Anda di halaman 1dari 18

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama

: Ny.R

Umur

: 53 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

II.

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Sunter.

Agama

: Islam

Status

: Menikah

ANAMNESIS
Autoanamnesis dari pasien tanggal 28 juli 2010 jam 01.00
Keluhan utama

: Rasa gatal pada daerah bokong

Keluhan tambahan

: Perih.

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSPAD GS dengan keluhan Sejak 3
minggu yang lalu pasien mengeluhkan rasa gatal pada daerah bokong dan semakin
bertambah gatal terutama dirasakan pada saat berkeringat, Pasien juga mengeluh
perih di bekas garukan, keluhan ini dirasakan pasien hanya pada daerah bokong saja.
Pasien mengaku rutin mengganti pakaian dalamnya,sebelumnya pasien belum pernah
mengeluhkan keluhan seperti ini .

Pasien belum pernah berobat sebelumnya, keluhan ini dirasakan semakin


bertambah berat untuk itu pasien memutuskan untuk berobat.

Riwayat penyakit dahulu

: Riwayat penyakit yang sama disangkal, Riwayat DM (+)

Riwayat penyakit keluarga

: Riwayat DM ( + )

III. PEMERIKSAAN FISIK


A.Status generalis
Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

Tanda-tanda vital : TD

: 130/80 mmhg

: 80 x/ menit, regular isi penuh

: 22 x/menit

: Afebris

Berat badan

: 52 Kg

Kepala

: Normochepali

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Faring

: Tidak hiperemis

Tonsil

: T1-T1 tenang

Thorak

: Hemitorak kanan dan kiri simetris saat statis dan dinamis

Jantung

: BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)

Paru

: SN dasar vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen

: Datar, supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Ektremitas

: Akral hangat, edema (-)

KGB

: Tidak ada pembesaran KGB

B. Status Dermatologi
Lokasi : REGIO GLUTEUS DEXTRA & SINISTRA
Efloresensi: Tampak bercak eritematosa dari ukuran lentikular sampai dengan
plakat,berbatas tegas., terdapat papul-papul yang mengalami erosi dan krusta di
tepi lesi, tampak sebagian lesi di tutupi skuama halus.

IV PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Kerokan dengan KOH 20 % (+) ditemukan gambaran Hifa sejati pada


pemeriksaan mikroskop.Sediaan diambil dari kerokan kulit dibagian bokong
sebelah kanan dan kiri.

V. RESUME
Perempuan 53

tahun datang dengan keluhan gatal didaerah bokong sejak 3

minggu yang lalu.keluhan disertai perih pada tempat garukan.


Pemeriksaan :
Status generaslis

: Dalam batas normal

Lokasi : REGIO GLUTEUS DEXTRA & SINISTRA

Efloresensi: Tampak bercak eritamatosa dari ukuran lentikular sampai dengan


plakat.berbatas tegas. terdapat papul-papul yang mengalami erosi dan krusta di
tepi lesi, tampak sebagian lesi di tutupi skuama halus.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Tinea Cruris

VII. DIAGNOSIS BANDING


Tidak ada

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN


Tidak ada

IX. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :

Menjaga kebersihan
Jaga kebersihan kulit dan lingkungan dengan mandi minimal 2x sehari
menggunakan sabun dan air bersih
Jangan menggaruk lesi
Bila berkeringat ganti dengan baju yang kering, gunakanlah pakaian yang
menyerap keringat, dan teratur mengganti pakaian dalam minimal 2x sehari)
Kontrol 2 minggu.

Medikamentosa :
Obat sistemik
Ketokonazol 1 x 200 mg
Anti histamin : CTM tab 2 x4 mg
Obat topikal
Golongan Azol : Mikonazole nitrat cream 2 %, 2 x sehari (pagi dan sore
setelah mandi )
X. PROGNOSIS

Ad vitam

: bonam

Ad fungsionam

: bonam

Ad sanationam

: bonam

TINJAUAN PUSTAKA

TINEA CRURIS
A. Definisi
Adalah Penyakit

yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang

mengenai lapisan luar tubuh yang mati (str. Korneum)


Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar
anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun atau dapat merupakan penyakit yang
berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genital krural saja atau
meluas kedaerah sekitar anus, daearah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian yang
lain.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas dan
peradangan pada tepi lebih nyata dari pada tengahnya.
Efloresensi terdiri atas berbagai macam bentuk yanh sekunder dan primer
(polimorf). Bila penyakit ini menjadi menahun dapat berupa bercak hitam disertai sisik.

B. Penyebabnya :
Penyebab

utama

dari

tinea

cruris

Trichopyhton

rubrum

dan

Epidermophython fluccosum Trichophyton mentagrophytes , Trichopyhton


tonsurans .

C. Predileksi :

Di daerah inguinal, perineum, lipat paha bagian atas, genital,femoro inguinal, dan
daerah scrotum bagian atas.

D. Patogenesis
Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi
jamur, pakaian debu. Agen penyebabjuga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan
pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan
tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat
memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau
cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim
keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan.
Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi
kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk
papula yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik.
Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal
afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum
jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha
bagian dalam.
b. Faktor trauma

10

Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau
lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserang
penyakit jamur.

d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan


Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden
penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan
daripada golongan ekonomi yang baik
e.

Faktor umur dan jenis kelamin

E. Tanda Khas :

Biasanya bilateral,lesi sebenarnya anular, kadang-kadang tampak elips, apabila


lesi terus melebar sering tampak gambaran setengah lingkaran

Warna lesi kemerahan sampai coklat kehitaman

Squama kadang-kadang tidak jelas apabila ada intertriginasi

F. PENATALAKSANAAN
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur
topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa
formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang

11

ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu.
Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2
minggu setelah lesi menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan
dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik
hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring
terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.
Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam emapat
golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya
seperti siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim
lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke
ergosterol), dimana truktur tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel
jamur. Goongan Alynamin menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan
enzim yang mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene
didalam sel dan menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut
mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan
benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan alynamin
sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan tinea cruris
tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:

Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:


1.Golongan Azol
A.Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris karena
bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat pertumbuhan ragi
dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel jamur mati. Pengobatan
dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika tanpa ada perbaikan klinis.
Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream
1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi

12

obat ini, namun tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukan hipersensitivitas,
peradangan infeksi yang luas dan hinari kontak mata.
B. Mikonazole (icatin, Monistat-derm)
Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akanmenghambat
biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat
menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution, lotio, bedak.
Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa.
Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan
mata.
C. Econazole (Spectazole)
Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu
menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu permeabilitas
dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ecnazole dapat
dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan sebanyak 2kali atau 4 kali dalam
sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas,
hindari kontak dengan mata.
D. Ketokonazole (Nizoral)
Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad spektrum
akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat
menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat dilakukan selama
2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari
kontak dengan mata.
E. Oxiconazole (Oxistat)
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis
ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati.
Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia dalam
13

bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan
sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.
F.Sulkonazole (Exeldetm)
Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya yaitu
menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen sel,
sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan solutio.
Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan
pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).

2. Golongan alinamin
A.Naftifine (Naftin)
Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin yang
mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga menyebabkan
pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine dievaluasi setelah 4
minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk 1% cream dan lotion. .
Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4minggu).
B. Terbinafin (Lamisil)
Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen epoxide yang
merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan kekurangan
ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur. Secara luas pada penelitian
melaporkan

keefektifan

penggunaan

terbinafin.

Terbenafine

dapat

ditoleransi

penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama 1-4 minggu

14

3. Golongan Benzilamin
A. Butenafine (mentax)
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran sel jamur
menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk cream 1%,
diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan
sebanyak 4kali sehari.
4.Golongan lainnya
A. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi DNA

B. Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 24minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.
C. Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4
minggu(Wiederkehr, Michael. 2008).
Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal
dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam
pengobatan tinea cruris:
a. Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral yang berspektrum
luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama 2-4 minggu.

15

b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang berspektrum
luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat sitokrom P-450
dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen penting pada selaput sel
jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin
dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1
minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh
melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini
dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama
dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung.

c.Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan
mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya dibanding
itrakonazole.

Pemberian

dosis

pada

dewasa

500mg

microsize

(330-375 mg

ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg


microsize /kg/hari
c.Terbinafine

Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak pemberian
secara oral disesuaikan dengan berat badan:
12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu
20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu
>40kg:250mg/ hari selama 2 minggu

16

Edukasi kepada pasien di rumah :


A. Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering
B. Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
C. Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan
mengganti pakaian yang lembab
D. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti
katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.
E. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan
penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.

G. KOMPLIKASI
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada infeksi
jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.
H. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan kelembapan
dan kebersihan kulit selalu dijaga.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Unandar Budimulja,et al Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Jakarta :

Fk

UI, 2007 hal 89


2.

Http://www.google.com/2010/Tinea Cruris.html

18

Anda mungkin juga menyukai