menurun, belakangan angka ini naik lagi sehingga TB disebut sebagai salah satu
reemerging disease. Sementara di Indonesia penyakit ini belum pernah menurun
jumlahnya dan bahkan meningkat. 13
Oleh karena itu penting untuk memeriksakan orang-orang yang kontak erat
dengan penderita TB paru. Dalam program pemberantasan penyakit tuberkulosis
paru penemuan penderita dilakukan dengan cara pencarian penderita yang
t ersangka TB ditengah- tengah masyarakat baik secara pasif maupun secara aktif,
untuk diperiksa riaknya secara mikroskopis langsung. Oleh karena sangat penting
ditemukan penderita sedini mungkin untuk diberi pengobatan sampai sembuh
sehingga tidak lagi membahayakan lingkungannya.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka perlulah kiranya
mengevaluasi apakah pada orang dewasa yang kontak erat dengan penderita TB
paru, dalam hal ini pasangan suami- isteri yang tinggal serumah dan tidur satu
kamar yang salah satu pasangannya menderita tuberkulosis paru, juga mendapat
atau menderita tuberkulosis paru, sehingga hasilnya dapat berguna serta
membandingkannya dengan kekerapan TB paru pada masyarakat umum hasil
penelitian Depkes RI.
BAB II
TINJAUAN PUSTA KA
II.1. TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang menular yang
disebabkan oleh Basil Mikobakterium Tuberkulosa 22-25 . Penularan penyakit TB
biasanya melalui udara dengan inhalasi droplet nucleus yang mengandung basil
tuberkulosis berukuran 1-5 mikro meter yang dapat melewati atau menembus
sistem mukosilier saluran nafas, sehingga dapat mencapai dan bersarang
dibronkhiolus dan alveolus. Kuman TB menyebar dari seorang penderita TB paru
terbuka kepada orang lain. Penyakit yang ditimbulkannya bersifat menahun,
sebagian besar mengenai organ paru dan bisa juga organ lain ditubuh selain paru,
usia yang sering terkena adalah usia produktif (15- 40) tahun, sehingga dampak
kerugian ekonomi bagi kesehatan masyarakat cukup besar berupa me nurunnya
produktivitas SDM dan mahalnya biaya pengobatan. 24,26,27,28,29,30,31
Kuman Tuberkulosis hidup dan berkembang biak pada tekanan O2 sebesar
140 mm H2 O diparu dan dapat hidup diluar paru dalam lingkungan mikroaerofilik22,30
. Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus menimbulkan bronkopneumonia
non spesifik yang merupakan fokus primer. Gejala klinis tidak ditemukan tetapi uji
tuberkulin positif. Kuman TB dari fokus primer memasuki kelenjar getah bening
regional, selanjutnya melalui aliran limfatik memasuki sirkulasi sistemik. Sebesar 5
% dari penderita infeksi TB primer berkembang menjadi penyakit paru progresif
dengan gejala klinik dan radiologik sesuai TB paru. Penyebaran limfohematogen
mengakibatkan TB milier dan TB ektra pulmonar. Sebagian besar penderita infeksi
TB paru primer sembuh dan berbentuk granuloma, keadaan ini tergantung pada
beberapa keadaan seperti jumlah kuman yang masuk sedikit dan telah terbentuk
daya tahan tubuh yang spesifik terhadap basil tuberkulosis. 23,24,28
lemak (lipid). Kandungan lemak pada kuman ini besar, yaitu lebih dari 25%
dibanding kuman Gram positif yang hanya mengandung 0,5% dan pada kuman
Gram negatif 3%. Besarnya kandungan lipid memberikan sifat khas pada
mikobaterium, yaitu tahan terhadap kekeringan, alkohol, zat asam, alkali dan
germisida tertentu 43,44. Menurut Barsdake dan Kim, sifat tahan asam dari sel
mikobakterium oleh adanya perangkap fuksin intrasel, suatu pertahanan yang
dihasilkan dari kompleks mikolat fuksin yang terbentuk di dinding.44,46
Pertumbuhan kuman mikobakterium patogen sangat lambat, waktu
pembelahan adalah 12-18 jam dengan suhu pertumbuhan optinum 370C. Kuman
dapat tumbuh pada media buatan yang sederhana, tetapi pertumbuhan kuman
yang diisolasi dari bahan klinik membutuhkan media kompleks. Pada
pembenihan, pertumbuhan tampak setelah 2- 3 minggu, membentuk koloni
cembung, kering, warna kuning gading 44,45,46. Mikobakterium mengandung
sejumlah besar kompleks lemak dengan berat molekul tinggi, antara lain
mycosid D wax, trehalose-6,6- dimycolate dan sulfolipid 43,44,46. Mikosid adalah
seri dari asam mikolat yang mengandung glikolipid atau glikolipid peptida,
terdistribusi secara khas diantara spesies mikobakterium yang berbeda.
Beberapa mikosid terdapat dilapisan luar permukaan sel dan berperan sebagai
reseptor bakteriofag 44 . D wax adalah suatu substansi yang terdiri dari asam
mikolat, peptida dan polisakarida. Substansi ini mempunayi sifat adjuvant yang
khas, antara lain; dapat meningkatkan produksi antibodi untuk melawan antigen
protein yang digabungkan dalam emulsi minyak D wax menginduksi respon imun
seluler ( cell- mediated immun/CMI). Oleh karena sifat inilah maka D wax ikut
berperan terhadap patogenitas tuberkulosa melalui peningkatan respon CMI (
terutama hipersensitivitas tipe lambat) untuk melawan protein mikobakterium.
Penelitian menunjukan bahwa komponen aktif D wax adalah N-acety muramil
dipeptida. 44,45,46
Cord factor berhubungan erat dengan virulensi kuman TB dimana pada
kultur membentuk serpentine cord, yaitu susunan paralel dari kuman.
Pembentukan cord ini dihubungkan dengan adanya glikolipid trehalose-6 , 6mikolat yang berlokasi dibagian perifer organisme. Sejumlah respon bilogik dapat
ditimbulkan oleh material ini, antara lain bersifat toksik terhadap tikus,
menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear, menginduksi perlindungan
terhadap infeksi kuman virulen dan menginduksi pembentukan granuloma.43,44,46
Sulfolipid adalah suatu glikolipid yang berlokasi diperifer, material yang dapat
memberikan respon berupa pengikatan pewarnaan merah netral pada galur
mikobakterium tuberkulosis yang virule n. Walaupun sulfolipid sendiri tidak
bersifat toksik, tetapi bila digabungkan dengan cord factor dapat memperkuat
sifat toksik cord factor.43,44,46
II.1.3. Pengertian Infeksi dan Sakit
Tidak semua orang menjadi sakit walaupun mendapat infeksi. Status infeksi
suatu masyarakat dapat diketahui dengan tes tuberkulin pada kulit 32 . Kalau tes
tuberkulin positif dianggap seseorang telah terinfeksi oleh basil tuberkulosis. Dalam
hal ini masih terdapat kekecualian seperti terjadinya reaksi fals positif dan fals
negatif seperti reaksi positif setelah mendapat vaksinasi BCG ataupun reaksi positif
akibat infeksi oleh mikobakterium atipik. 47,48
Dikatakan sakit apabila dijumpai salah satu atau seluruhnya dari keadaankeadaan berikut yaitu gejala klinis positif keadaan ini menunjukan gejala utama
terdiri dari demam, diamana suhu badan meningkat ringan atau febril, batuk,nyeri
dada atau batuk darah, dan sebagai gejala tambahan adalah terdiri dari malaise,
sesak nafas, keringat malam, badan semakin kurus, sakit kepala, dan
sebagainya.47,48
II.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Penyakit.
Berat ringannya tuberkulosis paru tergantung pada faktor host, virulensi
kuman dan lingkungan, menurut WHO (1997) pencetus terjadinya infeksi yang berat
adalah lemahnya ketahanan tubuh, keadaan demikian kalau penderita menderita
penyakit lain. Disamping itu berbagai macam stres fisik dan psikis dapat
menyebabkan penderita rentan terhadap infeksi penyakit TB. Stres fisik dapat terjadi
dengan kinerja berat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari bagi individu
dengan penghasilan rendah. Tidak seimbangnya pemasukan yang didapat dengan
kerja keras dibandingkan pengeluaran yang lebih tinggi mengakibatkan stres psikis
yang berkepanjangan. Akibat kritis ekonomi terjadi penurunan konsumsi makanan
yang bergizi, sehingga komponen nutrisi untuk bahan pembentukan antibodi
berkurang. Stres mengakibatkan produksi hormon stresor kortisol meningkat.
Peningkatan kortisol menghambat kerja IL- 1, untuk mengaktifkan limfosit sehingga
melemahkan kerja mokrofag sehingga kuman mudah mengadakan pembiakan. 49
Pada orang yang mengalami infeksi namun bila ketahanan tubuhnya normal,
90% aka sembuh dengan sendirinya, namun pada mereka yang ketahanan tubuhnya
rendah beresiko tinggi untuk menjadi sakit dari yang ringan sampai berat, bahkan
dapat menyebar keseluruh organ tubuh ( Milier). 50
Dikatakan bahwa interval antara infeksi dan terjadinya penyakit adalah
beberapa minggu dan bulan saja. 51
Kontak yang berlama - lama dengan pasien TB aktif ditempat yang tertutup
menambah resiko infeksi. 28
II.2. Teori Eksogen & Endogen
Belum dapat kesepakatan (kontroversi) dari para ahli apakah TB post primer
berasal dari eksaserbasi TB primer (teori endogen) atau infeksi eksogen (teori
eksogen). Data untuk ini adalah sangat penting, dimana mempunyai pemikiran yang
luas untuk TB klinik, yaitu mengenai infeksi baru dengan organisme eksogen dari
lingkungannya, atau dari reaktivitas dari basil yang dipelihara sebelumnya dalam
beberapa tahun ( dormant). Data- data yang berhubungan dengan keadaan ini masih
berupa dugaan, namun konsep ini sangatlah penting. Dimana dasarnya usahanya
adalah dari TB kontrol. Dikatakan TB pada area yang insidennya rendah berasal dari
atau hasil dari reaktivitas endogen, oleh karena itu pencegahan memerlukan
identifikasi dari orang-orang yang terinfeksi dan memberikannya terapi pencegahan
dengan INH. Data yang ditunjukan pada orang- orang yang diuji tuberkulin negatif,
angka dari TB sebanding dengan derajat dari eksposure ini mempunyai hal yang
penting.
Pada pernyataan lain, dikatakan pada observasi dari orang- orang yang sakit
diketahui tuberkulin positif pada permulaan yang juga berhubungan jelas dengan
eksposure. 52
Tjandra Yoga mengatakan, TB paru pada orang dewasa dapat terjadi melalui
2 mekanisme53,54,55 :
1. Kuman masuk dan berkembang biak dalam paru dan merusaknya (infeksi
eksogen)
2. Penyakit timbul akibat aktifnya kembali basil TB yang telah ada pada paru orang
tersebut akibat masuknya basil ke paru ketika masih kanak- kanak tapi tidak
menimbulkan penyakit sampai dewasa, karena menurutnya daya tahan tubuh
dan buruknya kondisi kesehatan secara umum maka basil tersebut semula tidak
aktif akan menjadi aktif (reaktivitas endogen). Dikatakan juga 90% TB paru pada
orang dewasa berasal dari reakstivitas endogen.
Jika eksogen reinfeksi predominant maka mekanisme berkembangnya TB,
maka angka kesakitan mempunyai variasi dengan derajat eksposure pada
kedua tuberkulin (positif&negatif). Nyatalah walaupun angkanya kecil tapi
secara statistik ada perbedaan yang bermakna pada angka kesakitan antara
eksposure dan tidak, terutama yang eksposure dengan tuberkulin positif
seperti pada perawat- perawat dan dokter- dokter dan terutama yang
mengalami stres dan kecapekan. Sehingga dinyatakan, jika host memiliki
resistence rendah maka terjadilah reaktivitas endogen dan proliferasi dari
basil yang sebelumnya dormant, sedang respon untuk inhalasi organisme
eksogen adalah mempunyai kekuatan protektif secara lengkap walaupun
sedikit. Besarnya eksposure dari basil TB mungkin penyebab penyakit, ini
terjadi pada individu yang tuberkulin positif dan oleh karenanya disini
tampaklah berperan pertahanan imunologi. 52
Dengan terjadinya defisiensi responimune dapat dengan mudah terjadi
reaktivitas atau infeksi endogen. Pada populasi dengan jalan masuk melalui
medical care dan dengan obat yang tepat, penyebaran dari infeksi TB yang
baru akan relatif kecil. Jadi perlu diperhatikan reinfeksi adalah penting untuk
berkembangnya penyakit TB. 52
Walaupun begitu penelitian yang pernah dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya antara lain di Jakarta oleh Depari yang mengatakan
bahwa kekerapan TB paru dengan BTA (+) secara mikroskop langsung pada
pasangan suami- isteri yang salah satu pasangannya menderita TB ialah
0,54% namun belum dapat dipastikan timbulnya sakit pada pasangan
tersebut akibat kontak erat dengan pasangannya yang menderita TB paru.56
Di bagian Anak FK- USU/RS HAM dilakukan penelitian tentang uji
Mautoux pada bayi dan anak yang kontak serumah dengan penderita TB paru
dewasa dengan sputum BTA (+) didapat bayi dan anak yang tinggal serumah
dengan penderita TB paru dewasa dengan sputum BTA (+) merupakan
kelompok resiko tinggi untuk terinfeksi TB yang ditunjukan dengan hasil uji
mantoux positif. Kontak serumah yang tidur sekamar dengan penderita TB
paru dewasa dengan sputum BTA (+) menunjukan jumlah hasil uji mantoux
positif berbeda secara bermakna dibandingkan dengan yang tidur tidak
sekamar. Kelihatannya anak yang telah mendapat imunisasi BCG maupun
yang belum mempunyai kesempatan yang sama menghasilkan uji mantoux
positif. Hasil uji mantoux positif tidak berbeda secara bermakna dengan
banyaknya jumlah BTA dalam sputum. 59
Walaupun begitu penyakit TB dapat juga dikatakan bahwa penyakit ini
dapat ditemukan penyebaran pada lingkungan kerja mengingat penyakit ini
adalah suatu airborne infection, yaitu dengan adanya laporan dari sebuah
kapal Amerika Serikat yang mempunyai sirkulasi udara yang tertutup dimana
didalam kapal tersebut dijumpai seseorang penderita TB dengan BTA (positif)
yang sangat simptomatik, 80% orang sekitarnya menyebabkan konversi
tuberkulin dari negatif menjadi positif. Selain itu juga adanya kejadian
penyebaran/wabah tuberkulosis dengan pekerja dibar. 58
II.3. Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Kuman TB
II.3.1. Cara Mikobakterium Tuberkulosa Merusak Jaringan Paru.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa mirobakterium tuberkulosa
adalah bakteri yang tidak mempunyai toksin yang dapat merusak atau
meracuni jaringan paru. Pada saat alveoli berisikan mikobakterium
tuberkulosa, maka sel yang pertama aktif adalah T. Limfosit untuk
mengaktifkan
makrofag sehingga dapat membunuh kuman lebih aktif.
Selanjutnya makrofag yang telah aktif ini akan melepaskan IL- 1 yang mana
IL- 1 secara feed back akan merangsang limfosit T lain agar memperbanyak
diri, matur dan memberikan respon yang lebih baik terhadap mirobakterium
tuberkulosa yang bersarang di alveoli. Mekanisme makrofag aktif didalam
membunuh mikobakterium tuberkulosa adalah melalui oksidasi dan
pembentukan peroksida. Aktivitas makrofag terjadi melalui urutan kejadian
yang dipengaruhi oleh produk humoral dan seluler. 59,60
Perjalanan dan interaksi imunologis dimulai ketika makrofag bertemu
dengan kuman TB, memprosesnya lalu menyajikan antigen kepada limfosit.
Dalam
keadaan normal, infeksi TB merangsang limfosit T untuk
mengaktifkan makrofag sehingga dapat lebih efektif membunuh kuman.
Makrofag aktif melepaskan interleukin-1 yang merangsang limfosit T. limfosit
T melepaskan interleukin- 2 yang selanjutnya merangsang limfosit T lain
untuk memperbanyak diri, matang dan memberi respon lebih baik terhadap
antigen. Limfosit T sirkuit (TS) mengatur keseimbangan imunitas melalui
peranan yang kompleks dan sirkuit imunologik. Bila TS berlebihan seperti
pada TB progresif, maka keseimbangan imunitas terganggu sehingga timbul
anergi dan prognosis jelek. TS melepas substansi supresor yang mengubah
produksi sel B, sel T aksi-aksi mediatornya.
Mekanisme makrofag aktif membunuh basil tuberkulosis masih belum
jelas, salah satu adalah melalui oksidasi dan pembentukan peroksida. Pada
makrofag aktif, metabolisme oksidatif meningkat dan melepaskan zat
bakterisidal seperti anion superoksida, hidrogen peroksida, radikal hidroksil
dan ipohalida sehingga terjadi kerusakan membran sel dan dinding sel, lalu
bersama lisozim atau mediator, metabolit oksigen membunuh basil
tuberkulosis. Beberapa basil tuberkulosis dapat bertahan dan tetap
mengaktifkan makrofag, dengan demikian basil tuberkulosis terlepas dan
menginfeksi makrofag lain.
10
20
II.3.3. Kerjasama Sel T dan Sel B Dalam Pembentukan Antibodi (dikutip 63)
Antigen M. Tuberkulosis tidak saja merangsang reaksi imunitas seluler
tetapi juga imunitas humoral. Untuk menimbulkan respons antibodi maka sel B dan
sel T harus saling berinteraksi. Antigen yang berada di dalam makrofag atau yang
berfungsi sebagai antigen presenting cell (APC) menyajikan antigen mikroba kepada
sel Th. Aksi pengenalan itu sel Th bersama - sama ekspresi MHC kelas II kepada sel
Th, mengaktivasi sel B untuk memproduksi antibodi spesifik terhadap antigen.
Aktivasi sel T menyebabkan terjadinya diferensiasi B menjadi sel plasma yang
kemudian menghasilkan antibodi. Sel B menerima signal dari sel T untuk berbagi dan
berdiferensiasi menjadi antibodi forming cells (APC) dan sel memori B. Ada beberapa
faktor mengenai respon imun humoral :
1. Antigen protein tidak memberi respons antibodi bila tidak tersedia limfosit T,
oleh ka rena itu disebut sebagai T-dependent antigen dan sel T yang
diperlukan disebut sebagai T- helper cell.
2. Antigen bukan protein seperti polisakarida dan lipid memberi respons antibodi
tanpa bantuan T- helper limfosit oleh karena itu disebut sebagai Tindependent.
3. Respon antibodi primer dan sekunder berbeda secara kualitatif dan
kuantitatif.
Respons sekunder terbentuk lebih cepat dari pada respon primer dan jumlah
antibodi lebih banyak ditemukan pada respons sekunder.
4. Generasi sel B memori, heavy chain class awitching dab affinity maturation
merupakan mekanisme respons imun humoral terhadap antigen protein.
Saat ini dikenal 5 kelas utama imunoglobulin dalam serum manusia
yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE. Dalam serum orang dewasa IgG 75% dari Ig
total dan menjadi Ig utama yang dibentuk atas rangsangan antigen.
Imunoglobulin adalah molekul glikoprotein terdiri dari komponen polipeptida dan
karbohidrat. Fungsi utama respons imun untuk mengikat dan menghancurkan
antigen. Atas dasar ini berkembang serodiagnosis TB unt uk mendeteksi antigen
penyebab infeksi atau mendeteksi antibodi terhadap antigen dalam serum yang
menunjukan terjadinya proses tuberkulosis didalam tubuh. Pada infeksi
M.tuberkulosis terjadi peningkatan titer antibodi terhadap kuman TB setelah 4
s/d 6 minggu penularan. Antibodi yang terbentuk adalah kelas IgM diikuti oleh
kelas yang memiliki korelasi dengan penyakit tuberkulosis. Titer IgG spesifik
tinggi pada penderita TB yang belum mendapat terapi dan akan lebih tinggi saat
mendapat terapi dan berbeda dengan IgA yang menurun saat mendapat terapi.
Meningkatnya titer IgA adalah sebagai respons imun humoral terhadap
mikroorganisme intraseluler tumbuh lambat M.tuberkulosis. Sintesa IgG spesifik
yang meningkat adalah sebagai respon imunologik terhadap antigen kuman TB
yang larut. Respons humoral IgM dihubungkan dengan antigen polisakarida yang
sering
ditemukan
dialam
bebas.
IgM
orang
sehat
analog
dengan
isohaemoglutinum (substansi Anti- A dan Anti- B golongan darah). Ditemukannya
antibodi IgM dihubungkan dengan faktor T-cell- independent dan jumlah bakteri
yang berlebihan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi titer antibodi
spesifik dalam sirkulasi seperti jumlah antigen, binding site, reaksi jaringan lokal,
kompleks imun, nutrisi dan toksisitas, interaksi respons imun lain, imunosupresi,
degradasi oleh makrofag dan kelainan genetika. Imunosupresi generalisata
11
12
24
13
BAB III
PENELITIAN SENDIRI
III.1. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia oleh
karena mortalitas dan morbiditasnya yang masih tinggi terutama pada negaranegara berkembang. Tahun 2000 insiden TB didunia semakin meningkat dibanding
tahun 1995.
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) RI 1986, TB merupakan penyebab
kematian nomor 4. Sedang SKRT RI 1992 TB merupakan penyebab kematian nomor
2 setelah penyakit kardiovaskuler dan nomor 1 penyakit infeksi. Pada saat ini
Indonesia adalah negara penyumbang TB ke-3 terbanyak didunia setelah Cina dan
India.
Publikasi WHO 1997 menyatakan insiden di Indonesia adalah 220 per
100.000 penduduk jadi diperkirakan jumlah kasus baru setiap tahun sekitar 450.000
dengan jumlah penduduk pada saat itu. Ini adalah suatu angka yang mengerikan,
menginggat TB adalah suatu penyakit yang mudah sekali menular dari 1 orang ke
orang lain.
Dari hal- hal yang dikemukan diatas diperoleh kesan bahwa perlunya diketahui
sejauh mana penularan penyakit TB paru pada pasangannya (suami- isteri) dimana
pasangannya tersebut adalah merupakan orang terdekat dan kontak erat dengan
penderita dalam sehari- harinya.
III.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan tingginya insiden TB paru diIndonesia pada saat sekarang, maka
perlulah dievaluasi sejauh mana penularan penyakit TB pada pasangan (suami- isteri)
penderita TB yang tinggal serumah dan tidur sekamar dengan penderita tersebut.
III.3. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui kekerapan atau tingkat penularan penyakit TB pada
pasangannya (suami- isteri) yang tinggal serumah dan tidur sekamar setiap hari.
III.4. MANFAAT PENELITIAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapat gambaran sejauh mana pasangan
(suami- isteri) penderita TB paru mendapat penyakit/terinfeksi tuberkulosis akibat
kontak serumah dengan penderita yang diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu
kedokteran.
III.5. METODOLOGI
III.5.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Deskriptif
III.5.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dila kukan di Poliklinik BP4 Medan dan Poliklinik RSUP H. Adam
Malik Medan yang berlangsung selama 6 bulan pada Januari 2000 s/d Juni
2000
14
15
x 100%
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Ciri-ciri Pasangan Suami- Istri Yang Diperiksa
Telah diperiksa sejumlah 86 orang / pasangan sua mi-istri yang terdiri dari :
1. 61 (71,0 %) pasangan isteri yang masing- masing suaminya menderita
tuberkulosis paru.
2. 25 (29,0%) pasangan suami- isteri yang masing- masing isteri menderita
tuberkulosis paru.
Tabel I. Distribusi Pasangan Suami- Isteri Pserta TB Paru
No.
1.
2.
Pasangan
Suami
Isteri
Jumlah
Jumlah
25
61
86
%
29,0
71,0
100
Pada tabel distribusi pasagan suami- isteri peserta TB didapat terbanyak adalah
pasangan isteri yaitu 61 pasangan (71,0%) sedang pasangan suami 25 pasangan
(29,0%)
16
Pada tabel distribusi pekerjaan yang banyak adalah pada orang- orang yang
tidak bekerja/ Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 43 pasangan (50,0%)
Lamanya berumah tangga minimal 5 tahun dan pasangan suami- isteri tidur
sekamar selama berlangsungnya perkawinan. Seluruh keluarga bertempat tinggal
diwilayah Kota Medan dan Sekitarnya.
Tabel IV. Distribusi Menurut Lamanya Berumah Tangga Pasangan Suami
Isteri
No
1.
2.
3.
Jumlah
Pasangan %
23
56
7
86
26,8
65,1
8,1
100
Dari hasil penelitian lamanya berumah tangga yang terbanyak adalah 15- 30 tahun
(65,1%)
B.
Hasil Pemeriksaan Bakteriologik
Dari 86 pasangan yang diperiksa :
1. 25 orang laki- laki (suami) yang diperiksa, tidak diperoleh riak (0 %)
2. 61 orang perempuan (isteri) yang diperiksa, diperoleh 1 orang (1,64%)
dengan BTA biakan (+), mikroskopik (-)
17
jadi dari 86 pasangan laki- laki dan perempuan yang diperiksa diperoleh 1
orang (1,16%) dengan BTA (+) biakan (Tabel II)
Tabel V. Hasil Pemeriks aan Riak Secara Mikroskopik dan Biakan Pada 86 Pasangan
Suami Isteri Yang Salah Satu Pasangannya Menderita TB Paru Menurut
Jenis Kelamin
32 HASIL
Yang diperiksa
BTA Mik (+)
BTA Mik (+)
BTA Mik(- )
BTA Mik (- )
Biakan (+)
Biakan (- )
Biakan (+)
Biakan (- )
Jenis Kelamin
Jlh
Jlh
%
Jlh
%
Jlh
%
Jlh
%
Laki- laki
25
0
0
0
0
0
0
25
100
Wanita (isteri)
61
0
0
0
0
1
1,64
60
98,3
6
Total
86
0
0
0
0
1
1,16
85
98,8
4
Jadi kekerapan (prevalensi) TB paru yang didapat ialah sebagai berikut :
1. Untuk laki-laki
: 0,0%
2. Untuk Wanita
: BTA (+) Biakan, Mikroskopik (-) adalah : 1,64%
3. Untuk seluruhnya
: BTA (+) Biakan, Mikroskopik (-) adalah : 1,16%
C.
Pemeriksaan Radiologis.
Hasil pemeriksaan radiologis adalah sebagai berikut :
1. Dari 25 orang laki- laki yang diperiksa tidak diperoleh gambaran infiltrat pada
masing masing kedua puncak paru (0%)
2. Dari 61 orang wanita yang diperiksa diperoleh 1 orang dengan bayangan
infiltrat pada puncak paru kanan (1,64%)
3. Jadi dari semua peserta yang diikut sertakan sebanyak 86 orang hanya 1
orang (1,16%) yang mempunyai kelainan pada foto paru sebagai TB paru.
Tabel VI. Hasil Pemeriksaan Radiologis 86 Pasangan Suami Isteri Yang Salah
Satu Pasangannya Menderita Tuberkulosis Paru Dirinci Menurut Jenis
Kelamin
HASIL
Yang diperiksa
Kelainan Radiologis (+)
Kelainan Radiologis (- )
Jenis Kelamin
Jlh
Jumlah
%
Jumlah
%
Laki- laki (suami)
25
0
25
100
Wanita (isteri)
61
1
1,64
60
98,36
Total
86
1
1,16
85
98,83
Jadi kekerapan (prevalensi) kelainan radiologis tersangka TB paru didapat ialah :
1. Untuk laki
: 0%
2. Untuk wanita
: 1,64%
3. Untuk seluruhnya
: 1,16%
18
D.
Tabel VII. Hasil Pemeriksaan Uji Mantoux Dari 86 Pasangan Suami Isteri Yang
Salah Satu Pasangannya Menderita Tuberkulosis Paru Dirinci Menurut
Jenis Kelamin
HASIL
Yang diperiksa
Kelainan Radiologis (+)
Kelainan Radiologis (- )
Jenis Kelamin
Jlh
Jumlah
%
Jumlah
%
Laki- laki (suami)
25
2
8
23
92,0
Wanita (isteri)
61
6
9,8
55
90,2
Total
86
8
9,3
78
90,7
Jadi kekerapan (prevalensi) kelainan radiologis tersangka TB paru didapat ialah :
1. Untuk laki
: 8%
2. Untuk wanita
: 9,8%
3. Untuk seluruhnya
: 9,3%
Tabel VIII. Hasil Kekerapan TB Paru Pada 86 Pasangan Suami Isteri
Satu Pasangannya Menderita TB Paru
Jenis Kelamin
Jlh
Jlh
%
Jlh
%
Jlh
%
Laki- laki (suami)
25
0
0
0
92,0
0
0
Wanita (isteri)
61
1
1,64
1
90,2
1
1,64
Total
86
1
1,16
1
90,7
1
1,16
Yang Salah
Jlh
0
1
1
19
BAB V
PEMBAHASAN
Dari penelitian yang dilakukan dari 86 pasangan suami- isteri yang diperiksa
didapati hasil sebanyak 25 pasangan (29,0%) suami dan 61 pasangan (71,0%),
dengan umur yang terbanyak pada umur (39- 48 tahun) (45,3%) dan distribusi
pekerjaan yang terbanyak adalah pada pasangan tidak bekerja/Ibu Rumah Tangga.
Dari semua pasangan tampak yang terbanyak adalah pasangan isteri. Hal ini
didukung oleh banyak pendapat walaupun masih ada yang berbeda pendapat.
Reviono dkk di Surakarta (1995) mengatakan penderita TB paru lebih banyak
(mayoritas) pada penderita laki-laki yaitu 58,37%. Di Surabaya tahun 1994 didapat
laki-laki terbanyak dengan 67,4%68 . Munt mengatakan laki- laki lebih banyak dari
perempuan yaitu 65,2%. Rumah Sakit Umum Persahabatan Jakarta mengatakan
laki-laki lebih banyak yaitu 59,74% dan perempuan 42,06% tapi Rumah Sakit Dr.
Soetomo Surabaya penderita laki- laki hanya 11,1% dan Proudfood juga
mendapatkan lebih banyak perempuan dari pada laki- laki (dikutip 69). Jadi sesuai
dengan yang didapat peneliti bahwa penderita yang terbanyak datang berobat
adalah laki- laki (pasangan isteri) yaitu 61 pasangan (71,0%).
Dari distribusi umur disini tampak bahwa distribusi umur terbanyak adalah
pada umur 39- 48 tahun (45,3%) yang diikuti umur terbanyak kedua adalah umur
28- 38 tahun (25,6%), dan yang paling sedikit adalah usia>58 tahun (10,5%). Hasil
ini sesuai dari kepustakaan- kepustakaan yang mengatakan umur terbanyak dari
penderita TB paru adalah umur produktif.
Dari 86 pasangan penderita TB paru diperiksa riaknya dijumpai 1 pasangan
perempuan (1,64%) yang mempunyai riak dengan hasil BTA(+) secara biakan dari
seluruh pasangan hasilnya adalah 1,16% dan ini didapat pada seorang pasangan
yang berumur 37 tahun pekerjaan Ibu Rumah Tangga dari penderita laki- laki 43
tahun BTA Positif II, pekerjaan PNS (tampak pada lampiran). Kalau dilihat dari jenis
pekerjaan pasangan yang terkena TB paru adalah pada pekerjaan Ibu Rumah
Tangga. Dalam hal ini apakah ada hubungannya sebagai ibu rumah tangga yang
lebih lama tinggal dirumah seharian untuk mendapat resiko tertular kuman
tuberkulosis tersebut sepert i kepustakaan yang mengatakan kontak berlama- lama
dengan pasein TB paru menambah resiko terjadinya penularan. Keadaan ini
diakibatkan oleh karena volume udara yang semakin menurun dalam ruangan kecil
menyebabkan peningkatan konsentrasi droplet nucleus yang mengandung basil
tuberkulosis dan ini ditujukan pada penelitian yang dilakukan di Bagian Anak RSUP
HAM Medan dimana hasil Uji Mantoux pada anak lebih bermakna pada kontak yang
tidur sekamar dengan penderita TB paru dewasa dibandingkan dengan tidur
berlainan kamar.
Pada pemeriksaan foto dada pada pasangan penderita TB paru didapat 1
pasangan perempuan (1,64%) dari keseluruhan pasangan sebanyak 1,16%. Dari
kelainan foto dada yang didapat yaitu adanya kelainan berupa infiltrat pada puncak
paru kanan dan pasangan ini juga pasangan yang mempunyai BTA (+) pada riaknya.
Pada pemeriksaan Uji Mantoux 86 pasangan penderita TB paru didapat dari
25 pasangan suami sebanyak 2 pasangan (8%) positif ( 13 mm dan 15 mm), dari
61 pasangan perempuan sebanyak 6 pasangan (9,8%) positif ( 13 mm). jumlah
pasangan yang positif Uji Mantoux adalah sebanyak 8 pasangan (9,3%). Dari hasil
20
Uji Mantoux diatas tampaklah disini hanya 8 pasangan (9,3%) dari 86 pasangan
yang terinfeksi ( terpapar) kuman tuberkulosis tersebut.
Dari hasil keseluruhan dapat kita lihat bahwa tidak ada hubungan antara
kontak erat dengan terjadinya tuberkulosis paru pada orang dewasa. Berbeda pada
anak- anak yaitu adanya perbedaan bermakna dari hasil Uji Mantoux antara kontak
serumah terhadap penderita TB paru dewasa dengan sputum BTA (+) dibandingkan
sputum BTA (- ). Dimana pernyataan diatas sesuai dengan pernyataan yang
menyatakan bahwa resiko penularan diantara kedua kategori BTA (+) dan (- ) yang
kontak serumah paling jelas terlihat pada golongan usia yang lebih muda. Pada usia
15 tahun atau lebih perbedaannya tidak terlihat ( tidak bermakna), karena
prevalensi penularan semakin tinggi dengan bertambahnya umur. Keadaan ini
kemungkinan disebabkan oleh karena golongan umur lebih tua kontak dengan
masyarakat (diluar rumah) lebih besar.
Pada penelitian ini tampaknya penelitian diatas sesuai dengan yang diteliti
penulis, yaitu walaupun pasangan-pasangan tersebut kontak erat dan tinggal
serumah serta sekamar dengan penderita TB paru atau TB paru tersangka tapi
resiko untuk sakit sangatlah kecil.
Kemungkinan ini dipengaruhi oleh faktor- faktor lain selain faktor penularan
kuman. Priyanti S mengatakan, gizi yang buruk juga dapat memegang peranan
terjadinya penyakit TB paru yang didapat dari penyelidikan Bactiar Yakup dkk. Bonita
T mengatakan bahwa 2 proses yang meliputi terjadinya interaksi respon imun host
yaitu celluler mediated immunity (CMI) dan delayed- type hypersensitivity (DTA) dan
hal ini dikatakannya gagalnya sistem imun host tersebut (DTH) dan hal ini
dikat akannya pada 90% kasus TB berasal dari reaktivasi endogen dan 10% berasal
dari kasus infeksi yang baru didapat 69 . Morgono (1994) di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya juga mengatakan dalam penelitiannnya bahwa penyakit penyerta pada TB
paru terbanyak adalah DM, ini kemungkinan karena terjadinya penekanan sistem
imunitas69 . Tjipto Herijanto mengemukakan bahwa faktor sosial ekonomi yang
rendah akan mempertinggi tingkat kesakitan dan kematian TB, karena tingkat
pendapatan secara langsung mempengaruhi kekurangan gizi dan kalori dan ini
nampak dari hasil penelitiannya bahwa status gizi rendah secara bermakna
dibanding status gizi baik. 70
Jadi kalau dilihat dari hasil penelitian ini tidaklah sesuai dengan ditulis pada
pendahuluan, betapa tingginya jumlah kasus baru setiap tahunnya tapi pada
kenyataannya dari hasil penelitian ini hanya ada 1 pasangan (1,16%) yang
menderita TB paru dan ini belum dapat dipastikan apakah memang tertular dari
pasangannya atau memang sudah ada kuman yang dormant sejak lama ditubuhnya
(reaktivasi kuman dormant).
Kalau kita lihat dari lesi foto paru yang dapat peneliti tampak disini lesi yang
tidak luas (lesi minimal) maka bisa diperkirakan mulai terjadinya sakit pada
penderita tersebut ialah dalam masa penderita sudah berumah tangga, mengingat
penderita adalah telah berumah tangga > 5 tahun. Kalau dihubungkan dengan
pernyataan kepustakaan sebelumnya bahwa TB paru pada penderita dewasa adalah
90% disebabkan reaktivasi kuman yang ada ( dormant/teori endogen) dan 10% dari
eksogen namun itu pun pada keadaan- keadaan tertentu seperti pada penderita HIV.
Jadi tampaklah disini TB post primer bisa terjadi dari reaktivasi kuman yang sudah
ada/dormant (teori endogen) dan bisa juga dari yang didapat baru ( teori eksogen).
21
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
TB paru masih merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia, penularan
penyakit melalui droplet nucleus. Tingginya prevalensi meyebabkan penularan yang
tinggi. Pada penelitian ini dari 86 pasangan suami- isteri yang diperiksa didapat 1
pasangan (1,16%) perempuan yang menderita TB paru.
Banyak faktor untuk terjadinya suatu penyakit dan terinfeksi tuberkulosis
paru diantaranya daya tahan tubuh dimana ini diperoleh dari gizi yang baik.
Penularan penyakit tuberkulosis bisa berasal dari reaksitvasi kuman yang
telah ada/dormant (teoti endogen) atau bisa didapat dari penularan langsung dari
kuman TB paru yang baru (teori eksogen).
SARAN
1. Hendaklah pada penderita- penderita tuberkulosis paru selain pemberian obat anti
tuberkulosis yang tepat dan adekuat perlu difikirkan beberapa hal yang
menyebabkan terjadinya tuberkulosis tersebut dimana ini akan membantu
penyembuhan seperti penyuluhan tentang penyakit terhadap penderita maupun
pada keluarganya, terutama tentang perbaikan gizi antara lain makanan dengan
protein yang tinggi, cara hidup sehat/rumah sehat, rumah dengan ventilasi yang
hubungannya erat dengan kontak terutama pada anak-anak selain itu sebagai
pencegahan awal terjadinya tuberkulosis maka pada anak dianjurkan immunisasi
BCG sejak lahir.
2. Hendaknya perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak
lagi dan metode yang lebih terarah agar didapat hasil yang lebih akurat dan
dapat diketahui apakah kontak erat dengan penderita TB paru tersebut
memegang peranan penting dalam timbulnya TB paru post primer.
DAFTAR PUSTAKA
Dala
Kumpulan
Naskah
Ilmiah
22
Anak.
Bagian
Ilmu
23
19. WHO. Childhood Tuberculosis and BCG Vaccine. BCG- Gateway to EPI.
Expanded Programme on Immunization. Agustus 1989.
20. Aditama TY. Sepuluh Masalah Tuberkulosis dan Penanggulangannya Dalam
Jurnal Respiratory Indonesia. 20;1;2000;8- 12
21. Nadesul H. TB Bukan Penyakit Keturunan Dalam Penyebab, Pencegahan dan
Pengobatan TB. 1998;1- 6.
22. Maat S. Pengobatan TB Paru Melalui Pendekatan Kemo Imunoterapi Lab.
Patologi Klinik SRUD. Dr. Soetomo. FK. Unair.2000.
23. Rossman MD, Mayock RL. Pulmonary Tuberculosis in Tuberculosis : Clinical
Management and New Challenges. Mc Grow-Hill. 1995;145- 52
24. Maunder RJ, Pierson DJ. Tuberculosis in The Adult Respiratory Distress
Syndrome in Foundations of Respiratory Care. David J. Person, Robernt M.
Kacmarck. 1992;356- 58.
25. Speert DP Tuberculosis in Infectious Diseases of Children. Krugman S Ninth
ed Mosby Year Book. 1992;551- 72.
26. Mulyono Djoko; Santoso DI; Tuberkulosis Milier Dengan
Intrakrania Dalam Cermin Dunia Kedokteran 115; 1997;30- 31
Tuberkulona
27. Dutt KA, Mehta JB, Witaker BJ. Westomoreland H. Outbreak of Tuberculosis in
a Church. In Chest. 107;2;1995;447- 52
28. Stead WW, Bates JH. Tuberkulosis in Harrison. Principle of International
Medicine ( Terjemahan) Ed.9. Ilmu Penyakit Dalam .1981;35- 61
29. Santoso DK, Tanuwiharjo BY. Pengalaman Menerapkan Sistem DOTS Dalam
Program Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Cimahi Tengah,
Dalam : Paru. Majalah PDPI Naskag Konas VIII. Batu;199;206-17
30. Dahlan Zul. Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Dalam Cermin Dunia
Kedokteran. 115;1997;8-12.
31. R. Syamsul Hidayat, Jong WD. Infeksi dan Inflamasi Dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. EGC. 1998;3-70.
32. Silibowsky R. Infection Due to Mycobakterium Tuberkulosis in Pulmonary
Diseases and Disorders. Company on Hand Book. Alfred P. Fishman. Mc. Graw
Hill International Edition. Second Ed. 1994;353- 65
24
of
The
Chest.
IGAKU-
25
26
62. Crofton J,Horne N, Miller F. ( Alih Bahasa Prof. Dr. Muljono dkk) :Tuberkulosis
Klinik, Jakarta, Widiya Medika, 1998;95- 101.
63. Ginting AK. Imunopatogenesis TB Paru Dalam Tesis Penilaian 3 Jenis Prototipe
Antigen MMP Peptida M. Tuberculosis Sebagai Sero Diagnosis TB Paru Di
Bagian Pulmonologi FKUI.1998.
64. Darip MD. Aspek Imunologis Infeksi Dengan Mycobakterium Tuberkulosa
Bagian Mikrobiologi FK.USU.
65. Muliaty D. Respon Imunologi Penyakit Tuberkulosis Disajikan Pada Kelompok
Studi UPI FK- USU Prodia Medan, Agustus 2000.
66. Keliat N. Pengaruh Pemberian Asam Amino Secara Parenteral Pada Konversi
Sputum Penderita Tuberkulosa Paru Dalam Tesis Untuk Melengkapi Syarat
Pendidikan Spesialisasi Di Bidang Ilmu Penyakit Paru FK- USU/RSUP H. Adam
Malik Medan/RSD Dr. Pirngadi Medan.1995.
67. WHO. Immunological
1993;6- 8.
Aspect
in
Recurrent
Respiratory
Track
Infektions
27