Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka adalah kerusakan kontinuitas jaringan atau kuit, mukosa mambran dan tulang
atau organ tubuh lain. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul,
perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.setiap hewan pernah
mengalami luka dengan berbagai penyebab dan jenis lukanya. Luka sering digambarkan
berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukan derajat luka. Ketika luka
timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel ( Mangram, 2004 )
Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :
1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital
dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika
diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson Pratt). Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% 5%.
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan
dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi
terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka
adalah 3% 11%.
3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat
kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% 17%.
4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme
pada luka.
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan proses
peradangan, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling),
kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function).
Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase : inflamasi, proliferasi, maturasi. Terdapat
juga factor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka yaitu :usia, infeksi, hipovolemia,
hematoma, benda asing, iskemia, diabetes, pengobatan, dll. Maka dari itu, dalam makalah ini
kami akan membahas masalah clean-contamined wounds. ( Pilar, 2012 )

1.2 Rumusan Masalah


1.Apa yang dimaksud dengan luka bersih terkontaminasi
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan mempelajari kasus dari luka bersih terkontaminasi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Luka
2

Luka operasi terkontaminasi terjadi akibat prosedur operasi yang memasuki saluran
pencernaan, traktur respiratorius, atau traktur genitor urinarian dalam keadaan terkontrol,
tanpa terkontaminasi tidak lazim, penyimpangan ringan dalam teknik atau pemasangan drain.
Saat operasi juga merupakan luka bersih terkontaminasi, contohnya adalah histerektomi
vagina, sistektomi dengan biakan urin negative,dan kolesistektomi tanpa adanya infeksi
empedu. ( Stanzani, 2012 )
2.2 Klasifikasi luka
The Centers for Disease Controls (CDC) mengklasifikasikan luka operasi menjadi 4
kategori berdasarkan tingkat kontaminasinya, yakni clean wounds, clean-contaminated
wounds, contaminated wounds dan dirty and infected wounds.
1. Clean wounds (Luka Bersih)
Clean wounds merupakan luka tanpa infeksi dan tidak disertai reaksi inflamasi.
Luka ini akan sembuh melalui primary union. Luka bersih biasanya menghasilkan
luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson
Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%. 2.
2. Clean-contaminated wounds (Luka Bersih Terkontaminasi)
Clean-contaminated wounds adalah luka operasi dimana traktus respiratorius,
alimentary, genitalia dan traktus urinarius terlibat tanpa adanya kontaminasi.
Kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%. 3.
3. Contaminated wounds (Luka Terkontaminasi)
Contaminated wounds termasuk luka terbuka, luka trauma atau kecelakaan
misalnya saja laserasi jaringan, fraktur terbuka dan luka tusuk.
4. Dirty and infected wounds (Luka Kotor dan Infeksi)
Dirty and infected wounds adalah luka yang benar-benar telah terkontaminasi
kuman. Contoh dari luka ini adalah perforasi organ dan abses.
Sedangkan berdasarkan kedalaman dan luas lukanya, luka dapat diklasifikasikan
menjadi 4 stadium, yakni:

Stadium I : Luka Superfisial Non-Blanching Erithema : yaitu luka yang


terjadi pada lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai
bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai
pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka
timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
3

2.3 Surgical Site Infection


Perawatan luka bersih terkontaminasi
Tujuan:
- Mencegah infeksi
- Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
- Mempercepat penyembuhan
- Membersihkan luka dari benda asing atau debris
- Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
- Mencegah pendarahan
- Memberikan rasa aman dan nyaman
- Memberikan lingkungan fisiologis yang sesuai untuk penyembuhan luka (Pilar, 2012)
2.4 Definisi Contamined Wounds
Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat
kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen.
Kemungkinan infeksi luka 10% 17%.
2.5 Faktor Penyebab Luka
1. Faktor Lokal
Iskemia Iskemia adalah kurangnya suplay darah (nutrisi dan oksigenasi) ke jaringan
luka dapat berupa :
a. Inadekuatnya aliran darah ke jaringan luka akibat misalnya ligasi, peripheral
vascular disease, atau hipotensi generalisata.
b. Sudah ada jaringan yang nekrotik pada tepi luka sebelumnya
c. Terlalu rapat pada penutupan luka sehingga kapiler rusak pada tepi luka.
d. Regangan yang kuat pada tepi luka sehingga mengganggu merapatnya kontraksi
luka.
Pada kejadian tunggal atau kombinasi dari ini semua menyebabkan penurunan
aliran darah pada tepi luka. Menurunkan leukosit dan fibroblas akibat nutrisi dan
oksigenasi berkurang.
Ketegangan luka
Disini diharapkan aproksimasi luka yang baik sehingga posisi tepi luka bersatu
dengan baik sehingga memercepat proses kolagenasi. Luka pada area gerak yang
banyak akan sulit penyembuhan lukanya. Ketegangan dalam penjahitan luka juga
hendaknya diperhatikan, terlalu tegang akan menimbulkan iskemia. Menarik terlalu
keluar penjahitan dapat menyebabkan dead space didalam. Untuk mengantisipasi ini
semua dapat digunakan grafts dan flaps (pada jaringan kulit yang banyak hilang), atau
post operative splinting.
Infeksi
Dengan adanya rongga (dead space) di dalam luka operasi dapat menyebabkan
terkumpulnya darah (hematoma) dan cairan serous lainnya yang merupakan kultur
4

media yang baik untuk bakteri dan merupakan predisposisi terjadinya infeksi
(Surgical Site Infection) . Akibat hematoma juga hemostasis tidak adekuat, terjadi
perdarahan, akibat relaksasi pembuluh darah, perdarahan lambat pada infeksi luka
atau obat-obat antikoagulasi atau disseminated intravascular coaghulaphaty
merupakan penyebab utama perdarahan. Selain itu bahan-bahan dari benang operasi
dapat juga menjadi predisposisi terjadinya infeksi, juga persiapan pra bedah yang
tidak adekuat misalnya pemberian antibiotika profilaksis.
Trauma Lokal
Kerusakan jaringan tempat bekas operasi terhadap suatu benturan dapat
menyebabkan iskemik parsial atau total. Hal ini menyebabkan respon radang yang
hampir sama dengan sepsis dimana mengganggu proses kolagenesis. Jika demikian
maka debridement diperlukan.
Faktor Penyakit Kronik Jaringan
Pada keadaan seperti limfedema kronik, iskemik kronik, hipertensi venosa dan
jaringan parut yang luas dapat menyebabkan penyembuhan luka yang buruk. Keadaan
ini dapat dikurangi dengan teknik asidosis dan mengoptimalkan faktor-faktor lainnya.
Irradiasi
Radiasi pra operasi pada penyakit-penyakit keganasan (kanker) dapat
menyebabkan jeleknya penyembuhan luka operasi disebabkan oleh terjadinya fibrosis
maupun mikroangiopati. Radioterapi setelah operasi juga menigkatkan kejadian
kegagalan peneymbuhan luka. Pada keadaan ini pembentukan fibroblast dihambat
atau terganggu.
2. Faktor Sistemik
Pada keadaan terjadinya gangguan sistemik maka penyembuhan luka terjadi
kegagalan sintesis kolagen dan fungsi imun terganggu. Faktor-faktor sistemik itu
antara lain :
a. Usia/kondisi medis misal : diabetes, gagal ginjal, gagal fungsi hati,
gagal nafas, imunodefisiensi, obesitas
b. Anemia
c. Syok hipovolemik/hipoksia
d. Kekurangan berat badan/malnutrisi (missal : vit C, Zn, vit A, protein)
Septikemia
e. Keganasan
f. Penggunaan steroid.
Pada ulkus diabetikum, infeksi mudah terjadi sehingga memacu kerusakan
granulositik dan kemotaksis. Kelainan lainnya yang berhubunan dengan ulkus diabetikum
seperti memanjangnya proses inflamasi, terganggunya neovaskulaskularisasi, penurunan
sintesis kolagen, peningkatan proteinase serta defek pada fungsi makrofag. Keloid dan
hipertrofi jaringan parut ditandai dengan akumulasi kolagen yang berlebihan dalam luka
adalah contoh gangguan fibroproliferasi. Pada keadaan ini, abnormalitas dalam migarasi sel
5

dan proliferasi, inflamasi, sintesis dan sekresi protein matriks ekstraseluler dan sitokin, dan
remodeling matriks luka terganggu. Secara sistemis juga sebagai tambahan abnormalitas
antar epidermis dan mesenkim serta regulasi gen (mutasi p53) sekarang ini telah diusulkan
untuk membantu menjelaskan penyembuhan luka yang abnormal.
3. Faktor Teknik
Faktor ini sangat tergantung pada individual sebgai praktisi kliknik. Mencakup
teknik pembedahan dan kemampuan evaluasi klinik selama perawatan luka.
Semuanya itu untuk mengurangi terjadinya infeksi luka operasi yang bila berlajnut
dapat menyebabkan terjadinya wound dehiscence. Tindakan asepsis antiseptic
sebelum operasi memang perlu dilakukan. Dari penelitian Moen et al (2002) yaitu
membandingkan pemakaian povidone iodine spray dengan teknik tradisional scrubpaints menunjukkan bahwa pemakaian povidone iodine spray sama efektifnya dengan
cara tradisional yang sering digunakan.
Pemakaian antibiotik profilaksis dan pasca operasi masih kontroversial.
Antibiotik profilaksis pada bedah Caesar diberikan segera setelah tali pusat diklem.
Adapun kriteria antibiotic profilaksis untuk pembedahan adalah sebagai berikut:
Mempunyai spectrum yang sempit dan hanya untuk melawan kuman
pathogen yang menyebabkan infeksi luka operasional.
Konsentrasi antimikrobanya cukup adekuat pada serum dan jaringan
tempat dilakukan operasi.
Dapat diberikan secara bolus saat dilakukan anesthesia.
Tidak menyebabkan efek sampaing pada pemberian jangka pendek.
Tidak menyebabkan alergi
Tidak meninmbulkan interaksi dengan obat-obat yang diiberikan
perioperatif.
Tidak menyebabkan resistensi kuman pada pasien.
Antibiotik yang digunakan utnuk profilasis sebaiknya bukan antibiotik
untuk pilihan terapi infeksi.
Tidak mahal

BAB III
KASUS
Pada contoh luka bersih terkontaminasi ini kami mengangkat salah
satu kasus penanganan pasca operasi pada seekor monyet ekor panjang ,
dalam hal ini dimana terdapat luka bersih yang terkontaminasi pada saat
penanganan setelah operasi.
Berikut contoh kasus :
Seekor monyet ekor panjang (macaca fascicularis) berusia lima tahun yang tengah
bunting besar dibawa oleh pemiliknya ke klinik saya. Diperkirakan oleh pemiliknya,
6

kebuntingan sudah mencapai lima bulan.(kebuntingan normal pada monyet adalah 167 hari).
Berhubung hewan tersebut telah mengeluarkan cairan ketuban dari vagina dan dilakukan
pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dan fotoX-ray, tidak terdengar suara jantung dari
bayi maka diputuskan untuk segera dilakukan operasi caesar.

hasil foto X-ray


sebelum operasi
Untuk melakukan operasi digunakan ketamine 10mg/kilo sebagai induksinya dan
dilanjutkan dengan intubasi menggunakan isofluran. Sayatan kulit melalui linea alba (tidak
sama dengan operasi pada manusia dimana sayatannya melintang).
Setelah anak kera dikeluarkan, ternyata sudah mati, sedangkan kandungannya sudah
penuh dengan cairan exudat. Dengan persetujuan pemiliknya, rahim yang sudah mengalami
infeksi diangkat (histerektomi).

bayi monyet yang sudah tidak bernyawa lagi


Setelah dilakukan operasi dilakukan penjahitan pada bagian linea alba sampai kulit ,
pada saat selesai dilakukan penjahitan , 5 hari pasca penjahitan ditemukan 4 jahitan terlepas
namun luka masih belum bertautan dan terdapat nanah yang menyebabkan infeksi pada
bagian jahitan pada kulit . setelah diketahui maka dilakukan pelepasan jahitan dan penjahitan
ulang dengan melakukan sterilisasi pada jahitan sebelumnya , hal tersebut di tekankan agar
tidak terjadi kontaminasi yang sama seperti sebelumnya.Diduga pada saat penjahitan pertama
terdapat kontaminasi pada saat operasi dan proses penjahitan yang kurang steril yang
mengakibatkan terjadi kontaminasi pada luka jahitan tersebut.

Penaganan pada luka setelah operasi :


- Sebelum luka ditutup , luka diolesi oleh iodine secara merata dan tipis pada bagian
bekas jahitan saja
- Dilakukan penutupan bekas jahitan dengan perban ( bandage ) menggunakan
supratule terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan kasa dan direkatkan dengan hipavix
dan dilanjutkan dengan pemasangan gurita sebagai pelindung agar luka jahitan tidak
mudah terlepas.
Pemberian amoxycilin secara oral sehari 2 kali dan injeksi tolfenamic per 2 hari
sekali dengan dosis yang sudah di tentukan
- Pergantian perban dan pembersihan luka minimal 2 hari sekali
- Jauhkan pasien dari lingkungan yang dapat menyebabkan terhambatnya proses
penyembuhan luka , contohnya tempat berair
- Manajemen pakan agar mempercepat penyembuhan luka
- Dilakukan pemeriksaan secara berkala pada jahitan dan pemberian nebacetin bubuk
dengan menaburkan sedikit pada bagian luka apabila diperlukan ( Krahwinkel, 2012 )

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Luka operasi terkontaminasi terjadi akibat prosedur operasi yang memasuki saluran
pencernaan, traktur respiratorius, atau traktur genitor urinarian dalam keadaan terkontrol,
tanpa terkontaminasi tidak lazim, penyimpangan ringan dalam teknik atau pemasangan drain.
Saat operasi juga merupakan luka bersih terkontaminasi, contohnya adalah histerektomi
vagina, sistektomi dengan biakan urin negative,dan kolesistektomi tanpa adanya infeksi
empedu.

Daftar Pustaka
Pilar Lafuente D, 2012, Initial Management of The Trauma Patient. Dept. Veterinary Clinical
Sciences, Royal Veterinary College, Hatfield, UK
Mangram AJ et al. Surgical Site Infection (SSI) : An Overview. Dalam Guideline
for Prevention of Surgical Site Infection. Centers for Disease Control and
Prevention Public Health service US. 2004.p. 97-129.
Stanzani G, Otto CM: Shock. In Tobias KM, Johnston 1.SA (ed): Veterinary Surgery: Small
Animals. St Louis, Missouri, Elsevier. Saunders, 2012, pp: 73-93
Krahwinkel DJ, Boothe HW: Topical and systemic 8.medications for wounds. Vet ClinNorth
Am Small AnimPract 2006; 36(4): 739-757.

Anda mungkin juga menyukai