Anda di halaman 1dari 24

Grand Case Session

Carsinoma Rectum

OLEH :

Resti Fadya 0910313244

PRESEPTOR:
Dr. M. Iqbal Rivai, Sp.B-KBD

BAGIAN ILMU BEDAH RSUP DR. M. DJAMIL PADANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas

saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu
kanker rektal adalah masalah nutrisi dan kurang berolah raga. Kanker rektal
merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling
mematikan di dunia. Kanker rektal adalah kanker yang menyerang kolon dan
rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat disembuhkan. Jika penderita
telah terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50
persen.3 Setiap waktu, kanker ini bisa menyerang seseorang. Risikonya akan terus
meningkat seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika Serikat dan
Inggris memperlihatkan, orang yang berusia antara 60 sampai 80 tahun berisiko
tiga kali lipat dari kelompok usia lainnya. Mereka yang memiliki riwayat
peradangan saluran cerna seperti kolit usus kronis, tergolong berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi kanker kolorektal.
Demikian juga dengan mereka yang memiliki riwayat penyakit kanker
tersebut, risiko terkena penyakit ini bisa menyerang pada kelompok usia mana
pun di bawah 60 tahun.3 Umumnya penderita datang dalam stadium lanjut, seperti
kebanyakan tumor ganas lainnya; 90% diagnosis karsinoma rekti dapat
ditegakkan dengan colok dubur. Sampai saat ini pembedahan adalah terapi pilihan
untuk karsinoma rekti. 1,2,3,10

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi
Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis

anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula
dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh
muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang
dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus levator ani. Panjang
rektum berkisar 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada rectosigmoid junction dan 35
cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa
dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan
longitudinal), dan lapisan serosa.

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior,


media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan kelanjutan dari a.
mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan. Arteri hemoroidalis
merupakan cabang a. iliaka interna, arteri hemoroidalis inferior cabang dari a.
pudenda interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari plexus hemoroidalis
internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. Mesenterika inferior dan seterusnya
melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan alam
rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma rektum dapat menyebar

sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis inferior mengalirkan darah
ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena kava.
Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang
mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke
kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat
mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum di atas garis anorektum
berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior dan melanjut ke kelenjar limfe
mesenterika inferior dan aorta.
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut
simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2, 3, dan
4, serabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut parasimpatis
berasal dari sakral 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi ereksi penis, klitoris
dengan mengatur aliran darah ke dalam jaringan.

2.2

Epidemiologi
Di USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling

sering terjadi dan nomor dua sebagai penyebab kematian di negara berkembang.
Tahun 2005, diperkirakan ada 145,290 kasus baru kanker kolorektal di USA,
104,950 kasus terjadi di kolon dan 40,340 kasus di rektal. Pada 56,300 kasus
dilaporkan berhubungan dengan kematian, 47.700 kasus Ca kolon dan 8,600
kasus Ca rectal. Ca kolorektal merupakan 11 % dari kejadian kematian dari semua
jenis kanker. 1, 4
Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi
kematian pada hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health Organization,
2003). Menurut data di RS Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektal
menempati urutan keenam dari 10 jenis kanker dari pasien yang dirawat di sana.
Kanker rektal tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia selain
jenis kanker lainnya. Namun, perkembangan teknologi dan juga adanya
pendeteksian dini memungkinkan untuk disembuhkan sebesar 50 persen, bahkan
bisa dicegah.1,3,4
Dari seluruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50 tahun.
Hanya 5% pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki laki

memiliki insidensi terbanyak mengidap kanker rektal dibanding wanita dengan


rasio bervariasi dari 8:7 - 9:5.1,2

2.3

Etiologi dan Faktor Resiko

1. Polip
Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk menjadi
kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang
bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, adenoma formation,
perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif kanker.
Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal deletion
memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma, perkembangan dan
peningkatan displasia dan invasif karsinoma.13
2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease
2.1 Ulseratif Kolitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon sekitar 1%
dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko perkembangan
kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis dan
berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko
kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun.
Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi dari
kanker kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi untuk
menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien dengan kolitis
yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan berdasarkan asumsi
bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya invasif kanker. Sebuah

studi prospektif menyimpulkan bahwa kolektomi yang dilakukan dengan segera


sangat esensial untuk semua pasien yang didiagnosa dengan displasia yang
berhubungan dengan massa atau lesi, yang paling penting dari analisa
mendemonstrasikan bahwa diagnosis displasia tidak menyingkirkan adanya
invasif kanker. Diagnosis dari displasia mempunyai masalah tersendiri pada
pengumpulan sampling spesimen dan variasi perbedaan pendapat antara para ahli
patologi anatomi.13
2.2 Penyakit Crohns
Pasien yang menderita penyakit crohns mempunyai risiko tinggi untuk menderita
kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan ulseratif kolitis.
Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohns sekitar 20%.
Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari adenokarsinoma
pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma meningkat pada tempat
strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari dinding intestinal harus dilakukan
pada saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa squamous sel
kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien dengan crohns
disease.14
3. Faktor Genetik
3.1 Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker
kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang
mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker
kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak
memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.13
3.2 Herediter Kanker Kolorektal
Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal menuju
mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan
adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling
penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom kanker herediter yaitu riwayat
kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada adenoma yang lebih
kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada dari seluruh kanker
kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon dan

adenoma yang besar.2 Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama
dari sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua
sindrom ini, dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki
mekanisme yang berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan
hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).13
4. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat
berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan
penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya
hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang menjelaskan
mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal. Teori pertama
adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi
insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah
menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi
insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak
jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk
menstimulus proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif.
Pemaparan jangka panjang hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan kanker
kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang
secara signifikan menghambat karsinogenesis kolon secara experimental. Dari
pengamatan tersebut dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi
pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah
akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal,
karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif
dengan lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan
mutagenesis dapat meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt
foci. Proses ini dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki
permukaan lumen kolon; (b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua
mekanisme tersebut, misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan
kegagalan pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan
hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.13,16
5. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali
untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar.
Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah
kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar. Diperkirakan 5000-7000
kematian karena kanker kolorektal di Amerika dihubungkan dengan pemakaian
rokok. Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan dengan meningkatnya
risiko kanker kolorektal. Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan
antara aktifitas, obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada
percobaan terhadap hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan
perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik
menunjukkan

penekanan

pada

aktifitas

prostaglandin

intestinal,

yang

berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study telah
menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara aktifitas fisik dengan terjadinya
adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik akan
meningkatkan risiko terjadinya adenoma.
6. Usia
Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut ( 65 thn) pria dan wanita
adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7 kali
(2158 per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4 kali
(1192 per 100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan orang yang berusia
lebih muda (30-64 thn). Sekitar setengah dari kanker yang terdiagnosa pada pria
yang berusia lanjut adalah kanker prostat (451 per 100.000), kanker paru-paru
(118 per 100.000) dan kanker kolon (176 per 100.000). Sekitar 48% kanker yang
terdiagnosa pada wanita yang berusia lanjut adalah kanker payudara (248 per
100.000), kanker kolon (133 per 100.000), kanker paru paru (118 per 100.000)
dan kanker lambung (75 per 100.000). Usia merupakan faktor paling relevan yang
mempengaruhi risiko kanker kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari
kanker kolorektal meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan
wanita berusia 50 tahun atau lebih, dan hanya 3% dari kanker kolorektal muncul
pada orang dengan usia dibawah 40 tahun. Lima puluh lima persen kanker
terdapat pada usia 65 tahun, angka insiden 19 per 100.000 populasi yang
berumur kurang dari 65 tahun, dan 337 per 100.000 pada orang yang berusia lebih

dari 65 tahun.13 Di Amerika seseorang mempunyai risiko untuk terkena kanker


kolorektal sebesar 5%. Sedangkan kelompok terbesar dengan peningkatan risiko
kanker kolorektal adalah pada usia diatas 40 tahun. Seseorang dengan usia
dibawah empat puluh tahun hanya memiliki kemungkinan menderita kanker
kolorektal kurang dari 10%. Dari tahun 2000-2003, rata-rata usia saat terdiagnosa
menderita kanker kolorektal pada usia 71 tahun. Insidensi berdasarkan usia
dibawah 20 tahun sebesar 0,0%, 20-34 tahun sebesar 0,9%, 35- 44 tahun sebesar
3,5%, 45-54 tahun sebesar 10,9%, 55-64 tahun sebesar 17,6%, 65-74 tahun
sebesar 25,9%, 75-84 tahun sebesar 28,8%, dan > 85 sebesar 12,3%.17
2.4

Gejala Klinis1,2,5,7,8,12

Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :
Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu
darah segar maupun yang berwarna hitam.
Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong
saat BAB
Feses yang lebih kecil dari biasanya
Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa
penuh pada perut atau nyeri
Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
Mual dan muntah,
Rasa letih dan lesu
Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri
pada daerah gluteus.
2.5

Diagnosis 1,2,5,7,8,9,12
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker

rektal, diantaranya ialah :


1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik
Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di
jaringan

2) Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan\


skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada
pemeriksaan rektal, pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak
sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung.

Pemeriksaan colok dubur pada Ca Rekti


Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan adanya
suatu penonjolan tepi, dapat berupa :
a. suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu suatu
plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.
b. suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi umumnya
mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi
c. suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang menonjol
dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)
d. suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk cincin
Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:
a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian
terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar
prostat atau ujung os coccygis. Pada penderita perempuan sebaiknya juga
dilakukan palpasi melalui vagina untuk mengetahui apakah mukosa vagina
di atas tumor tersebut licin dan dapat digerakkan atau apakah ada
perlekatan dan ulserasi, juga untuk menilai batas atas dari lesi anular.
Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan pemeriksaan colok
dubur.

b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada
lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalami ulserasi
lebih dalam umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau
perlekatan ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli,
dinding posterior vagina atau dinding anterior uterus.
c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan karakteristik
pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi.
3) Dapat pula dengan Barium Enema,. yaitu Cairan yang mengandung barium
dimasukkan melalui rektum kemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus
gastrointestinal bawah.
4) Sigmoidoscopy , yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan
dapat diambil untuk biopsi.
5) Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan
dapat diambil untuk biopsi.
6) Biopsi, Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling
sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah
karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan
undifferentiated tumors.1,2
Staging
The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM staging
system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV).
1,2,5

1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum.yaitu
pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.

2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan
muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar
kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes
A rectal cancer.
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun
tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak
menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru,
atau ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer

Stadium Ca Recti I-IV


2.6

Penatalaksanaan

1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk
stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga
dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode

penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical


treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum
pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal,
neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada
pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar
jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan
kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang
tertinggal. 2,7
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain : 1,2,9
Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat
dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker
ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.
Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu
diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.
2. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut,
radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran
lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada
kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk
penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam
kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan
menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46%
dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi telah
berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak.
Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang
memiliki tumor lokal yang unresectable. 1,2,9
3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit
residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan pada
pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang
bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan

fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam


sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin
memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun,
dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka
kekambuhan kira kira 15% dan menurunkan angka kematian kira kira sebesar
10%. 1,2,9
2.7

Prognosis

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai
berikut :
a. Stadium I - 72%
b. Stadium II - 54%
c. Stadium III - 39%
d. Stadium IV - 7%
Lima puluh persen dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa
kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi
pada. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahu pertama setelah
operasi. Faktorfaktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk
kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh
batas - batas negatif tumor. 2

BAB 3
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. N

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 71 tahun

Suku

: Minang

Agama

: Islam

Alamat

: Jorong Kubu Nan Ampek Batipuh Baru Tanah Datar

No. Rekam Medik : 918568


Tgl. MRS

: 1 Agustus 2015

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Perut terasa sakit sejak 3 bulan terakhir
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien merasakan perut terasa sakit sejak 3 bulan SMRS. Sakit dirasakan
terus menerus, nyeri hilang timbul dirasakan terutama di perut bagian
bawah. BAB (+) mencret, BAK (+) normal. Beberapa minggu terakhir
BAB pasien bercampur darah segar. Pasien satu tahun yang lalu sudah
menderita keluhan yang sama dan dinyatakan menderita tumor usus dan
pasien dianjurkan operasi tapi karna tidak ada darah ( Rh -) operasi
ditunda.

Riwayat BAB berbentuk kecil-kecil seperti kotoran kambing ada.

Mual tidak ada

Muntah tidak ada

Pasien mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis dalam 6


bulan ini

Pasien sudah berobat ke Rumah sakit sebanyak 6x sejak tahun 2014


sampai sekarang.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya

Riwayat operasi usus disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien
Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien tidak bekerja aktifitas fisik ringan
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Komposmentis

Tekanan darah

: 160/90 mmHg

Nadi

: regular, kuat angkat, 86 kali/menit

Nafas

: 20 kali/menit

Suhu

: 37C

Status generalis:

Kepala:
Mata : konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-)
Hidung : tidak ada sekret / bau /perdarahan
Telinga : tidak ada sekret / bau /perdarahan
Mulut :bibir sianosis (-), mukosa pucat (-)

Leher:
KGB : tidak ada pembesaran
Tiroid : tidak ada pembesaran

Thorak

Jantung

: Iktus kordis tidak tampak, teraba pada RIC V linea


midclavicula sinsitra, Irama teratur, bising (-)

Paru

: Pergerakan dada simetris, fremitus kiri = kanan,


sonor, nafas vasikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

: Supel, Hepar dan Lien tidak teraba

Ekstremitas

: Akral hangat, refilling kapiler < 2 detik,


kekuatan otot
555555
555555

Status Lokalis
Regio Abdomen :
Inspeksi

: Datar, DC (-), DS (-)

Auskultasi

: Bising usus (+)

Palpasi

: Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

Perkusi

: Timpani

Pemeriksaan Rectal Touche


Ampula : baik, mukosa teraba masa konsistensi lunak
Spinter : normal
Handscoen : feses (+) darah(+)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (1 Agustus 2015)
Hematologi :
Hemoglobin

: 7,8 g/dl
: 8000/mm3

Lekosit
Trombosit

: 525.000/mm3

Hematokrit

: 24%

Kesan

: Anemia sedang, trombositosis

Kimia Klinik:
Glukosa sewaktu

: 90 mg/dl

Ureum darah

: 8 mg/dl

Kalsium

: 8,0 mg/dl

Natrium

: 134 mmol/L

Kalium

: 3,7 Mmol/L

Klorida serum

: 103 Mmol/L

Albumin

: 2,8 g/dl

Globulin

: 3,7 g/dl

SGOT

: 18 ul

SGPT

: 8 ul

Kesan

: albumin turun

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Foto rontgen (18 November 2014)


Cor

: membesar, CTI lebih dari 50%, Atero sklerosis aorta

Pulmo

: hili normal. Corak bronkovaskular baik


Tidak tampak infiltrat atau nodul opak bilateral paru

Kesan: pembesaran jantung comperated. Pulmo tidak tampak kelainan

Pemeriksaan CT Scan abdomen (26 November 2014)


Interpretasi
-

Hepar, lien

: dalam batas normal

Kandung empedu

: dalam batas normal

Kedua ginjal

: dalam batas normal

Buli-buli

: tidak tampak kelainan

Efusi pleura bilateral

Kesan

: masa rectosigmoid disertai gambaran

pericolonic fat standing dan dilatasi ringan kolon proksimal

Diagnosis Kerja:
Carsinoma recti + anemia + hipoalbuminemia

Penatalaksanaan:
-

Transfusi PRC I unit perhari

IVFD RL 20 tetes

Inj Ranitidin 2x1 amp (IV)

Inj tramadol 3x1 amp

FOLLOW UP
4 Agustus 2015
S/

Nyeri(+), Demam (-)

O/

Keadaan Umum

: Sedang

Kesadaran

: Composmentis

Tekanan darah

: 150/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Nafas

: 19x/menit

Suhu

: 36,80C

A/

Ca recti

P/

- Laparoskopi
- CT scan abdomen
- PRC sampai Hb > 10

5 Agustus 2015
S/

BAB berdarah (+)

O/

Keadaan Umum

: Sedang

Kesadaran

: Composmentis

Tekanan darah

: 140/80 mmHg

Nadi

: 87x/menit

Nafas

: 20x/menit

Suhu

: 370C

A/

Ca recti

P/

PRC sampai Hb > 10

BAB 4
DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 71 tahun, sejak tanggal 1


Agustus 2015 di RSUP DR. M. Djamil padang dengan keluhan Perut terasa sakit
sejak 3 bulan terakhir. Pasien merasakan perut terasa sakit sejak 3 bulan SMRS.

Sakit dirasakan terus menerus, nyeri hilang timbul dirasakan terutama di perut
bagian bawah. BAB (+) mencret, BAK (+) normal.
Beberapa minggu terakhir BAB pasien bercampur darah segar. Pasie satu
tahun yang lalu sudah menderita keluhan yang sama dan dinyatakan menderita
tumor usus dan pasien dianjurkan operasi tapi karna tidak ada darah ( Rh -)
operasi ditunda. Riwayat BAB berbentuk kecil-kecil seperti kotoran kambing ada.
Mual tidak ada, Muntah tidak ada. Pasien mengalami penurunan berat badan yang
cukup drastis dalam 6 bulan ini. Pasien sudah berobat ke Rumah sakit sebanyak
6x sejak tahun 2014 sampai sekarang.
Pada pemeriksaan Regio Abdomen didapatkan inspeksi : Datar, DC (-),
DS (-)Auskultasi : Bising usus (+), Palpasi: Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-),
Perkusi : Timpani. Pemeriksaan Rectal Touche didapatkan Ampula : baik, mukosa
teraba masa konsistensi lunak, Spinter : normal, Handscoen : feses (+) darah(+).
Dari pemeriksaan foto rontgen didaptkan kesan pembesaran jantung
comperated. Pulmo tidak tampak

kelainan. Pemeriksaan CT scan abdomen

didaptkan kesan masa rectosigmoid disertai gambaran pericolonic fat standing dan
dilatasi ringan kolon proksimal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from www.emedicine.com.


(Download : 18 Juni 2009)

2.

Cirincione,

Elizabeth.,

2005.

Rectal

Cancer.

Available

from

www.emedicine.com. (Download : 18 Juni 2009).


3. Anonim, 2006. Mengatasi Kanker Rektal. Republika online. Available from
www.republika.co.id. (Download : 18 Juni 2009)
4. American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006. American
Cancer Society Inc. Atlanta
5. Anonim, 2006. A Patients Guide to Rectal Cancer. MD Anderson Cancer
Center, University of Texas.
6. Azamris, Nawawir Bustani, Misbach Jalins., 1997. Karsinoma Rekti di RSUP
Dr. Jamil Padang, Cermin dunia Kedokteran No.120. Available from
http://www.kalbe.co.id (Download : 18 Juni 2009)
7. Anonim, 2006. Rectal Cancer Facts : Whats You Need To Know. Available
from Available from www.healthABC.info. (Download : 18 Juni 2009)
8. Anonim, 2006. Rectal Cancer - Overview, Screening, Diagnosis & Staging.
Available from www.OncologyChannel.com. (Download : 18 Juni 2009)
9.

Anonim,

2005.

Rectal

Cancer

Treatment.

Available

from

www.nationalcancerinstitute.htm. (Download : 18 Juni 2009)


10. Marijata, 2006. Pengantar Dasar Bedah klinis. Unit Pelayanan Kampus, FK
UGM.
11. De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

12. Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit
Buku
Media Aesculapius. Jakarta.

13. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed.
Lippincott Willi ams & Wilkins: USA.p 201
14. Schwartz SI, 2005. Schwartzs Principles of Surgery 8th Ed. United
States of
America: The McGraw-Hill Companies.
15. Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New
England
Journal of Medicine. Available from www.pubmed.com. p.348:919-932,
(Download : 24 Juni 2009)
16. Soeripto et al. Gastro-intestinal Cancer in Indonesia. Asian Pacific Journal
of
Cancer Prevention, (Online), 2003; Vol. 4, No. 4, Available from
http://www.apocp.org/ cancer_download/Vol4_No4/Soeripto.pdf,. (Download : 24
Juni 2009)
17. National Cancer Institute. 2006. SEER Cancer Statistics Review
1975-2003, Available from http://seer.cancer.gov/statfacts/html/colorect.html.
(Download : 24 Juni 2009)

Anda mungkin juga menyukai