Disusun oleh:
Vidya leliana
22010112210122
Nurin Aisiyah L
22010112210052
KEPANITERAAN KOMPREHENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis. Appendix
merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut kanan
bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan masalah bagi
kesehatan. Peradangan akut Appendix atau Appendicitis acuta menyebabkan komplikasi yang
berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah.
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak
sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis acuta mengalami perforasi
setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan
dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia
prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis Appendicitis
acuta pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa didiagnosis dengan
tepat pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada pasien anak berkisar 1050%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling
penting dalam mendiagnosis Appendicitis2.
Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendix yang
terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan
tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena
peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan
bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di
seluruh dunia 3.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta yang terjadi bila
Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi dilokalisir atau dibungkus oleh omentum
dan/atau lekuk usus halus.
Tujuan
1.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan
Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada
minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada pada
apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica
ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada
kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh
karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3
2.2 INSIDENSI
\
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendisitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendisitis lebih banyak terjadi
pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih
sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendisitis akut lebih sering
terjadi selama musim panas.
Insidensi Appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu seharihari. Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun
jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.
Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
insidensi lelaki lebih tinggi.
2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
2.3.1 Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan
penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut
dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah
hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada
pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi
jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia,
Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides,
Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh
infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus.
Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi
karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat
terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih
dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam
terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah
trauma, stress psikologis, dan herediter.6
yang
mengalami
obstruksi
merupakan
tempat
yang
baik
bagi
tekanan
intraluminal
Appendix.
Akhirnya,
peningkatan
tekanan
ini
tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui
dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering dijumpai
pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi Ileum terminalis
atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.6
2.3.2 Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar 60%
cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob,
dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. Diduga
lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa
terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon
memainkan peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa
dan Appendicitis perforata. 1,2,7)
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih
dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi.
2)
Flora
normal pada Appendix sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada Appendix akan
tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada
orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan
Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai
variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,2,7)
Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta 2)
Bakteri Aerob dan Fakultatif
Batang Gram (-)
Bakteri Anaerob
Batang Gram (-)
Eschericia coli
Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa
Bacteroides sp.
Klebsiella sp.
Fusobacterium sp.
Coccus Gr (+)
Streptococcus anginosus
Clostridium sp.
Streptococcus sp.
Enteococcus sp.
Peptostreptococcus sp.
Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata dan non
perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali pasien telah
mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan laboratorium untuk
mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus
dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau
penyakit lain, dan pasien yang mengalami abscess setelah terapi Appendicitis. Perlindungan
antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitis non perforata. Pada Appendicitis
perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga leukosit normal atau pasien
tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi antibiotik pada drainage rongga peritoneal
dan transperitoneal masih kontroversi. 2,6)
2.3.3 Peranan lingkungan: diet dan higiene 7)
Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan kandungan
serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi tertentu pada
pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang
dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan
kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada
perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk
timbul fecalith.
2.4 MANIFESTASI KLINIS
2.4.1 Gejala Klinis
Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri
perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri perut.
Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram
yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri
yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix
berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya
yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah pelvis
menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular.
1,2,3,7,8
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya suhu
naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39oC.
9
Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang
umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan
ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut
dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan. 2,8
Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien
yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien
terutama anak-anak. 2,3,8 Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendix.12,13
Tabel 1. Gejala Appendicitis acuta 9)
Gejala*
Frekuensi (%)
Nyeri perut
Anorexia
Mual
Muntah
Nyeri berpindah
Gejala
sisa
100
100
90
75
50
klasik
(nyeri
periumbilikal
kemudian
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan
apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA
terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang
akut dan bukan radang akut.11)
Tabel 2. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2
Gejala
Tanda
Gejala Klinik
Adanya migrasi nyeri
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
10
Value
1
1
1
2
Nyeri lepas
Febris
Leukositosis
Shift to the left
1
1
Lab
2
1
Total poin
10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah
sebaiknya dilakukan.2
Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal pada
perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis difus biasanya
bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat diobservasi dulu
selama 6 jam. Pada penderita Appendicitis biasanya menunjukkan peningkatan nyeri dan
tanda inflamasi yang khas.12,13
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc
Burneys. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang
minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsings sign bersifat konfirmasi dibanding
diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding diagnostik,
khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.12
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua.
Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga Appendicitisnya
telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala
letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan nyeri.13
2.4.2 Tanda Klinis
Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan
yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang didiagnosis
sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak retrocaecal. Pada
Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul
menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan, karena
pada sikap itu Caecum tertekan
11
Rovsings sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum.
Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.
12
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam
arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas
kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendix. indikasi
iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess. Dasar anatomis
terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal
akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini.
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien
sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut
pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian
eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri
pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M.
Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.
13
Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign dan Dasar anatomis Obturator sign10)
Wahls sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan perkusi di
RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.
Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai kanannya
ditekuk.
Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
akut,
Appendicitis
tanpa
komplikasi
dan
sering
disertai
predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the
left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang hitung
jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm 3 pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis
sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi
Appendix dengan atau tanpa abscess.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai
respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam
inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit 11000,
dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran kemih.
Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica
urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta dalam
sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.
2.5.2.Ultrasonografi1,2,6,7)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. Appendix
diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik
yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam
diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anteriorposterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung
diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan
struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan
tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta
tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus
dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ
panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar
dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen.
Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96%
dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil,
walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
15
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai. Penilaian
positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari peradangan sekitarnya,
dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith,
dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendix yang
akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila
Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal, Appendix dinilai
membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami perforasi oleh
karena tekanan.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang tidak
spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan
dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari
pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan
tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.
Sensitivitas
USG
CT Scan Appendix
85%
90-100%
17
Spesifitas
92%
95-97%
Penggunaan
Keuntungan
Kerugian
Mahal
Radiasi ionisasi
Kontras
18
Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohns disease, kolitis
ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan
diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya.
- Pada wanita usia muda
Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak berhubungan
dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista
ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada
abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.
- Pada usia lanjut
Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang sering
terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran
reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT
Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis
sering sukar untuk dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang berada pada
abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak
berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan
pemeriksaan laboratorium
2.7 KOMPLIKASI
1. Appendicular infiltrat:
Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix
yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.
2. Appendicular abscess:
Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang
meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.
3. Perforasi
4. Peritonitis
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam
rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan, iskemia, trauma atau
perforasi peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke
dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi
dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan
dan pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan
19
bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti
oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.
GEJALA DAN TANDA
Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita
peritonitis umum.
Demam
Distensi abdomen
Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung
pada perluasan iritasi peritonitis.
Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang
jauh dari lokasi peritonitisnya.
Nausea
Vomiting
Penurunan peristaltik.
5. Syok septik
6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
7. Gangguan peristaltik
8. Ileus
2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7)
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis
harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih
antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.
Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,8):
a. Open Appendectomy
20
Oblique
sayatan
M.rectus abd.
M.rectus abd.
ditarik ke medial
2 lapis
21
Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah.
Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.
Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak terjadi
trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus dan
pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara M.
22
obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan merobek
pembuluh dan membahayakan saraf.
4. Peritoneum dibuka.
Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar. Peritoneum
sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil
peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah pinset jaringan De
Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada sisi di sebelah dokter
bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi sampai dia yakin bahwa
hanya peritoneum yang diangkat.
5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk mencari
Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem Babcock
dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem,
kemudian dipotong di antara 2 ikatan.
Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem Babcock
melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium seperti pada
23
gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas mesenterium di bawah
ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak
menyebarkan kontaminasi.
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih kuat
karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem
dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang
yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk
pus akan masuk ke dalam Caecum).
9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan dan
mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien
dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan menggunakan
laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta.1)
3. Ileus
4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 2427 jam setelah
Appendectomy, kadangkadang setelah 1014 hari. Sumbernya adalah echymosis dan
erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd dari sistem
porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.
2.10 PROGNOSIS 2)
Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada tahun
1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang menyebabkan
penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi,
antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta
meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.
26
BAB III
KESIMPULAN
Appendicitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis. Appendix merupakan
derivat bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda tiap individu.
Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Faktorfaktor yang menjadi etiologi dan predisposisi
obstruksi, bakteriologi, dan diet. Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis
acuta.
Gejala klinis Appendicitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri berpindah,
dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian
nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat
dijumpai dan manuver diagnostik pada kasus Appendicitis adalah Rovsings sign, Psoas sign,
Obturator sign, Blumbergs sign, Wahls sign, Baldwin test, Dunphys sign, Defence
musculare, nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau
Appendix letak pelvis, nyeri pada pemeriksaan rectal toucher.
Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Appendicitis adalah pemeriksaan laboratorium,
Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Diagnosis banding Appendicitis bervariasi
tergantung dari usia dan jenis kelamin.Pada anak-anak balita antara lain intususepsi,
divertikulitis, dan gastroenteritis akut. Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda
lebih banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory
disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Appendicitis adalah perforasi, peritonitis,
Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial pyemia dengan
Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta meliputi;
27
pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia, puasakan
pasien, analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah, pemberian antibiotika i.v. pada pasien
yang menjalani laparotomi.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta. Appendicular
infiltrat adalah proses radang Appendix yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum
dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (Appendiceal mass)
yang lebih sering dijumpai pada pasien berumur 5 tahun atau lebih karena daya tahan tubuh
telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk
membungkus proses radang.
Etiologi dan patofisiologi Appendicular infiltrat diawali oleh adanya Appendicitis acuta.
Dimulai dari acute focal Appendicitis acute suppurative Appendicitis gangrenous
Appendicitis (tahap pertama dari Appendicitis yang mengalami komplikasi) dapat terjadi 3
kemungkinan:
o
DAFTAR PUSTAKA
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th edition.
Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartzs Principles of Surgery Volume 2. 8th
edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE.
New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way LW.
Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Human
Anatomy
205.
Retrieved
at
October
20th
2011
From:
http://www
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendicitis1x.jpg
6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingots Abdominal
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
7
Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed: Norton
JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson RW. New
York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
29
Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of Surgery Vol
II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.
2001: 1466-78
Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of Family
Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at October 20th 2011.
From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html
10. http://www.alkalizeforhealth.net/gifs/naturesplatform.gif
11. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the Alvarado score
in
acute
Appendicitis.
Retrieved
at
June
25th
2007.
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1294889&blobtype=pdf
30
From: