Anda di halaman 1dari 24

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. H. Suhairi, MSi, Ak, CA
Dra. Sri Dewi Edmawati, MSi, Ak, CA
Drs. Riwayadi, MBA, Ak, CA

DISUSUN OLEH:
HAFIZAH MARDIAH
NOVIA ZAYETRI

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


UNIVERSITAS ANDALAS
2015

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA


1. Pendahuluan
Manajemen biaya adalah sistem yang didesain untuk menyediakan informasi bagi
manajemen untuk pengidentifikasian peluang-peluang penyempurnaan, perencanaan
strategi, dan pembuatan keputusan operasional mengenai pengadaan dan penggunaan
suber-sumber yang diperlukan oleh organisasi. Sistem manajemen biaya terdiri atas
semua alat-alat, teknik-teknik, dan metode-metode yang secara bersama-sama
membentuk suatu sistem manajemen biaya. Sistem manajemen biaya terintegrasi
menunjukkan adanya saling hubungan dengan elemen-elemen sistem lainnya yaitu: (1)
sistem desain dan pengembangan, (2) sistem pembelian dan produksi, (3) sistem
pelayanan konsumen, dan (4) sistem pemasaran dan distribusi.
Sistem manajemen biaya dapat diklasifikasikan menjadi sistem manajemen biaya
tradisional dan sistem manajemen biaa kontemporer. Keinginan perusahaan untuk
menghasilkan produk berkualitas yang beragam, tingkat persaingan yang tinggi, dan
kesadaran konsumen yang tinggi, mendorong perusahaan menggunakan sistem biaya
kontemporer.
Sistem manajemen tradisional tidak dapat bekerja dengan baik dalam memberikan
informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu pada situasi dimana adanya tuntutan
keragaman, kompleksitas produk, persyaratan mutu dan tekanan persaingan yang tinggi.
2. Pembahasan
a. Biaya Langsung dan Biaya Tidak Langsung
Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang mudah ditelusuri ke objek biayanya.
Sedangkan yang dimaksud dengan biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya
yang tidak mudah ditelusuri ke objek biayanya, sekalipun dapat ditelusuri dengan
cara yang tidak ekonomis.
Jika objek biaya-nya adalah suatu produk, seperti meja tulis, maka kayu merupakan
biaya langsung terhadap objek biaya meja tulis, Karena kayu dengan mudah ditelusuri
pemakaiannya ke meja tulis. Pembebanan biaya langsung ke objek biaya disebut
dengan tracing. Biaya listrik untuk penerangan merupakan biaya tidak langsung,

karena berapa jumlah listrik yang diserap untuk pembuatan meja sulit untuk diukur.
Pembebanan biaya tidak langsung ke objek biayanya disebut dengan allocation.
b. Activity Based Costing
Pengertian Activity Based Costing (ABC) menurut para ahli:
Menurut Kaplan, ABC adalah pendekatan akuntansi berorientasi proses, dimana
biaya diidentifikasi dan dicatat dalam kategori aktivitas yang rinci, sehingga laba atas
investasi dan peningkatan efektivitas dapat dievaluasi.
Sedangkan menurut Blocher, ABC adalah pendekatan biaya yang memberikan biaya
sumber daya ke objek biaya, seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan kegatan
yang dilakukan untuk objek biaya.
ABC adalah model biaya khusus yang mengidentifikasi kegiatan dalam sebuah
organisasi dan memberikan biaya pada setiap aktivitas dengan sumber daya untuk
semua produk dan layanan sesuai dengan masing-masing konsumsi aktual.
Dalam pengunaan Activity Based Costing System (ABC), terdapat dua tahapan untuk
menentukan biaya overhead atas produk. Tahap pertama adalah, mengidentifikasi
aktivitas yang signifikan di dalam kegiatan produksi atas produk dan menentukan
biaya overhead untuk masing-masing aktivitas berkenaan dengan sumber biaya
organisasi yang digunakan oleh aktivitas. Biaya overhead ditentukan oleh masingmasing aktivitas yang terdiri dari activity cost pool. Setelah menentukan biaya
overhead atas activity cost pool dalam tahap pertama, cost driver yang layak untuk
masing-masing cost pool diidentifikasikan dalam tahap kedua. Ketika biaya overhead
dialokasikan untuk masing-masing activity cost pool untuk lini produk dalam proporsi
dalam jumlah atas cost driver yang dikonsumsi oleh lini produk.

Untuk menentukan cost driver, ada 3 kriteria yang harus dipenuhi:


1. Tingkat korelasi/hubungan
Kita harus dapat menyimpulkan bagaimana setiap lini produk mengkonsumsi dalam
aktivitas dengan mengamati bagaimana setiap lini produk mengkonsumsi cost driver.

Oleh karena itu, keakuratan penetapan biaya tergantung dari tingkat korelasi antara
konsumsi dari aktivitas dan konsumsi dari cost driver.
2. Biaya Pengukuran
Kita perlu merancang sistem informasi dari setiap cost-benefit trade-offs. Semakin
banyak activity cost pool yang digunakan, maka semakin tinggi akurasi dari biaya
pengukuran. Dengan demikian juga maka semakin banyak cost drivernya yang
menghasilkan sistem biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang lebih baik.
3. Efek Perilaku
Sistem informasi memiliki potensi tidak hanya untuk memfasilitasi pengambilan
keputusan, tetapi juga mempengaruhi perilaku dari pengambil keputusan, bisa baik
atau buruk, tergantung efek perilakunya. Dalam menentukan cost driver kita perlu
mempertimbangkan kemungkinan konsekuensi perilaku. Contoh, dalam sistem
produksi just-in-time, tujuannya adalah untuk mengurangi persediaan dan kegiatan
material-handling seminimum mungkin. Jumlah pergerakan barang bisa menjadi
dasar pengukuran yang paling tepat, yang dapat menimbulkan efek perilaku yang
diinginkan dan mempengaruhi manajer untuk mengurangi jumlah pergerakan
material, sehingga mengurangi material-handling cost.

c. Activity Based Costing with Idle Capacity

Berdasarkan literatur berjudul Cost & Effect yang diterbitkan oleh Robin Cooper dan
Robert Kaplan, bahwa cost of idle capacity seharusnya tidak termasuk ke dalam cost
of product. Dalam akuntansi biaya tradisional, tarif overhead ditentukan dimuka
dengan cara membagi anggaran biaya overhead dengan ukuran aktivitas yang
dianggarkan seperti jam kerja langsung (direct labor hour). Praktek seperti ini akan
megakibatkan biaya idle capacity dibebankan ke produk dan akan menyebabkan
biaya produksi per unit tidak tepat. Jika aktivitas produksi diperkirakan turun, maka
tarif overhead akan meningkat karena dengan produksi yang lebih sedikit maka biaya
idle capacity yang ditanggung masing-masing unit produksi akan meningkat.
Dalam ABC, produk hanya dibebani biaya dari kapasitas yang digunakan dan tidak
dibebankan biaya dari idle capacity. Ini menyebabkan perhitungan biaya produksi per
unit akan lebih akurat, karena perhitungan biaya hanya atas kegiatan peroduksi yang
dilakukan.

Menurut Hansen dan Mowen (2006), ada enam langkah dalam mendesain
Activity-based costing system (ABC), yaitu:
1. Activity identification, definition, and classification
Identifikasi aktivitas adalah sebuah langkah pertama yang logis dalam
mendesain sistem ABC. Aktivitas berasal dari aksi yang diambil satu atau dari
pelaksanaan kerja dengan peralatan atau untuk orang lain. Definisi aktivitas
adalah sebuah aktivitas dari inventory. Atribut aktivitas adalah informasi
keuangan dan non-keuangan yang menggambarkan aktivitas individual.
Klasifikasi aktivitas merupakan atribut yang digambarkan dan menjelaskan
aktivitas dan pada waktu yang sama menjadi basis pengklasifikasian aktivitas.
2. Assign cost to activities
Setelah mendeskripsikan dan menjelaskan aktivitas, tugas berikutnya adalah
menentukan berapa banyak kos pada setiap aktivitas. Kos dari sebuah aktivitas
adalah kos dari sumber daya yang dikonsumsi dari setiap aktivitas. Kos dari
sumber daya harus dilekatkan pada aktivitas dengan pendekatan langsung atau
dengan suatu pendorong.

Penggerak

aktivitas

adalah

mengukur pemakaian sumber daya oleh aktivitas.


3. Assigning secondary activity costs to primary activities

faktor-faktor

yang

Pembebanan biaya pada aktivitas selesai pada tingkat pertama dari ABC.
Dalam tingkat pertama ini, aktivitas diklasifikasikan menjadi primer dan
sekunder. Jika ada aktivitas sekunder, maka tahap berikutnya muncul. Pada tahap
berikutnya, biaya aktivitas sekunder dibebankan pada aktivitas-aktivitas yang
memakai outputnya.
4. Cost object and bills of activities
Setelah biaya dari aktivitas primer ditentukan, maka biaya tersebut dapat
dibebankan pada produk dalam suatu aktivitas penggunaannya seperti dengan
yang diukur oleh penggerak aktivitas. Pembebanan ini diselesaikan dengan
penghitungan suatu tarif aktivitas yang ditentukan terlebih dahulu dan
mengalikan tarif ini dengan penggunaan aktivitas yang sebenarnya.
5. Activity rates and product costing
Guna menghitung tarif aktivitas, kapasitas praktis dari tiap aktivitas harus
ditentukan. Guna membebankan biaya juga perlu diketahui jumlah dari tiap
aktivitas yang dipakai oleh tiap produk. Dalam memenuhi tujuan ini, akan
diasumsikan bahwa kapasitas praktis aktivitas adalah sebanding dengan total
penggunaan aktivitas oleh semua produk.
6. Classifying activities
Pada pembentukan kumpulan aktivitas

yang

berhubungan,

aktivitas

diklasifikasikan menjadi salah satu dari empat kategori umum aktivitas.


d. Time-Driven Activity Based Costing
Menurut Kaplan dan Anderson di tahun 2004, Time-Driven Activity-Based Costing
(TDABC) merupakan sistem penghitungan biaya yang merupakan terobosan dari
ABC konvensional. Model baru ini diuat tanpa menghilangkan konse-konsep yang
terdapat dalam ABC. Time-Driven Activity-Based Costing (TDABC) merupakan
system yang lebih sederhana, cepat, dan murah karena tidak perlu melakukan
aktivitas survey dan wawancara yang mahal atas karyawannya, yang meman waktu,
dan subyektif. TDABC hanya memerlukan dua parameter, yakni:
1) Biaya per unit dari kapasitas persediaan (unit cost)
2) Waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu aktivitas/transaksi (unit time)

3. Kasus John Deere Component Works (A)


Profil Perusahaan
John Deere, didirikan pada tahun 1837 oleh John Deere pandai besi yang
mengembangkan alat bajak baja pertama yang sukses secara komersial. Selama tahun
1970, Deere menghabiskan lebih dari satu miliar dollar pada modernisasi pabrik,
perluasan usaha dan perkakas. Selama tiga dekade, Deere mengembangkan lini
produknya, membangun pabrik baru dan menjalankan usaha sesuai dengan kapasitas
pabrik, namun tetap tidak mampu untuk memenuhi permintaan.
Dalam periode yang sama, Deere melakukan diversifikasi terhadap peralatan industri
lainnya seperti konstruksi, utility, dan pertambangan. Pada tahun 1962 Deere mulai
membangun gedung dan traktor perkebunan dan peralatan lainnya.
Pada pertengahan tahun 1980 Deere menjadi perusahaan yang bergerak dalam bidang
pertanian dan perkebunan terbesar di dunia. Di tahun 1980, komoditas pertanian
mengalami penurunan dan oleh karena itu, Deere mengambil beberapa kebijakan yaitu
menurunkan level operasinya, memotong biaya yang memungkinkan, meningkatkan
tekanan untuk mendorong pengambilan keputusan, dan melakukan restrukturisasi. Untuk

meningkatkan volume produksi, Deere ingin agar produksi komponennya memasok


untuk perusahaan dan industri lain.
John Deere Components Works
Selama beberapa tahun, komponen traktor dibuat dan dirakit di pabrik traktor, Waterloo.
Untuk menghasilkan produk lain, pada tahun 1970 Deere berhasil memisahkan
komponen produksi traktor menjadi mesin dan perakitan. Untuk perakitan traktor dan
mesin dipindahkan ke pabrik baru di area Waterloo. Pada akhir tahun ke 10, gedung lama
untuk produksi traktor digunakan untuk memproduksi komponen traktor yang dinamakan
John Deere Component Works (JDCW). JDCW memiliki 3 divisi, yaitu divisi hydraulics,
drive trains division, dan gear dan divisi produk spesial. JDCW didesain untuk menjadi
bagian dari produsen peralatan yang diproduksi Deere, terutama traktor.
Selama tahun 1970, kegiatan operasi dan peralatan JDCW telah dirancang untuk
membantu divisi traktor sebesar 150 unit per hari. Pada pertengahan tahun 1980, JDCW
memproduksi suku cadang kurang dari kebutuhan. Aktivitas volume yang rendah
merupakan efek yang sangat merugikan mesin dan bisnis karena mesin tersebut lebih
efisien untuk produksi bervolume tinggi.
Penjualan Internal dan Transfer Pricing
Hampir seluruh penjualan JDCW merupakan penjualan internal. Pabrik peralatan diminta
untuk membeli secara internal komponen-komponen utama, misalnya transmisi desain
lanjutan dan roda yang akan memberikan keuntungan kompetitif pada Deere. Kebijakan
perusahaan menyatakan bahwa transfer pricing antara divisi ditentukan pada nilai full
cost. Perusahaan juga memiliki kebijakan make-buy, pada saat terjadi kelebihan
kapasitas, divisi yang akan melakukan pembelian harus menggunakan direct cost dan
bukan full cost sebagai acuan untuk dibandingkan dengan tawaran harga pasar.
Turning Machine Business
Pada awal tahun 1984, operasi JDCW berada jauh di bawah kapasitas dan para manajer
menyadari bahwa mereka tidak dapat menunggu hingga pasar agrikultur berubah menjadi
lebih baik. Pada divisi gear and produk spesial, sebagian orang memprediksi bahwa

produk turning machine akan menjadi fokus yang menjanjikan. Turning machine ini
merubah bahan mentah menjadi komponen akhir dan merupakan kegiatan operasi divisi
yang paling independen. Turning machine ini memiliki 3 departemen di JDCW. Ketiga
departemen ini dibedakan berdasarkan diameter barstock yang dapat dibuat oleh mesin
tersebut berdasakan katup dalam mesin.
JDCW Standard Cost Accounting System
Dalam perhitungan dengan standard costing, JDCW menjumlahkan unsur-unsur biayabiaya terdiri dari:

Direct Labor (run time only)


Direct Material
Overhead (direct + period) applied on direct labor
Overhead (direct + period) applied on material dollars
Overhead (direct + period) applied on ACTS (Actual Cycle Time Standards) machine
hours

Menetapkan Tarif Overhead


Setiap satu tahun sekali, departemen akuntansi JDCW menetapkan kembali tarif
overhead berdasarkan dua studi, studi normal dan studi proses. Dalam studi normal,
menentukan nilai standar dari direct labor dan machine hours dan total overhead untuk
tahun berikutnya dengan menetapkan volume normal. Studi proses meruntuhkan
overhead yang diproyeksikan pada volume normal di antara 100-plus proses JDCW
seperti lukisan, lembaran logam, menggiling, turning machines, dan heat treating.
Basis Evaluasi untuk Tarif Overhead
Selama beberapa tahun JDCW menggunakan tenaga kerja langsung sebagai tarif untuk
mengalokasikan overhead. Namun pada tahun 1960, perusahaan menerapkan pemisahan
overhead berdasarkan material. Tarif tersebut termasuk biaya pembelian, penerimaan,
pemeriksaan, dan bahan mentah. Biaya-biaya tersebut dialokasikan ke persentase markup
disamping biaya material. Dari waktu ke waktu tarif terpisah ini sudah ditetapkan untuk
baja, castings, dan pembelian untuk merefleksikan perbedaan permintaan.

Perhtungan menggunakan tenaga kerja langsung dan material overhead ini dibagi atas
biaya langsung (biaya variabel), seperti biaya setup, scrap, materials handling, bervariasi
tergantung volume aktivitas produksi dan periode (biaya tetap), seperti pajak, biaya
depresiasi, listrik, gaji tidak dipengaruhi oleh aktivitas produksi. Pada tahun 1984, JDCW
memperkenalkan machine hours sebagai basis alokasi overhead seperti basis tenaga kerja
dan material. Dengan peningkatan penggunaan mesin, maka basis tenaga kerja langsung
tidak lagi digunakan sebagai basis overhead, karena tidak lagi merefleksikan performa
kerjanya. Jam kerja digunakan untuk proses dimana waktu kerja setara machine hours,
jika terdapat perbedaan maka jam atas ACTS digunakan untuk mengalokasikan biaya
overhead.
Permasalahan
Kehancuran agribisnis yang dimulai dengan turunnya nilai tanah pertanian dan harga
komoditas yang menurun tajam yang mengakibatkan Deere untuk mengatur tingkat
pelaksanaan operasi semakin ke menurun, pemotongan biaya, menekankan pembuat
keputusan dilakukan secara desentralisasi, dan rekstrukturisasi pada proses manufaktur.
Deere juga melakukan pengurangan tempat produksi, mengurangi karyawan, mendorong
agar karyawan pensiun dini, dan tidak melakukan penggantian untuk karyawan yang
keluar dari perusahaan.
Sejumlah kegagalan terjadi terus-menerus dalam kompetisi JDCW untuk melakukan
penawaran. Mereka memberikan kontrak, dan semua pekerjaan dijual ke supplier luar.
JDCW hanya mendapatkan segilintir barang yang diminta yang kebanyakan merupakan
low-volume stuff yang tidak diinginkan. JDCW berfikir bahwa mungkin mereka akan
mendapatkan bisnis yang mana direct cost-nya lebih murah dibandingkan dengan
penawaran luar walaupun sebenarnya full cost-nya tidak. Penyebab penawarannya tidak
kompetitif adalah karena harganya lebih mahal dibandingkan supplier luar, dan lebih
mahal dibandingkan dengan divisi-divisi lain di Deere Company. Karena hal tersebut
JDCW mempertanyakan ketepatan metode pembiayaan yang dipakai saat ini, yang
menyebabkan JDCW tidak dapat bersaing dengan kompetitor-kompetitornya.

JDCW mempunyai 3 divisi yaitu The Hidraulics Division, The Drive Trains Division, dan
Gear and Special Product Division. Sebagai bagian dari sebuah perusahaan terintegrasi
secara vertikal, JDCW mendapatkan part dari Deeres Equipment Division, karena dapat
memproduksi berbagai macam part dalam jumlah yang banyak, walaupun produksi
traktor relatif rendah. Rendahnya produksi traktor memberikan kerugian pada mesin
karena mesin lebih efisien beroperasi pada jumlah yang besar.
Kebijakan perusahaan, melakukan transfer antar divisi berdasarkan full cost (direct
material+direct labour+direct iverhead +period overhead). Perusahaan juga punya
kebijakan make-buy policy ketika kapasitas mencukupi, yaitu divisi pembeli bisa
membandingkan yang mana yang lebih rendah antara direct cost (bukan full cost)
dibandingkan dengan penawaran dari luar.
Equipment Division tampaknya hanya melihat harga, berperilaku seperti profit center
bukan cost center, karena hanya memerhatikan keuntungan divisi dibandingkan
perusahaan secara keseluruhan. Dalam prakteknya equipment division tidak mengikuti
kebijakan perusahaan, sehingga JDCW kehilangan porsi untuk equipment factory karena
perusahaan pesaing.
Pada awalnya JDCW menggunakan standar costing untuk perhitungan biayanya, alokasi
overhead berdasarkan pada direct labor hours, machine hours, dan material. Pada
kenyataannya metode biaya ini bekerja cukup baik di masa lalu karena perusahaan
memproduksi produk yang spesifik dalam secara konsisten. Namun, metode biaya ini
tidak memberikan sistem alokasi biaya yang terbaik bagi JDCW.
Keith William menyadari kekurangan dari penggunaan standard costing tersebut dan
beralih menggunakan Activity-Based Activity Costing, yang mencerminkan nilai cost per
unit yang tepat untuk tiap produk. Namun, perbedaan nilai cost penggunaan standard
costing dan Activity-Based Costing bervariasi, ada beberapa produk yang mengalami
penurunan cost dan ada yang justru cost-nya menjadi lebih besar.
Berdasarkan penjelasan di atas, permasalahan yang terjadi di perusahaan yaitu:

1. Penggunaan Standard Costing System yang tidak sesuai dengan nature perusahaan
yang besar dan memproduksi barang yang sangat bervariasi dan tidak mencerminkan
actual cost per unit.
2. Perusahaan menyadari adanya kesalahan dalam menentukan biaya dengan
penggunaan Standard Costing dan beralih menggunakan Activity Based-Costing,
namun hasil yang diperoleh sangat bervariasi, ada yang biayanya menjadi lebih kecil
dan menjadi lebih besar.
Analisis Permasalahan
Pada Oktober 1984, JDCW melakukan penawaran sebanyak 275 suku cadang. Tetapi
dengan harga yang tidak kompetitif, keinginan divisi Gear And Special Products untuk
menjual suku cadangnya tidak dapat dilaksanakan. Harga per unit yang tidak kompetitif
ini sebagian besar disebabkan karena JDCW menggunakan standard cost accounting
system dalam mengalokasikan overheadnya. Tarif overhead didasarkan pada basis direct
labor, material dollars, dan actual cycle time standard (ACTS) (lihat exhibit 3). Setelah
dilakukan analisis lebih lanjut oleh manajer akuntansi JDCW, maka sebaiknya JDCW
menggunakan sistem Activity Based Costing (ABC) dalam mengalokasikan overhead.
JDWC mengidentifikasi adanya 7 (tujuh) aktifitas signifikan dalam proses produksi,
sehingga total biaya overhead akan dialokasikan ke masing-masing aktifitas. Ketujuh
aktifitas yang digunakan JDWC sebagai cost driver sebagai berikut:
1. Direct Labor Support, overhead dialokasikan berdasarkan karyawan langsung yang
menangani pembuatan komponen-komponen. Biaya ini termasuk allowance for
benefits, break period, gaji, personnel, percentage of supervision dan gaji industrial
engineering. Seluruh direct labor yang menunjang overhead dapat dijumlahkan
menjadi $ 1,898,000 (in 1985) dan dibagi oleh total direct labor dollar $ 1,714,000
yang menghasilkan overhead rate untuk aktifitias ini sebesar 111%.
2. Machine Operation, overhead yang dihasilkan dari beroperasinya turning machine,
ditambah pengalokasian biaya kapasitas dan fasilitas. Total biaya yang digunakan
untuk mengoperasikan turning machine $ 4,045,000 dan dibagi total machine hour
242,000 yang menghasilkan $ 16.70 per hour overhead rate untuk aktifitas ini.
3. Setup Hours, overhead yang dihasilkan berdasarkan perubahan dari tugas yang harus
dijalankan. Hal ini termasuk biaya actual setup; small share machine, small tool

maintenance, supervision, dan gaji industrial engineering. Biayanya adalah $


1,111,000 dibagi dengan estimated number of setup hours 32,900 yang menghasilkan
overhead rate per jamnya $33.80.
4. Production Order Activity, dihasilkan dari kegiatan penjualan yang
menghasilkan pesanan komponen-komponen. Total biaya dibagi
dengan total pesanan produksi per tahun 7,150 yang menghasilkan
biaya $ 114 setiap production order.
5. Materials Handling, biaya overhead

yang

muncul

dari

aktifitas

perpindahan barstock ke dalam mesin dan perpindahan komponenkomponen yang dihasilkan ke tahap selanjutnya. Biaya yang
mendominasi

aktifitas

ini

adalah

karyawan

yang

menangani

material dan perawatan peralatan. Overhead rate-nya adalah $


19.42 yang dihasilkan dari membagi total biaya yang dialokasikan
($303,000)

dengan

total

muatan

(15,600).

Total

muatan

diestimasikan berdasarkan 6 tahapan:


a.
b.
c. Loads/run + 0.5
d. Multiply result in (c) by number of runs of that part/year = number of loads/year
moved away from machine
e. Loads/year x 2 (movement to and from machine) = total number of loads/year for
that part
f. Repeat process for all numbers, and add number of load/part to obtain total
number of loads per year
6. Parts Administration, biaya overhead didapat dari total biaya $ 999,000 yang ketika
didistribusikan ke 2,050 parts di dalam system, menghasilkan head tax $ 487 per
komponen.
7. General and Administrastion, biaya overhead dihubungkan keseluruh pabrik, tidak
hanya pada suatu aktifitas atau proses manufakture tertentu. Biaya ini termasuk pajak,
depresiasi, etc. Total General and Administrative ($ 998,000) dibagi rata kesetiap
produk dengan dasar value added.

Setelah menentukan aktifitas-aktfitas yang signifikan untuk mengalokasikan total


overhead, dalam tahap kedua JDWC dapat menentukan biaya per unit produk
berdasarkan ketujuh cost driver untuk menghasilkan satu unit produk.

Dapat dilihat bahwa alokasi overhead dengan menggunakan ABC memiliki keragaman
cost driver dibandingkan dengan standard cost. Dengan total overhead yang sama dapat
menghasilkan alokasi overhead yang berbeda-beda berdasarkan driver costnya.
JDCW sebaiknya menggunakan ABC dalam menentukan costs/unitnya karena JDCW
memiliki keragaman produk yang dihasilkan dan setiap produk mengkonsumsi overhead
yang berbeda-beda. Oleh sebab itu apabila menggunakan standard costing maka hasil
alokasi overhead menjadi tidak akurat. Keakuratan yang dihasilkan dengan sistem ABC
ini akan mencerminkan kegiatan yang sebenarnya terjadi dalam membuat suatu produk.
Terlihat pada exhibit 3 dan 4, setelah metode ABC digunakan dalam mengalokasikan
overhead, ternyata 41% overhead bergeser kepada aktifitas 3 sampai dengan aktifitas 7.
Untuk mengestimasikan biaya masing-masing komponen. Berikut data element of costing
yang dibutuhkan:

Berikut perhitungan untuk Part A103:


Dengan menggunakan Standard Costing
Direct Material

$ 6.44

Direct Labor

$ 12.76 x 0.185

Overhead Direct Labor

(0.185 x $ 12.76) x 205% $ 4.84

ACT Machine Hours 0.310 x $ 27.56


Total

$ 2.36

$ 8.54
$ 22.18

Dengan menggunankan ABC


Direct Material

$ 6.44

Direct Labor

$ 12.76 x 0.185

$ 2.36

Overhead Direct Labor Support

(0.185 x $ 12.76) x 111%

$ 2.62

0.31 x ($ 8.99 + $ 7.61)

$ 5.15

Machine Operation

Machine Setup

(4.2 x $ 33.76x 2) / ( 8000/100) $ 3.54

Production Order

(2/8000/100) x $ 114.27

$ 2.86

Material-Handling

(2/8000/100x2) x $ 19.42

$ 0.97

Part Administration

0.176 x $ 487 / (8000/100)

$ 1.07

General and Administration 9.1% x $ (2.36+ 2.62+5.15+


3.54+2.86+0.97+1.07)
Total

$ 2.07
$ 26.7

STANDAR COSTING ACTIVITY-BASED COSTING


DIRECT COST
INDIRECT COST
TOTAL COST

$ 8.8 (39%)

$ 8.8 (27%)

$ 13.38 (61%)

% 17.9 (73%)

$ 22.18

$ 26.7

4. Kasus John Deere Component Works (B)


Hal-hal yang Dipengaruhi setelah Implementasi ABC
Frank Stevenson merangkum hasil yang didapat divisi Gear and Special Product dalam
mengimplementasikan Activity Based Costing:
ABC Costing Estimating Model
Dalam rangka penggunaan ABC untuk menentukan biaya individu komponen, sebuah
model diciptakan menggunakan Lotus 1-2-3 spreadsheet IBM. Model ABC, contohnya,
dapat mengkalkulasi biaya material atas dasar jenis baja, panjang, dan nomor mesin
(yang mempengaruhi jenis alat yang dipakai). Oleh karena itu, biaya material yang
dialokasikan ke suatu komponen tergantung dari bagaimana material itu digunakan juga
harga perolehannya. Penggunaan selanjutnya model ABC atas biaya material adalah;

Model ABC yang telah dikembangkan JDWC dapat menghasilkan data biaya trade-

off bila harga pembelian material komponen berbeda.


Model ABC tersebut dapat mengkalkulasi jumlah tahun berjalan yang dapat

menghasilkan biaya manufaktur terendah setiap tahunnya


Membandingan setup mesin yang berbeda
Dapat mengkalkulasikan costs at par level of utilization, walaupun metode ABC yang
dikembangkan berbasis normal volume

Completing the ABC Study


Keith William dan Nick Vintila telah mencoba mengaplikasikan ABC dalam 44 sample
komponen JDWC dan membandingkannya dengan biaya yang dihasilkan oleh standard
costing system. Mereka juga bereksperimen dengan merubah lot size yang saat ini
digunakan dalam system MRP. Khususnya, Model ABC merekomendasikan mereka
untuk melipatgandakan lot size rata-rata dalam rangka untuk mengoptimisasi biaya
manufaktur. Penelitian selanjutnya menunjukan pengaruh yang kuat dari pergeseran
produk bauran (product mix) untuk mengefisiensikan penggunaan turning machine.
Division Changes
Selama tahun 1985 1986, divisi JDWC mengalami pembatasan lini produk ke dalam 5
bisnis: gear and shaft, machined parts, cast iron making, heat treating, dan sheet metal
work. Sedapat mungkin departemen dapat diorganisir ulang dari proses hingga maufaktur
cell dan pengadopsian pendekatan Just-In-Time untuk mempersingkat lead time,
meningkatkan kualitas, dan juga menurunkan biaya.
Agar ABC Model yang digunakan lebih efektif maka dilakukan beberapa perubahan
dalam implementasinya, yaitu terhadap:
1. Penawaran
ABC digunakan untuk menghitung biaya mesin dan menyiapkan penawaran untuk
Deere ataupun pelanggan dari luar. Dengan menggunakan ABC perusahaan tahu
mana saja produk yang cost nya tinggi dalam low-volume.

Dan divisi juga harus merubah sistem penawaran dalam praktek transfer pricing
mereka. Dan memulai untuk untuk menegosiasikan market-based-price yang
berada di bawah full cost
2. Process Planning
Bagian Proses enginering menggunakan model perbandingan relative efisiensi mesin
untuk tipe yang berbeda dari baja dan part number untuk memilih bagian mana saja
yang diproses sesuai tipe mesinnya, karena ABC menunjukan setup dan biaya
produksi yang tinggi dari pada MRP. Process engineering menggunakan ABC untuk
menghitung biaya pada basis optimal run/ tahun dan bisa dinegosiasi untuk customer
untuk meneriman run yang lebih kecil pada harga yang lebih murah
3. Low Value- Added Parts
Gear and special produk mempercepat perpindahan dari low-volume, short-running
part dari turning mesin. Kira-kira 31% part membutuhkan lebih dari 20 jam direct
labor; secara keseluruhan dihitung 97% dari semua direct labor tersisa untuk mesin.
Tapi part yang kurang dari 8 jam akan di outsource. Secara kebetulan part yang tersisa
masih belum ditentukan, tapi keputusanyang dibuat berdasarkan costing yang lebih
akurat yaitu ABC.
Kombinasi dari perpindahan LVA part diharapkan dapat meningkatkan rata-rata run
time, mengurangi kerumitan penjadwalan dan mengurangi permintaan untuk staf
pendukung.
4. Cell Arrangements
Infrastruktur pabrik berubah dari sistem row mesin menjadi sistem per-sel. Beberapa
mesin dikelompokkan bersama dan dipakai untuk high-run part.
5. Layout
ABC juga membantu manajemen dalam mengatur departemen permesinan. Secondari
operations yang memiliki cost yang tinggi menyebabkan manajemen untuk
mengembalikan menjad divisi sebelumnya dan mengembalikan ke gedung sebelum
dipindahkan. Untuk mendapatkan tempat yang lebih besar, turning machine yang
sudah tidak efisien lagi dibuang. Lalu untuk meminimalisir jarak penanganan antara
barstock dengan packaging dan shipping, kegiatan-kegiatan tersebut dibuat menjadi
lebih dekat agar lebih efisien. Tetapi sayangnya layout yang baru ini belum pernah
dicoba selama proses produksi dikarenakan baru diatur selama bulan agustus 1986,
sedangkan pada januari 1987 pabrik tersebut ditutup. Walaupun begitu terdapat satu
perubahan layout yang sudah diterapkan tahun 1985 dan membuat perubahan yang

signifikan. Layout yang berhasil diterapkan pada tahun tersebut adalah process
engineering group. Mulanya, process engineering group ini berada jauh dari lantai
penjualan tetapi sekarang berada tepat ditengah area permesinan. Akibat dari
pemindahan layout ini komunikasi antar personelnya menjadi lebih mudah.
Berikut Perbandingan Machine Parts Overhead Standard Costing dan ABC dengan 44
sampel (hanya Turning Machine Operation):

Dari perbandingan atas 44 sampel di atas, diperoleh hasil yang bervariasi dari pada
saat awal menggunakan standard costing lalu menggunakan ABC, ada yang biayanya
menjadi lebih kecil dan menjadi lebih besar. Namun kelebihan dari penggunaan
metode ABC adalah biaya yang muncul merupakan biaya yang sebenarnya dan lebih
akurat. Sehingga menghindari terjadinya overcosting ataupun undercosting dan
perusahaan dapat bersaing dengan vendor lain dengan penetapan harga berdasarkan
cost yang aktual, meskipun terdapat beberapa barang menjadi lebih tinggi costnya,
banyak juga barang lain yang lebih rendah costnya. Pada saat menggunakan standard
costing sangat memungkinkan terjadi overcosting dan undercosting sehingga profit

margin yang diperoleh pun tidak aktual. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa
tujuan dari penggunaan metode ABC bukanlah untuk mendapatkan biaya yang lebih
kecil, melainkan untuk mendapatkan ceminan biaya yang sebenarnya.
Future of ABC
Walaupun ABC ini sangat berguna, tetapi manfaatnya juga masih terbatas pada:
1. ABC hanya berjalan pada komputer tiap individu, bukan pada komputer yang
terintegerasi dengan data base divisi
2. ABC hanya digunakan untuk operasi yang meggunakan turning machine
5. Penutup
Penetapan biaya dengan standard costing tidak sesuai untuk digunakan oleh perusahaan
yang memproduksi barang dengan banyak aktivitas produksi dan variasi produk yang
beragam, tidak mencerminkan cost yang sebenarnya. Hanya menggunakan direct labor
dan machine hours sebagai cost driver, sedangkan ada banyak tahapan dalam aktivitas
produksi yang menuntut penentuan cost driver yang lebih akurat.
Dengan menggunakan Activity Based Costing perusahaan dapat mengetahui actual cost
per unit, sehingga tidak akan terjadi undercosting atau overcosting dalam penentuan
biaya. Penggunaan cost driver untuk yang disesuaikan berdasarkan aktivitas produksi
yang telah ditetapkan activity cost pool-nya, terdiri dari 7 cost driver yaitu direct labor
support, machine operation, setup hours, production order activity, materials handling,
parts administration, general and administrative.
Tujuan dari penggunaan metode ABC bukan untuk menghasilkan biaya per unit yang
kecil, namun menghasilkan biaya yang sebenarnya. Terbukti dari kasus John Deere,
perbedaan cost dari awal perusahaan menggunakan standard costing menjadi Activity
Based Costing hasilnya bervariasi, ada yang biayanya menjadi lebih kecil dan menjadi
lebih besar.
Meskipun terdapat variasi perubahan cost karena beralih menggunakan metode ABC,
John Deere tetap dapat bersaing dengan lebih percaya diri karena keakuratan penentuan
biaya, karena menghindari profit margin yang semu akibat adanya overcosting dan
undercosting.

Agar pengaplikasian ABC menjadi lebih efisien makan harus dibantu dengan perubahanperubahan pada pabrik. Misalkan dalam kebijakan transfer pricing yang diubah dengan
menggunakan market based dibandingkan dengan direct cost atau full cost. Selain
kebijakan, tata letak pabrik juga diubah untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan
ABC.

DAFTAR REFERENSI
Edward J. Blocher, David E. Stout, Gary Cokins (2010). Cost Management: A Strategic
Emphasis, 5th edition, Mc-Graw-Hil/Irwin.
Robert S. Kaplan and Robin Cooper (1999). The Design of Cost Management System; Text and
Cases, 2nd edition, Prentice Hall.
Robert S. Kaplan and Steven R. Anderson (2004). Time-Driven Activity-Based Costing.
https://zulfikarnashrullah.wordpress.com/2008/05/28/hello-world/
John Deere Component Works Case

Anda mungkin juga menyukai