Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS BALAPULANG


PERIODE JANUARI 2013 MEI 2014

Laporan kasus ini disusun


untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior komprehensif

Oleh :
Inayati Raisania
Inne Pratiwi Farissa
Vidya Leliana

Pembimbing
Dr. Jaka Suyatna
KEPANITERAAN KLINIK KOMPREHENSIF
FAKULTAS KEDORAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa

: Vidya leliana
Inayati Raisania
Inne Pratiwi Farissa

Judul Laporan

: Laporan Kasus Tuberkulosis Paru di Puskesmas Balapulang Periode


Januari 2013-Mei 2014

Pembimbing

: dr. Jaka Suyatna

Balapulang, Juni 2014

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Balapulang

Dr. Jaka Suyatna


NIP.196111031987111001

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberculosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004
menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta
adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Menurut profil kesehatan Jawa Tengah tahun
2012 prevalensi penderita TB 60,87 per 100.000 penduduk, angka penderita penemuan TB
paru BTA positif sebesar 54,48% menurun dibandingkan tahun 2011. Angka kesembuhan TB
paru pada tahun 2012 di Jawa Tengah sebesar 82,9% dibawah target nasional yaitu 85%
teteapi lebih rendah dibandingkan tahun 2011.
Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia
tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah
pendduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari
Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk Diperkirakan terdapat 2 juta kematian akibat
tuberkulosis pada tahun 2002. Jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara
yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka
mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV
yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Peningkatan kasus tuberkulosis meningkat seiring dengan peningkatan penyakit
komorbid lainnya, seperti HIV. Hingga kini, tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang penting di dunia. Dengan adanya MIllenium Development Goals (MDG)
diharapkan proporsi kasus tuberkulosis terdeteksi dan pengobatan dengan DOTS meningkat.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana karakteristik dan pengobatan pasien Tuberculosis di Puskesmas Balapulang?
1.3 Tujuan
1.

Mengetahui Angka kejadian penderita Tuberculosis di Puskesmas Balapulang periode

2.

Januari 2013-Mei2014
Mengetahui karakteristik dan pengobatan pasien tuberculosis di Puskesmas
Balapulang

1.4 Manfaat
1. Meningkatkan pengetahuan mengenai angka kejadian TB di Puskesmas Balapulang
2. Meningkatkan kepatuhan pengobatan pada penderita Tuberculosis di Puskesmas
Balapulang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi Tuberculosis

Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui
inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang-orang
yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 m dan panjang 1 4
m. Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup
tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis ialah asam mikolat,
lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.Struktur dinding yang kompleks
menyebabkan Mycobacterium tuberculosis bersifat asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan
tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol.1,2,3
2.2 Epidemiologi Tuberculosis
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia
ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberculosis
sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta
kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan
Asam) positif. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB
terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari
jumlah pendduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.1,2,3
Diperkirakan terdapat 2 juta kematian akibat tuberkulosis pada tahun 2002. Jumlah
terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika
yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan
peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 2001

didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian kedua
setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit TB merupakan

penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah
penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan
yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun ,2001 terdapat 50.443
penderita BTA positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga
perempat dari kasus TB ini berusia 15 49 tahun.
2.3 Patogenesis Tuberculosis
a. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau
afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan
sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal
sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya.

Salah

satu

contoh

adalah

epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus,


biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang
tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada
lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat
bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang

ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat
imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat
seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy.
Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya,
misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang

pada

anak

setelah

mendapat

ensefalomeningitis,

tuberkuloma ) atau
Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberculosis

primer.
b. Tuberkulosis Post-Primer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis postprimer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang
bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem
kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun
lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang
pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih
keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya
dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib
kaviti ini :

Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang

pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas
Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut

tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif

kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi


Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed
cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga
kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberculosis post primer dan perjalanan


penyembuhannya

2.4 Klasifikasi Tuberculosis


Berdasarkan letak anatomis penyakit, tuberkulosis dibagi menjadi:
a. Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.
Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya terletak
pada paru.
b. Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat

kelamin, dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau
histologi, atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang
selanjutnya dipertimbangkan oleh klinisi untuk diberikan obat anti tuberkulosis
siklus penuh.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi, tuberkulosis dibagi menjadi:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah
Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan menunjukan hasil
positif pada pemeriksaan laboratorium yang memenuhi External Quality
Assurance (EQA). Sebaiknya satu kali pemeriksaan berasal dari dahak pagi hari.
Pada laboratorium yang belum memenuhi EQA, TB paru positif bila:
-

Sekurang-kurangnya 2 atau lebih spesimen dahak menunjukkan hasil BTA


positif.

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan


kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan


biakan kuman TB positif.

b. Tuberkulosis paru BTA (-) apabila


Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative tetapi hasil kultur
positif.
Jika hasil pemeriksaan BTA dua kali negative di daerah yang belum memiliki
fasilitas kultur, dan memenuhi kriteria berupa gambaran klinis dan kelainan
radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
c. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif) dan gambaran radiologi paru
menunjukan lesi TB yang tidak aktif atau foto serial 2 bulan menunjukan gambaran
menetap.
Berdasarkan tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, tuberkulosis
dibagi menjadi:

a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan denga OAT atau
sudah pernah mendapatkan terapi OAT kurang dari satu bulan. Pasien dengan hasil
dahak BTA positif maupun negatif dengan lokasi penyakit dimana pun.
b. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
c. Kasus lalai berobat adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya
penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
d. Kasus gagal adalah pasien BTA posititf yang masih tetap posititf atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau
akhir pengobatan atau penderita dengan hasil BTA negatif, gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran
radiologik ulang hasilnya perburukan.
e. Kasus kronik adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
f. Kasus pindahan (transfer in) Adalah penderita yang sedang mendapatkan
pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.

2.5 Diagnosis Tuberculosis


Diagnosis tuberkulosis dapat berdasarkan gejala klinis. Gejala klinis tuberkulosis dapat
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena
adalah paru, maka gejala lokal ialah gejala respiratori.1,2,3
1. Gejala respiratori:

Batuk selama 2 minggu atau lebih, sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum).

Batuk darah, akibat robeknya pembuluh darah di sekitar bronkus.

Sesak nafas, dapat ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

Nyeri dada, bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritits.
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi.

2. Gejala sistemik
Demam dengan peningkatan suhu yang tidak begitu tinggi.
Malaise.
Anoreksia, badan makin kurus (berat badan turun).
Keringat malam hari
Untuk menegakkan diagnosis TB paru, selain dari gejala klinik yang didapatkan di
atas, juga perlu diperhatikan beberapa hal berikut:1,2,3
a. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, jeis kelainan yang dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Pada TB paru kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak ditemukan kelainan. Kelainan
pada paru umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apek dan segmen
posterior serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara
lain suara nafas bronkhial, amforik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan yang ditemukan tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara nafas yang melemah

sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosis,
terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher, kadang-kadang di
daerah ketiak. Pembesaran kelenjar getah bening tersebut dapat menjadi cold abscess.
b. Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberculosis mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan dapat berasal dari
dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, jaringan
paru.
Cara pengumpulan dahak 3 kali (SPS):

Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

Pagi (dahak keesokan harinya)

Sewaktu / spot (dahak padasaat mengantarkan dahak pagi)


Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:

a) 3 kali positif atau 2 kali posititfdan 1 kali negatif: BTA positif


b) 1 kali posititf dan 2 kali negatif: ulang BTA 3 kali, apabila

Bila 1 kali positif dan 2 kali negatif: BTA positif

Bila 3 kali negatif: BTA negatif


Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (International Union
Againts Tuberculosis and Lung Disease):
a) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang : negatif
b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis dalam jumlah kuman yang
ditemukan.
c) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang : + (1+)
d) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang : ++ (2+)
e) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang : +++ (3+)
Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam
medium biakan (Lowenstein Jensen, Kudoh, atau Ogawa), koloni kuman tuberkulosis

mulai tampak. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan
dinyatakan negatif.
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat member
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai
sebagai lesi TB aktif:

Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah.

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.

Bayangan bercak milier.

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:

Fibrotik

Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura


Destroyed Lung (luluh paru): Gambaran radiologi yang menunjukan kerusakan jaringan
paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru
terdiri dari atelektasis,ektasis/multikaviti dan fibrosis parenkim paru.
Pada sebagian besar kasus, diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto thoraks. Namun, pada kondisi tertentu
perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:4
-

Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasil BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan

radiologis diperlukan untuk mendukung diagnosis Tb paru BTA positif.


Ketiga specimen dahak hasil negatif setelah specimen daha SPS sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotic non

OAT
Pasien mengeluh keluhan sesak napas berat yang memerlukan penanganan khusus
(pneumothoraks, pleuritis eksudativa, efusi pleura, efusi perikaditis) dan pada
pasien dengan hemoptisis berat

d. Pemeriksaan penunjang lainnya3,4


-

Pemeriksaan tuberkulin (Mantoux Test)

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis TB


teruatama padaanak-anak dan balita. Di Indonesia dengan prevalens tuberculosis yang
tinggi, uji tuberculin sebagai alat bantu diagnostic penyakit kurang berarti pada orang
dewasa. Dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purified Protein
Derivative) intrakutan berkekuatan 5 TU (intermediate strength). Setelah 48-72 jam
tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari
infiltrate limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen
tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaanan tibodi selular dan antgen
tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibody humoral, makin besar pengaruh antibody
humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan. Interpretasi hasil tes Mantoux, dibagi
dalam:

Indurasi 0 5 mm : Mantoux negatif = golongan nosensitivity. Peran antibody

humoral paling menonjol.


Indurasi 6 9 mm : hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Peran antibody

humoral masih menonjol.


Indurasi 10 15 mm : Mantouxpositif

humoral dan seluler seimbang.


Indurasi > 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Peran antibody

= golongan normal sensitivity. Antibodi

seluler paling menonjol.


-

Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai
indicator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED
yang normal tidak dapat menyingkirkan tuberculosis. Limfosit pun kurang spesifik.

Analisis cairan pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada
penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil
analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan
cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan
glukosa rendah.
-

Pemeriksaan histopatologi jaringan.


Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan trans
bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka,
biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat
pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus).
Pemeriksaan biopsy dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada
tuberkulosis ekstra paru. Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan
histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa
granuloma dengan perkejuan.

Polymerase chain reaction (PCR)


Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk
DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah
kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati
masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat
membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan
dengan cara yang benar dan sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif
sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil
tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB.

Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang
akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu
alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis.
Alur diagnosis TB Paru2
Gambar 2. Alur diagnosis TB paru

Suspek TB Paru

Periksa BTA sputum


+
2/3BTA (+)

Hanya 1 BTA (+)

TB Paru BTA
(+)

3 BTA (-)

Tidak ada
perbaikan

Beri
antibiotik
Perbaikan

Foto toraks dan


pertimbangan dokter

Periksa ulang
BTA sputum

3 BTA (-)

1 BTA (+)
Foto toraks dan
pertimbangan
dokter

TB

Bukan TB
2.6 Pengobatan Tuberculosis
Pengobatan TB paru dilakukan melalui 2 fase yaitu:
a. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan populasi kuman
yang membelah dengan cepat.
b. Fase lajutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek atau
kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional.

Seiring dengan berkembangnya pengetahuan dibidang farmakologi, saat ini telah


dibuat tablet kombinasi OAT yang dikenal dengan OAT fixed-dose combination atau
disingkat dengan OAT-FDC (sering disebut FDC saja). Dengan adanya FDC ini
diharapkan kepatuhan pasien TB dalam minum OAT dapat ditingkatkan sehingga akan
meningkatkan kesembuhan pasien.
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Amikasin
Kuionolon
Sikloserin
Etionamid
Para-amino salisilat
Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
Obat lini kedua hanya digunakan pada kasus resisten obat terutama TB multi drug
resistance.
Kemasan

Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing ,rifampisin, INH,

pirazinamid dan etambutol.


Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC), kombinasi dosis tetap
ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet.

Jenis dan dosis OAT


Dosis
Obat

(mg/kgB
B/hari)

R
H
Z

8-12
4-6
20-30

Dosis yang dianjurkan


Harian

Intermitten

(mg/kgBB/hari)
10
5
25

(mg/kgBB/hari)
10
10
35

Dosis
maks
(mg)
600
300

Dosis (mg) / berat


badan (kg)
40< 40
60
300 450
150 300
750 1000

> 60
600
450
1500

15-20

15

30

15-18

15

15

1000

750
sesu

1000 1500

ai

750

BB

1000

Kategori Pengobatan TB Paru (FDC)


Kategori

Kasus
BTA (+) TB paru

Paduan Obat
2RHZE/4R3H3

BTA (-) lesi luas

2RHZE/4RH

TB extraparu berat

2RHZE/6HE

TB + HIV
2RHZES/1RHZE/5R3H3E3

Kambuh
II

2RHZES/1RHZE lalu sesuai dengan

Gagal Pengobatan

tes resistensi

Putus Obat
BTA (-) lesi minimal
III

TB

hasil

2RHZES/1RHZE/5RHE
2RHZE/4R3H3

lebih 2RHZE/4RH

extraparu

2RHZE/6RHE

ringan

RHZES sambil menunggu hasil uji resistensi

Kronik

+ OAT lini kedua (min 18 bulan)

IV

Sesuai hasil uji resistensi + OAT lini kedua

MDR-TB

atau H seumur hidup

Dosis Obat FDC


Bentu

Obat
INH + rifampisin
INH + etambutol
INH + rifampisin
pirazinamid
INH + rifampisin

k
Tablet
Tablet
+
+

pirazinamid + etambutol

Tablet
Tablet

Dosis

Dosis harian

kali

seminggu
75 mg + 150 mg
150 mg + 150 mg
150 mg + 400 mg
60 mg + 60 mg
75 mg + 150 mg + 400 150 mg + 150 mg +
mg
500 mg
75 mg + 150 mg + 400
mg + 275 mg

Efek samping OAT dan penatalaksanaannya2,3,5,6


Efek Samping

Kemungkinan

Tatalaksana

Penyebab
Minor
Tidak nafsu makan, mual, Rifampisin

OAT diteruskan
Obat diminum malam sebelum

sakit perut
Nyeri sendi
Pyrazinamid
Kesemutan s/d rasa terbakar INH

tidur
Beri aspirin/allopurinol
Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x

di kaki

100mg

Warna kemerahan pada air Rifampisin

Beri penjelasan, tidak perlu diberi

seni
Mayor
Gatal dan kemerahan pada Semua jenis OAT

apa-apa
Hentikan obat
Beri antihistamin dan evaluasi

kulit
Tuli
Ganggguan

ketat
Streptomisin dihentikan
Streptomisin dihentikan

Streptomisin
keseimbangan Streptomisin

(vertigo dan nystagmus)


Ikterik / hepatitis imbas obat Sebagian besar OAT

Hentikan

(penyebab lain disingkirkan)

ikterik

Muntah

diberikan hepatoprotektor
Hentikan semua OAT dan lakukan

dan

(suspected

confusion Sebagian besar OAT


drug-induced

preicteric hepatitis
Gangguan penglihatan
Etambutol
Kelainan sistemik, termasuk Rifampisin

semua

menghilang

uji fungsi hati


Hentikan etambutol
Hentikan rifampisin

syok & purpura


2.7 Komplikasi Tuberculosis
Adapun komplikasi dari tuberkulosis antara lain:
1. Komplikasi dini
Pleuritis
Efusi pleura
Empiema
Laringitis

2. Komplikasi lanjut
Obstruksi jalan nafas
Kerusakan parenkim berat: fibrosis paru
Kor pulmonal
Amiloidosis
Karsinoma paru
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)

OAT sampai
dan

boleh

TB milier

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

yang penting di Indonesia. Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengumpulan data tentang
penderita TB di Puskesmas Balapulang periode Januari 2013- Mei 2014 didapatkan data
sebagai berikut:
3.1 ANGKA KEJADIAN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS BALAPULANG
24
25
20

16

15

13

15

10

10

5
0
2013 I

2013 II

2013 III

2013 IV

2014 I

2014 II

Berdasarkan grafik di atas didapatkan jumlah total penderita TB di Puskesmas


Balapulang periode Januari 2013-Mei 2014 adalah 83 orang. Jumlah tertinggi penderita TB
pada triwulan ke tiga pada bulan Juli-September 2013 yaitu 24 orang (28,9%), sedangkan
jumlah terendah pada triwulan kedua pada bulan April-Mei 2014 sejumlah 5 orang.
3.2 JUMLAH PENDERITA TB BERDASARKAN JENIS KELAMIN

31

52

LAKI-LAKI
PEREMPUAN

Berdasarkan grafik diatas, jumlah penderita TB terbanyak di Puskesmas Balapulang


periode Januari 2013-Mei 2014 berjenis kelamin laki-laki yaitu 52 orang (62%) sedangkan
perempuan berjumlah 31 orang (38%).
3.3 JUMLAH PENDERITA TB BERDASARKAN USIA

38
40
35
30
25
20
15
10
5
0

27

12
6

<18

19-44

45-60

>60

Berdasarkan grafik diatas, jumlah penderita TB terbanyak di Puskesmas Balapulang


periode Januari 2013-Mei 2014 berusia 19-44 tahun yaitu 38 orang (45,8%) sedangkan paling
sedikit pada usia kurang dari 18 tahun yaitu 6 orang (7,2%).
3.4 JUMLAH PENDERITA TB BERDASARKAN TEMPAT TINGGAL
35

32

30
25
20

14

15

15
10
5

6
3

Berdasarkan grafik diatas, jumlah penderita TB terbanyak di Puskesmas Balapulang


periode Januari 2013-Mei 2014 bertempat tinggal di desa Balapulang Wetan yaitu 32 orang
(38,5%), sedangkan jumlah penderita TB paling sedikit bertempat tinggal di desa Wr Jenggot,
Cibunar, Banjar Anyar, dan Kaligimber yaitu masing-masing satu orang.

3.5 JUMLAH PENDERITA TB BERDASARKAN TIPE PENDERITA

3
BARU
80

GAGAL

Berdasarkan data jumlah penderita TB pada bulan Januari 2013-Mei 2014 terbanyak
adalah penderita TB baru sebesar 80 orang (96,3%) dan 3 orang (3,6%) merupakan penderita
TB yang gagal pengobatan.

3.6 TIPE PENDERITA TB TIAP TRIWULAN

23

25
20

16
13

15

13
10

10
5
5
0

20130I

2013 II

1
2013 III

2013 0IV

20140I

20140II

Berdasarkan grafik diatas jumlah penderita baru TB terbanyak pada triwulan ketiga
tahun 2013 sebanyak 23orang (27,7%) dan terkecil pada triwulan kedua tahun 2014 sebesar 5
orang (6,02%) sedangkan jumlah penderita yang gagal pengobatan terbanyak pada triwulan
kedua tahun 2013 sebanyak 2 orang (2,4%)
3.7 JUMLAH PENDERITA TB BERDASARKAN KATEGORI OAT

3
OAT KATEGORI I
OAT KATEGORI II

80

Berdasarkan data penderita TB Puskesmas Balapulang dari Januari 2013-Mei 2014


jumlah penderita TB yang mendapat pengobatan OAT kategori I sebanyak 80 orang (96,3%)
sedangkan penderita yang mendapat pengobatan OAT kategori II sebanyak 3 orang (36,3%)
3.8 JUMLAH PENDERITA TB BERDASARKAN LOKASINYA

TB PARU
TB
EKSTRAPARU

80

Berdasarkan lokasinya, jumlah penderita TB paru dari Januari 2013-Mei 2014


sebanyak 80 orang (96,3%) sedangkan jumlah penderita TB ekstraparu sebanyak 3 orang
(3,6%)
3.9 STATUS BTA PENDERITA TB SEBELUM PENGOBATAN

21
52

BTA +
BTA -

Berdasarkan jumlah penderita TB dari bulan Januari 2013-Mei 2014 terdapat 52


orang (62,6%) dengan BTA positif sebelum pengobatan dan 21 orang (25,3%) dengan BTA
negatif sebelum pengobatan

3.10.

STATUS BTA PENDERITA TB PADA AKHIR PENGOBATAN BULAN


KEDUA

28

BTA +
BTA -

46

TIDAK ADA DATA

Pada akhir pengobatan bulan kedua terdapat 9 orang (10,8%)dengan BTA positif dan
46 orang (55,42%) dengan BTA negatif sedangkan 28 orang (33,73%) tidak ada data

3.11. STATUS BTA PENDERITA TB PADA AKHIR SISIPAN

1
4
4

BTA +
BTA TIDAK ADA DATA

Dari 83 penderita TB dari bulan Januari 2013-Mei 2014 terdapat 9 orang yang
mendapat fase sisipan,pada akhir pengobatan sisipan terdapat 4 orang (44,4%) dengan BTA
positif dan 4 orang (44,4%) dengan BTA negatif seangkan 1 orang (11,1%) tidak ada data

3.12.

STATUS PENDERITA TB PADA AKHIR BULAN KE LIMA/TUJUH

1
29

36

BTA +
BTA TIDAK ADA DATA

Pada akhir bulan kelima/tujuh pengobatan TB terdapat 36 orang (54,54%) dengan


BTA negatif dan 1 orang (1,51%) dengan BTA positif sedangkan 29 orang (39,39%) tidak
ada data.

3.13 STATUS BTA PENDERITA TB PADA AKHIR PENGOBATAN

6
26

BTA +
33

BTA TIDAK ADA DATA

Pada akhir pengobatan TB dari bulan Januari 2013-Mei 2014 terdapat 33 orang
(50,7%) dengan BTA negatif dan 6 orang (9,23%) dengan BTA positif sedangkan 26 orang
(40%) tidak ada data.

3.14 STATUS BTA PENDERITA TB PADA AKHIR PENGOBATAN

15

SEMBUH
23

14

PENGOBATAN LENGKAP
DEFAULT

14

GAGAL
PINDAH
MENINGGAL

Status penderita yang mendapat pengobatan di Puskesmas Balapulang dari Januari


2013-Mei 2014 terdapat 23 orang (39,65%) yang dinyatakan sembuh,14 orang (24,13%)
mendapat pengobatan lengkap,14 orang (24,13%) default,1 orang gagal (1,72%)dan 1
orang(1,72%) pindah.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan data sekunder dari catatan medik pasien tuberkulosis
yang berkunjung di Puskesmas Balapulang pada periode Januari 2013-Mei 2014, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Angka kejadian TB di Puskesmas Balapulang cukup tinggi, tercatat terdapat 83 kasus
sejak bulan Januari 2013 Mei 2014, dimana desa Balapulang Wetan memiliki
kejadian TB yang paling tinggi dibandingkan desa lainnya.
2. Penderita TB paling banyak berjenis kelamin laki-laki.
3. Usia tersering penderita TB berada pada usia produktif yaitu 19-44 tahun.
4. Sebagian besar penderita merupakan kasus baru TB paru dan mendapatkan
pengobatan OAT kategori I.
5. Pada pemeriksaan BTA sebelum pengobatan, sebagian besar penderita merupakan
penderita TB paru BTA negatif.
6. Setelah menjalani pengobatan OAT selama dua bulan, sebagian besar terjadi konversi
menjadi BTA negatif, namun ada beberapa penderita yang masih tetap BTA positif
sehingga harus menjalani program sisipan.
7. Pada akhir pengobatan bulan kelima, sebagian besar penderita tetap BTA negatif.
8. Pada akhir pengobatan, sebagian besar penderita dinyatakan sembuh dan pengobatan
lengkap. Namun, terdapat kasus TB paru MDR yang meninggal dunia.

4.2 Saran
1. Perlunya memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai TB, PHBS, dan etika
batuk untuk memutuskan rantai penularan TB di lingkungan rumah, sekolah, dan
masyarakat.
2. Perlunya meningkatkan kerjasama antara tenaga kesehatan, kader, keluarga, dan
penderita dalam mengawasi kepatuhan penderita minum obat untuk mencegah
kekambuhan dan resistensi obat sehingga dapat menurunkan angka kesakitan TB.

3. Perlunya meningkatkan kesadaran penderita TB untuk aktif memeriksakan diri bila


ditemukan keurigaan yang mengarah pada TB dan melakukan pemeriksaan ulang
dahak sesuai jadwal bila didiagnosis positif menderita TB sebagai evaluasi terhadap
respon pengobatan yang diberikan.
4. Perlunya peran aktif masyarakat dalam hal penemuan dan pelaporan kasus TB baru
kepada tenaga kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Price SA, Standridge MP. Tuberculosis Paru. Dalam buku Patofisiologi : Konsep Kllinis
Proses-Proses Penyakit Jilid 2. Edisi VI. Jakarta: EGC. 2005
2. Aditama TJ, dkk. Tuberkulosis pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta:Perhimpunan dokter paru Indonesia. 2006
3. Aditama TJ, dkk. Tuberkulosis pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta:Perhimpunan dokter paru Indonesia. 2011.
4. Satoto, Bambang. Gambaran radiologis tuberkulosis paru. Dalam kumpulan naskah
simposium tuberkulosis holistic approach of TB management. Semarang: Tim DOTS TB
RSUP Dr. Kariadi. 2013.
5. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam buku ajar penyakit dalam. Jilid III. Edisi V.
Jakarta:Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas
indonesia.2009
6. Mansjoer A, dkk. Ed. Tuberkulosis paru. Dalam kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta:Media Aesculapius. 2009

Anda mungkin juga menyukai