Referat Obskar
Referat Obskar
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT serta nabi Muhammad
SAW atas berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan
judul Kolesteatoma dengan baik dan selesai tepat pada waktunya.
Keberhasilan referat ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak dalam bentuk
doa, moral, waktu dan pikiran. Maka dari itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini hingga
selesai, terutama kepada Dr. Renie Augustine, Sp. THT-KL dan Dr. Djoko Srijono,
Sp. THT-KL selaku dokter pembimbing dan konsulen THT di RSUD Budhi Asih
yang telah membimbing, memberi masukan serta meluangkan waktu dan pikirannya
kepada penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
sejawat dan juga kepada pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu namanya atas bantuan dan dukungannya dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata Penulis
berharap referat ini dapat berguna dan menjadi bahan masukan bagi dunia
kedokteran.
Ayesha Riandra
030.10.044
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................
1
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................
7
2.1 ANATOMI TELINGA...................................................................................................
7
2.1.1 TELINGA LUAR
............................7
2.1.2 TELINGA TENGAH
............................8
2.1.3 TELINGA DALAM
............................11
3.1 KOLESTEATOMA.......................................................................................................
14
3.1.1 DEFINISI KOLESTEATOMA
............................14
3.1.2 KLASIFIKASI DAN PATOGENESIS KOLESTEATOMA
............................14
3.1.3 KLASIFIKASI KOLESTEATOMA BERDASARKAN ETIOLOGI
............................15
3.1.4 PATOGENESIS KOLESTEATOMA
............................18
BAB I
PENDAHULUAN
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johanes Muller pada tahun
1838 dan dianggap sebagai sebuah tumor pada awal penemuannya. Seluruh epitel
kulit (keratinizing stratified squamous epithelium) pada tubuh berada pada lokasi
yang terbuka/terpapar ke dunia luar, epitel kulit di liang telinga merupakan suatu
daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam
waktu yang lama, maka epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan
terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma. Kolesteatoma diawali dengan
Seiring waktu, semakin banyak ahli bedah berusaha untuk membiarkan dasardasar struktur anatomi telinga dan tulang temporal tetap utuh dengan menjaga
keutuhan dinding kanal. Paham yang berupaya untuk menjaga anatomi di dekat
telinga tetap normal mengundang kontroversi besar. Para ahli bedah cenderung untuk
memilih antara teknik lama canal wall-down atau filosofi baru yaitu, canal wall-up.2
Selama dua dekade terakhir, sebagian besar ahli bedah otologi mengambil
jalan tengah. Kebanyakan ahli bedah otologi di Amerika Serikat sekarang melakukan
kedua teknik tersebut, memilih satu atau yang lain dari operasi ini tergantung pada
keadaan individual masing-masing pasien.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga
Telinga merupakan salah satu indera yang dimiliki manusia yang cukup
penting, karena tanpa adanya pendengaran maka seseorang juga akan mengalami
kesulitan dalam berbicara. Telinga merupakan organ yang bersifat sensori yang sangat
kompleks jika dibandingkan dengan organ sensori lainnya. Pada dasarnya telinga
memiliki fungsi ganda, yakni sebagai fungsi keseimbangan dan fungsi pendengaran.
Telinga dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam (Gambar 1).2
QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.
bagian lateral terbentuk dari kartilago yang juga membentuk terowongan yang
berebntuk bulat, namun dengan bertambahnya usia kanalis telinga yang terbentuk dari
kartilago akan berubah bentuk sehingga kanalis pada daerah ini akan berubah menjadi
oval.3
Selain perubahan bentuk dari kartilago, penambahan umur menyebabkan
kanalis telinga luar menjadi lebih sempit. Kanalis telinga dilapisi oleh epitel yang
mensekresikan serumen dan disertai rambut pada permukaannya. Pada epitel yang
melapisi kanalis telinga ini tidak terdapat kelenjar keringat. Oleh karena epitel pada
liang telinga ini tidak seperti epitel lainnya yang sering tergosok secara natural, maka
epitel di daerah ini dapat membersihkan sel kulit yang mati dan juga serumen yang
berada pada kanalis telinga, kegagalan dalam pembersihan sendiri dari epitel ini
merupakan salah satu teori yang berkembang dalam terjadinya kolesteatoma.2
Batas batas telinga luar adalah lobus temporalis otak di superior, mastoid di
posterior, sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis di anterior serta membrana
timpani di medial.4
2.1.2 Telinga Tengah
Bagian kedua dari telinga adalah telinga bagian tengah yang terdiri dari
membran timpani dan 3 tulang yang berperan penting dalam pendengaran yaitu
maleus, inkus, dan stapes. Pada telinga tengah juga terdapat dua otot kecil, yaitu otot
tensor timpani dan juga otot stapedius yang berperan dalam refleks akustik. Pada
telinga tengah juga terdapat korda timpani yang merupakan cabang dari nervus
fasialis yang melewati telinga tengah dimana korda timpani akan menginervasi 2/3
depan dari lidah. Pada telinga tengah juga terdapat tuba Eustaschius yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring.5
10
Batas
dalam:
Berturut-turut
dari
atas
ke
bawah
kanalis
semi
11
12
13
utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan saluran menuju
endolimfa. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap makula
sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing
kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung
sel-sel rambut krista. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap
dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Baik koklea maupun labirin menerima
pasokan darah dari cabang terminal arteri basilaris.8
Dibelakang dari rongga telinga tengah terdapat mastoid antrum yang
merupakan penonjolan dari tulang temporalis, dan rongga mastoid ini berhubungan
dengan telinga tengah melalui aditus ad antrum (Gambar 4). Rongga mastoid
merupakan sebuah rongga yang berbentuk seperti segitiga dengan puncaknya
mengarah ke kaudal.8
14
15
sering tidak
otologi
sebelumnya,
atau
perforasi
membran
timpani.
tulang-tulang
pendengaran
dan,
dengan
mekanisme
ini,
16
pendengaran
hingga
ke
epitimpanum
posterior.
timpani
mengalami
retraksi
ke
posterior
bagian
telinga
tengah.
Apabila
retraksi
meluas
ke
medial
17
kolesteatoma.
Retraksi
yang
mendalam
dapat
18
Jenis Kuman
Jumlah temuan
Pseudomonas aeruginosa
31,5%
Proteus mirabilis
17
58,5%
Difteroid
3,3%
Streptococcus -hemolyticus
3,3%
Enterobacter sp.
3,3%
Tabel 1. Distribusi kuman dari kavum timpani pada otitis media supuratif
kronis dengan kolesteatoma.11
Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta
menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang
diperhebat oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses
nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirintitis,
meningitis, dan abses otak.9
3.1.4 Patogenesis Kolesteatoma
3.1.4.1 Kolesteatoma Kongenital
Patogenesis kolesteatoma kongenital masih diperdebatkan hingga saat ini.
Ada beberapa teori yang dipakai untuk menjelaskan patogenesis dari kolesteatoma
kongenital.12
19
20
geometris
akibat
retraksi
yang
progresif
mengakibatkan
penyempitan dari jalan anatomis dan gangguan migrasi epitel hingga mengganggu
proses pembersihan debris keratin. Saat kantung terbentuk semakin kearah dalam dan
berada diantara lipatan mukosa dengan crevices, ia menjadi tidak bisa membersihkan
debris dengan sendirinya hingga terjadi penumpukan debris keratin. Proliferasi
bakteri dan infeksi super dari akumulasi debris membentuk suatu biofilm yang akan
mengakibatkan terjadinya infeksi kronik dan proliferasi epitel. Saat debris menjadi
terinfeksi, proliferasi bakteri dan peradangan mengakibatkan influx dari sel-sel
radang dan produksi sitokin. Progresi ini dengan disertai pengeluaran kolagenase
mengakibatkan kerusakan pada membran basement hingga membolehkan terjadinya
formasi cone epitel yang tumbuh ke dalam stroma (teori papillary ingrowth). Saat
microcone meluas dan bergabung menjadi satu, terbentuklah kolesteatoma tipe attic.12
Setelah terbentuk, kolesteatoma akan memicu peradangan oleh sitokin yang
akan menyebabkan aktivasi osteoklas dan lisozim yang akan merusak tulang
pendengaran hingga menyebabkan tuli konduktif, dan saat kerusakan sampai ke
kanalis semisirkularis akan menyebabkan terjadinya tuli sensorineural hingga
akhirnya dapat terjadi komplikasi dan menginvasi kanalis fasialis hingga
menyebabkan eksposur ke nerves fasialis dan menyebabkan terjadinya paralisis
nerves fasialis.12
Penemuan di atas menunjukan perbedaan antara kolesteatoma dengan
epidermal keratinosit normal sehingga menjelaskan sifat agresif klinis dari
kolesteatoma serta bagaimana ia menginvasi dan menyebabkan kerusakan tulang.12
2. Teori Papillary Ingrowth
21
karena
disebabkan
oleh
otitis
media
kronik
atau
berulang.13
3.1.4.3 Kolesteatoma Acquired Sekunder
Kolesteatoma yang didapat secara sekunder dijelaskan sebagai akibat dari
terjadinya migrasi sel-sel epidermis yang berasal dari membran timpani ke dalam
rongga telinga tengah pada tempat terjadinya perforasi marginal ataupun sebagai hasil
dari implantasi keratinosit ke rongga telinga tengah. Implantasi dapat terjadi ketika
terdapat kerusakan membran timpani yang disebabkan karena suara ledakan yang
akan menyebabkan terjadinya implantasi dari keratin kedalam rongga telinga tengah
22
dan terjebak disana ketika terjadi penyembuhan dari membran timpani. Selain dari
trauma pada membran timpani, implantasi dari keratin ini juga dapat terjadi ketika
terjadi fraktur pada tulang temporal ataupun implantasi yang disebabkan karena
tindakan medis atau yang biasa kita sebut sebagai iatrogenik. Beberapa tindakan
operasi yang berhubungan dengan telinga tengah seperti stapedectomi, timpnaoplasti,
pemasangan pressure equalization tube, dah tindakan eksplorasi dari telinga tengah
dapat menjadi penyebab dari terjadinya kolesteatoma sekunder.12
3.1.5 Manifestasi Klinis Kolesteatoma
Gejala khas dari kolesteatoma adalah otore tanpa rasa nyeri, yang terusmenerus atau sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, kemungkinan besar
infeksi tersebut sulit dihilangkan. Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah
(vaskularisasi), maka antibiotik sistemik tidak dapat sampai ke pusat infeksi pada
kolesteatoma. Antibiotik topikal biasanya dapat diletakkan mengelilingi kolesteatoma
sehingga menekan infeksi dan menembus beberapa milimeter menuju pusatnya, akan
tetapi, pada kolestatoma terinfeksi yang besar biasanya resisten terhadap semua jenis
terapi antimikroba. Akibatnya, otore akan tetap timbul ataupun berulang meskipun
dengan pengobatan antibiotik yang agresif.9
Gangguan
pendengaran
juga
merupakan
gejala
yang
umum
pada
kolesteatoma. Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga tengah dengan
epitel deskuamasi dengan atau tanpa sekret mukopurulen sehingga menyebabkan
kerusakan osikular yang akhirnya menyebabkan terjadinya tuli konduktif yang berat.
Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma, tetapi tidak akan terjadi apabila
tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsung
pada stapes footplate. Pusing adalah gejala yang mengkhawatirkan karena merupakan
pertanda dari perkembangan komplikasi yang lebih serius.9
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang paling umum dari kolesteatoma adalah
drainase dan jaringan granulasi di liang telinga dan telinga tengah tidak responsif
23
terhadap terapi antimikroba. Suatu perforasi membran timpani ditemukan pada lebih
dari 90% kasus. Kolesteatoma kongenital merupakan pengecualian, karena seringkali
gendang telinga tetap utuh sampai komponen telinga tengah cukup besar.
Kolesteatoma
yang
berasal
dari
implantasi
epitel
skuamosa
kadangkala
bermanifestasi sebelum adanya gangguan pada membran timpani. Akan tetapi, pada
kasus-kasus seperti ini (kolesteatoma kongenital, kolesteatoma implantasi) pada
akhirnya kolesteatoma tetap saja akan menyebabkan perforasi pada membran
timpani.10
Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah kanalis
akustikus eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan granulasi.
Kadangkala menghilangkan infeksi dan perbaikan jaringan granulasi baik dengan
antibiotik sistemik maupun tetes antibiotik ototopikal sangat sulit dilakukan. Apabila
terapi ototopikal berhasil, maka akan tampak retraksi pada membran timpani pada
pars flaksida atau kuadaran posterior.15
Pada kasus yang amat jarang, kolesteatoma diidentifikasi berdasarkan salah satu
komplikasinya, hal ini kadangkala ditemukan pada anak-anak. Infeksi yang terkait
dengan kolesteatoma dapat menembus korteks mastoid inferior dan bermanifestasi
sebagai abses di leher. Kadangkala, kolesteatoma bermanifestasi pertama kali dengan
tanda-tanda dan gejala komplikasi pada susunan saraf pusat, yaitu : trombosis sinus
sigmoid, abses epidural, atau meningitis.16
3.1.6 Diagnosis Kolesteatoma
CT scan merupakan modalitas pencitraan pilihan karena CT scan dapat
mendeteksi cacat tulang yang halus sekalipun. Namun, CT scan tidak selalu bisa
membedakan antara jaringan granulasi dan kolesteatoma. Densitas kolesteatoma
dengan cairan serebrospinal hampir sama, yaitu kurang-lebih -2 sampai +10
Hounsfield Unit, sehingga efek dari desakan massa itu sendirilah yang lebih penting
dalam mendiagnosis kolesteatoma.17 Gaurano (2004) telah menunjukkan bahwa
24
perluasan antrum mastoid dapat dilihat pada 92% dari kolesteatoma telinga tengah
dan 92% pula lah hasil CT scan yang membuktikan erosi halus tulang-tulang
pendengaran. Defek yang dapat dideteksi dengan menggunakan CT scan adalah
sebagai berikut10:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
erosi skutum
fistula labirin
cacat di tegmen
keterlibatan tulang-tulang pendengaran
erosi tulang-tulang pendengaran atau diskontinuitas
anomali atau invasi dari saluran tuba
25
26
dan infeksi harus ditangani secara tuntas. Oleh karena itu, seluruh matriks
kolesteatoma harus disingkirkan sepenuhnya. Apabila hal ini gagal dilakukan,
kemungkinan yang muncul adalah kekambuhan dari kolesteatoma. Tabel di bawah ini
menunjukaan beberapa teknik pembedahan disertai keuntungan dan kerugiannya.20
dilakukan
dengan insisi pada belakang telinga dikombinasikan dengan insisi pada kanal
auditorius eksterna. Kemudian menyingkirkan air cell dari mastoid secara
keseluruhan. Mengelevasi
kolesteatoma. Apabila osikulus juga terlibat, maka bagian tersebut perlu disingkirkan
jug auntuk menghindari kekambuhan dari kolestetoma. Membran timpani pada
umumnya juga direkonstruksi pada prosedur ini. Apabila dilakukan canal-wall-up,
27
tulang direkonstruksi dengan cartilage graft. Bila menggunakan teknik canal-walldown, maka perlu dibuat meatoplasti yang besar agar ada sirkulasi udara yang
adekuat ke rongga telinga.15
Karakteristik prosedur canal-wall-up15:
Eliminasi dari tulang attic dilengkapi dengan kartilago atau bone graft.
Pembesaran meatus
Terapi postoperatif yang diberikan antara lain antimikroba yang sesuai dan
Selain
antimikroba, agen yang umum diberikan adalah steroid, yaitu steroid cream. Steroid
berfungsi untuk mengontrol perkembangan dari jaringan granulasi.15
Setelah tindakan bedah dilakukan, pasien dianjurkan untuk kontrol secara rutin.
Pasien yang menajalani prosedur canal-wall-down dianjurkan untuk kontrol setiap 3
28
bulan untuk pembersihan liang telinga. Tujuannya adalah untuk menjaga agar telinga
pasien tetap bebas dari deskuamasi epitel dan serumen. Pada pasien yang menjalani
prosedur canal-wall-up umumnya memerlukan tindakan operatif kedua, setelah 6-9
bulan setelah tindakan operatif pertama.15
3.1.8 Komplikasi Kolesteatoma
Perikondritis atau kondritis terjadi pada kurang dari 1% pasien. Eksposur dan
devaskularisasi karena pembedahan menjadi penyebab mudahnya terjadi infeksi.
Gejala dari perikondritis adalah nyeri yang meningkat, eritema, dan edema pada kulit
yang melapisi kartilago aurikula. Gejala lainnya adalah adanya fluktuasi.21
Gambar 9. Perikondritis21
Komplikasi yang paling ditakutkan dari operasi timpanomastoid adalah
perlukaan pada nervus fasialis. Perlukaan pada nervus fasialis biasanya diketahui saat
prosedur berlangsung namun kadang diketahui pada saat pasien berada di ruang
pemulihan.15
Langkah pertama untuk menangani perlukaan nervus fasialis adalah dengan
dekompresi nervus di sekitar area yang terlihat terjadi perlukaan. Jauhkan tulang
beberapa millimeter proksimal dan distal dari segmen yang rusak sehingga perlukaan
dapat jelas terlihat. Bila lebih dari 50% dari diameter nervus mengalami perlukaan
seperti terpotong, tertarik, terjepit, dilakukan reseksi pada segmen yang mengalami
29
30
herniasi otak dan kebocoran cairan serebrospinal. Dapat dilakuakn MRI atau CT scan
untuk memastikan.15
3.1.9 Prognosis Kolesteatoma
Melakukan proses eliminasi dari kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun
terkadang membutuhkan tindakan operasi yang berkali-kali. Karena penanganan dari
kolesteatoma dengan pembedahan pada umumnya berhasil dengan sempurna, oleh
karena itu komplikasi yang timbul dari pertumbuhan kolesteatoma yang tidak
terkontrol sangatlah jarang terjadi.15
Pada penanganan canal-wall-down timpanomastoidektomi akan memberikan
angka persentase rekurensi ataupun persistensi yang rendah dari kolesteatoma.
Reoperasi dari kolesteatoma hanya terjadi pada 5% atau bahkan lebih sedikit. Oleh
karena itu teknik ini jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan closedcavity technique yang memiliki angka rekurensi antara 20-40%.15
Meskipun begitu, karena tulang-tulang pendengaran dan ataupun membran
timpani tidak dapat mengalami resolusi secara sempurna kembali kedalam keadaan
normal, kolesteatoma tetap secara relatif merupakan penyebab yang cukup sering dari
tuli konduktif yang bersifat permanen.15
31
BAB III
KESIMPULAN
Kolesteatoma atau epidermosis atau keratoma merupakan lesi destruktif dasar
tengkorak yang dapat mengikis dan menghancurkan struktur penting pada tulang
temporal.15
Kolestetaoma dibagi menjadi 3 tipe yaitu congenital, primary acquired, dan
secondary acquired. Kolesteatoma kongenital terjadi sebagai konsekuensi dari epitel
skuamosa yang terjebak dalam tulang temporal selama embriogenesis. Kolesteatoma
kongenital biasanya ditemukan di anterior mesotympanum atau di dalam area tuba
Eustachius. Mereka diidentifikasi paling sering pada anak-anak usia 6 bulan hingga 5
tahun. Kolesteatoma acquired primer terjadi karena retraksi membran timpani,
retraksi ke dalam medial pars flaksida ke dalam epitimpanum secara progresif.
Kolesteatoma acquired sekunder terjadi karena konsekuensi langsung terjadap injuri
pada membran timpani. Kerusakan ini dapat dalam bentuk perforasi yang terjadi
karena otitis media akut atau trauma, atau dapat terjadi karena manipulasi operasi dari
drum.
Prosedur simple seperti timpanostomi dapat mengakibatkan implantasi epitel
skuamosa ke dalam telinga tengah hingga menyebabkan terbentuknya kolesteatoma.
Gejala khas dari kolesteatoma adalah otore tanpa rasa nyeri, baik itu terus-menerus
maupun sering berulang. Apabila kolesteatoma terinfeksi, maka infeksi tersebut akan
sulit dihilangkan.
Pada pemeriksaan fisik pada kolesteatoma akuisital primer dapat dijumpai
retraksi dari pars flaksida di kebanyakan kasus, dan pars tensa pada sedikit kasus.
32
Pada kedua tipe retraksi akan berisi matriks epitel skuamosa dan debris keratin.
Temuan lainnya adalah otore yang purulen, polip, jaringan granulasi, dan erosi
osikular. Pada kolesteatoma akuisital sekunder, bila kolesteatoma berkembang dari
perforasi membran timpani, maka matriks epitel skuamosa dan debris keratin pada
umumnya dapat dilihat melalui perforasi.
Penanganan untuk kolesteatoma dibagi menjadi penanganan bedah dan non
bedah. Untuk non bedah, diberikan antibiotik untuk mengatasi infeksi, steroid untuk
menurunkan inflamasi, dan juga drainase.
33
34
35