Anda di halaman 1dari 13

PROJECT BASED LEARNING (PJBL)

DIC (Disemminated Intravascular Coagulation)


Blok Sistem Hematology

ANGGRAENI CITRA SETYANINGTYAS


105070200131007
PSIK K3LN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2011

1. Definisi DIC
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu sindrom
yang ditandai dengan adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah
yang disebabkan oleh karena terbentuknya plasmin, yakni suatu
spesifik plasma protein yang aktif sebagai fibrinolitik yang didapatkan
dalam sirkulasi (Healthy Caus).
Secara umum, Disseminated

Intravascular

Coagulation

(DIC)

didefinisikan sebagai kelainan atau gangguan kompleks pembekuan


darah akibat stirnulasi yang berlebihan pada mekanisme prokoagulan
dan

antikoagulan

sebagai

respon

terhadap

injury

(Yan

Efrata

Sembiring, Paul Tahalele).


DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan akut atau kronis . DIC
pun dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal atau multipel.
1) DIC akut
- Infeksi : Bakteri (gram negatif, gram positif, ricketsia), Virus (HIV,
varicella, CMV, hepatitis, virus dengue), Fungal (histoplasma),
-

Parasit (malaria).
Keganasan : Hematologi (AML), Metastase (mucin secreting

adenocarcinoma).
- Trauma kepala berat: Aktivasi tromboplastin jaringan.
- Reaksi Hemolitik
- Reaksi transfuse, Gigitan ular
- Penyakit hati : Acute hepatic failure
2) DIC kronis
- Keganasan : Tumor solid, Leukemi
- Obstetri : Intrauterin fetal death, Abrasio plasenta
- Hematologi : Sindrom mieloproliferatif
- Vaskular: Rematoid artritis, Penyakit raynaud
- Cardiovascular : Infark miokard
- Inflamasi : Ulcerative colitis, Penyakit crohn, Sarcoidosis

2. Etiologi dan Faktor Resiko DIC


Etiologi DIC
a. Menurunnya tekanan darah
b. Perdarahan, mungkin dari bagian percabangan/ganda pada tubuh
c. Penggumpalan darah
d. Luka/memar (lebam)
Faktor Resiko DIC
a. Reaksi hemolitik mayor sebagai akibat kesalahan transfusi darah
b. Kanker, khususnya pada tipe leukimia tertentu
c. Penyakit Liver
d. Komplikasi kehamilan, seperti emboli cairan amnion, fetus mati
dalam kandungan, abortus, Abruptio placenta
e. Trauma bisa ular
f. Setelah pembedahan atau anastesi

g. Sepsis (infeksi serius karena jamur dan bakteri gram positif atau
negatif)
h. Luka berat pada jaringan, seperti luka bakar atau luka pada kepala
(trauma).

3. Prognosa dan Prevalensi Kasus DIC


Prognosa DIC
Koagulasi intravaskular diseminata atau lebih populer dengan
istilah

aslinya,

merupakan

Disseminated

diagnosis

Intravascular

kompleks

yang

Coagulation

melibatkan

(DIC)

komponen

pembekuan darah akibat penyakit lain yang mendahuluinya. Keadaan


ini menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan koagulopati
konsumtif yang parah. Banyak penyakit dengan beraneka penyebab
dapat menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang
berakhir dengan DIC akan

memiliki

prognosis

malam.Prognosis

DIC sangat bervariasi dan terutama bergantung pada kelainan yang


mendasari setiap pasien DIC harus ditangani secara individual.
Bergantung pada gambaran klinisnya, preparat antikoagulan yang
poten seperti heparin dan antitrombin III atau preparat koagulan
dalam bentuk fresh-frozen plasma dapat diberikan.
Prevalensi Kasus DIC
Kekerapan DIC belum diketahui pasti tetapi beberapa penulis
mencoba untuk mengungkapkannya di antaranya Phillips (1975) di
Amerika Serikat yang mendapatkan 24,3% dari kasus kematian janin,
17,6% dari 34% kasus syok septik, dan 19% kasus preeklampsia /
eklampsia.

Di

Indonesia

Hudono

(1981)

mengatakan

bahwa

komplikasi obstetrik yang paling sering disertai penyulit ini adalah


solusio plasentae (10-30%).

4. Patofisiologi DIC
Terjadi pembentukan fibrin oleh trombin yang diaktivasi oleh faktor
jaringan. Faktor jaringan, berupa sel mononuklir dan sel endotel yang
teraktivasi, mengaktivasi faktor VII. Kompleks antara faktor jaringan dan
faktor VII yang teraktivasi tersebut akan mengaktivasi faktor X baik
secara langsung maupun tidak langsung dengan cara mengaktivasi
faktor IX dan VIII. Faktor X yang teraktivasi bersama dengan faktor V
akan mengubah protrombin menjadi trombin. Di saat yang bersamaan
terjadi konsumsi faktor antikoagulan seperti antitrombin III, protein C
dan jalur penghambat faktor jaringan, mengakibatkan kurangnya

faktor faktor tersebut. Pembentukan fibrin yang terjadi tidak diimbangi


dengan penghancuran fibrin yang adekuat, karena sistem fibrinolisis
endogen (plasmin) tertekan oleh penghambat-aktivasi plasminogen tipe
1 yang kadarnya tinggi di dalam plasma menghambat pembentukan
plasmin

dari

pembentukan

plasminogen.
fibrin

dan

tidak

Kombinasi
adekuatnya

antara

meningkatnya

penghancuran

menyebabkan terjadinya trombosis intravaskular yang menyeluruh.

5. Manifestasi Klinik DIC

Perdarahan spontan
Hipoksia
Rembesan pada kulit
Petekie
Ekimosis
Nyeri
Gejala berdasarkan berat dan luasnya keterlibatan organ
Ginjal, Oliguria, anuria
Sistem saraf pusat : perubahan status mental
Kulit : berbintik, lesi nekrotik ; sianosis.
Demam
Sesak nafas

fibrin

Batuk
Perdarahan dari tempat-tempat pungsi, luka, dan membran mukosa
pada klien dengan syok, komplikasi persalinan, sepsis atau kanker
Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum
Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran
cerna
Sianosis dan tachypnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi
jaringan
Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi
ginjal

6. Komplikasi DIC

Acute respiratory distress syndrome (ARDS)


Penurunan fungsi ginjal
Gangguan susunan saraf pusat
Gangguan hati
Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan
Peningkatan enzim jantung : iskemia, aritmia
Purpura fulminan
Insufisiensi adrenal
Kematian lebih dari 50%

7. Pemeriksaan Diagnostik pada DIC

Complete blood count with blood smear examination


Fibrin degradation products
Partial thromboplastin time (PTT)
Platelet count
Prothrombin time (PT)
Serum fibrinogen
Pemeriksaan Plasminogen dan Plasmin
D Dimer
D-Dimer merupakan hasil degradasi fibrin ikat silang yaitu fibrinogen
yang diubah menjadi fibrin kemudian diaktifkan oleh factor XIII. Dari
pemeriksaan atau tes yang paling banyak dilakukan untuk menilai
CID. D - Dimer tampaknya merupakan tes yang paling dapat
dipercaya untuk menilai kemungkinan KID, Menunjukkan adanya D Dimer abnormal pada 93% kasus, kadar AT III apnorml pada 89%
kasus, kadar fibrinopeptida apnormal pada 88% kasus, dan titer FDP
abnormal pada 75 % kasus.

8. Penatalaksanaan DIC

Menghilangkan faktor pencetus

Tindakan pendukung seperti oksigen suplemen dan cairan IV untuk

mempertahankan tekanan darah.


Terapi heparin heparin dapat diberikan 200 U/kg BB IV tiap 4-6 jam.
Pemberian heparin harus dipantau minimal setiap empat jam dengan
dosis yang disesuaikan. Bolus heparin 80 U tidak terlalu sering dipakai
dan tidak menjadi saran khusus pada jurnal-jurnal hematologi. Namun
pada keadaan akut pemberian bolus dapat menjadi pilihan yang bijak
dan rasional. Apalagi ancaman DIC cukup serius, yakni menyebabkan

kematian

hingga dua

kali lipat dari

risiko

penyakit

tersebut

tanpa DIC.

Semakin

parah

kondisi DIC,

semakin

besar pula

risiko

kematian

yang harus dihadapi.


Terapi pengganti darah atau PRC diberikan untuk mengganti darah
yang keluar, transfusi trombosit, dan plasma beku segar untuk

mengontrol perdarahan.
Obat penghambat fibrinolitik (amicar) yang memblok akumulasi

produk degradasi fibrin dan harus diberikan setelah terapi heparin.


Dapat diberikan plasma yang mengandung faktor VIII, sel darah
merah dan trombosit.

9. Skema Pohon Masalah

10. Asuhan Keperawatan pada DIC


A. Pengkajian
1. Data dasar dan data fokus yang dapat di temukan meliputi :

Kulit dan membran mukosa pembesaran difusi darah atau


plasma, ptekiae, purpura yang teraba (pada awalnya di dada
dan abdomen), bula hemoragi, hemoragi subkutan, hematoma,
luka bakar karena plester, sianosis akral.

Sistem GI mual muntah, uji guaiak positif pada emesis /


aspirasi nasogastrik dan feses, nyeri hebat pada abdomen,
peningkatan lingkar abdomen.

Sistem urinaria hematuria, oliguria.

Sistem pernafasan dispnea, takipnea, sputum mengandung


darah

Sistem

kardiovaskuler

hipotensi

meningkat,

hipotensi

postural, frekuensi jantung meningkat, nadi perifer tidak teraba.

Sistem syaraf perifer perubahan tingkat kesadaran, gelisah,


ketidakstabilan vasomotor.

Sistem musculoskeletal nyeri otot, sendi dan punggung.

Perdarahan

sampai

hemoragi

insisi

operasi,

uterus

postpartum, fundus mata (perubahan visual)

Prosedur invasif suntikan, iv, kateter arterial dan selang


nasogastrik atau dada dll.

2. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan beberapa hal, seperti :


a) Perdarahan
b) Hematuria
c) Rembesan darah dari pungsi vena dan luka
d) Epistaksis
e) Perdarahan GI track
f) Kerusakan perfusi jaringan serebral : perubahan pada sensorium,
gelisah, kacau mental, atau sakit kepala.
g) Ginjal : penurunan pengeluaran urine
h) Paru-paru : dispnea, ortopnea
i) Kulit : akrosianosis (ketidakteraturan bentuk bercak sianosis
pada lengan perifer atau kaki.
3. Pemeriksaan diagnostik, akan diperoleh hasil :
Jumlah trombosit rendah
PT dan PTT memanjang
Degradasi produk fibrin meningkat
Kadar fibrinogen plasma darah, rendah.
B. Analisa Data
DATA

ETIOLOGI

- Suhu tubuh

Inflamasi

meningkat
- Demam
- Inflamasi

merangsang

DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Hipertermia

hypothalamus
merangsang IL set
poit naik suhu
dalam tubuh naik
demam

- Tidak nyaman
- Nyeri

hipertermia
suplai oksigen

menurun
metabolisme
anaerob ATP naik
fatigue asam

Nyeri akut

- perdarahan
daerah

di

mukosa,

mulut dan hidung

laktat naik nyeri


Gangguan polimerasi Gangguan Perfusi
fibrin masuk ke
pembuluh darah
sensitive (mukosa,
mulut, hidung)
perdarahan
gangguan perfusi /

- Suplai

oksigen

perubahan perfusi
Suplai oksigen
menurun

menurun
- Fatique

Resiko

intoleransi

aktivitas

metabolisme
anaerob ATP
meningkat
fatique resiko
intoleransi aktivitas

C. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi penyakit
Tujuan

: Hipertermi dapat teratasi

Kriteria hasil

: Pasien menyatakan suhu tubuh kembali normal

Intervensi

a. Pantau suhu tubuh minimal setiap 2 jam sesuai dengan


kebutuhan
b. Beri kompres hangat
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam dan mencapai
suhu tubuh dalam rentan normal.
c. Kolaborasi : Berikan obat penurun panas non alkohol dan non
kafein sesuai indikasi.
Rasional

: Menurunkan panas melalui respon saraf pusat

(hipotalamus)
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan

: nyeri berkurang atau terkontrol

Kriteria hasil

Klien mengungkapkan nyeri hilang

Klien merasakan nyaman, postur tubuh dan wajah relaks

Intervensi :
a. Kaji lokasi, kualitas dan intensitas nyeri (gunakan skala nyeri)
Rasional : Tingkat nyeri mempengaruhi tingkah laku pasien dan
proses pengobatan
b. Baringkan klien dengan posisi yang nyaman, pertahankan tirah
baring selama fase akut.
Rasional

: Meningkatkan relaksasi terhadap seluruh organ

yang bersangkutan.
c. Kurangi aktivitas pasien yang berlebihan
Rasional

: Aktivitas yang berlebihan dapat meningkatkan

tekanan vaskuler.
d. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional

: Mencegah kompilkasi yang hubungannya dengan

sakit kepala.
e. Berikan obat analgesic sesuai dengan kebutuhan.
Rasional

: Membantu pasien menghilangkan rasa nyerinya

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan terganggunya


aliran atau sirkulasi darah di tandai dengan perdarahan.
Tujuan : Perfusi jaringan dapat di pertahankan atau ditingkatkan
secara adekuat
Kriteria Hasil :
-

TTV stabil, tidak ada tanda perdarahan lanjut dan sisi bekas
pungsi pulih.

Intervensi :
a. Pantau Hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital dan
perdarahan baru.
Rasional

Untuk

mengidentifikasi

indikasi

kemajuan

atau

penyimpangan dari hasil yang diharapkan.


b. Waspadai perdarahan
Rasional : untuk meminimalkan potensi perdarahan lanjut.
c. Jelaskan tentang semua tindakan yang diprogramkan dan
pemeriksaan yang akan dilakukan.
Rasional : membantu mengurangi ansietas.

d. Lakukan pendekatan secara tenang dan beri dorongan untuk


bertanya serta berikan informasi yang dibutuhkan dengan
bahasa yang jelas.
Rasional : Pemecahan masalah sulit untuk orang yang cemas,
karena

ansietas

merusak

belajar

dan

persepsi.

Penjelasan yang jelas dan sederhana mudah untuk


dipahami. Istilah medis dapat membingungkan klien
dan meningkatkan ansietas.
e. Kolaborasi pemberian
-

Terapi heparin perhatikan pembentukan tanda tanda


antibodi antitrombosit oleh penurunan tiba tiba dari jumlah
trombosit .

Berikan transfusi darah sesuai dengan prosedur dan evaluasi


dengan ketat terhadap menifestasi reaksi transfusi. Hentikan
transfusi bila terjadi reaksi.
Rasional : Bila penyakit primer diatasi, tujuan tindakan
tambahan adalah untuk mengontrol perdarahan dan
memperbaiki kadar faktor pembekuan yang normal.
Transfusi

darah

menggantikan
memperbaiki

mungkin

faktoranemia

diperlukan

faktor
yang

untuk

pembekuan

dapat

terjadi

dan
pada

kehilangan darah berlebihan.


f.

Pertahankan akses vena dengan menggunakan teknik aseptif


Observasi terhadap perdarahan pada sisi fungsi vena atau
bekuan

pada

ujung

kateter

pasang

balutan

ketat

bila

diperlukan.
g. Pantau tekanan arterial dan tanda vital setiap 30-60 menit.
h. Kaji status neurologi setiap 30-60 menit, laporkan bila ada
perubahan
i.

Auskultasi dada dan jantung dan bunyi napas setiap jam,


laporkan bila ada perubahan

4. Resiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai


O2
Tujuan
: suplai oksigen meningkat
Kriteria Hasil
:
- Dapat melakukan aktivitas seperti biasanya
- Sirkulasi nafas normal, suplai oksigen meningkat

Intervensi
:
a. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas
Rasional
: Mempengaruhi pilihan intervensi / bantuan yang
akan dilakukan.
b. Awasi TD, nadi, pernafasan, selama dan sesudah aktivitas.
Rasional : Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan
c. Berikan

paru utnuk membawa jumlah O2 adekuat ke jaringan.


lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila

diindikasikan.
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan
oksigen tubuh.
d. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien.
Rasional : Meningkatkan secara bertahap aktivitas sampai
normal.

REFERENSI
NANDA International. Nursing Diagnosis : Definition and Classification 2009
2011
Wilkinson, Judith. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Gofir Abdul. 2003. Diagnosa dan Terapi kedokteran. Salemba Medika: Jakarta
Suyono Selamet. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ketiga.Balai Penerbit
FKUI: Jakarta
Dianec Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Baker

WF.

1989.

Clinical

of

Disseminated

Intravascular

Coagulation

Syndrome. Balai Penerbit FKUI: Jakarta


Ziliwu, Hasrat. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Hematologi :
DIC (Disseminated Intravascular Coagulation).pdf
Joseph U Becker. Disseminated Intravascular Coagulation in Emergency
Medicine. http://emedicine.medscape.com/article/779097-overview. diakses
tanggal 29 September 2011
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp. diakses tanggal 29
September 2011

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles.
http://www.patient.co.uk/doctor/Disseminated-Intravascular-Coagulation(DIC).htm diakses tanggal 2 Oktober 2011
http://www.medlineplus.nih.gov/Disseminated-Intravascular-Coagulation
diakses tanggal 29 September 2011

Anda mungkin juga menyukai