengan kejadian seperti itu, La Popinda langsung
bertanya kepada ibunya.
Ibu mengapa ibu menangis dana siapan yang melakukan semuanya ini?

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Ibu La Popinda menjawab : yang melakukan ini semua si raja babi. Mendengar semua
itu, dia mengepalkan tangannya seakan ingin memecahkan si kepala raja babi itu tapi sayangnya
dia tidak ada di tempat.
La Popinda sekali ingin menaruh dendam pada si raja babi. Dengan suara keras keluar
dari mulutnya akan ku bunuh kau
Keesokan harinya, La Popinda memutuskan untuk pergi mencari babi yang telah
membuat ibunya menangis, bukna saja itu tetapi dia telah merusak tanaman kesayangan ibunya
yang ada di rumah.
Dua hari dua malam menulusuri hutan belantara, tibalah La Popinda di sebuah gua yang
besar. Dia penasaran sekali dengan gua itu. Sehingga harus memasukinya untuk membuktikan
apa sebenarnya yang ada di dalam. Ketika tiba di dalam gua tersebut, dia kaget melihat si raja
babi yang dicarinya sedang tidur lelap. Rupanya nasi telah ada di depan mata.
La Popinda mengeluarkan senjata untuk membunuhnya sambil berkata dengan suara
keras kamulah yang telah merusak semua tanaman yang ada di rumahku. Mendengar hal itu si
raja babi berusaha menyangkal tetapi La Popinda semakin bertambah marahnya. tanaman yang
dirawat ibuku kamu hancurkan untuk yang kedua kalinya ketika aku tidak ada di rumah? Apa
kamu masih ingat apa yanga kamu lakukan itu?
Si raja babi terdiam lagi tetapi dengan diam-diam dia mengambil senjatanya untuk
membunuh La Popinda. Namun La Popinda sempat tahu apa yang akan dilakukan raja babi.
Melihat gerak-geriknya yang aneh ini akhirnya La Popinda langsung menusuk tombak yang
dibawanya ke tubuh si raja babi, maka tamatlah riwayatnya. Namun pada saat itu, ada babi betina
yang sedang hamil melihat kejadian itu. La Popinda cepat-cepat keluar dan meninggalkan gua.
La Popinda keluar dan menutup mulut gua dengan harapan agar semua babi yang terkurung di
dalamnya mati, tidak ada yang hidup lagi dan tidak mengganggu kehidupan manusia lagi, namun
apa yang dia harapkan sia-sia saja sebab babi betina inilah yang melahirkan keturunan dan
sampai sekarang terus menerus mengganggu kehidupan manusia.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
La Ode Wuna
Cerita Rakyat: Muna

Pada zaman dahulu, ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja Muna yang
bernama Omputusangia, nama asli Omputusangia adalah La Ode Husaeni. Omputusangia
memiliki seorang istri yang sudah dinikahinya selama tujuh puluh tahun. Setiap hari,
Omputusangia hanya disibukkan dengan masalah-masalah kerajaan, karena kerajaan adalah
sebuah pusat penyimpanan semua hal-hal penting, boleh dibilang semua yang ada dalam
kerajaan adalah panutan atau pedoman yang dibutuhkan dan diinginkan oleh rakyat Muna.
Tiba pada suatu malam, Omputusangia duduk ditempat peristrahatannya, ia pun berpikir
bahwa sudah tujuh puluh tahun menikahi istrinya namun Omputusangia belum juga
mendapatkan keturunan, lelah berpikir akhirnya raja terlelap tidur karena sudah larut malam.
Pagi hari, Omputusangia mendapat kabar dari pengawal kerajaan bahwa pulau Muna
didatangi seorang saudagar dari Arab dengan niat untuk menyebarkan agama islam, saudagar itu
bernama saidhi rabbah. Pengawal kerajaan itu menambahkan lagi bahwa Saidi Rabbah memiliki
kemampuan hebat seperti sebuah kesaktian karena Saidi Rabbah datang dipulau Muna lewat
udara. Mendengar berita itu, Omputusangia memerintahkan pengawalnya untuk memanggil
Saidi Rabbah datang kekerajaan. Pergilah pengawal kerajaan tersebut ditempat Saidi Rabbah.
Setelah raja menunggu seharian diistana, pengawal yang disuruhnya tadi kembali, namun tidak
bersama saiddi rabbah. Melihat wajah raja yang kelihatan marah, pengawal tersebut menjelaskan
alasannya tidak membawah Saidi Rabbah. Pengawal itu mengatakan bahwa Saidi Rabbah tidak
ingin datang keistana karena raja memelihara babi,dan menurut ajaran agama Saidi Rabbah
yakni islam, babi adalah hewan yang haram.
Demi kedatangan Saidi Rabbah, raja Muna rela melepas babi. Disurulah kembali
pengawal untuk pergi m,enjemput Saidi Rabbah. Sore harinya, Saidi Rabbah datang keistana dan
bertanya kepada raja tentang maksud raja memanggil dirinya. Omputusangia pun berkata bahwa
ia ingin menguji kesaktian dari Saidi Rabbah, hingga ia mampu menyebarkan ajaran islam
diMuna. Pertama-tama, raja menguji Saidi Rabbah untuk membaca isi hatinya, apabila Saidi
Rabbah dapat membaca apa yang diinginkan oleh raja saat itu maka raja akan masuk dalam
ajarannya yakni islam. Dengan kemampuan yang dimilikinya, Saidi Rabbah pun mengatakan

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
bahwa raja ingin sekali memiliki seorang anak karena istrinya mandul. Berdoalah Saidi Rabbah
kepada Tuhan, namun doanya belum dikabulkan. Muncul kecurigaan dari raja bahwa Saidi
Rabbah tidaklah sehebat apa yang dibicarakan. Saidi Rabbah rupanya tidak berhenti disitu,
dilanjutkan lagi untuk berdoa yang kedua kalinya, akhirnya doa Saidi Rabbah diterima. Istri raja
pun mengandung dan raja pun akhirnya masuk agama islam karena senang melihat istrinya
mengandung. Sebelum pulang, Saidi Rabbah berkata pada raja bahwa roh yang ada dalam
kandungan istrinya adalah roh yang terpaksa diberikan oleh Tuhan karena umur istri raja sudah
sangat tua.
Perkataan Saidi Rabbah rupanya terus dipikirkan oleh sang raja. Tibalah waktunya untuk
istri raja melahirkan. Ternyata perkataan Saidi Rabbah benar, anak yang dilahirkan oleh istri raja
Muna berbadan setengah manusia setengah ular. Raja pun sedih melihat kondisi anaknya namun
ia harus berterima kasih karena ia telah meminta anak itu dari kesaktian Saidi Rabbah. Setiap
hari, apabila ada kunjungan tamu dari Bugis ataupun Minangkabau, anaknya yang diberi nama
La Ode Muna selalu disembun yikan didalam guci karena raja malu dengan keadaan fisik yang
dialami oleh anaknya.
Lima belas tahun kemudian,La Ode Muna tumbuh menjadi dewasa. Mulailah ia
menggoda para gadis yang berada didalam lingkungan istana. Iapun menyampaikan niatnya
untuk memiliki seorang pacar, namun raja tidak menghendaki dan melarangnya karena tidak
mungkin La Ode Muna dapat menikahi seorang gadis bila kondisi fisiknya setengah manusia
setengah ular. Sampai pada suatu hari, Omputusangi memutuskan untuk membuang La Ode
Muna agar ia tidak mendapatkan malu dari anak jadi-jadian itu. Raja membuang La Ode Muna di
Unggumora dengan bekal 44 biji telur dan 44 biji ketupat. Setelah 40 hari dibuang ditempat itu,
La Ode Muna terbang kelangit dengan badan yang menyala dan mengatakan bahwa saya telah
terbang. Sampai sekarang rakyat Muna tidak ada yang mengetahui arah La Ode Muna terbang.
Adapula yang mengatakan bahwa La Ode Muna terbang ke Ternate. La Ode Muna dianggap
sebagai seorang yang memiliki ilmu ataupun kemampuan. Jadi, rakyat Muna mengistimewakan
La Ode Muna, karena ia manusia yang berkah karena disamping memiliki kekurangan ia juga
mempunyai kelebihan yakni setiap yang ia ucapkan akan menjadi kenyataan.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Asal Mula Gunung Mekongga
Cerita Rakyat: Tolaki

Alkisah, pada suatu waktu negeri Sorume (kini bernama negeri Kolaka) dilanda sebuah
malapetaka yang sangat dahsyat. Seekor burung garuda raksasa tiba-tiba mengacaukan negeri
itu. Setiap hari burung itu menyambar, membawa terbang, dan memangsa binatang ternak milik
penduduk, baik itu kerbau, sapi, atau pun kambing. Jika keadaan itu berlangsung terus-menerus,
maka lama-kelamaan binatang ternak penduduk akan habis.
Penduduk negeri Kolaka pun diselimuti perasaan khawatir dan takut. Jika suatu saat
binatang ternak sudah habis, giliran mereka yang akan menjadi santapan burung garuda itu.
Sebab itulah mereka takut pergi ke luar rumah mencari nafkah. Terutama penduduk yang sering
melewati sebuah padang luas yang bernama padang Bende. Padang ini merupakan pusat lalulintas penduduk menuju ke kebun masing-masing. Sejak kehadiran burung garuda , padang ini
menjadi sangat sepi, karena tidak seorang penduduk pun yang berani melewatinya.
Pada suatu hari, terdengarlah sebuah kabar bahwa di negeri Solumba (kini bernama
Belandete) ada seorang pintar dan sakti yang bernama Larumbalangi. Ia memiliki sebilah keris
dan selembar sarung pusaka yang dapat digunakan terbang. Maka, diutuslah beberapa penduduk
untuk menemui orang sakti itu di negeri Solumba. Agar tidak disambar burung garuda, mereka
menyusuri hutan lebat dan menyelinap di balik pepohonan besar. Sesampainya di negeri
Solumba, utusan itu pun menceritakan peristiwa yang sedang menimpa mereka kepada
Larumbalangi.
Kalian jangan khawatir denga keadaan ini. Tanpa aku terlibat langsung pun, kalian dapat
mengatasi keganasan burung garuda itu, ujar Larumbalangi sambil tersenyum simpul.
Bagaimana caranya? Jangankan melawan burung garuda itu, keluar dari rumah saja
kami tidak berani, ucap salah seorang utusan.
Begini saudara-saudara, kumpulkan buluh (bambu) yang sudah tua, lalu buatlah bambu
runcing sebanyak-banyaknya. Setelah itu carilah seorang laki-laki pemberani dan perkasa untuk
dijadikan umpan burung garuda itu di tengah padang. Kemudian, pagari orang itu dengan bambu
runcing dan ranjau! peritah Larumbalangi.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Setela mendengar penjelasan itu, para utusan kembali ke negerinya untuk menyampaikan
pesan Larumbalangi. Penduduk negeri itu pun segera mengundang ksatria untuk mengikuti
sayembara menaklukkan burung garuda.
Keesokan harinya, ratusan ksatria datang dari berbagai negeri untuk memenuhi undangan
tersebut. Mereka berkumpul dihalaman rumah sesepuh Negeri Kolaka.
Wahai saudara-saudara! Barang siapa yang terpilih menjadi umpan dan berhasil
menaklukkan burung garuda itu. Jika ia seorang budak, maka dia akan diangkat menjadi
bangsawan, dan jika ia seorang bangsawan, maka dia akan diangkat menjadi pemimpin negeri
ini, sesepuh negeri itu memberi sambutan.
Setelah itu, sayembara pun dilaksanakan dengan penuh ketegangan. Masing-masing
peserta memperlihatkan kesaktian dan kekuatannya. Akhirnya sayembara itu dimenangkan oleh
seorang budak laki-laki bernama Tasahea dari negeri Loeya.
Pada waktu yang telah ditentukan Tasahea dibawa ke padang Bende utuk dijadikan
umpan burung garuda. Ketika berada di tengah-tengah padang tersebuh, budak itu dipagari
puluhan bambu runcing. Kemudian dibekali sebatang bambu runcing yang sudah dibubuhi racun.
Setelah semuanya siap, para warga segera bersembunyi di balik rimbunya pepohonan hutan
disekitar padang tersebut. Tinggallah Tasahea seorang diri di tengah padang menunggu
kedatangan burung garuda itu.
Menjelang tengah hari, cuaca yang semula cerah tiba-tiba berubah menjadi mendung. Itu
pertanda bahwa burung garuda sedang mengintai mangsanya. Alangkah senang burung garuda
itu saat melihat sosok manusia sedang berdiri di tengah padang Bende. Oleh karena sudah sangat
kelaparan, ia pun segera terbang merendah menyambar Tasahea. Namun, malang nasib burung
garuda itu. Belum sempat cakarnya mencengkram Tasahea, tubuh dan sayapnya sudah tertusuk
bambu runcing terlebih dahulu.
Tasahea pun tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan cekatan, ia melemparkan bambu
runcingnya kearah dada burung garuda. Dengan suara keras, burung garuda itu kembali menjerit
kesakitan sambil mengepak-ngepakkan sayapnya. Setelah sayapnya terlepas dari tusukan bambu
runcig, burung itu terbang tinggi menuju kampung Ladongi, Torobulu, Amesiu, Malili, dan
pulau Maniang. Akan tetapi sebelum sampai Pomalaa, ia terjatuh di puncak gunung yang tinggi,
karena kehabisan tenaga. Akhirnya ia pun mati di tempat itu.

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
Sementara itu, penduduk negeri Kolaka menyambut gembira Tasahea yang telah berhasil
menaklukkan burung garuda itu. Mereka pun mengadakan pesta selama tujuh hari tujuh malam.
Namun, ketika memasuki hari ketujuh yang merupakan puncak dari pesta tersebut, tiba-tiba
mereka mencium bau bangkai yang sangat menyengat. Pada saat itu, tersebarlah wabah penyakit
mematikan. Banyak penduduk meninggal dunia terserang sakit perut dan munta-munta. Sungai,
pepohonan dan tanaman penduduk dipenuhi ulat. Tak satu pun tanaman penduduk yang dapat
dipetik hasilnya karena habis dimakan ulat. Akibatnya banyak peduduk yang mati kelaparan.
Penduduk yang masih tersisa kembali panik dan cemas melihat kondisi yang mengerikan
ini. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, mereka pun segera mengutus beberapa orang ke
negeri Solumba untuk menemui Larumbalangi.
Negeri kami dilanda musibah lagi, lapor salah seorang utusan.
Musibah apalagi yang menimpa kalian? tanya Larumbalangi.
Iya tuan! Negeri kami kembali dilanda bencana yang sangat mengerikan, jawab
seorang utusan, seraya menceritakan semua perihal yang terjadi di negeri mereka.
Baiklah, kalau begitu keadaannya. Kembalilah ke negeri kalian. Tidak lama lagi
musibah ini akan segera berakhir ujar Larumbalangi.

Setelah para utusan tersebut pergi, Larumbalngi segara memejamkan mata dan
memusatkan konsentrasinya. Mulutnya komat-kamit membaca doa sambil menengadahkan
kedua tangannya ke langit.
Ya Tahun! Selamatkanlah penduduk negeri Kolaka dari bencana ini. Turunkanlah hujan
deras, agar bangkai burung garuda dan ulat-ulat itu hanyut terbawa arus banjir! demikian doa
Larumbalangi.
Beberapa saat kemudian, Tuhan pun mengabulkan permohonan Larumbalangi. Cuaca
negeri Kolaka yang semula cerah, tiba-tiba menjadi gelap gulita. Awan tiba-tiba menggumpal
menjadi hitam. Tidak berapa lama terdengarlah suara Guntur dan suara petir. Hujan deras pun
turun tanpa henti selama tujuh hari tujuh malam. Seluruh sungai yang ada di negeri Kolaka

PANITIA PELAKSANA

PESONA LASTRA 2015

LASKAR SASTRA FKIP UHO

Sekretariat: Studio Drama FKIP UHO


E-mail: pesonalastra2015@gmail.com
CP:Maharani(085241970244), Asrianto 085240023231
dilanda banjir besar. Bangkai dan tulang belulang burung garuda pun terbawa arus air sungai.
Demikian pula ulat-ulat yang melekat di dedaunan dan pepohonan, semuanya hanyut ke laut.
Itulah sebabnya laut di daerah Kolaka terdapat banyak ikan dan batu karangnya. Gunung
tempat jatuh dan terbunuhnya burung garuda itu dinamakan Gunung Mekongga, yang artinya
gunung tempat matinya elang basar tempat hanyutnya bangkai burung garuda dinamakan sungai
Lamekongga, yaitu sungai tempat hanyutnya bangkai burung garuda.
Budak laki-laki dari negeri Loeya yang berhasil manaklukkan burung garuda tersebut
diangkat derajatnya menjadi seorang bangsawan. Sedangkan Larumbalangi yang berasal dari
negeri Solumba di angkat menjadi pemimpin negeri Kolaka, yaitu negeri yang memiliki tujuh
bagian wilayah pemerintahan yang dikenal dengan sebutan Tonomotuo.

Anda mungkin juga menyukai