Tugas Imun Spesifik
Tugas Imun Spesifik
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerusakan
melindungi
jaringan,
tubuh
manusia
dibekali
sistem
pertahanan
untuk
imunitas alamiah ini, merupakan tipe pertahanan yang mempunyai spektrum luas,
yang artinya tidak hanya ditujukan kepada antigen yang spesifik. Selain itu, di
dalam tubuh manusia juga ditemukan mekanisme imunitas yang didapat yang
hanya diekspresikan dan dibangkitkan karena paparan antigen yang spesifik. Tipe
yang terakhir ini, dapat, dapat dikelompokkan manjadi imunitas yang didapat
secara aktif dan didapat secara pasif (Roeslan, 2 0 0 0 ) .
Berbagai organik dan anorganik, baik yang hidup maupun yang mati, asal
hewan, tumbuhan, jamur bakteri, virus, parasit, berbagai debu dalam polusi, uap, asap
dan lain-lain iritan, ditemukan dalam lingkungan hidupdan kerja kita sehingga
setiap saat bahan-bahan tersebut
dapat
masuk
ke
dalam
tubuh
dan
menimbulkan berbagai penyakit bahkan kerusakan jaringan. Selain itu, sel badan
yang menjadi tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang
tidak diingini dan perlu disingkirkan (Baratawidjaja, 2010).
Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur pathogen,
misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasityang dapat menyebabkan infeksi
pada manusia. Infeksi yang terjadi pada manusia normal umumnya singkat dan
jarang
memiliki suatu sistem yaitu sistem imun yang melindungi tubuh terhadap unsur-unsur
patogen (Roitt IM, et al, 1993).
1
sekarang,
respon
imun
diperlukan
untuk
tiga hal,
yaitu pertahanan, homeostatis dan pengawasan. Yang pertama ditujukan untuk infeksi
mikroorganisme, yang kedua terhadap eliminasi kompone-komponen tubuh yang
sudah tua dan yang ketiga dibutuhkan
untuk menghancurkan
sel-sel
yang
bermutasi terutama yang menjadi ganas. Dengan perkataan lain, respon imun
dapat
diartikan
sebagai
suatu
sistem agar
tubuh
dapat
mempertahankan
mengetahui
sistem
imun
pada
tubuh,
yaitu
sistem
imun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Imun
Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja, 2010).
Menurut Baratawidjaja (2010) sistem imun dapat dibagi menjadi sistim imun
alamiah atau nonspesifik / natural / innate /native / nonadaptif. Mekanisme imunitas
spesifik timbul atau bekerja lebih lambat dibanding imunitas nonspesifik.
Rangsangan
terhadap
sel-sel tersebut
masuk suatu zat yang oleh sel atau jaringan dianggap asing, yaitu yang disebut
antigen. Sistem imun dapat membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal
dari tubuh sendiri (self). Dari beberapa keadaan patologik, sistem imun ini tidak
dapat
membedakan
membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya sendiri yang disebut autoantibodi
(Male, et al, 1991).
pada
respon
imun spesifik
pada respon
imun
nonspesifik. Namun telah dibuktikan pula bahwa kedua jenis respon di atas saling
meningkatkan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan
interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat terdapat di dalam
sistem imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga
menghasilkan suatu aktifasi biologik yang seirama dan serasi (Roitt IM, 1988).
Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam
menghadapi mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung
terhadap antigen, sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk
mengenal
antigen
(Baratawidjaja, 2010).
Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang
dianggap asing bagi
dirinya.
Benda asing
yang
tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan
sensitifitatasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kali
akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Oleh karena
itu,
sistem
tersebut disebut spesifik. Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi
tubuh yang bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik (Baratawidjaja, 2010).
5
tahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan
respon langsung.
1. Defenisi Imun Nonspesifik
Imunitas nonspesifik merupakan respon yang cepat dan identik dengan jumlah yang
banyak tetapi stimulasinya terbatas berupa barrier fisik, kimia dan biologi, sel sel khusus
dan molekul larut, terdapat disetiap individu tanpa adanya kontak dengan agen infeksius
sebelumnya dan tidak berubah setelah adanya kontak dengan agen infeksius tersebut. Sel
efektor utama imunitas bawaan adalah makrofag, netrofil dan sel netrofil (Cruvinel, et al ,
2010).
Respon imun bawaan (innate immunity) adalah garis pertahanan pertama yang
melindungi host dari infasi patogen termasuk bakteri yang bisa mengancam kelangsungan
hidup. Respon imun bawaan melalui fagositosis dari leukosit, misalnya netrofil dan
magrofag yang berfungsi menginaktifkan dan membersihkan bakteri serta toksinnya.
Pertahanan lini pertama dalam melawan agen infeksius melibatkan pengerahan dan aktifasi
leukosit ke fokus infeksi, dimana leukosit ini akan melokalisasi, membunuh dan
membersihkan patogen. Bukti menunjukan bahwa pengerahan sel leukosit ke fokus infeksi
di rangsang oleh kemoatraktan spesifik di sebut kemokinase (Matsukawa, et al, 2000).
7
Baratawidjaja
bakteri pada tingkat sawar fisik seperti kulit atau permukaan mukosa:
a. Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensal yang ditemukan pada kulit
menempati daerah terbatas pada kulit dan menggunakan hanya sedikit
nutrient, sehingga kolonisasi kolonisasi oleh mikroorganisme patogen sulit
terjadi.
b.
terhafap
E.koli
dan
1. BEARING
Endothelium
Receptor
Chemokin
e
Proteoglyc
PECAM-1
2. INTEGRIN
ACTIVATION
4. MIGRATION
LFA-I
ICAM-I
Chemokines
3. STABLE ADHESION
TNF
IL-1
Inflammatory
site
Macrophage
Mast cell
2) Interferon
Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi makrofag yang
diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan
dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus. IFN mempunya sifat antivirus dan
dapat menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi resisten
terhadap virus. Di samping itu, IFN juga adapat mengaktifkan sel NK. Sel yang
diinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan pada
permukaannya yang akan dikenal dan dihancurkan sel NK. Dengan demikian
penyebaran virus dapat dicegah (Baratawidjaja, 2010).
3) Fagositosis
Fagosit di mulai dengan adesi antara reseptor permukaan fagosit ke patogen,
kemudian di dalam tubuh fagosit ini akan terbentuk vesikel yang disebut fagosom,
fagosom berubah menjadi lisosom yang di keluarkan secara interniten untuk
mencerna dan mengeliminasi patogen (Heyworth PG, 2003).
Fagositosis, pelapasan mediator inflamasi, aktifasi protein sistem komplemen,
sitokin dan kemokinase merupakan mekanisme utama dari imunitas nonspesifik.
Mekanisme ini di aktifasi oleh stimulasi spesifik berupa struktur molekuler yang
ada pada mikro organisme. Molekul tersebut umumnya di temukan pada permukaan
mikroorganisme seperti lipopolisakarida manose dan asam tekoik disebut juga
pathogen-associatet molecular partterns (PAMPs) dan mengaktifasi respon imun
bawaan melalui interaksi dengan reseptor lain yang dikenal dengan pattrens
recognition receptors (PRR). Interaksi ini mirip dengan interaksi antigen antibodi
atau antigen dan reseptor sel T tetapi dalam imunitas bawaan ini tidak ada
12
keragaman atau kapasitas adaptive untuk membentuk reseptor baru atau mengenali
pola molekul yang baru (Abbas, and Lichtman, 2003).
Tidak seperti imun respon imun bawaan pada aktifasi sel-sel spesifik (limfosit)
dan molekul terlarul yang dihasilkan limfosit tersebut. Proses respon imun yang di
dapat adalah pengenalan secara spesifik dari keragaman, memori, respon spesifik,
self-restraint, dan toleransi terhadap komponen organismenya. Walaupun sel utama
yang terlibat dalam imun yang di dapat adalah limfosit, APC memainkan peran
penting dalam aktifasinya dengan membawa antigen yang berhubungan dengan
molekul major histo Compatibility Compleks ke sel T (Delves PJ, and Roitt D,
2000).
TLR
Mannose
receptor
Scavenger
receptor
pematangan, mereka beredar melalui aliran darah dalam jumlah kecil dan dapat
ditemukan dalam jumlah besar di daerah mucosal, seperti, pencernaan,
pernapasan dan genitourinari tracts (Abbas AK and Lichtman AH 2003).
Mereka melawan infeksi parasit oleh antibodi tergantung diperantarai sel
cytotoxicity, dengan FcRI reseptor partisipasi. Selama proses ini, mereka
mematuhi patogen yang dilapisi dengan IgE (atau IgA) dan melepaskan isinya
granular setelah FcRI reseptor mengikat IgE terikat target antigen. Setelah
diaktifkan, eosinofil menyebabkan peradangan melalui produksi dan pelepasan
eosinophilic kationik konten granul. Komponen utama dari butiran ini: protein
dasar utama, eosinophil protein kationik, eosinophil berasal membuat manusia,
dan eosinophil peroksidase, yang memiliki cytotoxicity besar potensi parasit,
tetapi juga dapat menyebabkan cedera jaringan. Eosinophil kationik protein dan
membuat manusia adalah ribonucleases dengan sifat antivirus. Dasar protein
utama menyajikan toksisitas parasit, menginduksi proses degranulasi sel mast
dan basofil, dan mengaktifkan sintesis renovasi faktor oleh sel-sel epitel.
Eosinophil protein kationik menciptakan pori-pori di membran sel target,
memungkinkan masuknya molekul-molekul lain sitotoksik; menghambat
proliferasi TL; menekan produksi antibodi oleh LB; menginduksi proses
degranulasi dari sel mast; dan merangsang sekresi glucosaminoglycans oleh
fibroblast (Parkin J and Cohen B, 2001).
Eosinophil peroksidase membentuk ROS dan tidak, mempromosikan stres
oksidatif dalam sel target dan menyebabkan kematian sel oleh apoptosis dan
necrosis. mekanisme efektor lain yang berkontribusi terhadap proses inflamasi
15
termasuk produksi berbagai sitokin, seperti IL-1, IL-2, IL-4, IL-5, IL-6, IL-8,
IL-13, dan TNF- ,dan pelepasan proinflamasi lipid mediator, seperti
leukotrien (LTC4, LTD4, LTE4), dan prostaglandin (PGE2). Elastase enzim
dan faktor pertumbuhan TGF-,faktor pertumbuhan yang berasal dari trombosit
(PDGF), dan faktor pertumbuhan endotel pembuluh (VEGF) memberikan
kontribusi untuk renovasi jaringan (Hogan SP, et al, 2008).
b. Neutrofil
Neutrofil yang leukosit terbanyak dalam darah perifer, dengan peran penting
dalam tahap awal dari reaksi inflamasi dan sensitif terhadap chemotactic agen,
seperti produk-produk pembelahan pecahan pelengkap (C3a dan C5a) dan zat
yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil. Mereka antara sel-sel pertama untuk
bermigrasi dari kapal ke jaringan tertarik oleh chemokines, seperti IL-8, dan
diaktifkan
oleh
berbagai
rangsangan,
seperti
produk-produk
bakteri,
IgE
antigen
kompleks
dan
dapat
berkontribusi
17
untuk
segera
d. Sel Dendritik
Sel dendritik, khusus dalam menangkap dan menyajikan antigen ke limfosit,
dianggap sebagai jembatan antara imunitas bawaan dan adaptif karena mereka
ditarik dan diaktifkan oleh unsur-unsur respon bawaan dan izin TL
sensibilization respon imun adaptif. Sel dendritik berada pada jaringan perifer,
seperti kulit, hati, dan usus, di mana mereka menangkap antigen dan menjadi
aktif dan bermigrasi ke kelenjar getah bening regional, di mana mereka
memproses dan menyajikan antigen protein atau lipid ke TLS. sel denritik
belum matang sangat efisien dalam menangkap antigen, sedangkan sel denritik
matang sangat efisien dalam menyajikan antigen. Antigen yang diambil akan
diproses dalam sel dan disajikan pada permukaannya, terikat pada molekul
MHC. Umumnya, antigen protein disajikan oleh molekul klasik MHCs (kelas I
dan II) yang merangsang LT. Antigen lipid disajikan oleh molekul nonklasik MHCs sebagai CD1 dan merangsang terutama LT dan NK /T
(Banchereau, et al, 2000).
T lymphocyte
B lymphocyte
Lymphoid
progenitor
NK cell
Dendritic cell
Erythrocytes
Erythrocy
tesrenew
Basophils
renewabl
Eosinophils
renewable
Neutrophil
srenewabl
Monocytes
renewable
Macrop
hagese
Selama masa hidup mereka, dewasa DCS bermigrasi dari sumsum tulang ke
dalam aliran darah, mencapai perifer, jaringan seperti kulit di mana mereka
menjadi warga ( langerhans sel ). Penasaran aspek adalah bahwa dcs adalah
yang pertama sel dapat tiba di suatu situs infeksi, sebelum neutrofil. Setelah
kontak dengan antigen, dcs menjadi diaktifkan dan bermigrasi melalui
pembuluh getah bening sampai sekunder limfoid organ. Mereka bisa menerima
sinyal dari dewasa NK, NK / T, dan TL sel, dan proinflammatory molekul
seperti sitokin, prostaglandin, interferons, dan pamps. Antigen di DCS
mempertahankan organ limfoid untuk waktu yang, yang dapat berkontribusi ke
memory. (Banchereau J, et al, 2000).
Immature DC
A
Phagocytosis / Endocytosis, Inflammatory chemokines sensitivity
Antigen processing, MHC II and co-stimulatory molecules
TL stimulation CCR1, CCR5, CCR6 and RPRs
C
Phagocytosis / Endocytosis
Inflammatory chemokines sensitivity
Antigen processing
MHC II and co-stimulatory
molecules
TL stimulation CCR7
Afferent
Lymphatic
Vein
Artery
Effector T cells
Efferent lymphatic
Cytokines
Gambar 9. sel dendritik dan generasi TLs antigen spesifik. (A) karakteristik sel
dendritik belum matang (iDCs). (B) aktivasi dan penyerapan patogen melalui
sitokin mikro dan interaksi dengan pola pengakuan reseptor, dengan konsekuen
migrasi DCs ke kelenjar getah bening. (C) pematangan sel dendritik. (D) migrasi
sel naif T ke wilayah paracortical kelenjar getah bening. Entri melalui tinggi
endotel terjadi pada venula (HEV) dan Kemokin-driven migrasi jaringan limfoid.
(E) presentasi dari olahan antigen untuk limfosit T, menghasilkan diaktifkan
efektor sel.
19
Ada dua jalur DCs diferensiasi dari jalur myeloid menghasilkan myeloid
DCs (mDCs), di antara yang ada sel Langerhans, DCs utama di kulit dan DCs
interstisial yang ditemukan di jaringan lain. Jalur lain diferensiasi
menghasilkan DCs plasmacytoid (pDCs), yang mendominasi di darah perifer
dan mengeluarkan sejumlah besar tipe I interferon (IFN--/) di hadapan infeksi
virus. PDCs memiliki reseptor mampu menanggapi RNA (TLRs 7 dan 8) dan
DNA (TLR9), sedangkan mDCs preferentially Check reseptor permukaan
untuk PAMPs, seperti peptidoglikan (TLR2) dan lipopolysaccharide (TLR4)
(Shortman, and Liu, 2002).
DCs sangat penting untuk menentukan aktivasi dan jenis imunitas
diperantarai oleh TLs. Secara umum, belum matang DCs adalah tolerogenic,
sementara matang DCs immunostimulatory. Namun, dalam beberapa konteks,
DCs matang dapat memperluas populasi TLs regulator. Induksi toleransi atau
respon imun tergantung pada serangkaian sinyal yang diterima oleh DCs,
seperti aktivasi TLRs dan sitokin hadir dalam environment.10 DCs dapat
mengkoordinasikan LBs respon melalui aktivasi TL atau langsung oleh zat-zat
yang larut air seperti INF (Banchereau, et al, 2000).
e. Natural Killer Cells (NK)
Natural Killer Cells (NK) berasal dari sumsum tulang, umum untuk TLs,
merupakan 5% sampai 20% perlengketan sel darah. Mereka adalah baris
pertahanan spesifik, mengenali dan ekstrasi sel-sel yang terinfeksi oleh virus,
bakteri dan protozoa, serta sel-sel tumor yang penting. Selain itu, mereka
20
merekrut neutrofil dan makrofag, sehingga di aktifkan DCs dan limfosit T dan
B (Cerwenka and Lanier, 2001).
Perluasan dan aktivasi Sudarsono dirangsang oleh IL-15, diproduksi oleh
makrofag, dan IL-12, ampuh inducer IFN- dan cytolytic tindakan. Setelah
diaktifkan, Sudarsono melisiskan sel-sel yang terinfeksi dan tumoral dan
mengeluarkan sitokin pro-inflamasi (IL-1, IL-2, dan terutama IFN-)
(Cerwenka and Lanier, 2001).
Sitolisis yang dimediasi oleh Sudarsono terjadi melalui tindakan perforins
enzim, yang membuat pori-pori di membran sel target, dan granzymes, yang
menembus ke dalam sel dan memicu kematian sel oleh apoptosis. Sel NK
memiliki reseptor aktivasi dan inhibisi, dan keseimbangan antara sinyal yang
dihasilkan oleh reseptor ini menentukan NK aktivasi. Satu kelas reseptor milik
antibodi superfamili (KIR), sementara yang lain milik keluarga sel Normal
tipe-C dengan MHC kelas saya ekspresi B Non-diaktifkan NK sel aktivasi
reseptor lectins. Pada manusia, ada 14 KIRs, delapan aktivator dan enam
inhibitor. Reseptor penghambatan mengenali diri MHC kelas I molekul,
mengungkapkan pada permukaan semua sel yang berinti. Secara umum, ada
dominasi penghambatan reseptor, inhibisi reseptor ligan mencegah lysis dari
host sel normal yang mengungkapkan MHC kelas I. terinfeksi sel, terutama
oleh virus, dan sel-sel tumor sering memiliki ekspresi rendah MHC kelas saya
protein, menjadi angka 4 Cell tanpa MHC kelas saya ekspresi (sel terinfeksi
Virus) sel NK aktivasi produk mematikan rilis dan target Lisis sel rentan
terhadap tindakan NK (Gambar 4) (Yokoyama, 2004).
21
Activation receptor
Inhibition receptor
Non-activated
NK cell
Ligand I
MHC I
Activation receptor
Ligand
Inhibition receptor
Non-activated
NK cell
Gambar 10. fungsi reseptor aktivasi (ITAM) dan inhibisi (ITIM) dalam
Fisiologi sel NK. (A) interaksi sel NK dengan sel tubuh normal
mengungkapkan MHC kelas I, dengan konsekuen inhibisi NK sitolisis
tergantung induksi. (B) interaksi NK sel dengan sel terinfeksi virus, dengan
konsekuen MHC kelas saya kehilangan ekspresi, yang mengakibatkan
pengaktifan sel NK dengan seiring rilis produk mematikan.
f. Sel Mast
Sel Mast berasal dari leluhur hematopoietik CD34+ di sumsum tulang dan,
secara umum, tidak ditemukan dalam sirkulasi. Dari sumsum tulang, kemudian
bermigrasi ke jaringan tepi sebagai sel belum matang dan membedakan di situ
22
23
bukti
eksperimental
sel
mast
keterlibatan
dalam
penyakit
seperti IL-1, IL-6, IL-12, TNF-, dan chemokines. Mereka juga menghasilkan
spesies oksigen reaktif (ROS), seperti anion superoksida, hidroksil radikal,
hidrogen peroksida (H2O2), dan nitrogen reaktif intermediat oksida nitrat (NO)
adalah perwakilan yang utama dimana tidak diproduksi oleh diinduksi sintase
nitrogen monoksida, iNOS, absen beristirahat makrofag, tetapi disebabkan oleh
TLRs aktivasi dalam menanggapi PAMPs, terutama bila bersama INF- (Abbas,
and Lichtman, 2003).
4) Komplemen
Sistem komplemen tersusun lebih dari 20 protein plasma. Sistem ini
mempunyai fungsi antimikroba non-spesifik dan merupakan sistem aplikasi yang
efektif untuk memperkuat mekanisme pertahanan non-spesifik dan spesifik
(Wahab dan Julia, 2002). Berbagai bahan seperti antigen dan kompleks
imun dapat mengaktivsi komplemen sehingga menghasilkan berbagai mediator
yang mempunyai sifat biologi yang aktif, yang menyebabkan lisis bakteri atau
sel, memproduksi mediator pro-inflamasi yang dapat memperkuat proses dan
solubilisasi kompleks antigen-antibodi. Komplemen memiliki 3 jalur, yaitu jalur
klasik, alternatif dan membrane attack pathway (Abbas and Lichtman, 2003).
pada hakekatnya
respon
imun
spesifik
merupakan
interaksi
respon imun
spesifik dibagi dalam tiga golongan, yaitu respon imun seluler, respon imun humoral dan
interaksi antara respon imun seluler dan humoral (Kresno, 1996).
Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen
yangmerupakan ligannya. Di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan
memoriimunologis yang akan cepat bereaksi bila host terpajan lagi dengan antigen yang
sama dikemudian hari. Pada imunitas didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit
efektor yang spesifik terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi
antigen. Sel yang berperandalam imunitas didapat ini adalah sel yang mempresentasikan
antigen (APC = antigen presentingcell = makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel
limfosit T dan limfosit B masing-masing berperan pada imunitas selular dan imunitas
humoral. Sel limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis sel target yang dihuni
antigen. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi selplasma dan memproduksi antibodi
yang akan menetralkan atau meningkatkan fagositosis antigendan lisis antigen oleh
komplemen, serta meningkatkan sitotoksisitas sel yang mengandungantigen yang
dinamakan proses antibody dependent cell mediated cytotoxicy (ADCC).
Sel-sel leukosit lain yang memegang peran penting dalam respon imun
spesifik adalah limfosit, bahkan limfosit merupakan inti dalam proses respon imun
spesifik karena sel-sel ini dapat mengenal setiap jenis antigen, baik antigen yang
terdapat dalam intraseluler maupun ekstraseluler misalnya dalam cairan tubuh atau
27
dalam darah. Antigen dapat berupa molekul yang berada pada permukaan unsure
patogen atau dapat juga merupakan toksin yang diproduksi
oleh
pathogen
dalam respon imun seluler dan limfosit B yang berfungsi dalam respon imun humoral
(Male, et al, 1991).
2. Mekanisme Pertahanan Pada Sistem Imun Nonspesifik
a. Pertahanan Lini III terdiri dari :
1) Limfosit T Respon Imun Seluler
Banyak mikroorganisme yang hidup dan berkembang biak secara intra
seluler, antara lain dalam makrofag sehingga sulit dijangkau oleh
antibody. Untuk melawan mikroorganisme intraseluler itu diperlukan
respon imun seluler yang merupakan fungsi limfosit T. Sub populasi sel T
yang disebut sel T penolong (T-helper) akan mengenali
atau antigen
bersangkutan
melalui
mikroorganisme
complex) kelas II yang terdapat pada permukaan sel makrofag. Sinyal ini
menginduksi limfosit untuk memproduksi berbagai jenis limfokin, termasuk
diantaranya interferon, yang dapat membantu makrofag menghancurkan
mikroorganisme tersebut. Subpopulasi limfosit T lain yang disebit Tsitotoksis juga berfungsi menghancurkan mikroorganisme intrasel yang
disajikan melalui MHC kelas I secara langsung (cell to cell). Selain itu
menghancurkan mikroorganisme secara langsung melalui ciuman maut,
sel T- sitotoksik
(T-cytotoxic)
28
juga
menghasilkan
gamma-interferon
29
membran.
Pada
sel
ini
reseptor
antigen
merupakan
membrannya dengan bagian F (ab) yang serupa. Perkembangan ini tidak perlu
rangsangan antigen hinggasemua sel B matur mempunyai reseptor antigen
tertentu.Antigen akan berikatan dengan imunoglobulin permukaan sel B dan
dengan bantuan sel Th (bagi antigen TD) akan terjadi aktivasi enzim dalam sel
B sedemikian rupa hingga terjadilahtransformasi blast, proliferasi, dan
diferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi dan membentuk sel B
memori (Hazlansyah, 2012).
Selain itu, antigen TI dapat secara langsung mengaktivasi sel B tanpabantuan
sel Th. Antibodi yang disekresi dapat menetralkan antigen sehingga
infektivitasnya hilang, atau berikatan dengan antigen sehingga lebih mudah
difagosit oleh makrofag dalam proses yang dinamakan opsonisasi. Kadang
fagositosis dapat pula dibantu dengan melibatkan komplemenyang akan
berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga adhesi kompleks antigenantibodi padasel makrofag lebih erat, dan terjadi endositosis serta
penghancuran antigen oleh makrofag (Hazlansyah, 2012).
Adhesi kompleks antigen-antibodi komplemen dapat lebih erat karena
makrofag selainmempunyai reseptor Fc juga mempunyai reseptor C3B yang
merupakan hasil aktivasi komplemen (Hazlansyah, 2012).
Selain itu, ikatan antibodi dengan antigen juga mempermudah lisis oleh sel Tc
yang mempunyai reseptor Fc pada permukaannya. Peristiwa ini disebut
antibody-dependent cellularmediated cytotoxicity (ADCC). Lisis antigen dapat
pula terjadi karena aktivasi komplemen.Komplemen berikatan dengan bagian
32
partikel
kerusakan
membrane pathogen.
Komplemen juga molekul dari sistem nonspesifik larut dalam keadaan tidak aktif,
tetapi setiap waktu dapat diaktifkan oleh berbagai bahan seperti antigen, komplek
imun
dan
sebagainya.
Hasil
aktivasi
akan
menghasilkan
berbagai
mediator
yang mempunyai sifat biologik aktif dan beberapa diantaranya merupakan enzim
untuk reaksi berikutnya. Beberapa diantaranya berupa enzim, lainnya berupa protein
pengontrol dan beberapa lagi tidak mempunyai aktivasi enzim. Hal itu sebagai usaha
tubuh untuk menghancurkan antigen asing. Jalur aktivasi komplemen tersebut sering
pula disertai kerusakan jaringan sehingga merugikan tubuh sendiri (Baratawidjaja,
33
2010).
34
35
dapat
mengaktifkan
Gambar 15. Hubungan antara aktivasi komplemen melalui jalur klasik dan alternatif.
36
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sistem
imun
adalah
semua
mekanisme
yang
telah dibuktikan
meningkatkan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan
interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat terdapat di dalam
sistem imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga
menghasilkan suatu aktifasi biologik yang seirama dan serasi. Fungsi utama sistem
imun spesifik seluler ialah untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler,
virus, jamur, parasit dan keganasan.
Jalur komplemen merupakan jalur yang berperan dalam respon imunologik
37
terhadap bakteri anaerob. Aktivasi jalur alternatif ini dimulai dari C3 tanpa melalui C1,
C4 dan C2. Kompleks imun (IgG dan IgM), agregat antibodi (IgG1, IgG2, IgG3),
lipid A dari endotoxin, protease, Kristal urat, polinukleotida, membrane virus tertentu
dan CRP dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik.
B.
Saran
Diharapkan dapat lebih mengetahui sistem imun pada tubuh, yaitu sistem imun
non-spesifik maupun sistem imun spesifik, mekanisme kerja masing-masing sistem imun
serta interaksi antar kedua sistem imun tersebut.
38
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK, Lichtman AH. 2003. Cellular and Molecular Immunology. 6th ed. Saunders
Banchereau J, Briere F, Caux C, Davoust J, Lebecque S, Liu Y et al. 2000.
Immunobiology of dendritic cells. Annu Rev Immunol.
Banchereau J, Briere F, Caux C, Davoust J, Lebecque S, Liu Y et al. 2000.
Immunobiology of dendritic cells. Annu Rev Immunol.
Baratawidjaja, Karnen Garna. 2010. Imunologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Dasar.
Jakarta: Balai
Penerbit
40
OLEH :
JUNAIDA RAHMI
BP. 1320332016
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. dr. Eryati Darwin, PA (K)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
41
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji penulis panjtkan kepada Allah SWT, atas limpahan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah konsep kebidanan dengan judul Imun Nonspesifik
dan spesifik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada makalah Imunologi Dasar yang
diampu oleh ibu Prof. Dr. dr. Eryati Darwin, PA (K) , program pascasarjana ilmu kebidanan
Universitas Andalas Padang.
Dalam makalah ini dibahas tentang sistem imun pada tubuh, yaitu sistem imun
non-spesifik maupun sistem imun spesifik, mekanisme kerja masing-masing sistem imun
serta interaksi antar kedua sistem imun tersebut. Kami berharap makalah ini dapat
dijadikan sumber informasi lebih lanjut oleh tenaga kesehatan khususnya Bidan.
Penulis meyakini di dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
sehinggga kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan isi dan kualitas
makalah ini.
Penulis
i42
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............ ........ .
DAFTAR ISI..............
ii
BAB I PENDAHULUAN..........
A. Latar Belakang..................
B. Tujuan
1
2
BAB II PEMBAHASAN.............
A. Sistem Imun.......................................................................................................
27
33
36
1. Kesimpulan
2. Saran...
36
37
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................
38
ii
43
44