Anda di halaman 1dari 6

Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu penyembuhan dapat dibagi menjadi: Luka

akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah
disepakati. Sedangkan luka kornis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan,
dapat
karena
faktor
eksogen
atau
endogen.
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai kegiatan bioseluler,
biokimia yang terjadi secara berkisanambungan. Penggabungan respons vaskuler, aktivitas
seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan
komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka. Besarnya perbedaan mengenai
dasar mekanisme penyembuhan luka dan aplikasi klinik saat ini telah dapat diperkecil dengan
pemahaman dan penelitian yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan
pemakaian bahan pengobatan yang telah berhasil memberikan kesembuhan pada luka.
Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan mengembalikan komponenkomponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama
atau mendekati sama dengan keadaan sebelumnya. Proses penyembuhan tidak hanya terbatas
pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endogen
(seperti: umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik), (Kaplan and
Hentz,
1992).
Pada dasarnya proses penyembuhan ditandai dengan terjadinya proses pemecahan atau
katabolik dan proses pembentukan atau anabolik. Dari beberapa hasil penelitian dapat diketahui
bahwa proses anabolik telah dimulai sesaat setelah terjadi perlukaan dan akan terus berlanjut
pada keadaan dimana dominasi proses katabolisme selesai. Setiap proses penyembuhan luka
akan terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta
tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik,
tahapan penyembuhan luka terdiri dari: Fase inflamasi / Eksudasi , Fase proliferasi / granulasi
dan
Fase
maturasi
/
deferensiasi.
Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya.
Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan
perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi
secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk
mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari
kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan
(Morris,1990).
A. Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Morris (1990) yaitu:
Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan
keadaan umum kesehatan tiap orang, Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang
tepat tetap dijaga, Respon tubuh secara sistemik pada trauma, Aliran darah ke dan dari jaringan
yang luka, Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme, Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas
dari benda asing tubuh termasuk bakteri.
B. Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan
dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka
pembedahan (Morris,1990). Masih menurut Morris (1990) penyembuhan luka dapat dibagi atas
beberapa fase yaitu:
1. Inflamasi

Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 4 hari. Dua proses utama terjadi pada
fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat
fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan
fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan
darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi
pengambilan sel Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka yang terdiri dar bekuan
dan jaringan mati. Scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh
mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi, epitelial sel ini
membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya
mikroorganisme.
Pada Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah, dan respon seluler digunakan
untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke
jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan
yang dapat mengakibatkan luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Gbr 2. Proses terjadinya inflamasi pada daerah yang luka (Morris,1990)
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial dan
Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam
setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses
yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang
merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF
bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting
bagi
proses
penyembuhan.
Inflamasi merupakan reaksi protektif vaskular dengan menghantarkan cairan, produk
darah dan nutrien ke jaringan interstisial ke daerah cidera. Proses ini menetralisasi dan
mengeliminasi patogen atau jaringan mati (nekrotik) dan memulai cara-cara perbaikan
jaringa tubuh. Tanda inflamasi termasuk bengkak, kemerahan, panas, nyeri/nyeri tekan,
dan
hilangnya
fungsi
bagian
tubuh
yang
terinflamasi.
Bila inflamasi menjadi sistemik akan muncul tanda dan gejala demam, leukositas, malaise,
anoreksia, mual, muntah dan pembesaran kelenjar limfe. Respon inflamasi dapat
dicetuskan oleh agen fisik, kimiawi atau mikroorganisme. Respon inflamasi termasuk hal
berikut
ini:
1.1 Respon Seluler Dan Vaskuler
Arteriol yang menyuplai darah yang terinfeksi atau yang cidera berdilatasi,
memungkinkan lebih banyak darah masuk dala sirkulasi. Peningkatan darah tersebut
menyebabkan kemerahan pada inflamasi. Gejala hangat lokal dihasilkan dari volume
darah yang meningkat pada area yang inflamasi. Cidera menyebabkan nekrosis jaringan
dan akibatnya tubuh mengeluarkan histamin, bradikinin, prostaglandin dan serotonin.
Mediator kimiawi tersebut meningkatkan permeabilitas pembuluh darah kecil. Cairan,
protein dan sel memasuki ruang interstisial, akibatnya muncul edema lokal. Tanda lain
inflamasi adalah nyeri. Pembengkakan jaringan yang terinflamasi meningkatkan tekanan
pada ujung syaraf yang mengakibatkan nyeri, karena adanya substansi kimia seperti
histamin yang menstimuli ujung sel-sel syaraf. Sebagai akibat dari terjadinya perubahan
fisiologis dari inflamasi, bagian tubuh yang terkena biasanya mengalami kehilangan fungsi
sementara dan akan kembali normal setelah inflamasi berkurang.
1.2Pembentukan Eksudat Inflamasi
Akumulasi cairan dan jaringan mati serta Sel Darah Putih (SDP) membentuk eksudat pada
daerah inflamasi. Eksudat dapat berupa Serosa (jernih seperti plasma), sanguinosa
(mengandung sel darah merah) atau purulen (mengandung SDP dan bakteri). Akhirnya
eksudat disapu melalui drainase limfatik. Trombosit dan protein plasma seperti fibrinogen
membentuk matriks yang berbentuk jala pada tempat inflamasi untuk mencegah
penyebaran eksudat. (Oswari E, 1993).
1.3Perbaikan Jaringan

Sel yang rusak akhirnya digantikan oleh sel baru yang sehat. Sel baru mengalami
maturasi bertahap sampai sel tersebut mencapai karakteristik struktur dan bentuk
yang sama dengan sel sebelumnya
2. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah pembedahan.
Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam
pertama setelah pembedahan. Fase ini diawali dengan sintesis kolagen dan substansi
dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah
substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Menurut Oswari E,
(1993), jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga
kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak
dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah
yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
Gbr 3. Proses Proliuferasi Jaringan Luka. (Morris,1990)
Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan
kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan
yang lunak dan mudah pecah.
3. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12
bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru
menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai
meninggalkan jaringan garunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang
karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk
memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada
minggu
ke-10
setelah
perlukaan.
Gbr 4. Proses Maturasi (Diferensiasi) Jaringan Luka. (Morris,1990).
Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase
maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim
kolagenase. Kolagen muda ( gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi
akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang
lebih baik (proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen
yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi
penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang
akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan ajringan kulit
mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses
penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai
sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka.
Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan
kurang gizi, disertai dengan penyakit sistemik (diabetes melitus).

Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Penyembuhan


Faktor-faktor ini secara garis besar dibagi menjadi 2 kelompok yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor
lokal meliputi besarnya luka, jenis jaringan yang mengalami luka, lokasi, bersih dan kotornya luka
(kontaminasi) serta kecepatan penatalaksanaannya. Faktor sistemik meliputi keadaan umum penderita beserta
kelainan kronik sebelumya yang telah diderita, keadaan gizi, penyakit sistem imun dan lain sebagainya. Tabel
dibawah ini menerangkan faktor-faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Kesimpulan
Luka adalah terjadinya suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit dimana terjadinya
kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Berdasarkan
waktu penyembuhan dapat dibagi menjadi: Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan

sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. Sedangkan luka kornis yaitu luka
yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen atau
endogen.
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai kegiatan bioseluler,
biokimia yang terjadi secara berkisanambungan. Penggabungan respons vaskuler, aktivitas
seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan
komponen
yang
saling
terkait
pada
proses
penyembuhan
luka.
Daftar Pustaka
Kaplan NE, Hentz VR, 1992., Emergency Management of Skin and Soft Tissue Wounds,
AnIllustrated Guide, Little Brown, Boston, USA,.
Zachary CB, 1990., Basic
Livingstone,London GB,.

Cutaneous

Surgery,

Primer

in

Technique,

Churchill

Oswari E, 1993., Bedah dan perawatannya, Gramedia, Jakarta,.


Baxter C, 1990., The normal healing process. In: New Directions in Wound Healing. Wound care
manual; February 1990.
Princeton, NJ: E.R. Squlbb & Sons, Inc.
Morris PJ and Malt RA, 1995., Oxford Textbook of Surgery. Sec. 1 Wound healing. New YorkOxford-Tokyo Oxford University Press.

WOUND HEALING / PENYEMBUHAN LUKA


By : Galih Dwi Jayanto, S.ked
FK UII Yogyakarta 2012
Luka adalah suatu gangguan diskontinuitas jaringan
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi berlangsung pada hari ke 0 5 setelah terjadi cidera. Kerusakan sel memicu reaksi vaskuler
kompleks pada jaringan ikat yang terdapat pembuluh darah. Hal ini berguna sebagai proteksi terhadap jaringan
yang mengalami kerusakan untuk tidak mengalami infeksi serta meluasnya luka secara tidak terkendali. Tanpa
adanya proses inflamasi maka tidak akan terjadi suatu proses penyembuhan luka (wound healing). Luka
(wound) mengakibatkan diskontinuitas/ kerusakan struktur jaringan dan menimbulkan perdarahan. Darah
keluar dari pembuluh darah yang rusak sehingga mengisi jaringan yang cedera dan terjadi degranulasi trombosit
serta diikuti oleh pengaktifan faktor Hageman. Kemudian terjadi pengaktifan komplemen kinin, kaskade
pembekuan dan pembentukan plasmin (akan dibahas lebih rinci di lain waktu).
Situasi ini memperkuat sinyal (kemotaktik) dari daerah terluka, yang tidak saja mengaktifkan pembentukan
bekuan darah yang menyatukan tepi luka tetapi juga akumulasi dari beberapa mitogen dan menarik zat kimia ke
daerah luka. Pembentukan kinin dan prostaglandin menyebabkan efek vasodilatasi yang diikuti oleh
peningkatan permeabilitas dari pembuluh darah berlanjut kepada suatu keadaan yang bernama edema atau
pembengkakan. Sel PMN netrofil adalah sel pertama yang menuju ke daerah luka yang berperan sebagai peran
utama dalam mekanisme early inflamation. Neutrofil meningkat dengan cepat dan mencapai puncak pada 24
48 jam. Netrofil ini dengan gesit memfagositosis serta mencerna organisme patologis dan sisa jaringan yang
nekrotik. Kondisi yang steril/ tidak terjadi infeksi, netrofil berumur pendek dan jumlahnya menurun dengan
cepat setelah hari ketiga.

Elemen imun seluler berikutnya termasuk dalam late inflamation adalah makrofag dan limfosit. Makrofag
merupakan turunan dari monosit yang bersirkulasi, terbentuk karena proses kemotaksis dan migrasi. Dia
muncul pertama pada 48 96 jam setelah terjadi luka dan mencapai puncak pada hari ke 3. Makrofag akan
tetap ada di dalam luka sampai proses penyembuhan berjalan sempurna. Sesudah makrofag akan muncul
limfosit T dengan jumlah bermakna pada hari ke 5 dan mencapai puncak pada hari ke 7. Makrofag dan limfosit
T penting keberadaanya pada penyembuhan luka normal. Makrofag melepas faktor pertumbuhan dan substansi
lain yang mengawali dan mempercepat pembentukan jaringan granulasi
2. Fase proliferasi
Fase ini terjadi pada hari ke 3 14. Fase proliferasi ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi pada
luka. Ciri jaringan granulasi adalah berwarna merah cerah, lembab, lembut jika disentuh, dan memiliki
penampilan yang bergelombang. Jaringan granulasi merupakan kombinasi dari elemen seluler termasuk
fibroblas dan sel inflamasi, bersamaan dengan timbulnya kapiler baru tertanam dalam jaringan longgar ekstra
seluler dari matriks kolagen, fibronektin dan asam hialuronik. Fibroblas muncul pertama kali secara bermakna
pada hari ke 3 dan mencapai puncak pada hari ke 7. Peningkatan jumlah fibroblas pada daerah luka merupakan
kombinasi dari proliferasi dan migrasi. Fibroblas ini berasal dari sel-sel mesenkimal lokal yang berhubungan
dengan lapisan adventisia, pertumbuhannya dipacu oleh sitokin yang diproduksi oleh makrofag dan limfosit.
Fibroblas merupakan elemen utama pada proses perbaikan untuk pembentukan protein struktural. Fibroblas
juga memproduksi kolagen dalam jumlah besar, kolagen ini berupa glikoprotein berantai tripel, unsur utama
matriks ekstraseluler yang berguna membentuk kekuatan pada jaringan parut. Kolagen pertama kali dideteksi
pada hari ke 3 setelah luka, meningkat sampai minggu ketiga. Kolagen terus menumpuk sampai tiga bulan.
Proses proliferasi fibroblas dan aktifasi sintetik ini dikenal dengan fibroplasia.
Revaskularisasi dari luka terjadi secara bersamaan dengan fibroplasia. Tunas kapiler tumbuh dari
pembuluh darah yang berdekatan dengan luka. Pada hari ke 2 sel endotelial pembuluh darah mulai bermigrasi
sebagai respon stimuli angiogenik. Proses ini terjadi dari kombinasi proliferasi dan migrasi. Sitokin merupakan
stimulan potensial pada neovaskularisasi, termasuk asidic fibroblast growth factor (aFGF), epidermal fibroblast
growth factor (eFGF), bFGF dan TGF .
Pada permukaan luka juga terjadi pembentukan epitel beberapa jam setelah luka. Sel epitel tumbuh dari
tepi luka, bermigrasi ke jaringan ikat yang masih hidup. Epidermis segera mendekati tepi luka dan menebal
dalam 24 jam setelah luka. Ikatan sel basal dari dermis di dekatnya menjadi longgar. Sel basal membesar dan
bermigrasi ke permukaan luka. Sel basal membelah cepat dan bermigrasi dengan pergerakan menyilang satu
dengan yang lain sampai defek yang terjadi tertutup semua. Ketika sudah terbentuk jembatan, sel epitel berubah
bentuk menjadi lebih kolumner dan meningkat aktifitas mitotiknya. Proses reepitelisasi sempurna terjadi kurang
dari 48 jam pada luka sayat yang tepinya saling berdekatan dan memerlukan waktu lebih panjang pada luka
dengan defek lebar. Stimulator reepitelisasi ini belum diketahui secara lengkap. Faktor yang diduga berperan
adalah EGF, TGF, bFGF, PDGF dan insulin like growth factor (IGF ).
3. Fase maturasi
Fase ini berlangsung dari hari ke 7 sampai dengan 1 tahun. Segera setelah matriks ekstrasel terbentuk
dimulailah reorganisasi. Pada mulanya matriks ekstrasel kaya akan fibronektin. Terjadi migrasi sel substratum
dan pertumbuhan sel ke dalam, penumpukan kolagen oleh fibroblas. Terbentuk asam hialuronidase dan
proteoglikan dengan berat molekul besar berperan dalam pembentukan matriks ekstraseluler dengan konsistensi
seperti gel dan membantu infiltrasi seluler. Kolagen berkembang cepat menjadi faktor utama pembentuk
matriks. Serabut kolagen pada permulaan terdistribusi acak membentuk persilangan dan beragregasi menjadi
bundel fibril yang secara perlahan menyebabkan penyembuhan jaringan dan meningkatkan kekakuan dan
kekuatan ketegangan. Sesudah 5 hari periode jeda, dimana saat ini bersesuaian dengan pembentukan jaringan
granulasi awal dengan matriks sebagian besar tersusun dari fibronektin dan asam hialuronidase, terjadi

peningkatan cepat dari kekuatan tahanan luka karena fibrogenesis kolagen. Pencapaian kekuatan tegangan luka
berjalan lambat. Sesudah 3 minggu kekuatan penyembuhan luka mencapai 20% dari kekuatan akhir.
Bagaimanapun, kekuatan akhir luka tetap lebih lemah dibanding dengan kulit utuh, dengan kekuatan tahanan
maksimal jaringan parut hanya 70 % dari kulit utuh.
Pengembalian kekuatan tegangan berjalan perlahan karena deposisi jaringan kolagen terus menerus,
remodeling serabut kolagen membentuk bundel kolagen lebih besar dan perubahan dari cross linking inter
molekuler. Remodeling kolagen selama pembentukan jaringan parut tergantung pada proses sintesis dan
katabolisme kolagen. Degradasi kolagen pada luka dikendalikan oleh enzim kolagenase. Kecepatan sintesis
kolagen mengembalikan luka ke jaringan normal terjadi dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun. Remodeling aktif
jaringan parut akan terus berlangsung sampai 1 tahun dan tetap berjalan dengan lambat seumur hidup.
Pada proses remodeling terjadi reduksi secara perlahan pada vaskularisasi dan selularitas jaringan yang
mengalami perbaikan sehingga terbentuk jaringan parut kolagen yang relatif avaskuler dan aseluler.

Anda mungkin juga menyukai