Anda di halaman 1dari 11

CASE FATALITY RATE

CFR adalah persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk
menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut.
CFR (Case Fatality Rate):
Jumlah kematian penyakit x
------------------------------------ x 100%
Jumlah kasus penyakit x

x
100 =10
427
100x = 4270
X = 42,7 ???
Secara ilmiah, kriteria penetapan terjadinya KLB adalah terjadinya salah satu dari
hal dibawah ini :
1. Terjadi peningkatan jumlah kasus sebanyak dua kali atau lebih dibandingkan
periode waktu yang sama sebelumnya
2. Ada kasus penyakit menular di suatu daerah, yang tadinya di daerah itu tidak
pernah ada kasus penyakit itu sebelumnya
3. Peningkatan kejadian penyakit secara terus menerus selama 3 kurun waktu berturut2
4. Terjadi peningkatan jumlah kematian secara berarti
Penetapan KLB dapat dilakukan oleh Kepala Daerah setempat. Harus pula
ditentukan KLB dalam aspek tempat, waktu dan orang nya, supaya program
penanggulangannya berjalan baik.
Sementara itu, perbedaan wabah dengan KLB adalah bahwa Wabah haruslah
mencakup 4 hal :
1. Jumlah kasus yang besar
2. Daerah yang luas
3. Waktu yang lama
4. Dampak yang berat
Prof dr Tjandra Yoga Aditama
SpP (K) , MARS, DTM&H, DTCE
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)
Kementerian Kesehatan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara
epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan
keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Selain itu, Mentri Kesehatan RI (2010) membatasi pengertian wabah sebagai
berikut: Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang
lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Istilah wabah dan KLB memiliki persamaan, yaitu peningkatan kasus yang melebihi
situasi yang lazim atau normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan yang
sudah kritis, gawat atau berbahaya, melibatkan populasi yang banyak pada wilayah
yang lebih luas.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB
apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1.

Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau
tidak dikenal pada suatu daerah.

2.

Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun


waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya.

3.

Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan


periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
jenis penyakitnya.

4.

Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan


kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah
per bulan dalam tahun sebelumnya.

5.

Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun


menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.

6.

Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau
lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

7.

Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu


periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

Penyelidikan KLB mempunyai tujuan utama yaitu mencegah meluasnya


(penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian).
Langkah-langkah yang harus dilalui pada penyelidikan KLB, sebagai berikut:
1.

Mempersiapkan penelitian lapangan

2.

Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB

3.

Memastikan diagnosa etiologis

4.

Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan

5.

Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat

6.
Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika
diperlukan)
7.

Mengidentifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB

8.

Merencanakan penelitian lain yang sistematis

9.

Menetapkan saran cara pengendalian dan penanggulangan

10.
Melaporkan hasil penyelidikan kepada instansi kesehatan setempat dan
kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
(CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al.,
1986; Goodman et al., 1990 dalam Maulani, 2010)

Pada pelaksanaan penyelidikan KLB, langkah-langkah tersebut tidak harus


dikerjakan secara berurutan, kadang-kadang beberapa langkah dapat dikerjakan
secara serentak. Pemastian diagnosa dan penetapan KLB merupakan langkah awal
yang harus dikerjakan (Mausner and Kramer, 1985; Vaughan and Marrow, 1989
dalam Maulani, 2010).
1.

Persiapan Penelitian Lapangan

Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama


sesudah adanya informasi. Kelsey., (1986), Greg (1985) dan Bres (1986) dalam
Maulani (2010) mengatakan bahwa persiapan penelitian lapangan meliputi:
a.
Pemantapan (konfirmasi) informasi.
b.
Pembuatan rencana kerja
c.
Pertemuan dengan pejabat setempat.
2.
Pemastian Diagnosis Penyakit

Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan


gejala/tanda penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi
frekuensi gejala klinisnya.
3.

Penetapan KLB

Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah


berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik) pada populasi
yang dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Adanya KLB juga
ditetapkan apabila memenuhi salah satu dari kriteria KLB. Pada penyakit yang
endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan grafik pola
maksimum-minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.

4.

Identifikasi kasus atau paparan

Identifikasi kasus penting dilakukan untuk membuat perhitungan kasus dengan


teliti. Hasil perhitungan kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan
KLB. Dasar yang dipakai pada identifikasi kasus adalah hasil pemastian diagnosis
penyakit.
Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk indentifikasi sumber
penularan. Pada tahap ini cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan
mempelajari teori cara penularan penyakit tersebut. Ini penting dilakukan terutama
pada penyakit yang cara penularannya tidak jelas (bervariasi). Pada KLB keracunan
makanan identifikasi paparan ini secara awal perlu dilakukan untuk
penanggulangan sementara dengan segera (CDC, 1979 dalam Maulani, 2010).
5.
a.

Deskripsi KLB
Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.

Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB


berlangsung) digambarkan dalam suatu kurva epidemik. Kurva epidemik adalah
suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai
sakit (onset of illness) selama periode wabah. Penggunaan kurva epidemik untuk
menentukan cara penularan penyakit. Salah satu cara untuk menentukan cara
penularan penyakit pada suatu KLB yaitu dengan melihat tipe kurva epidemik,
sebagai berikut:
1)
Kurva epidemik dengan tipe point common source (penularan berasal dari
satu sumber). Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan kasus-kasus yang terpapar
dalam waktu yang sama dan singkat. Biasanya ditemui pada penyakit-penyakit
yang ditularkan melalui air dan makanan (misalnya: kolera, typoid).
2)
Kurva epidemik dengan tipe propagated. Tipe kurva ini terjadi pada KLB
dengan cara penularan kontak dari orang ke orang. Terlihat adanya beberapa

puncak. Jarak antara puncak sistematis, kurang lebih sebesar masa inkubasi rata
rata penyakit tersebut.
3)
Tipe kurva epidemik campuran antara common source danpropagated.
Tipe kurva ini terjadi pda KLB yang pada awalnya kasus-kasus memperoleh paparan
suatu sumber secara bersama, kemudian terjadi karena penyebaran dari orang ke
orang (kasus sekunder).
b.

Deskripsi kasus berdasarkan tempat

Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk mendapatkan


petunjuk populasi yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat
pekerjaan). Hasil analisis ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber
penularan. Agar tujuan tercapai, maka kasus dapat dikelompokan menurut daerah
variabel geografi (tempat tinggal, blok sensus), tempat pekerjaan, tempat
(lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi, sekolah, kesamaan hubungan
(kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari orang ke orang atau
melalui vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980 dalam Maulani, 2010).

c.

Deskripsi kasus berdasarkan orang

Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber penularan


atau etiologi penyakit.
Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan,
status perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap dini
kadang hubungan kasus dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini
memungkinkan memusatkan perhatian pada satu atau beberapa variabel di atas.
Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu dikerjakan, karena dari age spscific
rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini akan berguna untuk
membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau sebagai kunci
yang digunakan untuk menentukan sumber penyakit (MacMahon and Pugh, 1970;
Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986 dalam Maulani, 2010).
6.

Penanggulangan sementara

Kadang-kadang cara penanggulangan sementara sudah dapat dilakukan atau


diperlukan, sebelum semua tahap penyelidikan dilampaui. Cara penanggulangan ini
dapat lebih spesifik atau berubah sesudah semua langkah penyelidikan KLB
dilaksanakan.
Menurut Goodman et al. (1990) dalam Maulani (2010), kecepatan keputusan cara
penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi penyakit, sumber dan
cara penularannya, sebagai berikut:
a. Jika etiologi telah diketahui, sumber dan cara penularannya dapat dipastikan
maka penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang luas.

Sebagai contoh adanya kasus Hepatitis A di rumah sakit, segera dapat dilakukan
penanggulangannya yaitu memberikan imunisasi pada penderita yang diduga
kontak, sehingga penyelidikan hanya dilakukan untuk mencari orang yang kontak
dengan penderita (MMWR, 1985 dalam Maulani, 2010).
b.
Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat
dipastikan, maka belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih diperlukan
penyelidikan yang lebih luas untuk mencari sumber dan cara penularannya.
Sebagai contoh: KLB Salmonella Muenchen tahun 1971. Pada penyelidikan telah
diketahui etiologinya (Salmonella). Walaupun demikian cara penanggulangan tidap
segera ditetapkan sebelum hasil penyelidikan mengenai sumber dan cara penularan
ditemukan. Cara penanggulangan baru dapat ditetapkan sesudah diketahui sumber
penularan dengan suatu penelitian kasus pembanding (Taylor et al., 1982 dalam
Maulani, 2010).
c.
Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah
diketahui maka penanggulangan segera dapat dilakukan, walaupun masih
memerlukan penyelidikan yang luas tentang etiologinya.
Sebagai contoh: suatu KLB Organophosphate pada tahun 1986. Diketahui bahwa
sumber penularan adalah roti, sehingga cara penanggulangan segera dapat
dilakukan dengan mengamankan roti tersebut. Penyelidikan KLB masih diperlukan
untuk mengetahui etiologinya yaitu dengan pemeriksaan laboratorium, yang
ditemukan parathion sebagai penyebabnya (Etzel et al., 1987 dalam Maulani,
2010).
d.
Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui, maka
penanggulangan tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara penanggulangan
baru dapat dilakukan sesudah penyelidikan.
Sebagai contoh: Pada KLB Legionare pada tahun 1976, cara penanggulangan baru
dapat dikerjakan sesudah suatu penyelidikan yang luas mengenai etiologi dan cara
penularan penyakit tersebut (Frase et al., 1977 dalam Maulani, 2010).
7.
a.

Identifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB


Identifikasi sumber penularan

Untuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan dengan membuktikan


adanya agent pada sumber penularan.
b.

Identifikasi keadaan penyebab KLB

Secara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya perubahan keseimbangan dari
agent, penjamu, dan lingkungan.
8.

Perencanaan penelitian lain yang sistematis

Goodman et al (1990) dalam Maulani, 2010 mengatakan bahwa KLB merupakan


kejadian yang alami (natural), oleh karenanya selain untuk mencapai tujuan
utamanya penyelidikan epidemiologi KLB merupakan kesempatan baik untuk
melakukan penelitian.
Mengingat hal ini sebaiknya pada penyelidikan epidemiologi KLB selalu dilakukan:
a.
Pengkajian terhadap sistem surveilans yang ada, untuk mengetahui
kemampuannya yang ada sebagai alat deteksi dini adanya KLB, kecepatan
informasi dan pemenuhan kewajiban pelaksanaan sistem surveilans.
b.

Penelitian faktor risiko kejadian penyakit KLB yang sedang berlangsung.

c.

Evaluasi terhadap program kesehatan.

9.

Penyusunan Rekomendasi

a.

Program Pengendalian

Program pengendalian dilakukan oleh institusi kesehatan dalam upaya menurunkan


angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit
tidak menular.
Tahapan tahapan program, yaitu:
1)

Perencanaan

Dalam tahap perencanaan dilakukan analisis situasi masalah, penetapan masalah


prioritas, inventarisasi alternatif pemecahan masalah, penyusunan dokumen
perencanaan. Dokumen perencaan harus detail terhadap target/tujuan yang ingin
dicapai, uraian kegiatan dimana, kapan, satuan setiap kegiatan, volume, rincian
kebutuhan biaya, adanya petugas penanggungjawab setiap kegiatan, metode
pengukuran keberhasilan.
2)

Pelaksanaan

Dalam tahap pelaksanaan dilakukan implemantasi dokumen perencanaan,


menggerakan dan mengkoordinasikn seluruh komponen dan semua pihak yang
terkait.
3)

Pengendalian (Monitoring/Supervisi)

Supervisi dilakukan untuk memastikan seluruh kegiatan benar-benar dilaksanakan


sesuai dengan dokumen perencanaan.
(Pickett dan John, 2009).
b.

Penanggulangan KLB

Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh pemerintah,


pemerintah daerah dan masyarakat, meliputi:
1)

Penyelidikan epidemilogis

Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah untuk mengetahui


keadaan penyebab KLB dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap kejadian tersebut, termasuk aspek sosial dan perilaku sehingga dapat
diketahui cara penanggulangan dan pengendaian yang efektif dan efisien (Anonim,
2004 dalam Wuryanto, 2009).
2) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina.
Tujuannya adalah:
a)
Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh dan
mencegah agar mereka tidak menjadi sumber penularan.
b)
Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat, tetapi
mengandung penyebab penyakit sehingga secara potensial dapat menularkan
penyakit (carrier).
3)

Pencegahan dan pengendalian

Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi perlindungan kepada orangorang yang belum sakit, tetapi mempunyai resiko terkena penyakit agar jangan
sampai terjangkit penyakit.
4)

Pemusnahan penyebab penyakit

Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan terhadap bibit


penyakit/kuman dan hewan tumbuh-tumbuhan atau benda yang mengandung bibit
penyakit.
5)

Penanganan jenazah akibat wabah

Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu penanganan secara khusus


menurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan penularan penyakit pada orang
lain.
6)

Penyuluhan kepada masyarakat

Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi yang bersifat persuasif


edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar mereka mengerti
sifat-sifat penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari penyakit tersebut dan
apabila terkena, tidak menularkannya kepada orang lain. Penyuluhan juga dilakukan
agar masyarakat dapat berperan serta aktif dalam menanggulangi wabah.

7)

Upaya penanggulangan lainnya

Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan khusus masing-masing


penyakit yang dilakukan dalam rangka penanggulangan wabah.
(Menteri Kesehatan RI, 2010)
10.

Penyusunan laporan KLB

Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada pihak yang


berwenang baik secara lisan maupun secara tertulis. Laporan secara lisan kepada
instansi kesehatan setempat berguna agar tindakan penanggulangan dan
pengendalian KLB yang disarankan dapat dilaksanakan. Laporan tertulis diperlukan
agar pengalaman dan hasil penyelidikan epidemiologi dapat dipergunakan untuk
merancang dan menerapkan teknik-teknik sistim surveilans yang lebih baik atau
dipergunakan untuk memperbaiki program kesehatan serta dapat dipergunakan
untuk penanggulangan atau pengendalian KLB.

Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau
kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang
ada dengan kondisi pada waktu tertentu dan penyebutnya adalah populasi total
(Dorland, 2002).
Buku Azrul azwar, Pengantar Epidemiologi (winda)
a. Insidensi : Adalah gambaran tentang frekuensi penderita baru suatu penyakit
yang ditemukan pada suatu waktu tertentu di suatu kelompok masyarakat. Angka
insidensi (Insiden rate) adalah jumlah kasus baru penyakit tertentu yang dilaporkan
pada periode waktudan tempat tertentu dibagi dengan jumlah penduduk dimana
penyakit tersebut berjangkit. Biasanya dinyatakan dalam jumlah kasus per 1000
kasus atau per 100.000 penduduk per tahun.
b. Prevalensi : Adalah gambaran tentang frekuensi penderita lama dan baru yang
ditemukan dalam jangka waktu tertentu disekelompok masyarakat tertentu. Angka
prevalensi adalah jumlah keseluruhan orang yang sakit yang menggambarkan
kondisi tertentu yang menimpa sekelompok penduduk tertentu pada titik waktu
tertentu (Point prevalen) atau periode waktu tertentu (Period prevalence), tanpa
melihat kapan penyakit itu dimulai dibagi dengan jumlah penduduk pada titik waktu
dan periode waktu tertentu.
Tentu banyak dari kita yang bingung dengan permasalahan epidemiologi ini.
Insidensi dan prevalensi berbeda dari sisi kasusnya. Insidensi mengacu pada
frekuensi perkembangan penyakit yang baru dalam suatu populasi dalam periode
waktu tertentu, biasanya satu tahun. Ketika kita mengatakan bahwa kejadian
kanker ini telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir,

kita berarti bahwa lebih banyak orang telah mengembangkan tahun ini kondisi ke
tahun, yaitu:, kejadian kanker tiroid telah meningkat, dengan 13.000 kasus baru
didiagnosis tahun ini. Intinya, pada insidensi, angka yang dianggap masuk di
dalamnya hanyalah kasus yang BARU terjadi atau BARU TERDIAGNOSIS di periode
tersebut. Ingat, kata kuncinya adalah KASUS BARU.
Sedangkan prevalensi mengacu pada saat ini jumlah orang yang menderita
penyakit pada tahun tertentu. Jumlah ini termasuk semua orang yang mungkin
telah didiagnosis pada tahun sebelumnya, serta pada tahun berjalan. Insiden kanker
adalah 20.000 tahun dengan prevalensi 80.000 berarti bahwa ada 20.000 kasus
baru didiagnosa setiap tahun dan ada 80.000 orang tinggal di negara-negara
Amerika dengan penyakit ini, 60.000 di antaranya didiagnosis dalam dekade
terakhir dan masih hidup dengan penyakit. Jumlah orang yang disembuhkan dari
penyakit ini tidak termasuk dalam prevalensi. Jadi, pada intinya, prevalensi adalah
jumlah orang yang sakit pada periode tertentu, tidak peduli apakah pasien tersebut
sudah sakit sebelumnya ataupun baru saja terdiagnosis, yang penting saat ini dia
mengalami sakit, itu masuk dalam prevalensi. Prevalensi adalah KASUS LAMA +
KASUS BARU.
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan yang terus menerus berupa pengumpulan
data, analisis dan interpretasi data kesehatan yang digunakan untuk perencanaan,
implementasi dan evaluasi aktivitas kesehatan, dan kemudian diseminasi sehingga
langkah efektif pencegahan penyakit bisa dilakukan. (WHO)
Tujuan surveilans :
Memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga
penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons
pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.
Tujuan khusus surveilans:
Surveilans adalah penting bagi praktisi epidemiologi karena digunakan untuk :
Menemukan kasus kluster atau isolasi
Menilai kejadian kasus kesehatan sekaligus trennya
Mengukur factor kausal penyakit
Memonitor keefektifan dan mengevaluasi program pencegahan, strategi intervensi
dan perubahan kebijakan kesehatan
Perencanaan dan menyediakan pelayanan ksesehatan.
Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: (1) Surveilans pasif; (2)
Surveilans aktif. Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan
menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang

tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah


dan mudah untuk dilakukan. Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif
dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan cenderung underreported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan
formal.Selainitu,tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah,
karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan
pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing.
Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala
kelapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya,
puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru
penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi
laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans
pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk
menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi
outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk
dilakukan daripada surveilans pasif.

Anda mungkin juga menyukai