TINJAUAN PUSTAKA
yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada
optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik. Salah
satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan
pangan nasional terhadap impor (Litbang Deptan, 2005).
2.1.2. Sistem Ketahanan Pangan
Secara umum, ketahanan pangan mencakup 4 aspek, yaitu Kecukupan
(sufficiency), akses (access), keterjaminan (security), dan waktu (time) (Baliwaty ,
2004). Dengan adanya aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang menjadi
suatu sistem, yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu ketersediaan
dan stabilitas pangan (food availability dan stability), kemudahan memperoleh
pangan (food accessibility) dan pemanfaatan pangan.
Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu sistem
yang terdiri dari
individu/masyarakatnya.
Sedangkan subsistem konsumsi menyangkut pendidikan masyarakat agar
mempunyai pengetahuan gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola
konsumsi individu secara optimal sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Konsumsi
pangan tanpa memperhatikan asupan zat gizi yang cukup dan berimbang tidak efektif
bagi pembentukan manusia yang sehat, daya tahan tubuh yang baik, cerdas dan
produktif (Thaha, dkk, 2000).
Apabila ketiga subsistem diatas tidak tercapai, maka ketahanan pangan tidak
mungkin terbangun dan akibatnya menimbulkan kerawanan pangan (Suryana, 2003).
2.1.3. Rawan pangan
Rawan
pangan
merupakan
suatu
kondisi
ketidakmampuan
untuk
memperoleh pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan berakvitas dengan
baik. Rawan pangan dapat dibedakan 2 jenis yaitu : (a) rawan pangan kronis, yaitu
ketidak cukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumah tangga untuk
memperoleh pangan yang dibutuhkan melalui pembelian di pasar atau melalui
produksi sendiri. Kondisi ini berakar pada kemiskinan dan (b) rawan pangan transien/
transistori, yaitu penurunan akses terhadap pangan yang dibutuhkan rumah tangga
secara kontemporer. Hal ini disebabkan adanya bencana alam, kerusuhan, musim
yang menyimpang dan keadaan lain yang bersifat mendadak, sehingga menyebabkan
ketidakstabilan harga pangan, produksi, atau pendapatan (Baliwati, 2004).
dan minuman bagi konsumsi manusia yang termasuk bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan
atau pembuatan makanan dan minuman (Depkes, 2004).
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan
yang dikonsumsi (dimakan) atau diminum seseorang atau kelompok orang pada
waktu tertentu. Jenis dan jumlah pangan merupakan informasi yang penting dalam
menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi (Hardinsyah, 1994).
Secara umum, faktor faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah
faktor ekonomi dan harga dimana keadaan ekonomi keluarga relatif mudah diukur
dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin, selain
pendapatan, faktor ekonomi yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah harga
pangan dan non pangan. Harga pangan yang tinggi menyebabkan berkurangnya daya
beli yang berarti pendapatan riil berkurang. Keadaan ini menyebabkan konsumsi
pangan berkurang sedangkan faktor sosio-budaya dan religi yaitu aspek sosial budaya
berarti fungsi pangan dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaaan
lingkungan, agama, adat, kebiasaan dan pendidikan masyarakat tersebut. Kebudayaan
suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan
makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Kebudayaan mempengaruhi seseorang
dalam konsumsi pangan yang menyangkut pemilihan jenis bahan pangan,
pengolahan, serta persiapan dan penyajiannya (Baliwati, 2004).
2.4.1. Kebutuhan Energi dan Protein
Fungsi makanan sebagai sumber energi banyak diperoleh dari bahan bahan
makanan yang mengandung karbohidrat. Karbohidrat dikonsumsi dalam berbagai
bentuk dan sumber. Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang memungkin
manusia dapt beraktifitas sehari hari. Sebanyak 60-70% kebetuhan energi tubuh
manusia diperoleh dari karbohidrat, sisanya berasal dari protein dan lemak. Sumber
utama karbohidrat diperoleh dari beras (hasil olahannya), jagung, ubi, dll (Rimbawan
dan Siagian,2004). Hardinsyah, dkk (1989) sumber energi lainnya adalah protein ,
dimana fungsi protein dalam tubuh
Menurut Widia Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004, angka
kecukupan energi rata-rata yang dianjurkan (per orang per hari) adalah :
Tabel 2.1. Angka Kecukupan Energi dan Protein Rata Rata yang Dianjurkan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Umur
Anak :
0-6 bl
7-11 bl
1-3 th
4-6 th
7-9 th
Pria
10-12 th
13-15 th
16-18 th
19-29 th
30-49 th
50-64 th
65+ th
Wanita
10-12 th
13-15 th
16-18 th
19-29 th
30-49 th
50-64 th
65+ th
Hamil
Trimester I
Trimester 2
Trimester 3
Menyusui
6 bl pertama
6 bl kedua
Energi (Kkal)
Protein (gr)
550
650
1000
1550
1800
10
16
25
39
45
2050
2400
2600
2550
2350
2250
2050
50
60
65
60
60
60
60
2050
2350
2200
1900
1800
1750
1600
50
57
55
50
50
50
45
+ 180
+ 300
+300
+ 17
+ 17
+ 17
+ 500
+ 550
+ 17
+ 17
Sumber :Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
VIII Jakarta 17- 19 Mei 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi daerah dan
Globalisasi. LIPI. Jakarta
Malnutrisi terdiri dari : 1) under weight terjadi apabila intake < kebutuhan, dan 2)
obesitas, terjadi apabila intake > kebutuhan (Halomoan, 1999).
Status gizi anak balita secara langsung dipengaruhi oleh asupan gizi
(konsumsi pangan) dan penyakit infeksi. Kedua penyebab tersebut sering terjadi dan
saling mempengaruhi. Penyebab langsung ini dapat timbul karena
tiga faktor
penyebab tidak langsung seperti ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, pola
pengasuhan anak serta ketersediaan air bersih dan pelayanan kesehatan dasar. Lebih
jauh masalah gizi disebabkan oleh kemiskinan, pendidikan, ketahanan pangan dan
kesempatan kerja yang sempit (Depkes RI, 1995).
2.6. Pengukuran Status Gizi Balita
Untuk mengetahui , menilai status gizi dapat dilakukan secara langsung
dengan pemeriksaan Antropometri, pemeriksaan tanda tanda klinik, penilaian secara
biokimia dan pemeriksaan biofisik. Untuk penelitian di lapangan lebih sering
digunakan Antropometri, karena relatif murah dan mudah, objektif dan dapat dengan
cepat dilakukan pengukuran serta dapat dilakukan setiap orang setelah dilatih.
Status gizi anak balita dapat diukur dengan indeks antropometri BB/U, TB/U, dan
BB/TB.
2.6.1. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
dengan percepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk
menyatakan status gizi masa kini dan masa lalu, terlebih bila data umur yang akurat
sulit diperoleh. Oleh karena itu indeks berat badan menurut tinggi badan disebut pula
sebagai indikator yang independen terhadap umur. Karena BB/TB memiliki
keuntungan dan kelemahan, terutama bila digunakan terhadap anak balita (B. Abas,
1998).
2.7. Desa Tertinggal
2.7.1. Pengertian Desa Tertinggal
Pengertian desa tertinggal, didefinisikan berdasarkan kondisi sosial, ekonomi,
budaya dan wilayah (fungsi inter dan intra spasial baik pada aspek alam, aspek
manusia, maupun prasarana pendukungnya). Desa tertinggal adalah daerah yang
relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional dan ratarata status sosial ekonomi yang relatif rendah. Suatu desa dikategorikan sebagai desa
tertinggal karena beberapa faktor penyebab antara lain faktor geografis. Umumnya
secara geografis desa tertinggal relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di
pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terpencil
atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik
transportasi maupun media komunikasi. Sebaran desa tertinggal secara geografis
digolongkan menjadi beberapa kelompok antara lain desa yang terletak di pulaupulau kecil, gugusan pulau yang berpenduduk dan memiliki kesulitan akses ke daerah
lain yang lebih maju, daerah yang secara administratif sebagian atau seluruhnya
terletak diperbatasan, desa yang terletak di wilayah rawan bencana alam baik gempa,
longsor, gunung api, maupun banjir atau daerah yang sebagian besar wilayahnya
berupa pesisir. Permasalahan yang dihadapi desa tertinggal antara lain kualitas
sumber daya manusia di daerah tertinggal relatif lebih rendah di bawah rata-rata
nasional akibat terbatasnya akses masyarakat terhadap kesehatan (Kementrian Daerah
Tertinggal, 2004).
2.8. Kerangka Konsep
Kondisi desa tertinggal dapat mempengaruhi kondisi ketahanan pangan
keluarga baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan penyebab tidak
langsung masalah status gizi anak balita.
- BB/TB
BAB III
METODE PENELITIAN