Anda di halaman 1dari 12

Sebuah Dialektika Pencarian Makna Pohon Pisang dalam Psikologi Positif

Tibalah dihadapan kami, seorang pria paruh baya dengan kulit yang lama terpapar sinar
mentari, berpakaian lusuh dan berusaha menarik gerobak rongsokan, perlahan seperti seekor
siput. Tiba-tiba dari dalam gerobak itu seorang anak kecil menampakan batang hidungnya. Sang
anak iba pada kondisi bapaknya, angin mengantarkan tiap kata anak itu pada kami. Kenapa
bapak bersusah payah untuk menyekolahkanku? Meski nampak letih, sang bapak menjawab
Nak, kamu harus jadi lebih baik.
Langkah kami berlanjut, anak dan bapak itu berlalu. Perjumpaan sekilas tanpa sapa itu
meninggalkan kesan bagi Audrey. Dalam benak anak itu terlintas sebuah pertanyaan. Mengapa
manusia mau bersusah payah, memperjuangkan sesuatu yang belum pasti? padaku dia bertanya.
Jadi bagaimana aku harus menjelaskannya? Ah, pohon pisang di kiri dan kanan kami
menuju puncak bukit memberiku ide. Tahukah Drey, manusia itu seperti pohon pisang. Aku tahu
kau pasti kebingungan bukan? Padahal manusia adalah manusia, bukan tanaman, apalagi pohon
pisang, bukankah itu yang ada dibenakmu sekarang Drey? Tapi begitulah, jika kau bertanya
tentang perjuangan manusia terhadap sesuatu yang belum pasti, maka manusia itu seperti pohon
pisang. Kau pasti ingin tahu mengapa, iya bukan? Baiklah, biarku jelaskan Drey.
Sejarah sudah menunjukan pada kita tentang perjuangan manusia. Sebagai contohnya
adalah bangsa kita Drey. Semangat mengusir kolonialisme bangsa asing, dan impian meraih
kemerdekaan adalah sesuatu yang tidak pasti, bahkan peperangan itu berlangsung selama 350
tahun. Akan tetapi, dari waktu ke waktu perjuangan tidak pernah berakhir di satu generasi,
perjuangan itu diturunkan dari masa para raja hingga masa para cendikiawan. Tiap zamannya
perjuangan bangsa kita melahirkan pahlawan, mereka lahir membawa semangat dan cita-cita
yang sama, sehingga begitu sepeninggal mereka akan lahir pahlawan baru, sampai akhirnya
tongkat estafet perjuagan pun tiba di garis finis yang bernama kemerdekaan. Begitu pula
dengan pohon pisang Drey, selama belum berbuah kemudian ditebang, dia akan menumbuhkan
tunas baru untuk melanjutkan fotosintesis yang menghasilkan buah pisang. Akan tetapi, manusia
itu seperti pohon pisang tidak hanya sebatas itu, yang kuceritakan tadi itu hanyalah asosiasi
sederhana, sekarang akan ku ajak kau melihat makna pohon pisang dari sudut pandang psikologi
positif.
(Pembicaraan kami berlanjut di bawah kerindangan pohon beringin, dari atas bukit ini terlihat
hijaunya hamparan padi di sawah)
Dari apa yang disampaikan sebelumnya, dalam sudut pandang psikologi positif hal itu
mengerucut pada optimism dan efisasi diri. Semangat para pejuang yang kita bicarakan tadi tentu
erat kaitannya dengan optimism. Tetapi pasti heran Drey, bagaimana bisa kita tahu jika pohon
pisang punya optimism? Bukankah itu yang ada di benakmu Drey? Optimism sendiri bukanlah
sekedar sikap, apa yang kita ketahui biasanya tentang adalah sikap seseorang yang memiliki
keyakinan pada hal baik yang mungkin terjadi. Tidak Drey, optimism juga apa yang ingin kita
capai. Optimisme adalah daya yang membangkitkan keyakinan kita terhadap hal ingin dicapai,
daya itu terkadang begitu kuat sama halnya juga dengan keyakinan, ketika daya atau keyakinan
menjadi kuat dia bisa memberi rasa percaya diri, semakin kuat lagi daya dan keyakinan itu maka

seseorang bisa menyingkirkan kenyataan, pada akhirnya Drey kita terjemus dalam ilusi.
Sekarang ada baiknya bagi kita untuk memahami optimism dalam satu definisi yang relevan
dengan makna dari pohon pisang. seperti yang disinggung sebelumnya, pohon pisang akan terus
tumbuh selama belum menghasilkan buah pisang. Artinya bahkan pohon pisang pun Drey, dia
memiliki tujuan dan daya untuk menggapai tujuan itu. Tujuan yang harus dicapai pohon pisang
adalah berbuah, dan daya yang menuju tujuan itu salah satunya dengan menumbuhkan tunas baru
sebagai persiapan dan cadangan. Sampai sejauh ini mungkin kau kan bertanya, dimana letak
optimism pada pohon pisang? Hal itu Drey, terletak pada hukum alam dari pohon pisang itu
sendiri, yaitu terus menumbuhkan tunas baru selama belum berbuah dalam jangka waktu
tertentu. Ya, bisa dibilang bahwa hukum alam dari pohon pisanglah yang memiliki ekspektasi
baik, yaitu menghasilkan buah, sehingga ada daya dan cara untuk menggapai ekspektasi itu tanpa
melanggar realitas(dengan cara menumbuhkan tunas baru). Pada akhirnya Drey, optimism
adalah ekspektasi pada sesuatu yang baik di masa depan. Sampai sejauh ini Drey, kita sudah
dapatkan hal-hal yang perlu dan cukup tentang optimism, dan analogi kita tentang hukum alam
pohon pisang sudah memberi gambaran tentang ekspektasi dan motivasi, lebih lanjut lagi sebuah
teori model nilai ekspektasi dari motivasi akan memberikan kita makna tentang pohon pisang.
teori ini dimulai dari asumsi bahwa perilaku terorganisasikan dalam tindakan menuju tujuan
yang ingin dicapai. Akan tetapi Drey, tujuan disini didefinisikan secara berbeda oleh setiap
teoritikus (Austin & Vancouver, 1996; Carver & Scheier, 1998).
Lagi-lagi Drey, kita berbicara soal tujuan, yang perlu kita ketahui kali ini adalah tujuan
merupakan kondisi ataupun aksi yang orang lihat sebagai hal yang diinginkan maupun yang
tidak diinginkan. Hal yang kita inginkan cenderung kita dekati, sebaliknya, hal yang tidak kita
inginkan maka kita cenderung menjauhinya. Dalam hal ini Drey, tujuan yang kita inginkan
terkadang menjadi begitu penting, semakin penting tujuan itu semakin tinggi pula motivasi yang
kita miliki. Tujuan dan motivasi seolah merupakan bagian hukum sebab-akibat, ada tujuan maka
ada motivasi untuk mencapai tujuan itu. Jika benar pandagan tadi itu, maka seseorang tidak lagi
memiliki tujuan tentu tidak ada tindakan apapun. Sekarang Drey, jika kita kembali pada makna
pohon pisang yang disetarakan dengan sikap manusia dalam psikologi positif, maka asumsi tadi
membuat kita bertanya, apakah pohon pisang pun akan tetap beregenerasi meskipun tidak
memiliki tujuan? Karena persoalan ini menyangkut unsur biologis, maka pohon pisang itu terikat
pada hukum alamnya, dan masing-masing jenis pohon pisang mempunyai hukum alam yang
sudah ditetapkan. Jika persoalan tujuan itu berarti berbuah, maka pohon pisang yang tidak lagi
bertujuan tidak akan beregenerasi sebab dalam hukum alamnya regenerasi adalah upaya untuk
mencapai tujuan (berbuah). Dari pertanyaan dan jawaban tadi, mungkin kita tidak akan
menemukan apa-apa, sebab manusia dari beragam ras dan etnis pasti punya tujuan berbeda,
sedang pohon pisang punya tujuan berbeda tergantung pada jenisnya, yang dapat berbuah dan
buahnya bisa dimakan maka akan bertujuan untuk berbuah dan beregenerasi untuk mencapai
tujuan itu, sedangkan pada pohon pisang yang menjadi tanaman hias, maka tujuannya hanyalah
untuk tetap ada dan menjadi bagian dari ekosistem tertentu. Kita mungkin bisa menemukan
sesuatu ataupun makna baru bila menaikan tujuan pohon pisang yang semula berdasarkan hukum
alam, menjadi berdasarkan kehendak manusia. Apakah asumsi itu mungkin? Seperti apa
contohnya?

Menurutmu Drey bagaimana rasanya menikmati buah pisang yang berbiji? Tidak nyaman
bukan? Mungkin begitu pula dengan nenek moyang kita. Ya, manusia mencoba cara untuk bisa
menikmati sesuatu dengan lebih baik, salah satunya menciptakan varietas pohon pisang yang
menghasilkan buah tanpa biji. Sekarang kita andaikan Drey, semula terdapat hukum alam dimana
pohon pisang itu menghasilkan buah, dan pada buahnya terdapat biji, dengan biji itulah
kemudian pohon pisang bisa beregenerasi mempertahankan kelangsungan spesiesnya. Akan
tetapi ketika kehendak manusia mencampuri hukum alam itu, maka jadilah pohon pisang yang
menghasilkan buah tanpa biji, seperti sekarang ini, dan mungkin sejak saat itulah pohon pisang
mempertahankan jenisnya dengan cara menumbuhkan tunas terus menerus apabila belum bisa
berbuah. Nah, sekarang kita membuat asumsi antara kehendak manusia dan tujuan pohon pisang,
sehingga kita mungkin bisa menemukan makna baru. Yang menjadi dasar asumsi kita kali ini
Drey adalah dari pohon pisang yang semula bertujuan sesuai hukum alam, kemudian bertujuan
sesuai dengan kehendak manusia. Pada kedua hal itu kita asumsikan bahwa hukum alam pohon
pisang adalah tujuan yang diarahkan meskipun tidak tercampuri kehendak manusia.
Lalu pertanyaan sebelumnya itu muncul lagi, apakah pohon pisang pun akan tetap
beregenerasi meskipun tidak memiliki tujuan? Dari perspektif kita kali ini, pertanyaan itu akan
menimbulkan suatu bantahan, karena kali ini tujuan bukanlah sekedar berbuah dan hukum alam
sebagai daya yang mengijinkannya, tetapi kali ini hukum alam itu sendirilah tujuannya, tujuan
yang diarahkan. Kematian pertanyaan tadi dalam perspektif kita kali ini membawa kelahiran
pada pertanyaan baru, apakah pohon pisang yang berhenti beregenerasi tidak lagi memiliki
tujuan yang diarahkan? Karena beregenerasi itu bagian dari hukum alam pohon pisang, maka
kita mungkin berpikir jika bagian dari hukum alam itu tidak lagi terlaksanakan maka tujuannya
selesai, atau tidak ada lagi tujuan yang diarahkan. Regenerasi dalam hukum alam pohon pisang
adalah cara untuk mencapai kondisi berbuah, hal ini seperti manusia yang awalnya berandaiandai mencapai cita-cita kemudian mencari pekerjaan atau sesuatu menuju cita-citanya,
kemudian gagal, mencoba lagi tapi gagal, begitu seterusnya sampai berhasil. Ataupun
mengandaikan cita-cita tetapi tidak melakukan apapun. Tidak melakukan apapun? Hal ini
mungkin yang terjadi pada pohon pisang kita, tidak beregenerasi berarti tidak lagi ada aksi. Tidak
ada lagi aksi memanglah kondisi yang memutuskan dari tujuan yang diarahkan, akan tetapi tidak
aksi pun mengarahkan kita pada tujuan lain sebagai mahkluk hidup, yaitu kematian. Pohon
pisang yang tidak lagi beregenerasi menjadi cerminan bahwa nilai dari keberadaan kita
bergantung pada beberapa seri kondisi tertentu; membuat keputusan dan tindakan benar,
membuat keputusan dan tindakan yang salah, atau tidak membuat keputusan dan tindakan apaapa.
Menuju tujuan yang diarahkan mengharuskan syarat-syarat untuk terpenuhi. Dalam
pencarian makna melalui hukum alam pohon pisang sebagai tujuan yang diarahkan diketahui
jika, akar perlu menumbuhkan tunas, menumbuhkan tunas memerlukan nutrisi dan air, setelah
tunas tumbuh jadi batang muda selalu ada kemungkinan tak terduga, seperti serangan hama,
terendam genangan air, ditebang, dan sebagainya, kesemua hal tersebut menimbulkan reaksi,
misal pohon pisang tetap berusaha tumbuh meskipun terserang hama dan hal ini mempengaruhi
kwalitas buah yang dihasilkan, ataupun pohon pisang yang terendam dalam genangan air bisa
saja menjadi mati sebab kelebihan kadar air. Setiap persyaratan tidak lepas dari durasi waktu dan

intensitas, penumbuhan tunas tidak akan berjalan sama cepatnya seperti batang dewasa yang
menumbuhkan bakal buah, dan kadar kelembapan lingkungan bagi tunas dan pohon pisang
dewasa tentu berbeda. Dari penjelasan keseluruhan tadi, bisa didapat bahwa tujuan yang
diarahkan itu memiliki setting tertentu. Atau dalam teori setting tujuan yang ditemukan Locke
(1996) dan Latham (1990), tujuan menentukan arah, intensitas, dan durasi dari tindakan.
Sebenarnya tujuan dari membahas tujuan ini adalah untuk mengetahui pengaturan tujuan
menuju kebahagiaan dengan analogi pohon pisang. Akan tetapi sejauh ini analogi dari pohon
pisang baru mampu memasuki cerminannya sebagai proses pemikiran pada tujuan, dan seting
dari tujuan, dan hal itu dibahas dengan pendekatan melalui hukum alam dari pohon pisang. maka
kita tinggalkan saja pembahasan ini.
Sampai disini Drey, kita sudah mengupas makna optimism, kemudian berlanjut pada
tujuan secara sekilas dan terbatas dalam psikologi positif dengan pohon pisang sebagai
analoginya. Tetapi, pohon pisang yang menumbuhkan tunas sebelum bisa berbuah itu masih saja
memiliki makna lainnya, terutama jika melihat dari hukum alamnya. Coba andaikan hal ini Drey,
jika saja ada pohon pisang memiliki pikiran, perasaan dan kesadaran, lalu suatu waktu pohon
pisang itu ditebang padahal belum berbuah, karena dia adalah pohon pisang maka dia pun
mengikuti hukum alam regenerasi pohon pisang seperti yang seharusnya, tetapi Drey pohon
pisang yang kita andaikan juga memiliki pikiran dan kesadaran, maka dalam hal ini kesadaran
pada pohon pisang pastilah sama juga dengan kesadaran pada manusia, jika demikian maka
kesadaran pada pohon pisang itu tentu kesadaran pada sesuatu, selalu kesadaran pada sesuatu
yang disadari, kesadaran yang bersifat intensional.
Apa itu berarti, pohon pisang itu setelah ditebang dia bisa saja menyadari untuk
beregenerasi, maupun tidak, berdasarkan pertimbangan pikiran dan perasaannya, begitu?
Iya, tepat sekali, kali ini coba kita andaikan bahwa pohon pisang itu merasa bahwa dia
ragu apakah bisa kembali tumbuh atau tidak. Di sisi lain dia pun merasa ragu, jikalau bisa
tumbuh kembali hal itu pasti berlangsung lama, dia berpikir seperti itu sebab baru kali ini dia
ditebang dan belum pernah menumbuhkan tunas yang baru. Akhirnya, dia serahkan semua itu
pada alam, pada hukum yang menjadi ketentuan baginya. Beberapa hari kemudian, perlahan
sebuah tunas baru tumbuh diatas akar pohon pisang yang memiliki pikiran, perasaan dan
kesadaran itu. Dari peristiwa yang dialaminya, dia menjadi yakin, dan dalam kesadarannya dia
mengatakan, aku tahu, aku bisa! Aku bisa! Aku bisa! Tanpa terasa, waktu telah berlalu dan kini
pohon pisang itu sudah berbuah dan siap dipanen. Dari ilustrasi tadi, yang terpenting adalah
bahwa dalam hukum alam pohon pisang selama masih dalam batas toleransi tertentu, pohon
pisang bisa berbuah, akan tetapi ketika siklus regenerasi tunas memasuki usia 10 tahun maka
hukum alamnya itu seolah berkata aku tidak lagi bisa, dan pada akhirnya tidak ada lagi tunas
yang tumbuh. Selain itu Drey, ilustrasi tadi menunjukan bahwa pada dasarnya kita semua punya
potensi, atau sekurang-kurangnya dibekali potensi tertentu, tinggal apakah kita kita akan
menyakinkan diri bahwa kita bisa atau tidak. Tetapi kita sering kali tidak menyadari potensi yang
mungkin kita miliki, disaat yang sama kita memiliki keyakinan pada kemampuan diri untuk
menghasilkan efek yang diinginkan dari setiap tindakan kita, dan hal itu lah yang menjadi premis
dasar dari teori efisasi diri yang dirumuskan oleh Albert Bandura. Pada ilustrasi sebelumnya, ada

unsur keyakinan, padahal kita tahu bahwa pohon pisang tidaklah memiliki pikiran, perasaan dan
kesadaran, sehingga pastinya tidak memiliki keyakinan, akan tetapi sejauh ini hal itu tidak
mengurangi makna efisasi diri dalam psikologi positif dari sudut pandang analogi pohon pisang,
sebab pohon pisang sudah menunjukan pada kita tindakannya dalam menumbuhkan tunas untuk
mencapai efek yang diinginkan. Itu berarti Drey, pohon pisang adalah simbol dari sebuah
perjuangan menuju hal yang diinginkan, kita sebagai manusia perlu memaknainya dengan
menumbuhkan keyakinan bahwa kita bisa menghasilkan efek yang diinginkan dari setiap
tindakan kita.
Masih adakah makna dari pohon pisang yang menumbuhkan tunas sampai berbuah?
Tentu saja masih banyak makna yang bisa digali dari pohon pisang yang menumbuhkan
tunas hingga berbuah. Tidak kah kau menyadari sesuatu Drey? Dalam membahas makna kita
terfokus pada pohon pisang yang harus menumbuhkan tunas baru, dan dalam ilustrasi
sebelumnya kita melibatkan kondisi dimana pohon pisang itu ditebang. Pohon pisang yang
ditebang itu bagaikan manusia yang hendak meraih tujuannya namun akhirnya menemui
kegagalan, sehingga dia harus memulai dari titik terendah. Menemui kegagalan dan memulai dari
titik terendah adalah sesuatu yang memberikan kita tekanan. Bukan main Drey, tekanan yang
kita terima saat kondisi seperti itu dapat menyebabkan berbagai kekacauan, meski kekacauan itu
hanya terjadi dalam dirimu, akan tetapi realitas luar pun terpengaruhi, bagaimana kita
menerjemahkan tiap-tiap kondisi dari luar dan bagaimana kita melihat keluar, semuanya akan
berbeda. Tekanan yang kau hadapi itu bagaikan tekanan yang membuat ikan mati tenggelam, kau
bisa tidak mampu lagi menselaraskan kondisi mental dengan realitas. Akan tetapi dalam kasus
kita kali ini, tekanan itu kurang lebih serupa dengan genangan yang merendam tanah dimana
pohon pisang itu tumbuh.
(Kemudian aku menunjuk pada pohon pisang yang tumbuh disela sengkedan sawah, akan tetapi
pohon pisang itu terbenam dalam lumpur)
Lihat Drey, apa bedanya pohon yang tumbuh disekitar sini, dengan pohon pisang yang
terbenam dalam lumpur di sawah itu? Pohon pisang disekitar kita, tumbuh hingga berbuah,
bertunas, dan robek-robek daun-daun tuanya. Padahal tanah disini cukup kering, sedangkan
pohon pisang butuh tempat lembab. Berbeda halnya dengan pohon pisang yang tumbuh di tengah
sawah itu, kadar air yang melimpah membuat batangnya merunduk dan lembek, bahkan tidak
ada tunas yang ditumbuhkan. Selain itu Drey, kita pasti tahu jika pohon pisang memiliki kadar
air yang tinggi, jadi jika lingkungan menyediakan air secara berlebihan, maka yang akan terjadi
adalah penyerapan air secara berlebihan, padahal pohon pisang pun tidak hanya memerlukan air,
tetapi juga mineral dan unsur hara, meskipun mempunyai daun yang besar dan lebar serta
berwarna hijau, tumbuh diatas tanah yang menjadi lumpur dan tergenang oleh air, pohon pisang
tidak mudah mengalami penguapan, sebab dia akan terus menyerap air, sedangkan sepanjang
waktu siang hari tidaklah cukup untuk menguapkan kadar air yang berlebih itu. Sampai disini
Drey, kita sudah mendapatkan dua perbandigan yang baik sekali hingga menghasilkan berbagai
hal penting yang membantu kita mendalami makna pohon pisang. Sekarang kita sepakati
berbagai aspek dari dua kondisi berwanan tadi sebagai sebuah simbol. Dimulai dari air atau
kelembapan sebagai simbol dari permasalahan, kemudian air yang didalam batang pohon pisang

sebagai beban emosi dan psikologis pada manusia, lalu keseluruhan pohon pisang sebagai simbol
dari manusia, dan penumbuhan tunas serta jantung pohon pisang sebagai proses produktif dalam
kegiatan manusia.
Simbolisasi tadi mempermudah kita memahami kondisi pohon pisang yang saling
berlawanan, sebagai hubungannya dengan psikologi positif. Kondisi dimana pohon pisang
tumbuh di tanah yang berpermukaan kering, namun bila digali sedikit lebih dalam terlihatlah
bahwa tanah ini cukup lembab, hingga pohon pisang tersebut berhasil berbuah dan
menumbuhkan tunas, kita umpamakan sebagai simbol bahwa manusia meskipun berada
dilingkungan yang terkesan kurang tantangan, akan tetapi tetap menemui permasalahan, dan
permasalahan itu diterima kedalam dirinya, ketika proses itu berlangsung, permasalan yang
sudah ada sebelumnya dalam dirinya akan berangsur-angsur menurun, sedangkan permasalahan
dari lingkungan yang dia terima akan terus diproses hingga akhirnya usai, terlupakan atau
menjadi kenangan, tetapi manusia dalam merespon permasalahan dan memprosesnya, pastilah
melibatkan penafsiran terhadap permasalahan tersebut, baik itu dari sisi positif atau sisi negatif,
dan penafsiran inilah yang membantu atau menghambat produktifitas dalam berkegiatan. Dalam
kondisi yang kita bicarakan, pohon pisang kita berhasil menumbuhkan tunas dan buah, itu
artinya dari permasalahan yang diserap, ada penafsiran dari sisi positif yang terlibat, sehingga
membatu produktifitas dan menurunkan intensitas permasalahan.
Bolehkah aku yang menentukan kondisi dari pohon pisang selanjutnya?
Ya tentu, ayo kita dengarkan.
Baik, ada pohon pisang dengan kondisi baik yang tumbuh di tanah gembur dan selalu berembun
di pagi harinya, suatu ketika di musim hujan, setiap kali hujan berhenti akan menyisakan
genangan air di sekitar pohon pisang itu tumbuh, tetapi pohon pisang itu tumbuh hingga
memiliki diameter batang yang cukup besar, dan ada beberapa tunas juga mulai terlihat
jantungnya.
Seperti berhadapan dengan metropolitan.
Simbolisasi Drey tadi kurang lebih sama dengan simbolisasi sebelumnya, akan tetapi
permasalahannya dalam intensitas yang lebih tinggi, dan produktifitas yang dicapai pastilah
melibatkan proses lain selain penafsiran positif. Coba kita andaikan lagi, pada kondisi kali ini
pohon pisang tidaklah sekedar menyerap air untuk fotosintesis dan menguapkan sisa airnya.
Tetapi, cadangan air itu beserta dengan mineral yang diserap dari tanah pastilah membantu
pertumbuhan pohon pisang. Dengan menumbuhkan diameter batang, pohon pisang menjadi
memiliki kapasitas penyimpanan air yang lebih banyak, sehingga batangnya tidak lembek dan
kelebihan air, akhirnya pohon pisang itu mampu menumbuhkan tunas dan bakal buah pisang.
Begitu pula dengan seseorang yang menghadapi kerasnya hidup di kota metropolitan sebagai
perantau. Jika tidak mampu mengubah situasi, maka kehidupannya bisa semakin terpuruk.
Mengubah situasi itu niscaya apabila kita mencoba untuk merubah suasana emosi kita. Rincian
simbolisasi tadi menunjukan hal ini, yaitu cadangan air dalam pohon pisang yang sebelumnya
kita sepakati sebagai simbol dari permasalahan di dalam diri, yang berarti emosi juga termasuk
di dalamnya, itu tidaklah dibiarkan keluar dan diproses melalui fotosintesis, tetapi digunakan

oleh pohon pisang itu untuk menumbuhkan dirinya. Dengan demikian kini fisiknya menjadi
lebih mencukupi untuk menampung lebih banyak air, dan karena memiliki kapasitas lebih juga
mempengaruhi aliran air di dalam pohon pisang, akar akan terus menyerap, batang terus
mendistibusikannya tanpa kendala karena memiliki jalur yang lebih luas, dan daun akan
membiarkannya menguap. Dan dari sini Drey, emosi bisa kita rubah apabila tubuh kita dalam
keadaan fit. Psiko-soma, soma-psiko, keduanya berhubungan erat, keduanya saling
menyeimbangkan. Tak berlebihan memang pepatah Yunani, mensana in korporesano, di dalam
tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Manusia yang sehat secara fisik cenderung lebih
mudah meregulasi emosi, sebab fisik yang sehat membuat kita lebih leluasa mengerjakan
apapun, setiap beban dari luar akan sepenuhnya jadi beban bagi pikiran, lain halnya dengan
kondisi tubuh yang sedang sakit, kita cenderung merasa terganggu dengan rasa sakit yang
dialami, ataupun berbagai gangguan seperti sakit kepala, pilek, batuk, mual, dan lainnya. Semua
hal itu akan menjadi beban pikiran, sedangkan kita pun menerima beban pikiran dari luar, belum
lagi dengan semua gangguan itu yang dapat menghambat aktivitas kita, tentu dengan keadaan
seperti ini emosi cenderung menjadi dari respon kondisi yang kita sadari, bisa positif atau negatif
ataupun netral, dan yang terutama respon itu biasanya adalah ketidakpuasan pada kondisi kita,
sehingga sekalipun kita melihat sisi baiknya dari kondisi sakit, akan tetapi kita pun
mengharapkan bisa melakukan aktivitas saperti saat sehat dan berharap kembali sehat, jadi
selama sakit ketidakpuasan akan selalu mengisi emosi, sedangkan selama kita sehat pastilah
banyak sekali merasakan kepuasan sehinggi jarang sekali bersyukur, mungkin saja lupa. Ah, kita
kembali pada pohon pisang, nah Drey kira-kira seperti itulah, pohon pisang kita kali ini awalnya
tumbuh dalam keadaan baik dan kemudian menghadapi musim hujan yang memberi genangan
air sebagai permasalahan yang dapat mengancam kelangsungan pohon pisang itu.
Tetapi pohon pisang kita berhasil melakukan koping positif. Karena awalnya kondisi
pohon pisang kita dikatakan baik, maka ketika genangan air menjadi permasalahan yang tidak
bisa dihindari, dan terus diterima, pohon pisang dalam kondisi baik pastilah bebas hama dan
tidak ada kerusakan fisik, hal ini menjadi modal utama untuk meregulasi kadar air berlebih,
dengan proses seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya. Koping itu sendiri Drey, memiliki
terdiri dari tiga subtype, pertama orang akan mencoba untuk mengubah emosi negatif, kedua
orang akan mencoba mengubah situasi yang membuat stress, dan ketiga hanya mencari pelarian
dari masalah. Nah Drey, dalam kasus kita kali ini, ada dua gaya koping yang diilustrasikan
melalui simbolisasi pohon pisang, yaitu dengan mengubah emosi negatif dan berusaha merubah
situasi yang membuat stress, kedua hal ini ditunjukan dengan proses adaptasi yang dilakukan
oleh pohon pisang. Menurut Lazarus dan Folkman (1984), koping berfokus pada emosi adalah
mengarahkan respon meregulasi emosi pada masalah. Dari simbolisasi kita sebelumnya, kita
menemukan ilustrasi dari perspektif simbolisasi pohon pisang dengan regulasi emosi pada
manusia, seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, cadangan air sebagai simbol dari
kecenderungan permasalah psikologis (salah satunya emosi), tidak hanya dibiarkan tertimbun
dalam tiap-tiap pembuluh yang menyalurkan air, tetapi perlahan dikeluarkan melalui proses
penguapan dan ada pula yang dimanfaatkan sebagai pembentukan sel baru.
Selanjutnya, pohon pisang kita kali ini bisa dikatakan melakukan koping yang berfokus
pada masalah. Koping yang berfokus pada masalah itu sendiri terbagi atas dua jenis, mengubah

situasi dan mengubah diri. Pohon pisang kita tidaklah mampu mengubah situasi, tidaklah mampu
merubah musim, atau pun mencari situasi yang lebih nyaman dengan cara berpindah tempat.
Akan tetapi, situasi seperti tumbuh ditanah yang tergenang sehabis hujan harus diterima,
meskipun begitu pohon pisang kita memanfaatkan situasi untuk mengubah diri. Kurang lebih
sama seperti koping yang berfokus pada emosi, pohon pisang kita tidaklah pasif terhadap air
berlebih sebagai permasalahan. Hal ini ditunjukan dengan menumbuhkan batang yang lebih tebal
dan tunas baru, agar kondisi fisik mempunyai kapasitas lebih untuk menampung air sebagai
permasalahan pada batangnya, begitu pula tindakan menumbuhkan tunas, bisa dimaknai tidak
hanya sebagai bentuk produktivitas, tetapi bisa pula dimaknai dengan kapasitas baru pada diri,
artinya pada saat kita menemui masalah, diri akan menyesuaikan karakteristiknya pada
permasalahan itu, ada permasalahan yang bisa dihadapi dengan karakteristik diri yang sudah ada,
ada pula kalanya kita membentuk karakteristik baru untuk menghadapi masalah yang sesuai
dengannya, dan hal itulah yang ditunjukan oleh pohon pisang kita, ada air yang dia salurkan
untuk batang yang besar dan ada air yang dia salurkan untuk tunas barunya.
Dari pembicaraan kita sebelumnya, pencarian makna pohon pisang terfokus pada
beberapa bagian yang mewakili pohon pisang itu, belum menjadikan pohon pisang itu sebagai
satu simbol yang utuh, meskipun kita sudah membahas antara satu bagian yang mewakili
terdapat keterhubungan pada keseluruhan pohon pisang. kali ini untuk membahas satu simbol
utuh yang mempunyai peran seimbang, akan kita mulai dengan asumsi bahwa pohon pisang itu
punya tujuan. Hal ini memang sudah kita temukan dari pembahasan tentang makna tunas dan
pohon pisang yang berbuah sekali lalu mati sebagai simbol optimism, dan kitapun sudah
membahas sedikitnya mengenai tujuan itu sendiri.
Secara bertahap pencari makna kali ini akan dimulai dari akar menuju bakal buah. Yang
perlu dan cukup untuk diketahui kali ini adalah akar sebagaimana akar, tanpa perlu diselidiki apa
yang istimewa dari akar pohon pisang. Lalu bagaimana kita memulai membentuk peran akar
dalam pencarian makna kali ini? Coba Drey, apa bisa tanpa akar, pohon pisang pun jadi,
sebagaimana tanpa akar, rotan pun jadi? Kemudian berbuah? Ketika ada tujuan maka kita perlu
tindakan untuk mencapainya, seperti yang sudah dibahas sebelumnya. Akar adalah tindakan
pertama sebelum menumbuhkan tunas. Dalam akar itu sendiri terdapat pengelolaan dalam hal
menyerap air dan unsur hara dari tanah, untuk kemudian disalurkan melalui pembuluh xylem dan
floem. Berkat kapasitas akar dalam menyerap air dan unsur hara inilah, pohon pisang bisa
menumbuhkan tunas. Akar itu bagaikan sebuah jalan tol dan jalan alternative yang
memungkinkan bagi kendaraan untuk memasuki kota. Kemampuan akar dalam menyerap air dan
unsur hara sendiri bagaikan air yang berusaha merembes melalui celah-celah bebatuan,
senantiasa mencari celah untuk mengalir. Maka jika keduanya digabungkan, akar menjadi simbol
bagi pemikiran manusia, tepatnya alur berpikir. Dalam upaya meraih tujuan, orang harus melihat
apakah dirinya mempunyai kapasitas untuk menghasilkan rute yang bisa kerjakan menuju tujuan
itu. Dan hal inilah yang ditunjukan dari simbolisasi akar pohon pisang.
Dari semua pembahasan ini Drey, kira-kira bagian pohon pisang mana yang belum kita
bahas dan disimbolkan?

Bagaimana dengan kulit luar batang pohon pisang? Yang terkadang terlihat mongering,
dan mungkin tidak lagi berguna.
Ya, meskipun terlihat kering dan tidak lagi berguna, tetapi bagian itu juga berguna dalam
pencarian makna kali ini. Pohon pisang kita saat ini mempunyai akses bagi air yang membawa
unsur hara. Tetapi setelah diserap, terdapat banyak jalur yang mempunyai kapasitas tertentu.
Ketika air diserap dari tanah oleh akar, dan dilanjutkan melalui pembuluh ke tiap-tiap bagian
tanaman akan berlangsung secara terus menerus dalam satu jalur yang sama, selama tidak
mengalami gangguan. Jika suatu jalur tidak lagi memiliki kapasitas untuk menyalurkan air pada
bagian terluar kulit pohon pisang, maka lama kelamaan seperti yang kita ketahui kulit itu akan
menjadi kering dan mati. Bagian serat pohon pisang terluar yang kering dan mati menjadi simbol
bagi proses berpikir agensi, yaitu kapasitas persepsi untuk menggunakan satu jalur yang
mengarah pada tujuan yang diinginkan. Berpikir agensi juga merefleksikan referensi apakah
akan terus menerus berprogres pada sepanjang jalur tertentu. Dan apabila mengalami hambatan,
berpikir agensi membantu kita mencarikan jalur alternative menuju tujuan kita.
Sampai sejauh ini dalam pencarian makna, cadangan air dalam pohon pisang kita
simbolkan sebagai permasalahan dalam diri, dan terutama emosi negatif pada manusia. Sekarang
air dan cadangan air ini kita beri peran yang lebih seimbang dalam simbolisasi kali ini, yaitu
sebagai emosi. Tanpa air, apalagi di lingkungan yang kering kerontang, pohon pisang tidaklah
bisa tumbuh. Dia akan terus menerus mengeluarkan cadangan air yang dimilikinya tanpa bisa
menyerap air dari dalam tanah. Sebaliknya dalam tanah yang menjadi lumpur dan tergenang air,
pohon pisang lama-kelamaan akan mati karena kelebihan air. Cadangan air dalam batang pohon
pisang apabila berhasil disalurkan menuju daun, seperti yang kita semua ketahui, akan diproses
dalam fotosintesis, yang kemudian lama kelamaan menghasilkan makanan berupa setandan buah
pisang. Cadangan air pada pembuluh, rongga udara, ataupun serat, dapat memiliki kemungkinan
yang mempengaruhi penyaluran air pada bagian sekitar hambatan tersebut. Berkat daya osmosis
mungkin saja cadangan air yang terhambat bisa terserap menuju bagian-bagian sekitarnya. Tetapi
bila tidak tersalurkan dan terus tertahan, bisa saja menyebabkan kematian sel pada bagian yang
tidak tersalurkan oleh air atau pada daerah yang terhambat tersebut. Jadi, dalam ilustrasi kali ini,
air dikatakan sebagai emosi positif apabila berhasil tersalurkan menuju daun dan diproses dalam
fotosintesis, sedangkan dikatakan negatif apabila memiliki kecenderungan untuk menghambat
atau terhambat proses penyalurannya. Proses yang kebanyakan terjadi di batang, hingga
menghasilkan serat kering dibagian terluarnya ini, menunjukan satu kesatuan antara, harapan,
rintangan, dan emosi.
Secara keseluruhan, pada pencarian makna kali ini pohon pisang adalah suatu simbol dari
teori harapan pada psikologi positif. Dari ilustrasi bagian akar kita memaknainya sebagai proses
berpikir yang berorientasi pada tujuan, yang senantiasa menghasilkan jalur menuju tujuan dan
memotivasi kita untuk berproses di jalur tersebut. Sebelum adanya proses yang demikian itu,
terdapat persepsi diri sebagai diri yang terpisah dari entitas lain, keterpisahan ini menghasilkan
diri sebagai figure yang berwenang untuk menimbulkan hubungan sebab-akibat hingga
serangkaian peristiwa. Seperti halnya akar pohon pisang yang terpisah dari akar tanaman lainnya,
maka dari itu dia menjadi penyebab bagi dirinya sendiri. Akar pohon pisang juga menjadi simbol
dan memiliki makna yang sesuai dengan tahap perkembangan pembelajaran dari model utuh

teori harapan. Akar yang menumbuhkan tunas pohon pisang menunjukan cara kerja hukum alam
dari pohon pisang. Dalam penjelasan ini hukum alam pohon pisang bermakna sebagai nilai
kemungkinan yang diekspektasikan. Ketika kerja akar sampai pada tahap menumbuhkan tunas,
barulah kita ketahui bahwa pohon pisang kita memiliki tujuan untuk tumbuh kemudian berbuah.
Pada tahap pertumbuhan ini hukum alam menjadi begitu penting, sebab menjadi landasan untuk
mempertahankan keteraturan kelangsungan pertumbuhan pohon pisang. Sehingga layaknya
seperti nilai kemungkinan yang diekspektasikan, apabila hal itu dibayangkan dalam diri maka
akan meminta mental untuk terus menaruh perhatian pada nilai tersebut. Dari hukum alam yang
selangkah demi langkah dipenuhi, terdapat proses-proses pertumbuhan seperti yang sudah
dijelaskan pada paragraf bagian akar. Makna cadangan air dalam pohon pisang sebagai
representasi emosi semakin kaya dengan keterlibatan peran daun pisang. Daun pisang yang
masih hijau akan membantu proses fotosintesis, sedangkan daun yang sudah menguning tidak
memberi lagi manfaat untuk pertumbuhan pohon pisang. kedua hal ini memiliki makna sebagai
faktor yang mempengaruhi kecenderungan emosi untuk menjadi positif atau negatif. Cadangan
air yang dimanfaatkan sebagai fotosintesis bermakna emosi positif yang dihasilkan karena ada
tujuan yang sudah terpenuhi. Sedangkan cadangan daun menguning yang lebih banyak akan
menghambat cadangan air untuk diproses ke dalam fotosintesis, hal ini bermakna sebagai
hambatan yang kemudian menghasilkan emosi negatif karena hambatan itu tidak mampu untuk
dilampaui. Kedua pencarian makna daun pisang menunjukan fase sekuel kejadian dalam model
teori harapan, dimana kemungkinan yang ekspektasikan mengarahkan pada tujuan dengan
adanya keterlibatan emosi, baik emosi positif maupun emosi negatif akan mendorong kita pada
proses penentuan jalur berpikir dan berpikir agensi, kemudian menjalankan perilaku yang
bertujuan pada tujuan yang hendak dicapai. Yang terpenting dari model teori harapan adalah, kita
tidak melewati tiap-tiap fasenya secara linear, akan tetapi akan selalu ada hal dan emosi yang
memengaruhinya sehingga kita kembali pada fase sebelumnya. Pohon pisang kita juga
menunjukan hal itu, pohon pisang dalam kondisi baik di lingkungan yang berkondisi baik,
mungkin bisa menggambarkan model teori harapan secara linear, tetapi pohon pisang yang kita
bayangkan sekarang adalah pohon pisang yang kondisinya baik tetapi mengalami beberapa
kendala, terlihat dari beberapa daun yang menguning sedangkan batangnya belum tumbuh cukup
besar, dan berada dilingkungan dengan kelembapan yang cukup. Dari pembayangan pada pohon
pisang itu, kita bayangkan proses bagaimana pohon pisang itu mencapai tujuannya, mula-mula
akar akan terus menyerap air, kemudian air yang diserap disalurkan keseluruh sel tanaman, dan
ada pula yang diproses dengan fotosintesis. Pada gambaran tadi kita anggap pohon pisang kita
memiliki pembuluh yang tidak bermasalah, sehingga dari akar sampai daun, seluruh air
tersalurkan, dan menurut model teori harapan hal ini menggambarkan jalur berpikir sudah ada
dan berpikir agensi sudah memotivasi untuk berada dijalur tersebut. Dan dari proses tadi
menunjukan kesesuian pertumbuhan pohon pisang pada hukum alamnya, yaitu menuju berbuah
dengan cara mempertahankan kelangsungan pertumbuhan pohon pisang, dan dalam model teori
harapan kita dapati bahwa peran hukum alam pohon pisang sudah sesuai dengan nilai dari
kemungkinan yang diekspektasikan, berarti pohon pisang kita sudah menunjukan fase pra
kejadian. Tetapi, dalam pembayangan kita pohon pisang itu memiliki daun yang sudah
menguning, hal ini jelas menghambat proses pertumbuhan dan bisa mengancam kelangsungan
pertumbuhan itu sendiri. Akan tetapi ada solusi yang ditemukan oleh pohon pisang itu, yaitu

dengan menumbuhkan pucuk baru, solusi ini menunjukan pada kita bahwa, sebelum ada
tindakan dan perilaku ada penarikan kembali pada proses pemikiran yang melibatkan jalur
berpikir yang akan menghasilkan berbagai cara menuju tujuan, dan berpikir agensi yang akan
memotivasi pada jalur yang dipilih dan pada saat ada hambatan maka proses ini akan mencarikan
alternatif yang terbaik. Barulah setelah daun baru ditumbuhkan, pohon pisang kita memasuki
kembali pada tahap sekuel kejadian.
Nah karena pada pencarian makna kita kali ini sudah mengetahui makna pohon pisang
dalam psikologi positif dari kesatuan bagian pohon pisang, maka kita sudah memasuki dasar dari
pencarian makna ini. Karena pada bagian sebelumnya Drey, kita hanya berkutat pada simbolisasi
bagian tertentu untuk kemudian dicarikan maknanya dalam psikologi positif. Kita sudah
melakukan proses pencarian selangkah demi langkah di mulai dari tunas dan bakal buah,
kemudian dari situ kita membahas hukum alam pohon pisang yang berada dibalik fenomena
tunas dan bakal buah, lalu cadangan air yang mewakili kondisi pohon, sampai disini semua hal
itu membawa kita pada pemahaman utuh mengenai prinsip kerja kehidupan pohon pisang,
sehingga dapat dibahas secara utuh dari akar hingga berbuah. Pada tiap-tiap pencarian makna
melalui bagian-bagian pohon pisang, kita menemukan potongan-potongan psikologi positif.
Optimisme, efisasi diri, koping positif, tujuan, sampai pada akhirnya Drey kita temukan harapan
di dalam satu bentuk pohon pisang yang utuh.

Daftar Pustaka
Compton, William C. 2004. Introduction to Positive Psychology. Cengage Learning.
Oxford University Press. 2002. Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University
Press.

Anda mungkin juga menyukai