Anda di halaman 1dari 2

Pandangan Absurd Tentang Premanisme

Oleh, Moch. F Dzulfiqar


Tulisan ini masih berupa tahap awal dari memahami premanisme dari sudut pandang absurdisme
Camus. Namun, saya memulai ini dari pengetahuan yang minim, sehingga tulisan ini hanya
pengantar, yang barang kali juga kesalahpahaman, sebab saya merasa kurangnya argumentasi
yang pas untuk menjelaskan gagasan absurd yang terkait dengan premanisme.
Premanisme, bagi saya adalah bentuk dari lingkaran setan yang dibuat dengan jangka
ketakutan. Mengapa demikian? Karena sebenarnya eksistensi dari preman adalah eksistensi
yang rapuh, sebab dia dibangun dengan menipu diri dan orang lain. Mereka seolah-olah merasa
berhak dan berkuasa atas sesuatu, tetapi kewenagan yang mereka lakukan tidak merubah
keadaan bagi orang lain kearah yang lebih baik, justru menjadi sesuatu yang tidak diharapkan.
Menimbulkan kecemasan, membuat seseorang takut kehilangan sesuatu, padahal orang itu sudah
menebusnya dengan kehilangan uang umpamanya. Absurd memang.
Sebenarnya ada sebuah solusi untuk mengakhiri budaya premanisme. Solusi yang saya
tawarkan mungkin bukan jalan terbaik, tetapi inilah pilihan yang tepat bagi kita yang menyadari
bertemu dengan yang absurd melalui tindak premanisme. Pemberontakan adalah solusinya,
selama kita terus menerus mengalami ketakutan dan kecemasan pada kondisi yang berulangulang dan rutin, pemalakan misalnya, maka seharusnya kita menjadi lebih berani dan sadar untuk
tidak terlibat secara tidak langsung dalam menyuburkan budaya ini.
Premanisme, sebenarnya tidak mengutamakan agresi, hal itu adalah cara penjajahan dan
terorisme, lebih tepatnya dalam premanisme yang diutamakan adalah kesan dominasi. Begitu
kita menangkap kesan ini, maka ada intensitas emosi yang muncul, hal ini akan menyebabkan
terbukanya gerbang kritis pada kesadaran, dan hasilnya emosi yang mendorong perilaku kita.
Akan tetapi bukan berarti tidak ada lagi proses pemikiran, hanya saja kita secara naluriah akan
berusaha untuk menghindari.
Tetapi, dengan berjalannya waktu, kesan dominasi yang semakin menurun adalah
langkah awal untuk segera mengakhiri satu mata rantai premanisme. Tetapi pemberontakan itu
tidak melulu didorong oleh spontanitas, akan tetapi layaknya sebuah revolusi, dijalankan secara
perlahan dan bergerilya, kemudian ada momentum yang tepat. Pemberontakan semacam ini
mensyarakat adanya solidaritas. Sehingga, modal utama yang diperlukan adalah satu visi sama
yang menyatukan dan membentuk solidaritas, dan hal ini baru bisa dicapai apabila ada ikatan
antar korban yang merasa dirugikan.
Ikatan emosional dan kekerabatan antar pihak yang dirugikan akan membentuk emosi
penangkal ketakutan dan kecemasan. Seperti yang dibahas di awal, eksistensi preman itu adalah
eksistensi yang rapuh, artinya eksistensi itu mereka miliki karena pertama adanya pihak-pihak
dibelakang mereka yang memoles aktor utama, kedua ketakutan yang selalu diupayakan untuk
ditanam pada pihak yang mereka rugikan. Dengan memiliki ikatan kekerabatan, maka kita sudah
menunjukan sebuah kelompok tandingan yang jelas mengancam kerapuhan eksistensi mereka.
Kedua, ikatan emosional akan membangkitkan naluri melawan, sebab ada kepedulian dan
kesadaran pada nasib yang sama. Ketika ketakutan lenyap, maka eksistensi preman yang ada

dihadapan itu bisa kita tanggalkan meskipun ada orang-orang yang mencoba membantu
mempertahankan kesan preman tersebut.
Demikian tulisan singkat ini, jika ada kritik, saran, dan masukan silakan kirim ke alamat:
moch.fariz.dz13@gmail.com Saya menghargai untuk setiap masukannya.

Anda mungkin juga menyukai