Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH APPENDICITIS AKUT

Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan komprehensif


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Disusun oleh:
Vidya leliana
22010112210122
Nurin Aisiyah L
22010112210052

KEPANITERAAN KOMPREHENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis. Appendix
merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut kanan
bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan masalah bagi
kesehatan. Peradangan akut Appendix atau Appendicitis acuta menyebabkan komplikasi yang
berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah.
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak
sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis acuta mengalami perforasi
setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan
dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia
prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis Appendicitis
acuta pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa didiagnosis dengan
tepat pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada pasien anak berkisar 1050%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling
penting dalam mendiagnosis Appendicitis2.
Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendix yang
terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan
tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena
peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan
bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di
seluruh dunia 3.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta yang terjadi bila
Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi dilokalisir atau dibungkus oleh omentum
dan/atau lekuk usus halus.
Tujuan
1.

Untuk memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis,


diagnosis, pada Appendicitis akut

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan
Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada
minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada pada
apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica
ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada
kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh
karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4)


Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis
Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia 15
tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya mengalami
obliterasi pada orang dewasa. 1,3

Gambar 2. Potongan transversa Appendix 5


Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata panjang
6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada dasar Caecum,
ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Appendix
mengalami peradangan. 1,2

Gambar 3. Variasi lokasi Appendix vermicularis1


Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, Appendix
dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan Imunoglobulin terutama
Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan komponen integral dari sistem Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak penting dan Appendectomy tidak akan
menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit imunodefisiensi lainnya. 2
4

2.2 INSIDENSI
\
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendisitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendisitis lebih banyak terjadi
pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih
sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendisitis akut lebih sering
terjadi selama musim panas.
Insidensi Appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu seharihari. Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun
jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.
Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
insidensi lelaki lebih tinggi.
2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
2.3.1 Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan
penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut
dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah
hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada
pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi
jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia,
Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides,
Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh
infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus.
Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi
karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat
terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih
dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam
terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah
trauma, stress psikologis, dan herediter.6

Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith


ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada kasus
Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta gangrenosa
dengan perforasi. 1,2,6,7)

Gambar 3.1. Appendicitis (dengan fecalith) 8)


Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal 0,1
mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar
60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan
nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 2)
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri
yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena,
aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol
tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih
nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada
regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ. 2,6,7 )
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan suplai
darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan suplai
darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi,
invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu
daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7)
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB, dan

kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis, khususnya


pada anak-anak.6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul di
dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam
beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut,
dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Appendix

yang

mengalami

obstruksi

merupakan

tempat

yang

baik

bagi

perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi


gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin
meningkatan

tekanan

intraluminal

Appendix.

Akhirnya,

peningkatan

tekanan

ini

menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia


jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke
dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator
inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding
Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi
dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burneys. Jarang
terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya.
Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda
karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi
Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat
timbul di punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat
ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri
pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi
Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis difus.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan tubuh
pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendix mencakup
peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada
pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat
menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi
karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang
melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih

tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui
dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering dijumpai
pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi Ileum terminalis
atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.6

2.3.2 Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar 60%
cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob,
dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. Diduga
lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa
terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon
memainkan peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa
dan Appendicitis perforata. 1,2,7)
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih
dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi.

2)

Flora

normal pada Appendix sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada Appendix akan
tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada
orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan
Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai
variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,2,7)
Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta 2)
Bakteri Aerob dan Fakultatif
Batang Gram (-)

Bakteri Anaerob
Batang Gram (-)

Eschericia coli

Bacteroides fragilis

Pseudomonas aeruginosa

Bacteroides sp.

Klebsiella sp.

Fusobacterium sp.

Coccus Gr (+)

Batang Gram (-)

Streptococcus anginosus

Clostridium sp.

Streptococcus sp.

Coccus Gram (+)

Enteococcus sp.

Peptostreptococcus sp.

Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata dan non
perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali pasien telah
mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan laboratorium untuk
mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus
dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau
penyakit lain, dan pasien yang mengalami abscess setelah terapi Appendicitis. Perlindungan
antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitis non perforata. Pada Appendicitis
perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga leukosit normal atau pasien
tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi antibiotik pada drainage rongga peritoneal
dan transperitoneal masih kontroversi. 2,6)
2.3.3 Peranan lingkungan: diet dan higiene 7)
Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan kandungan
serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi tertentu pada
pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang
dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan
kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada
perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk
timbul fecalith.
2.4 MANIFESTASI KLINIS
2.4.1 Gejala Klinis
Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri
perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri perut.
Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram
yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri
yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix
berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya
yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah pelvis
menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular.
1,2,3,7,8

Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya suhu
naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39oC.
9

Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang
umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan
ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut
dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan. 2,8
Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien
yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien
terutama anak-anak. 2,3,8 Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendix.12,13
Tabel 1. Gejala Appendicitis acuta 9)
Gejala*

Frekuensi (%)

Nyeri perut
Anorexia
Mual
Muntah
Nyeri berpindah
Gejala
sisa

100
100
90
75
50
klasik

(nyeri

periumbilikal

kemudian

anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian 50


demam yang tidak terlalu tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan
apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA
terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang
akut dan bukan radang akut.11)
Tabel 2. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2
Gejala
Tanda

Gejala Klinik
Adanya migrasi nyeri
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
10

Value
1
1
1
2

Nyeri lepas
Febris
Leukositosis
Shift to the left

1
1
Lab
2
1
Total poin
10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah
sebaiknya dilakukan.2
Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal pada
perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis difus biasanya
bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat diobservasi dulu
selama 6 jam. Pada penderita Appendicitis biasanya menunjukkan peningkatan nyeri dan
tanda inflamasi yang khas.12,13
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc
Burneys. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang
minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsings sign bersifat konfirmasi dibanding
diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding diagnostik,
khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.12
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua.
Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga Appendicitisnya
telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala
letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan nyeri.13
2.4.2 Tanda Klinis
Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan
yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang didiagnosis
sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak retrocaecal. Pada
Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul
menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan, karena
pada sikap itu Caecum tertekan

sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut akan

mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6

11

Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10)


Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak
anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360 o mengelilingi pangkal Caecum.
Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina
iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal.6
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal
toucher tidak diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10

Rovsings sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum.
Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.

12

Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam
arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas
kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendix. indikasi
iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess. Dasar anatomis
terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal
akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini.

Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 10

Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien
sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut
pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian
eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri
pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M.
Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

13

Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign dan Dasar anatomis Obturator sign10)

Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila
pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

Wahls sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan perkusi di
RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.

Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai kanannya
ditekuk.

Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.

Nyeri pada daerah cavum Douglasi


Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi atau
Appendicitis letak pelvis.

Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral

Dunphys sign (nyeri ketika batuk)

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.5.1 Laboratorium2,3,6,7)
14

Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm 3, biasanya didapatkan pada


keadaan

akut,

Appendicitis

tanpa

komplikasi

dan

sering

disertai

predominan

polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the
left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang hitung
jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm 3 pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis
sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi
Appendix dengan atau tanpa abscess.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai
respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam
inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit 11000,
dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran kemih.
Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica
urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta dalam
sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.
2.5.2.Ultrasonografi1,2,6,7)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. Appendix
diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik
yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam
diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anteriorposterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung
diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan
struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan
tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta
tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus
dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ
panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar
dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen.
Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96%
dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil,
walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
15

USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai. Penilaian
positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari peradangan sekitarnya,
dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith,
dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendix yang
akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila
Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal, Appendix dinilai
membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami perforasi oleh
karena tekanan.

Gambar 3.7.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 10)

2.5.3. Pemeriksaan radiologi1,2,6,7)


Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi dapat sangat
bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Appendicitis acuta, kadang
dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan yang tidak
spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat
mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri alih
dari proses pneumoni lobus kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop leukosit.
Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi jauh lebih
mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai
adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage secara tepat.
16

Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang tidak
spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan
dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari
pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan
tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.

Gambar 3.8. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata


dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis1)

Gambar 3.9. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendix


(panah) dengan appendicolith1)

Tabel 3. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis10)

Sensitivitas

USG

CT Scan Appendix

85%

90-100%
17

Spesifitas

92%

95-97%

Penggunaan

Evaluasi pasien pada


pasien Appendicitis
Aman
Relatif murah
Dapat menyingkirkan
penyakit pelvis pada
wanita
Lebih baik pada anak-anak
Tergantung operator
Secara teknik tidak
adekuat dalam menilai gas
Nyeri

Evaluasi pasien pada


pasien Appendicitis
Lebih akurat
Lebih baik dalam
mengidentifikasi Appendix
normal, phlegmon dan
abscess

Keuntungan

Kerugian

Mahal
Radiasi ionisasi
Kontras

2.6 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis
kelamin.
- Pada anak-anak balita
intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut.
Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun.
Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri divertikulitis hampir sama
dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal. Pada
pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen tengah. Diagnosis
banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut, karena memiliki gejalagejala yang mirip dengan appendicitis, yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan leukosit
pada feses.
- Pada anak-anak usia sekolah
gastroenteritis, konstipasi, infark omentum.
Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, tetapi
tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu penyebab nyeri
abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum juga dapat
dijumpai pada anak-anak dan gejala-gejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada infark
omentum, dapat terraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah
- Pada pria dewasa muda

18

Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohns disease, kolitis
ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan
diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya.
- Pada wanita usia muda
Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak berhubungan
dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista
ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada
abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.
- Pada usia lanjut
Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang sering
terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran
reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT
Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis
sering sukar untuk dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang berada pada
abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak
berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan
pemeriksaan laboratorium
2.7 KOMPLIKASI
1. Appendicular infiltrat:
Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix
yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.
2. Appendicular abscess:
Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang
meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.
3. Perforasi
4. Peritonitis
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam
rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan, iskemia, trauma atau
perforasi peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke
dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi
dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan
dan pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan
19

bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti
oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.
GEJALA DAN TANDA
Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita
peritonitis umum.
Demam
Distensi abdomen
Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung
pada perluasan iritasi peritonitis.
Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang
jauh dari lokasi peritonitisnya.
Nausea
Vomiting
Penurunan peristaltik.
5. Syok septik
6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
7. Gangguan peristaltik
8. Ileus
2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7)
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis
harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih
antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.
Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,8):
a. Open Appendectomy
20

1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.


2. Dibuat sayatan kulit:
Horizontal

Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:


a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke
medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena
fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang terjahit
hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia cicatricalis.

sayatan
M.rectus abd.

M.rectus abd.
ditarik ke medial
2 lapis

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting


Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke
medial bawah.

21

Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah.

Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak terjadi
trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus dan
pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara M.

22

obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan merobek
pembuluh dan membahayakan saraf.
4. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar. Peritoneum
sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil
peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah pinset jaringan De
Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada sisi di sebelah dokter
bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi sampai dia yakin bahwa
hanya peritoneum yang diangkat.
5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk mencari
Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem Babcock
dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem,
kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem Babcock
melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium seperti pada
23

gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas mesenterium di bawah
ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak
menyebarkan kontaminasi.
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih kuat
karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem
dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang
yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk
pus akan masuk ke dalam Caecum).

7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:


a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke dalam
Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko kontaminasi
dan adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh, dapat
dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.
24

9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan dan
mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien
dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan menggunakan
laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta.1)

Gambar 3.10. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy 1)


2.9 KOMPLIKASI POST OPERASI 1)
1. Fistel berfaeces Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces; karena benda
asing, tuberculosis, Aktinomikosis.
2. Hernia cicatricalis.
25

3. Ileus
4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 2427 jam setelah
Appendectomy, kadangkadang setelah 1014 hari. Sumbernya adalah echymosis dan
erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd dari sistem
porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.

2.10 PROGNOSIS 2)
Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada tahun
1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang menyebabkan
penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi,
antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta
meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.

26

BAB III
KESIMPULAN
Appendicitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis. Appendix merupakan
derivat bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda tiap individu.
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Faktorfaktor yang menjadi etiologi dan predisposisi

terjadinya Appendicitis meliputi faktor

obstruksi, bakteriologi, dan diet. Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis
acuta.
Gejala klinis Appendicitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri berpindah,
dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian
nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat
dijumpai dan manuver diagnostik pada kasus Appendicitis adalah Rovsings sign, Psoas sign,
Obturator sign, Blumbergs sign, Wahls sign, Baldwin test, Dunphys sign, Defence
musculare, nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau
Appendix letak pelvis, nyeri pada pemeriksaan rectal toucher.
Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendicitis adalah pemeriksaan laboratorium,
Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Diagnosis banding Appendicitis bervariasi
tergantung dari usia dan jenis kelamin.Pada anak-anak balita antara lain intususepsi,
divertikulitis, dan gastroenteritis akut. Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda
lebih banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory
disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Appendicitis adalah perforasi, peritonitis,
Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial pyemia dengan
Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta meliputi;
27

pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia, puasakan
pasien, analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah, pemberian antibiotika i.v. pada pasien
yang menjalani laparotomi.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta. Appendicular
infiltrat adalah proses radang Appendix yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum
dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (Appendiceal mass)
yang lebih sering dijumpai pada pasien berumur 5 tahun atau lebih karena daya tahan tubuh
telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk
membungkus proses radang.
Etiologi dan patofisiologi Appendicular infiltrat diawali oleh adanya Appendicitis acuta.
Dimulai dari acute focal Appendicitis acute suppurative Appendicitis gangrenous
Appendicitis (tahap pertama dari Appendicitis yang mengalami komplikasi) dapat terjadi 3
kemungkinan:
o

perforated Appendicitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang atau


rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.

terjadi Appendicular infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama


kelamaan akan mengecil dan menghilang)

Appendicitis kronis, merupakan serangan ulang Appendicitis yang telah


sembuh.

Appendicular infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya riwayat


Appendicitis acuta, pemeriksaan fisik berupa teraba massa yang nyeri tekan di RLQ.
Diagnosis Appendicular infiltrat dapat didiagnosis banding dengan tumor Caecum, limfoma
maligna intra abdomen, Appendicitis tuberkulosa, amoeboma, Crohns disease, dan juga
kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun torsi kista ovarium.
Terapi Appendicular infiltrat yang terbaik adalah terapi non-operatif (konservatif) yang
diikuti dengan Appendectomy elektif (6-8 minggu kemudian), tetapi apabila massa tetap dan
nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan massa harus segera dibuka dan
dilakukan drainase.
Saran
1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk mengetahui
tanda dan gejala appendicitis akut
2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang
28

maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th edition.
Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartzs Principles of Surgery Volume 2. 8th
edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE.
New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way LW.
Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Human

Anatomy

205.

Retrieved

at

October

20th

2011

From:

http://www

.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendicitis1x.jpg
6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingots Abdominal
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
7

Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed: Norton
JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson RW. New
York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62

29

Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of Surgery Vol
II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.
2001: 1466-78

Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of Family
Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at October 20th 2011.
From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html

10. http://www.alkalizeforhealth.net/gifs/naturesplatform.gif
11. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the Alvarado score
in

acute

Appendicitis.

Retrieved

at

June

25th

2007.

http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1294889&blobtype=pdf

30

From:

Anda mungkin juga menyukai