Oleh :
Inayati Raisania
Inne Pratiwi Farissa
Vidya Leliana
Pembimbing
Dr. Jaka Suyatna
KEPANITERAAN KLINIK KOMPREHENSIF
FAKULTAS KEDORAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Nama Mahasiswa
: Vidya leliana
Inayati Raisania
Inne Pratiwi Farissa
Judul Laporan
Pembimbing
Mengetahui,
Kepala Puskesmas Balapulang
BAB I
PENDAHULUAN
2.
Januari 2013-Mei2014
Mengetahui karakteristik dan pengobatan pasien tuberculosis di Puskesmas
Balapulang
1.4 Manfaat
1. Meningkatkan pengetahuan mengenai angka kejadian TB di Puskesmas Balapulang
2. Meningkatkan kepatuhan pengobatan pada penderita Tuberculosis di Puskesmas
Balapulang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian kedua
setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit TB merupakan
penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah
penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan
yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun ,2001 terdapat 50.443
penderita BTA positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga
perempat dari kasus TB ini berusia 15 49 tahun.
2.3 Patogenesis Tuberculosis
a. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau
afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan
sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal
sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya.
Salah
satu
contoh
adalah
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat
imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat
seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy.
Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya,
misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang
pada
anak
setelah
mendapat
ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberculosis
primer.
b. Tuberkulosis Post-Primer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis postprimer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang
bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem
kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun
lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang
pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih
keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya
dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib
kaviti ini :
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas
Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif
kelamin, dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau
histologi, atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang
selanjutnya dipertimbangkan oleh klinisi untuk diberikan obat anti tuberkulosis
siklus penuh.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi, tuberkulosis dibagi menjadi:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah
Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan menunjukan hasil
positif pada pemeriksaan laboratorium yang memenuhi External Quality
Assurance (EQA). Sebaiknya satu kali pemeriksaan berasal dari dahak pagi hari.
Pada laboratorium yang belum memenuhi EQA, TB paru positif bila:
-
a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan denga OAT atau
sudah pernah mendapatkan terapi OAT kurang dari satu bulan. Pasien dengan hasil
dahak BTA positif maupun negatif dengan lokasi penyakit dimana pun.
b. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
c. Kasus lalai berobat adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya
penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
d. Kasus gagal adalah pasien BTA posititf yang masih tetap posititf atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau
akhir pengobatan atau penderita dengan hasil BTA negatif, gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran
radiologik ulang hasilnya perburukan.
e. Kasus kronik adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
f. Kasus pindahan (transfer in) Adalah penderita yang sedang mendapatkan
pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
Batuk selama 2 minggu atau lebih, sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum).
Sesak nafas, dapat ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada, bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritits.
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi.
2. Gejala sistemik
Demam dengan peningkatan suhu yang tidak begitu tinggi.
Malaise.
Anoreksia, badan makin kurus (berat badan turun).
Keringat malam hari
Untuk menegakkan diagnosis TB paru, selain dari gejala klinik yang didapatkan di
atas, juga perlu diperhatikan beberapa hal berikut:1,2,3
a. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, jeis kelainan yang dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Pada TB paru kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak ditemukan kelainan. Kelainan
pada paru umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apek dan segmen
posterior serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara
lain suara nafas bronkhial, amforik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan yang ditemukan tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara nafas yang melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosis,
terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher, kadang-kadang di
daerah ketiak. Pembesaran kelenjar getah bening tersebut dapat menjadi cold abscess.
b. Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberculosis mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan dapat berasal dari
dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, jaringan
paru.
Cara pengumpulan dahak 3 kali (SPS):
mulai tampak. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan
dinyatakan negatif.
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat member
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai
sebagai lesi TB aktif:
Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah.
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.
Fibrotik
Kalsifikasi
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasil BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
OAT
Pasien mengeluh keluhan sesak napas berat yang memerlukan penanganan khusus
(pneumothoraks, pleuritis eksudativa, efusi pleura, efusi perikaditis) dan pada
pasien dengan hemoptisis berat
Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai
indicator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED
yang normal tidak dapat menyingkirkan tuberculosis. Limfosit pun kurang spesifik.
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada
penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil
analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan
cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan
glukosa rendah.
-
Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang
akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu
alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis.
Alur diagnosis TB Paru2
Gambar 2. Alur diagnosis TB paru
Suspek TB Paru
TB Paru BTA
(+)
3 BTA (-)
Tidak ada
perbaikan
Beri
antibiotik
Perbaikan
Periksa ulang
BTA sputum
3 BTA (-)
1 BTA (+)
Foto toraks dan
pertimbangan
dokter
TB
Bukan TB
2.6 Pengobatan Tuberculosis
Pengobatan TB paru dilakukan melalui 2 fase yaitu:
a. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan populasi kuman
yang membelah dengan cepat.
b. Fase lajutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek atau
kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional.
(mg/kgB
B/hari)
R
H
Z
8-12
4-6
20-30
Intermitten
(mg/kgBB/hari)
10
5
25
(mg/kgBB/hari)
10
10
35
Dosis
maks
(mg)
600
300
> 60
600
450
1500
15-20
15
30
15-18
15
15
1000
750
sesu
1000 1500
ai
750
BB
1000
Kasus
BTA (+) TB paru
Paduan Obat
2RHZE/4R3H3
2RHZE/4RH
TB extraparu berat
2RHZE/6HE
TB + HIV
2RHZES/1RHZE/5R3H3E3
Kambuh
II
Gagal Pengobatan
tes resistensi
Putus Obat
BTA (-) lesi minimal
III
TB
hasil
2RHZES/1RHZE/5RHE
2RHZE/4R3H3
lebih 2RHZE/4RH
extraparu
2RHZE/6RHE
ringan
Kronik
IV
MDR-TB
Obat
INH + rifampisin
INH + etambutol
INH + rifampisin
pirazinamid
INH + rifampisin
k
Tablet
Tablet
+
+
pirazinamid + etambutol
Tablet
Tablet
Dosis
Dosis harian
kali
seminggu
75 mg + 150 mg
150 mg + 150 mg
150 mg + 400 mg
60 mg + 60 mg
75 mg + 150 mg + 400 150 mg + 150 mg +
mg
500 mg
75 mg + 150 mg + 400
mg + 275 mg
Kemungkinan
Tatalaksana
Penyebab
Minor
Tidak nafsu makan, mual, Rifampisin
OAT diteruskan
Obat diminum malam sebelum
sakit perut
Nyeri sendi
Pyrazinamid
Kesemutan s/d rasa terbakar INH
tidur
Beri aspirin/allopurinol
Beri vitamin B6 (piridoksin) 1 x
di kaki
100mg
seni
Mayor
Gatal dan kemerahan pada Semua jenis OAT
apa-apa
Hentikan obat
Beri antihistamin dan evaluasi
kulit
Tuli
Ganggguan
ketat
Streptomisin dihentikan
Streptomisin dihentikan
Streptomisin
keseimbangan Streptomisin
Hentikan
ikterik
Muntah
diberikan hepatoprotektor
Hentikan semua OAT dan lakukan
dan
(suspected
preicteric hepatitis
Gangguan penglihatan
Etambutol
Kelainan sistemik, termasuk Rifampisin
semua
menghilang
2. Komplikasi lanjut
Obstruksi jalan nafas
Kerusakan parenkim berat: fibrosis paru
Kor pulmonal
Amiloidosis
Karsinoma paru
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)
OAT sampai
dan
boleh
TB milier
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
yang penting di Indonesia. Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengumpulan data tentang
penderita TB di Puskesmas Balapulang periode Januari 2013- Mei 2014 didapatkan data
sebagai berikut:
3.1 ANGKA KEJADIAN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS BALAPULANG
24
25
20
16
15
13
15
10
10
5
0
2013 I
2013 II
2013 III
2013 IV
2014 I
2014 II
31
52
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
38
40
35
30
25
20
15
10
5
0
27
12
6
<18
19-44
45-60
>60
32
30
25
20
14
15
15
10
5
6
3
3
BARU
80
GAGAL
Berdasarkan data jumlah penderita TB pada bulan Januari 2013-Mei 2014 terbanyak
adalah penderita TB baru sebesar 80 orang (96,3%) dan 3 orang (3,6%) merupakan penderita
TB yang gagal pengobatan.
23
25
20
16
13
15
13
10
10
5
5
0
20130I
2013 II
1
2013 III
2013 0IV
20140I
20140II
Berdasarkan grafik diatas jumlah penderita baru TB terbanyak pada triwulan ketiga
tahun 2013 sebanyak 23orang (27,7%) dan terkecil pada triwulan kedua tahun 2014 sebesar 5
orang (6,02%) sedangkan jumlah penderita yang gagal pengobatan terbanyak pada triwulan
kedua tahun 2013 sebanyak 2 orang (2,4%)
3.7 JUMLAH PENDERITA TB BERDASARKAN KATEGORI OAT
3
OAT KATEGORI I
OAT KATEGORI II
80
TB PARU
TB
EKSTRAPARU
80
21
52
BTA +
BTA -
3.10.
28
BTA +
BTA -
46
Pada akhir pengobatan bulan kedua terdapat 9 orang (10,8%)dengan BTA positif dan
46 orang (55,42%) dengan BTA negatif sedangkan 28 orang (33,73%) tidak ada data
1
4
4
BTA +
BTA TIDAK ADA DATA
Dari 83 penderita TB dari bulan Januari 2013-Mei 2014 terdapat 9 orang yang
mendapat fase sisipan,pada akhir pengobatan sisipan terdapat 4 orang (44,4%) dengan BTA
positif dan 4 orang (44,4%) dengan BTA negatif seangkan 1 orang (11,1%) tidak ada data
3.12.
1
29
36
BTA +
BTA TIDAK ADA DATA
6
26
BTA +
33
Pada akhir pengobatan TB dari bulan Januari 2013-Mei 2014 terdapat 33 orang
(50,7%) dengan BTA negatif dan 6 orang (9,23%) dengan BTA positif sedangkan 26 orang
(40%) tidak ada data.
15
SEMBUH
23
14
PENGOBATAN LENGKAP
DEFAULT
14
GAGAL
PINDAH
MENINGGAL
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan data sekunder dari catatan medik pasien tuberkulosis
yang berkunjung di Puskesmas Balapulang pada periode Januari 2013-Mei 2014, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Angka kejadian TB di Puskesmas Balapulang cukup tinggi, tercatat terdapat 83 kasus
sejak bulan Januari 2013 Mei 2014, dimana desa Balapulang Wetan memiliki
kejadian TB yang paling tinggi dibandingkan desa lainnya.
2. Penderita TB paling banyak berjenis kelamin laki-laki.
3. Usia tersering penderita TB berada pada usia produktif yaitu 19-44 tahun.
4. Sebagian besar penderita merupakan kasus baru TB paru dan mendapatkan
pengobatan OAT kategori I.
5. Pada pemeriksaan BTA sebelum pengobatan, sebagian besar penderita merupakan
penderita TB paru BTA negatif.
6. Setelah menjalani pengobatan OAT selama dua bulan, sebagian besar terjadi konversi
menjadi BTA negatif, namun ada beberapa penderita yang masih tetap BTA positif
sehingga harus menjalani program sisipan.
7. Pada akhir pengobatan bulan kelima, sebagian besar penderita tetap BTA negatif.
8. Pada akhir pengobatan, sebagian besar penderita dinyatakan sembuh dan pengobatan
lengkap. Namun, terdapat kasus TB paru MDR yang meninggal dunia.
4.2 Saran
1. Perlunya memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai TB, PHBS, dan etika
batuk untuk memutuskan rantai penularan TB di lingkungan rumah, sekolah, dan
masyarakat.
2. Perlunya meningkatkan kerjasama antara tenaga kesehatan, kader, keluarga, dan
penderita dalam mengawasi kepatuhan penderita minum obat untuk mencegah
kekambuhan dan resistensi obat sehingga dapat menurunkan angka kesakitan TB.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price SA, Standridge MP. Tuberculosis Paru. Dalam buku Patofisiologi : Konsep Kllinis
Proses-Proses Penyakit Jilid 2. Edisi VI. Jakarta: EGC. 2005
2. Aditama TJ, dkk. Tuberkulosis pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta:Perhimpunan dokter paru Indonesia. 2006
3. Aditama TJ, dkk. Tuberkulosis pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta:Perhimpunan dokter paru Indonesia. 2011.
4. Satoto, Bambang. Gambaran radiologis tuberkulosis paru. Dalam kumpulan naskah
simposium tuberkulosis holistic approach of TB management. Semarang: Tim DOTS TB
RSUP Dr. Kariadi. 2013.
5. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam buku ajar penyakit dalam. Jilid III. Edisi V.
Jakarta:Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas
indonesia.2009
6. Mansjoer A, dkk. Ed. Tuberkulosis paru. Dalam kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta:Media Aesculapius. 2009