Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 8

Kelompok 9
Tutor : Fatmawati, S.Si, M.Si

Hadi Nugraha Mustofa


Gieza Fevrani

4101401
033
4101401
034
4101401

Dwika Putri Mentari

035

Novrilia Kumala Sari

4101401

Fulvian Budi Azhar


Djodie Depati Singalaga
Ira Dwi Novriyanti
Rhapsody Karnovinanda
Venny Soentanto

036
4101401
081
4101401
082
4101401
083
4101401
084
4101401

Krypton Rakehalu

121
4101401

Karnadjaja
Vita Seprianty

122
4101401

123
Inda Sumerah

4101401
124

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul
Laporan Tutorial Skenario

B Blok

8 sebagai tugas

kompetensi

kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita,


nabi besar Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikutnya hingga akhir zaman.
Laporan tutorial ini bertujuan untuk memenuhi tugas Blok 8 yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya. Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh
dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun guna kesempurnaan materi dan perbaikan di
masa yang akan datang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat
bantuan, bimbingan dan saran. Semoga Allah SWT memberikan balasan
pahala atas segala amal yang diberikan kepada semua orang yang telah
mendukung penulis dan semoga bermanfaat dalam perkembangan ilmu
pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 26
September 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

.............
Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

.............
Bab I Pendahuluan
1.1

Latar

Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

3
3

......
1.2

Maksud dan Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

.............
Bab II Pembahasan
2.1 Skenario Kasus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
............
2.2 Paparan
I. Klarifikasi Istilah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

4
5
5
7
20

.........

20

II. Identifikasi

21

Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.Analisis Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
..........
IV.Jawaban Analisis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.........
V. Hipotesis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2

22
25
31
32
34

..........
VI. Kerangka Konsep . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
..........
VII.

Keterbatasan Ilmu dan Learning Issues . . . . . . . . . . .

...............
Bab III Sintesis
3.1 Kejang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.............
3.2 Kejang Demam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
............
3.3 DD Kejang Demam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
............
3.4 Gerak Refleks Meningeal (GRM) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
...........
3.5 Refleks
Patologis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
....
Daftar

37

Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
........

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Blok Neuromuskuloskeletal adalah Blok 8 pada Semester 3


dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter
Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus
sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang
sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan
kasus yang diberikan mengenai Colek, 11 bulan, mengalami kejang
kelonjotan berulang dengan mata mendelik ke atas dan menangis
sesudahnya karena demam disertai pilek sejak 2 hari yang lalu.

1.2

Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum ini, yaitu :


1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario
dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan
memahami konsep dari skenario ini.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Skenario Kasus
4

Anamnesis :
Colek, 11 bulan, dibawa ke UGD oleh ibunya pada pukul 15.00
dengan keluhan kejang kelonjotan seluruh tubuh selama + 5 menit
dengan mata mendelik ke atas. Subuh tadi Colek juga kejang 1x
selama + 1 menit dengan gejala sama seperti di atas, sesudah
kejang Colek menangis. Sejak 2 hari yang lalu, Colek menderita
demam disertai pilek.
Colek adalah anak ke-3 dari tiga bersaudara. Kakak tertuanya juga
sering kejang jika badannya panas tapi sejak umur 5 tahun tidak
pernah lagi kejang.
Pemeriksaan fisik di UGD :
BB = 8 kg

PB = 70 cm

38,5 oC (aksilaris)

Sensorium = compos mentis

RR = 34 x/menit

ubun besar/UUB datar

HR = 106 x/menit

Strabismus (-) Refleks pupil +/+

rangsang meningeal/GRM (-)

Suhu =
UbunGerak

Refleks fisiologis normal Refleks

patologis (-)

2.2 Paparan
I.

Klarifikasi Istilah
1. Kejang kelonjotan : Spasme atau kejang yang terdapat kedutan
otot yang konvulsif.
2. Demam

: Peningkatan suhu tubuh di atas normal

3. Pilek

: (36,5 - 37,2 oC).

4. Compos mentis

: Infeksi virus akut pada saluran pernafasan.

5. Ubun-ubun besar : Keadaan sadar sepenuhnya, dengan nilai


(UUB) datar
6. Strabismus

GCS = 15.
: Ubun-ubun belum tertutup sempurna namun
tidak

menunjukkan

adanya

tekanan

intrakranial yang tinggi.


7. Gerak pupil

: Juling; sumbu pandang mengambil posisi


relatif satu terhadap yang lainnya yang
5

berbeda
8. Gerak rangsang

yang

diperlukan

untuk

: keadaan fisiologis.

meningeal
9. Refleks patologis

dari

Refleks yang melibatkan iris, menyebabkan


: perubahan ukuran pupil, terjadi sebagai
respon terhadap berbagai rangsangan.
Gerak

yang

timbul

akibat

adanya

rangsangan pada meningen (selaput otak).


Refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada
orang sehat.
II.

Identifikasi Masalah
1. Colek, 11 bulan, dibawa ke UGD oleh ibunya pada pukul 15.00
dengan keluhan kejang kelonjotan seluruh tubuh selama + 5
menit dengan mata mendelik ke atas dan subuh tadi Colek
juga kejang 1x selama + 1 menit dengan gejala yang sama
dan sesudah kejang ia menangis.
2. Sejak 2 hari yang lalu, Colek menderita demam disertai pilek.
3. Colek adalah anak ke-3 dari tiga bersaudara, kakak tertuanya
juga sering kejang jika badannya panas, tapi sejak umur 5
tahun tidak pernah lagi kejang.
4. Pemeriksaan fisik di UGD :

III.

Suhu = 38,5 oC (aksilaris)

Analisis Masalah

1. a) Bagaimana fisiologi dari saraf dan otot ?


b) Apa saja klasifikasi kejang ?
c) Bagaimana etiologi kejang ?
d) Bagaimana patofisiologi kejang ?
e) Apa hubungan antara kejang yang dialami Colek pada
saat subuh dengan kejang yang dialaminya sebelum
dibawa ke UGD ?
f) Mengapa kejang yang dialami Colek berulang dalam 24
6

jam ?
g) Mengapa Colek menangis setelah kejang ?
2. a) Bagaimana patofisiologi demam dan pilek pada kasus ini ?
b) Mengapa kejang kelonjotan terjadi setelah hari ke-3 Colek
menderita demam disertai pilek ?
3. a) Apa saja faktor resiko seorang anak menderita kejang
demam ?
b) Apa hubungan kejang demam yang dialami Colek dengan
kejang yang dialami kakak tertuanya ?
c) Mengapa kejang demam tidak terjadi lagi setelah umur 5
tahun ?
4. a) Bagaimana metode pemeriksaan fisik pada kasus ini ?
b) Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik pada kasus
5.
6.
7.
8.
9.
10

ini ?
Bagaimana DD-nya ?
Bagaimana WD-nya ?
Bagaimana cara mendiagnosis penyakit pada kasus ini ?
Bagaimana penatalaksanaan kejang demam ?
Apa saja komplikasi kejang demam ?
Bagaimana prognosis kejang demam ?

.
11 Bagaimana preventif kejang demam ?
.
12 Bagaimana edukasi yang tepat bagi orang tua dalam
.
IV.

mencegah dan menangani kejang pada anak ?

Jawaban Analisis
1. a) Bagaimana fisiologi dari saraf dan otot ?

Sistem saraf dibagi mejadi sistem saraf pusat (SSP) dan


sistem saraf tepi (PNS). SSP terdiri dari otak, pons (batang
otak),

medulla

medula

spinalis.

aferen

dan

oblongata
PNS

eferen

dan

terdiri

sistem

dari
saraf

somatis dan sistem saraf autonom


(viseral).
-

Serebrum merupakan bagian otak


yang

terbesar

dan

paling

menonjol. Di sini terletak pusat7

pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan


motorik, penalaran, ingatan dan intelegensia.
-

Serebelum

berfungsi

sebagai

pusat

refleks

yang

mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta


mengubah

tonus

dan

kekuatan

kontraksi

untuk

mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.


-

Diensefalon dibagi menjadi empat wilayah, yaitu :


talamus,

stasiun

penghubung

dan

pengintegrasi

subkortikal; hipotalamus, pengaturan rangsangan sistem


susunan saraf autonom perifer, ekspresi tingkah laku
dan emosi; subtalamus, nukelus motorik ekstrapiramidal
yang penting; epitalamus, berhubungan dengan sistem
limbik, beberapa dorongan emosi dasar dan integritas
informasi olfaktorius.
-

Pons (batang otak) merupakan pusat penyampaian dan


refleks.

Medula spinalis berfungsi sebagai pusat refleks spinal


dan jaras konduksi impuls dari atau ke otak.

Saraf spinal keculai bagian torakal membentuk jalinan


saraf (pleksus). Bagian dorsal mempersarafi otot intrinsik
punggung dan segmen-segmen tertentu dari kulit yang
melapisinya (dermatoma); bagian ventral merupakan
bagian yang besar dan membentuk saraf utama bagi
otot-otot

dan

kulit

leher,

dada,

abdomen

dan

ekstremitas.
-

Saraf kranial
Saraf Kranial
I Olfaktorius
II Optik
III Okulomotoriu
s
IV Troklearis
V Trigeminus

VI Abdusens
VII Fasialis

Jenis
Fungsi
Sensori Penciuman
k
Sensori Penglihatan
Motorik Mengangkat kelopak mata atas
Kontriksi pupil
Sebagian besar gerakan ekstraokular
Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
Motorik Menutup rahang, mengunyah; gerakan
Sensori rahang ke lateral
k
Kulit wajah; mukosa mata; mukosa hidung
dan rongga mulut, lidah, serta gigi
Refleks kornea atau refleks mengedip
Motorik Devisiasi mata ke lateral
Motorik Otot-otot ekspresi wajah, dahi, sekeliling

VIIIVestibulokokle
aris
IX Glosofaringeu
s

X Vagus

XI Aksesorius
XII Hipoglossus

Sensori mata dan mulut


k
Pengecapan dua pertiga depan lidah (manis,
asam, asin)
Sensori Vestibularis : keseimbangan
k
Koklearis : pendengaran
Motorik Faring : menelan, refleks muntah
Parotis : salvias
Sensori Faring, lidah posterior, termasuk rasa pahit
k
Motorik Faring, laring : menelan, refleks muntah,
Sensori fonasi
k
Faring, laring : refleks muntah, visera leher,
toraks, abdomen
Motorik Otot sternokleidomasteiseus dan bagian atas
otot trapezius : pergerakan kepala dan bahu
Motorik Gerakan lidah

Otot adalah jaringan peka rangsang yang mencetuskan


mekanisme kontraksi, mampu mengubah energi listrik
menjadi energi kimiawi dan mengandung protein-protein
kontraktil. Otot terbagi atas :

Mekanisme kontraksi otot :

Impuls listrik menyebar ke seluruh sel otot, sampai ke


9

miofibril melalui tubulus T.


- Impuls di tubulus T menyebabkan ion Ca 2+ keluar dari
retikulum sarkoplasma. Ca2+ sampai ke miofibril
berikatan dengan troponin C.
- Ikatan Ca2+ - troponin C menyebabkan tropomiosin
bergeser dan binding site aktin untuk kepala miosin
yang ditempati tropomiosin terbuka.
- Aktin berikatan dengan kepala miosin yang juga
mengandung ATP-ase yang memecah ATP menjadi ADP
+
Pi
sehingga
menghasilkan
energi
untuk
menggerakkan aktin ke arah M line. (Kontraksi)
- Demikian seterusnya sampai impuls listrik berakhir dan
ion Ca2+ dipompa kembali ke retikulum sarkoplasma
sehingga tidak terjadi ikatan ion Ca2+ - troponin C dan
tertutupnya binding site. (Relaksasi)
b) Apa saja klasifikasi kejang ?

Kejang parsial
Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah; fokus di satu
bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain.
o Parsial sederhana
-

Motorik : gerakan abnormal unilateral

Sensoris : merasakan, membaui, mendengar sesuatu


yang abnormal

Autonom

takikardia,

bradikardia,

takipneu,

kemerahan, rasa tidak nyaman di epigastrium


-

Psikik : disfagia, gangguan daya ingat

Biasanya berlangsung > 1 menit

o Parsial kompleks
-

Parsial sederhana yang diikuti oleh gangguan


kesadaran

Dimulainya disertai oleh gejala motorik, gejala


sensorik, otomatisme (mengecap-ecapkan bibir,
mengunyah, menarik-narik baju)

Biasanya berlangsung 1 - 3 menit

o Kejang parsial dengan generalisasi sekunder

Kejang menyeluruh (generalisata)


Hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral,
simetrik dan tidak ada aura.
o Tonik-klonik : spasme tonik-klonik otot; inkontinesia urin
10

dan alvi; menggigit lidah; fase pancaiktus.


o Tonik : peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku,
kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan
dan ekstensi tungkai; mata dan kepala mungkin berputar
ke satu sisi; menyebabkan henti nafas.
o Klonik : gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat dan
tunggal atau multipel di lengan, tungkai atau torso.
o Mioklonik : kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas
di beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat.
o Atonik : hilangnya secara mendadak tonus otot disertai
lenyapnya postur tubuh (drop attacks).
o Spasme infantile
o Absence : menatap kosong, kepala sedikit lunglai,
kelopak mata bergetar atau berkedip secara cepat,
tonus postural tidak hilang, berlangsung beberapa detik.
c) Bagaimana etiologi kejang ?

Colek mengalami kejang demam kompleks yang disebabkan


oleh infeksi ekstrakranial. Penyakit yang dapat menimbulkan
kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media

akut,

pneumonia,

gastroenteritis

akut,

exantema

subitum, bronkhitis, infeksi saluran kemih, tonsillitis, faringitis,


forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak
(morbili).
d) Bagaimana patofisiologi kejang ?

11

Demam

metabolisme basal dan kebutuhan O2 meningkat

perubahan keseimbangan (membran sel neuron)


+

melalui membran (ion K ----- ion Na )


listrik

difusi

lepas muatan

kejang demam

Patogenesis kejang demam :

Mata mendelik ke atas :

e) Apa hubungan antara kejang yang dialami Colek pada saat


subuh dengan kejang yang dialaminya sebelum dibawa ke
UGD ?
Colek mengalami kejang demam berulang. Faktor resiko
12

terjadinya kejang demam berulang yaitu :


-

Riwayat kejang demam dalam keluarga

Usia kurang dari 12 bulan saat kejang pertama

Kejang terjadi segera setelah mulai demam atau saat


sudah relatif normal

Riwayat demam yang sering

Lamanya demam sebelum kejang > 16 jam

Kejang pertama adalah complex febrile seizure

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80%


sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut hanya 10% 15% kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang adalah
pada tahun pertama (Berg dkk).
f) Mengapa kejang yang dialami Colek berulang dalam 24 jam ?
Karena Colek mengalami kejang demam kompleks dengan dua
kali kejang atau lebih dalam satu periode demam.
g) Mengapa Colek menangis setelah kejang ?
Setelah kejang, anak akan mulai berangsur sadar. Biasanya,
kesadaran pulih sepenuhnya setelah 10 sampai 15 menit.
Dalam masa ini, anak agak sensitif (irritable) dan mungkin
tidak mengenali orang di sekitarnya. Tahap inilah yang disebut
pascaiktus

dan

dapat

membuat

Colek

menangis

setiap

berhenti kejang. Bisa juga dikarenakan Colek mengalami


kelelahan.
2. a) Bagaimana patofisiologi demam dan pilek pada kasus ini ?

Agen penginfeksi

aktivasi makrofag

sitokin pirogenik

sekresi asam arakidonat

(bantuan enzim cyclooxygenase)


termoregulasi terganggu

pelepasan
PGE2

set point

vasokontriksi perifer dan

peningkatan aktivitas metabolisme

suhu tubuh naik

demam

Agen penginfeksi

melekat di traktus respiratorius

invasi sel epitel hidung dan bronkus


aktivasi respon imun seluler

replikasi

pelepasan mediator inflamasi

demam, batuk, pilek (influenza)


b) Mengapa kejang demam terjadi setelah hari ke-3 Colek
13

menderita demam disertai pilek ?


Demam yang terjadi pada hari pertama dan kedua mungkin
belum terlalu tinggi atau kenaikan suhunya relatif lambat dan
tidak melewati nilai ambang kejang pada suhu tertentu
sehingga Colek belum mengalami kejang.
3. a) Apa

saja

faktor resiko

seorang

anak

menderita

kejang

demam ?

Genetik

Adanya epilepthic activity di hipokampus

Demam tinggi dengan suhu di atas nilai ambang kejang

b) Apa hubungan kejang demam yang dialami Colek dengan


kejang yang dialami kakak tertuanya ?
Kejang demam diwariskan secara autosomal dominan. Feb I :
8q13 q21, feb 2 : 19 p, feb 3 : 2q23 q24. GEFS 19q13 &
2q21 q33.
c) Mengapa kejang demam tidak terjadi lagi setelah umur 5
tahun ?
Karena pada usia 0 s.d 5 tahun sistem elektrikal otak belum
sempurna untuk menghadapai dan mengatasi tekanan dari
temperatur yang tinggi (demam). Jenjang usia inilah yang
disebut sebagai golden age, dimana terjadi perkembangan dan
pertumbuhan anak yang pesat. Pada masa ini pula sirkulasi
otak dapat mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Sehingga pada saat
demam yang mempengaruhi peningkatan metabolisme basal
dan kebutuhan O2 sedangkan otak memerlukan intake yang
cukup

menyebabkan

perubahan

keseimbangan

elektrolit

dengan akibat lepas muatan listrik dan anak mengalami


kejang.

14

4. a) Bagaimana metode pemeriksaan fisik pada kasus ini ?

Pemeriksaan fisik umum


o Kesan keadaan sakit pasien
-

Ringan

Sedang

Berat

o Tanda-tanda vital pasien


-

Kesadaran pasien

Nadi

Tekanan darah

Pernafasan

Suhu tubuh

o Status gizi pasien


o Data antropometrik

Panjang badan

Berat badan

Lingkar kepala

Lingkar dada

Pemeriksaan fisik sistematik


o Sifat kejang
-

Tonik

Klonik

Umum

Fokal

o Kesadaran pasien setelah kejang


o Keadaan pupil
o Adanya tanda-tanda lateralisasi
o Rangsangan meningeal
-

Kaku kuduk

Kernig sign

Brudzinski I

Brudzinski II

o Adanya paresis, paralisa


o Adanya spastisitas
o Pemeriksaan reflek patologis
o Pemeriksaan reflek fisiologis
b) Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik pada kasus
15

ini ?

Sensorium = compos mentis (normal)


Sensorium

Nilai

Compos

GCS
14

mentis
Apatis
Delirium

15
12 13
10 11

Interpretasi
Kesadaran

normal,

sadar

sepenuhnya.
Sikapnya acuh tak acuh.
Gelisah, disorientasi,
memberontak, berteriak-teriak

Somnolen

79

dan berhalusinasi.
Respon psikomotor lambat,
mudah tertidur namun dapat

Stupor

46

pulih bila dirangsang.


Keadaan seperti tertidur lelap
tetapi ada respon terhadap

Koma

nyeri.
Tidak bisa dibangunkan, tidak
ada respon terhadap
rangsangan apapun.

Suhu = 38,5 oC aksilaris (tidak normal)


Suhu (oC aksilaris)

Interpretasi

< 35

Hipotermia

< 36,5

Subnormal

36,5 - 37, 2

Normal

> 37, 2
> 41,2

Demam/Febris/Pireksi
a
Hiperpireksia

RR = 34 x/menit (normal)
Umur (tahun)

Respiratory Rate

<1

(x/menit)
30 40

25

20 30

5 12

15 20

> 12

12 16

HR = 106 x/menit (normal)


Umur (tahun)
Bayi baru lahir - 3 bulan

Heart Rate (x/menit)


85 200
16

3 bulan - 2 tahun
100 190
2thn - 10 thn
60 140
Ubun-ubun besar/UUB datar (normal)

Strabismus (-) (normal)

Refleks pupil +/+ (normal)

Gerak rangsang meningeal/GRM (-) (normal)

Refleks fisiologis (normal)

Refleks patologis (-) (normal)

5. Bagaimana DD-nya ?
Kejang
Gejala

Demam
KDS KDK

Tetan

Meningi

Ensepal

Epilep

us

tis

itis

si

Demam

Kejang

Compos

Mentis
Mata

k
GRM

Strabism

us
Kejang

mendeli

berulang
6. Bagaimana WD-nya ?
Kejang demam kompleks, dengan kejadian/frekuensi kejang 2x
dalam 24 jam.
7. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit pada kasus ini ?

Anamnesis
-

Riwayat imunisasi

Riwayat trauma

Riwayat kejang sebelumnya

Riwayat kejang dalam keluarga

Kelainan neurologis (tidak ada gangguan neurologis setelah


17

kejang menyingkirkan dugaan epilepsi)


-

Frekuensi, lama, bentuk/tipe, sifat, interval, kondisi ictalinterictal-postictal

Status Neurologi
- Fungsi sensorik
- Fungsi Motorik
- Fungsi Autonom
- Gejala rangsang meningeal

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan

rutin

tidak

dianjurkan,

mengevaluasi sumber infeksi

atau

kecuali

untuk

mencari penyebab

(darah tepi, elektrolit, dan gula darah) (Berber & Benin,


1981).
o Pemeriksaan Radiologi
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan CT scan atau MRI
tidak rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi (Berber &
Benin, 1981).
o Pemeriksaan Cairan Serebrospinal (CSS)
Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan
untuk

menegakkan

atau

menyingkirkan

kemungkinan

meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas,


maka tindakan fungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan :
-

bayi < 12 bulan : diharuskan

bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan

bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tandatanda meningitis. Bila yakin bukan meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan.

o Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)


Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada

pasien

kejang

demam,

oleh

sebab

itu

tidak

direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak


khas (misalnya pada kejang demam komplikata pada anak
18

usia > 6 tahun atau kejang demam fokal) (IKA FK UNAIR,


2006).
8. Bagaimana penatalaksanaan kejang demam ?
o Pengobatan fase akut
-

Pada waktu kejang, pasien dimiringkan untuk mencegah


aspirasi ludah atau muntahan.

Jalan nafas harus dibebaskan agar oksigenasi terjamin.

Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah,


suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu yang tinggi bisa
diberikan antipiretik.

Obat

yang

cepat

untuk

menghentikan kejang

adalah

diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis


diazepam

intravena

0,3

0,5

mg/kgBB/kali

dengan

kecepatan 1 - 2 mg/menit dan dosis maksimal 20 mg.


-

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan


fenobarbital, diberikan langsung setelah kejang berhenti.
Dosis awal untuk bayi 1 bulan - 1 tahun adalah 50 mg dan
umur 1 tahun ke atas adalah 75 mg secara intramuskular.

o Mencari dan mengobati penyebab


Pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat perlu untuk
mengobati infeksi tersebut.
o Pengobatan profilaksis

19

9. Apa saja komplikasi kejang demam ?


Epilepsi
Kelumpuhan
Kerusakan sel otak
Hemiparesis (jika kejang > 30 menit)
Penurunan IQ pada kejang demam > 15 menit dan bersifat
unilateral
10 Bagaimana prognosis kejang demam ?
.

Prognosisnya

adalah

DUBIA

at

Bonam

yaitu

bila

dengan

penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan


tidak menyebabkan kematian.
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak
pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada

pasien

retrospektif

yang
yang

sebelumnya
melaporkan

normal.

kelainan

Ada

penelitian

neurologis

pada

sebagian kecil kasus, biasanya terjadi pada kasus dengan


kejang lama atau kejang berulang.
Kematian akibat kejang demam tidak pernah dilaporkan (Maytal
& Shinnar, 1990).
Apabila

tidak

diterapi

dengan

baik,

kejang

demam dapat

berkembang menjadi :
20

Kejang demam berulang


Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus.
Epilepsi
Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah :
-

Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum


kejang demam pertama.

Kejang demam kompleks.

Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.

Masing-masing

faktor

resiko

meningkatkan

kemungkinan

epilepsi hingga 4 - 6%. Kombinasi dari faktor resiko tersebut


meningkatkan kemungkinan epilepsi 10 - 49%. Kemungkinan
menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat
rumat pada kejang demam (Annegers dkk, 1987).
11 Bagaimana preventif kejang demam ? (Pengobatan profilaksis)
.

Ada 2 cara pengobatan profilaksis pada orang yang menderita


kejang demam, yaitu: (1) profilaksis intermitten saat demam atau
(2) profilasis terus menerus dengan nantikonvulsan setiap hari.
Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepam secara oral
dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dengan 3 dosis pada
pasien demam. Diazepam dapat diberikan secara intrarektal tiap
8 jam sebanyak 5 mg (BB<10 kg) > 10kg) setiap pasien
menunjukkan suhu
sampingnya

adalah

lebih

dari

ataksia,

38,

derajat

mengantuk

celsius. Efek

dan

hipotoonia.

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya


kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak
tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi diekmudian hari.
Profilaksis terus menerus setiap hari diberi obat fenobarbital 4 5
mg/kgBB/hari. Obat lain yang digunakan adalah asam valporat
dengan dosis 15 40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis
selama

1-2

tahun

setelah

kejang

terakhir

dan

dihentikan

bertahap selama 1-2 bulan.


12 Bagaimana edukasi yang tepat bagi orang tua dalam mencegah
.

dan menangani kejang pada anak ?


21

Saat terjadi kejang demam, orang tua tidak perlu panik. Beberapa
hal yang perlu diingat atau tindakan yang perlu diambil adalah :
1) Letakkan anak di tempat yang aman, misalnya di lantai atau
kasur. Pindahkan dari sekitar anak, semua benda yang
mungkin berbahaya atau dapat menimbulkan luka.
2) Kendorkan pakaian yang ketat, terutama di sekitar leher.
3) Jangan memasukkan apapun ke dalam mulut anak, misalnya
jari tangan, sendok, atau kayu.
4) Jangan mengguncang-guncang atau berusaha membangunkan
anak.
5) Jangan menahan tubuh anak yang kejang.
6) Jika anak sudah berhenti kejang, miringkan anak.
7) Catat lamanya kejang dan apa yang dialami anak selama
kejang. Catatan ini penting bagi dokter atau praktisi medis
untuk menilai kejang demam anak.
8) Setelah kejang berhenti, segera

bawa

anak

ke dokter,

puskesmas atau rumah sakit terdekat.


9) Jika kejang berlangsung lebih dari lima menit, penanganan
gawat darurat harus dilakukan segera untuk menghentikan
kejang. Jika memungkinkan, panggil segera petugas medis
untuk memberikan penanganan tersebut.
Penting diketahui orang tua bahwa :
-

Kejang demam umumnya mempunyai prognosis yang baik.

Anak tidak merasakan nyeri atau tidak nyaman selama kejang.

Kejang

yang

berlangsung

singkat

tidak

menyebabkan

kerusakan otak. Bahkan kejang yang berlangsung agak lama


hampir tidak pernah membahayakan.
-

Anak yang menderita kejang demam tumbuh sehat seperti


anak lainnya.

Kadang-kadang, jika anak pernah mengalami kejang yang


lama, orang tua perlu menyediakan diazepam rektal (diberikan
lewat anus) di rumah untuk mengantisipasi kejadian serupa di
waktu mendatang.
22

V.

Hipotesis
Colek, 11 bulan, menderita kejang demam kompleks karena
demam disertai pilek selama tiga hari.

VI.

Kerangka Konsep
Infeksi ekstrakranial

Demam (38 oC)

Metabolisme tubuh

Influks Ca2+

Kebutuhan glukosa & O2 Mekanisme inhibisi

Glukosa otak (sirkulasi 65%) Pelepasan GABA

ATP

Gangguan Na+/K+ pump

Gangguan keseimbangan ion

Depolarisasi

VII.

Keterbatasan Ilmu dan Learning


Issues
Potensial aksi
1. Kejang
2. Kejang demam
3. DD kejang demam

Eksitas > Inhibisi

Depolarisasi post sinaps

4. Gerak rangsang meningeal (GRM)


5. Refleks patologis
Faktor genetik

Kejang Demam

KDK (kejang 2x dalam 24 jam)

Kontraksi M. rectus superior Mata mendelik ke atas

23

Pokok

What

Pembahasa

What

I Know

I Dont

Kejang

Definisi

Etiologi

Klasifikasi

Patofisiologi

What I

Have

Will

Know

What I

To Prove

Tatalaksana

Edukasi bagi

orang tua

Prognosis

Kejang

Definisi

Etiologi

Tatalaksana

Klasifikasi

Mekanisme

Preventif

demam

Learn

(profilaksis)

Text book

Jurnal

Internet

Diagnosis

Komplikasi

Prognosis

DD kejang

Diagnosis

Gejala khas

demam

banding

pasti kejang

demam

Gerak

Definisi

Jenis

Identifikasi

rangsang

pemeriksaa

penyakit

meningeal
(GRM)

Interpretasi

Refleks

Definisi

Jenis

Identifikasi

pemeriksaa

kejang

demam

patologis

Diagnosis

24

BAB III
SINTESIS

3.1 Kejang

3.3.1 Definisi
Kejang adalah suatu bentuk manifestasi klinik akibat
lepas muatan paroksismal (mendadak) yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang tergangu
akibat suatu keadaan patologik. Klasifikasi kejang didasarkan
oleh pemeriksaan EEG, MRI, penilaian klinis dan anamnesis.
Dari hal tersebut, kejang diklasifikasikan menjadi 2 macam,
yaitu kejang parsial dan kejang generalisata berdasarkan
apakah kesadaran utuh atau lenyap.
Kejang parsial adalah kejang dengan kesadaran utuh
walaupun mungkin berubah; fokus di satu bagian tetapi dapat
menyebar ke bagian lain. Kejang parsial masih dibagi menjadi 2
macam, yaitu kejang parsial sederhana (kesadaran utuh) dan
kejang parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak
hilang).
Kejang parsial, diklasifikasikan menjadi berikut:
Kejang parsial sederhana; karakteristik kejang ini adalah
dapat bersifat motorik (gerakan abnormal unilateral),
sensorik (merasakan, membaui, mendengar sesuatu
yang abnormal), autonomik (takikardia, bradikardia,
takipneu, kemerahan, rasa tidak enak di epigastrium),
psikik

(disfagia,

gangguan

daya

ingat). Kejang ini

biasanya berlangsung kurang dari 1 menit.


25

Kejang parsial kompleks; merupakan jenis kejang yang


dimulai

sebagai

kejang

parsial

sederhana

dan

berkembang menjadi perubahan kesadaran yang disertai


oleh

gejala

motorik,

gejala

sensorik

otomatisme

(mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, menarik-narik


baju).

Beberapa

kejang

parsial

kompleks

mungkin

berkembang menjadi kejang generalisata. Kejang ini


biasanya berlangsung 1-3 menit.
Kejang generalisata adalah kejang yang melibatkan seluruh
korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan
awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang
terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang
berawal

sebagai

kejang

fokal.

Kejang

ini

memiliki

karakteristik tertentu, seperti hilangnya kesadaran, tidak


ada awitan fokal, bilateral dan simetrik serta tidak ada
aura. Kejang generalisata, diklasifikasikan menjadi berikut :
Kejang tonik-klonik, kejang ini memiliki karakteristik
spasme tonik-klonik otot, inkontinensia urin dan alvi,

menggigit lidah dan fase pascaiktus.


Kejang absence, kejang ini sering salah didiagnosis
sebagai melamun. Kejang ini memiliki karakteristik
seperti menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak
mata

bergetar

atau

berkedip

secara

cepat,

tonus

postural tidak hilang dan berlangsung dalam beberapa

detik.
Kejang

mioklonik,

kejang

ini

memiliki

karakteristik

seperti kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di


beberapa otot atau tungkai dan durasinya cenderung

singkat.
Kejang atonik, adalah bentuk kejang yang hilangnya
secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur

tubuh (drop attacks).


Kejang klonik, merupakan

suatu

bentuk

kejang

generalisata dengan gerakan menyentak, repetitive,


tajam, lambat dan tunggal atau multiple di lengan,
tungkai atau torso.
26

Kejang tonik, merupakan peningkatan mendadak tonus


otot (menjadi kaku, kontraksi) wajah dan tubuh bagian
atas; fleksi lengan dan ekstensi tungkai. Karakteristik
lain, misalnya mata dan kepala mungkin berputar ke
satu sisi, serta mungkin dapat menyebabkan henti
napas.

3.3.2 Etiologi

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi

patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada


otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit dan gejala
putus

alkohol

serta

obat

gangguan

metabolik,

uremia,

overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian


kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).
Intrakranial

Asfiksia : Ensefolopati hipoksik iskemik;

Trauma

(perdarahan)

Perdarahan

subaraknoid,

subdural, atau intra ventrikular;

Infeksi : Bakteri, virus, parasit;

Kelainan bawaan : Disgenesis korteks serebri, sindrom

zelluarge, Sindrom Smith Lemli Opitz.


Ekstrakranial

Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia,

hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K);

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat;

Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme

asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi


kernikterus.
Idiopatik

Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the

fifth day fits).

3.3.3 Patofisiologi

27

Gangguan
pompa Na - K

Gangguan

membran Gangguan
sel
keseimbangan ion

Depolarisasi

Potensial aksi
Pelepasan neurotransmiter

di ujung akson

Reseptor GABA & As. Glutamat

di pre sinap

Eksitasi > Inhibisi


Depolarisasi post sinap

KEJANG

3.2 Kejang Demam

3.2.1 Definisi

Kejang

Demam

(Febrile

Convulsion)

adalah

kejang pada bayi atau anak-anak yang terjadi akibat demam,


tanpa adanya infeksi pada susunan saraf pusat maupun
kelainan saraf lainnya. Seorang anak yang mengalami kejang
demam, tidak berarti dia menderita epilepsi karena epilepsi
ditandai dengan kejang berulang yang tidak dipicu oleh adanya
demam.

Hampir sebanyak 1 dari setiap 25 anak pernah

mengalami kejang demam dan lebih dari sepertiganya dari


28

anak-anak tersebut mengalaminya lebih dari 1 kali. Kejang


demam biasanya terjadi pada anak-anak yang berusia antara 6
bulan - 5 tahun dan jarang terjadi sebelum usia 6 bulan
maupun sesudah 5 tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kejang demam berulang :

Usia ketika pertama kali terserang kejang demam (kurang


dari 12 bulan).

Sering mengalami demam.

Riwayat keluarga yang juga menderita kejang demam. Jika


kejang terjadi segera setelah demam atau suhu tubuh relatif
rendah, maka besar kemungkinannya akan terjadi kembali
kejang demam.

tetapi

Kejang demam bisa membuat orang tua cemas,

sebetulnya

tidak

berbahaya.

Selama

kejang

berlangsung, ada kemungkinan anak akan mengalami cedera


karena terjatuh atau tersedak makanan maupun ludahnya
sendiri. Belum bisa dibuktikan bahwa kejang demam bisa
menyebabkan kerusakan otak. Penelitian menunjukkan anakanak yang pernah mengalami kejang demam memiliki prestasi
dan kecerdasan yang normal disekolahnya. 95 - 98% dari anakanak yang pernah mengalami kejang demam, tidak berlanjut
menjadi epilepsi. Tetapi beberapa anak memiliki resiko tinggi
menderita epilepsi, jika:

Kejang demam berlangsung lama.

Kejang hanya mengenai bagian tubuh tertentu.

Kejang demam yang berulang dalam waktu 24 jam.

Anak menderita cerebral palsy, gangguan pertumbuhan


atau kelainan saraf lainnya.

3.2.2 Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel

atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari


metabolisme.

Bahan

baku

untuk

metabolisme

otak

yang

terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi


dimana

oksigen

disediakan melalui

fungsi

paru-paru

dan
29

diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber


energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi glukosa
dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran yang

terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar


adalah ionik. Dalam keadaan normal atau pada saat sel saraf
mengalami potensial istirahat, membran sel dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh
ion (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion
Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terjadi sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar
sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut sebagai
potensial

membran

dari

sel

neuron.

Untuk

menjaga

keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan


bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat di permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya
perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular, rangsangan
yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau
aliran listrik dari sekitarnya, dan perubahan patofisiologi dari
membrane sendiri karena penyakit atau keturunan.

Demam adalah meningkatnya suhu tubuh diatas

nilai normal (36,5-37,2)0C dalam rentang waktu tertentu.


Penyebabnya paling banyak adalah infeksi pada anak-anak.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen
akan meningkat 20%. Pada anak-anak, sirkulasi otak mencapai
65% dari seluruh tubuh, dibandingkan pada orang dewasa yang
hanya 15%. Sehingga, kebutuhan otak akan glukosa dan O2
menurun karena tubuh berusaha menyuplai jaringan yang lain.
Glukosa sangat penting untuk sel saraf yang akan dirubah
menjadi ATP untuk kerja Pompa Na +-K+. Fungsi pompa tersebut
untuk mengembalikan keseimbangan distribusi Na + dan K+
setelah terjadi depolarisasi. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran
sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
30

K+ maupun ion Na+ melalui membran tersebut, dengan akibat


akan terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun

ke

sel-sel

neurotransmitter
keseimbangan

dan
ion

tetangganya
terjadilah

melalui

kejang.

menyebabkan

bantuan

Terganggunya

depolarisasi

neuron

(pelepasan muatan listrik berlebihan secara terus-menerus),


depolarisasi

tersebut

menjalar

secara

wajar

(pelepasan

neurotransmitter di ujung akson, menempel pada reseptor


GABA dan asam glutamat di presinap dan mengaktifkan
mekanisme inhibisi. Bila eksitasi lebih besar dari inhibisi maka
tercetuslah potensial aksi. Namun yang terjadi adalah gangguan
keseimbangan potensial aksi yang memasuki area sinaps
dimana

mekanisme

inhibisi

menurun

akibant

influks

Ca

menurun sehingga mengakibatkan eksitasi jauh lebih besar dari


inhibisi

yang

kemudian

mencetuskan

depolarisasi

neuron/depolarisasi potensial aksi yang akan dilepaskan dari


post-sinap menuju serabut saraf berikutnya.

Depolarisasi neuron ini menyebar luas ke seluruh

sel tubuh mengakibatkan suatu over-kontraksi involunteer pada


otot

yang

dinamakan

dikarenakan/didahului

oleh

kejang.
demam

Jika
maka

kejadiannya
disebut

kejang

demam. Gangguan kejang demam ini banyak terjadi pada


balita, hal ini disebabkan sistem elektrikal otak yang belum
sempurna untuk menghadapai dan mengatasi tekanan dari
temperatur yang tinggi (demam/hipertermia).

31

Patofisiologi mata mendelik ke atas :

Mata memiliki 3 pasang otot yang menggerakannya yaitu

satu pasang M. rectus superior dan inferior, satu pasang M.


rectus lateralis dan medialis dan satu pasang M. obliquus
superior dan inferior.

Ori

gio

An

Inse

rsio

Per

Fun
gsi

Men

nul

muk

gan

us

aan

gkat

ten

supe

korn

din

rior

ea

eu

bola

ke

mat

atas

co

dan

tepa

medi

mu

al

nis

post
32

pa

erior

da

terh

din

adap

din

taut

corn

po

eo-

ste

scler

rior

al

orb

ita
An

Per

Men

nul

muk

urun

us

aan

kan

ten

infer

korn

din

ior

ea

eu

bola

ke

mat

baw

co

ah

tepa

dan

mu

medi

nis

post

al

pa

erior

da

terh

din

adap

din

taut

corn

po

eo-

ste

scler

rior

al

orb

ita
An

Per

Mem

nul

muk

utar

us

aan

bola

ten

med

mat
33

din

ial

eu

bola

sehi

mat

ngg

co

tepa

korn

mu

ea

nis

post

men

pa

erior

gha

da

terh

dap

din

adap

ke

din

taut

medi

corn

al

po

eo-

ste

scel

rior

eral

orb

ita
An

Per

Mem

nul

muk

utar

us

aan

bola

ten

later

mat

din

al

eu

bola

sehi

mat

ngg

co

tepa

korn

mu

ea

nis

post

men

pa

erior

gha

da

terh

dap

din

adap

ke

din

taut

later

corn

al

po

eo-

ste

scel
34

rior

eral

orb

ita
Din

Mela

Mem

M.

din

lui

utar

Obli

troc

bola

quu

po

hlea

mat

ste

dan

Sup

rior

dilek

sehi

erio

orb

atka

ngg

ita

pada

korn

per

ea

muk

men

aan

gha

supe

dap

rior

ke

bola

baw

mat

ah

dan
later

Da

Per

al
Mem

M.

sar

muk

utar

Obli

orb

aan

bola

quu

ita

later

mat

al

Infe

bola

sehi

rior

mat

ngg

a,

prof

korn

und

ea

men

terh

gha

adap

dap
35

M.

ke

rect

atas

us

dan

later

later

alis

al

Apabila semua otot berkontraksi, maka otot-otot tersebut

satu sama lain akan mempertahan posisi yaitu tetap pada posisi
lurus, apabila diandaikan maka M. rectus superior berkontraksi
maka akan tertarik ke atas, tetapi M. rectus inferior juga
berkontraksi maka posisinya akan tetap lurus. Begitu juga
dengan M. rectus lateralis apabila berkontraksi maka akan bola
mata akan tertarik ke lateral, tetapi M. rectus medialis juga ikut
berkontraksi maka posisinya akan tetap lurus. Namun pada M.
obliquus inferior apabila berkontraksi maka ia akan menghadap
ke atas, begitu juga dengan M. obliquus superior yang berada di
bawah M.rectus superior ternyata apabila berkontraksi maka ia
juga akan menarik keatas. Oleh karena itu mata Colek mendelik
ke atas.

3.2.3 Manifestasi Klinis

Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh


yang terjadi secara tiba-tiba)

Kejang tonik-klonik atau grand mal

Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir


selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang
demam)

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang


biasanya berlangsung selama 10-20 detik)

Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan


berirama biasanya berlangsung 1-2 menit

Lidah atau pipinya tergigit

Gigi atau rahangnya terkatup rapat

Inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar


kesadarannya)
36

Gangguan pernafasan

Apneu (henti nafas)

Kulitnya kebiruan

Setelah mengalami kejang biasanya :

Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau


tertidur selama 1 jam atau lebih.

Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) sakit


kepala.

Mengantuk.

Linglung (sementara dan sifatnya ringan).

Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka


kemungkinan terjadinya cedera otak atau kejang menahun
adalah kecil.

3.2.4 Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang

pada seorang anak yang mengalami demam dan sebelumnya


tidak ada riwayat epilepsi. Suhu tubuh yang diukur dengan cara
memasukkan termometer ke dalam lubang dubur, menunjukkan
angka

lebih

besar

dari

38,90C.

Pemeriksaan

yang

biasa

dilakukan adalah :

EEG (perekaman aktivitas listrik di otak)

CT scan kepala

Pungsi lumbal

Pemeriksaan neurologist

3.2.5 Pengobatan

mengawasi

Orang
anaknya.

tua

sebaiknya

Untuk

tetap

mencegah

tenang

terjadinya

dan

cedera

sebaiknya anak dibaringkan di lantai atau tanah, singkirkan


benda-benda yang bisa melukai anak. Jangan menahan atau
menggendong anak selama kejang berlangsung. Supaya tidak
tersedak, baringkan anak dalam posisi miring atau telungkup.
Jangan memasukkan apapun kedalam mulut anak karena bisa
37

melukai dan menyumbat saluran pernafasan. Jika

kejang

berlangsung selama lebih dari 10 menit, anak harus segera


dibawa ke rumah sakit terdekat. Untuk mengatasi demam bisa
diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Aspirin sebaiknya tidak
digunakan untuk mengobati demam pada anak-anak karena
resiko terjadinya sindroma Reye. Penyebab demam harus
diobati.

3.2.6 Pencegahan

Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau

turun dengan cepat. Pada sebagian besar kasus, kejang terjadi


tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat
anti kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang
sering mengalami kejang demam. Tetapi hal ini sekarang sudah
jarang

dilakukan.

Kepada

anak-anak

yang

cenderung

mengalami kejang demam, pada saat mereka menderita


demam bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut
maupun rectal).

3.3 DD Kejang Demam

Kejang
Dema

En

M
sefalitis

Ton

ik/t
oni
kklo
nik
tan
pa
38

ger
ak
an
fok
al

Kes

Pe

Ta

Pe

np

nur

ad

nu

ara

ru

un

na

ga

an

ng

kes

ke

gu

ad

sa

an

ara

da

ke

ra

sa

da
ra

Ma

ta
me
nd
elik

Str

abi
39

sm
us

Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada Colek,

berupa anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat terlihat indikasi ke


arah kejang demam dengan menyingkirkan :
-

Meningitis karena hasil gerak rangsang meningeal (-).

Ensepalofitis tidak dipilih karena lama kejang biasanya > 1 jam


dan ukuran UUB membesar.

Tetanus karena pada tetanus akan terjadi kejang apabila ada


rangsangan tertentu dan pada saat kejang, penderita dalam
keadaan sadar.

Epilepsi karena umumnya epilepsi tidak disertai demam.

Sehingga

kemungkinan

kejang

yang

dialami

Colek

merupakan kejadian kejang demam dan tergolong kejang demam


kompleks karena frekuensi kejang terjadi 2x dalam 24 jam dan
beberapa kriteria lain yang mendukung.

3.4 Gerak Rangsang Meningeal (GRM)

Bila selaput otak meradang (misalnya pada meningitis)

atau di rongga subarakhnoid terdapat benda asing (misalnya darah,


seperti perdarahan subrakhnoid), maka hal ini dapat merangsang
selaput otak, dan terjadilah iritasi meningeal atau rangsang selaput
otak. Manifestasi subjektif dari keadaan ini adalah keluhan yang
dapat berupa sakit kepala, kuduk terasa kaku, fotopobia (takut
cahaya, peka terhadap cahaya) dan hiperakusis (peka terhadap
suara). Gejala lain yang dapat dijumpai ialah sikap tungkai yang
cenderung mengambil posisi fleksi dan opistotonus (opisto =
belakang, tonos = tegangan) yaitu kepala dikedikkan ke belakang
dan punggung melengkung ke belakang, sehingga pasien berada
dalam keadaan ekstensi karena terangsangnya otot-otot ekstensor
kuduk dan punggung. Opistotonus ini lebih sering dijumpai pada bayi
dan

anak

yang

menderita

meningitis,

misalnya

meningitis

tuberkulosa.
40

Selain itu, rangsang selaput otak dapat memberikan

beberapa gejala, diantaranya kaku kuduk, tanda Lasegue, Kernig,


Brudzinski I (Brudzinskis neck sign) dan Brudzinski II (Brudzinskis
contralateral leg sign).

3.4.1 Kaku Kuduk (Nuchal (Neck) Rigidity)

Kaku

kuduk

merupakan

gejala

yang

sering

dijumpai pada kelainan rangsang selaput otak. Kita jarang


mendiagnosis

meningitis

tanpa

adanya

gejala

ini.

Untuk

memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan hal berikut : tangan


pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang
berbaring, kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan
agar dagu mencapai dada. Selama penekukkan ini diperhatikan
adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan
tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk
dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat,
kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke
belakang. Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari
tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.

Pada pasien yang pingsan (koma) kadang-kadang

kaku kuduk menghilang atau berkurang. Untuk mengetahui


adanya kaku kuduk pada penderita dengan kesadaran yang
menurun, sebaliknya penekukkan kepala dilakukkan sewaktu
pernafasan

pasien

dalam

keadaan

ekspirasi,

sebab

bila

dilakukkan dalam keadaan inspirasi, biasanya (pada keadaan


normal) kita juga mendapatkan sedikit tahanan , dan hal ini
dapat mengakibatkan salah tafsir.

Selain dari rangsang selaput otak, kaku kuduk

dapat disebabkan oleh miositis otot kuduk, abses retrofaringeal,


atau artritis di servikal. Pada kaku kuduk oleh rangsang selaput
otak,

tahanan

didapatkan

bila

kita

menekukkan

kepala,

sedangkan bila kepala dirotasi, biasanya dapat dilakukan


dengan mudah dan umumnya tahanan tidak bertambah.
Demikian juga gerak hiperekstensi dapat dilakukan.
41

Hal ini mungkin tidak demikian pada kelainan lain

tersebut di atas. Untuk menilai adanya tahanan saat rotasi


kepala, letakkan tangan anda pada dahi pasien kemudian
secara lembut dan perlahan-lahan anda putar kepalanya dari
satu sisi ke sisi lainnya dan nilai tahanannya. Pada iritasi
meningeal, pemutaran kepala dapat dilakukkan dengan mudah
dan tahanan tidak bertambah. Untuk menilai keadaan ekstensi
kepala, angkat bahu pasien dan lihat apakah kepala dapat
dengan mudah jatuh ke belakang. Pada keadaan iritasi selaput
otak, tes rotasi kepala dan hiperekstensi kepala biasanya tidak
terganggu, sedangkan pada kelainan lain (misalnya miositis otot
kuduk, artritis servikalis, tetanus, penyakit Parkinson) biasanya
terganggu. Selain itu tanda Kernig positif pada rangsang selaput
otak, namun tidak demikian pada kelainan lain tersebut di atas.

3.4.2 Tanda Lasegue

Untuk pemeriksaan ini dilakukan hal berikut :


Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua
tungkainya.

Kemudian

satu

tungkai

diangkat

lurus,

dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggulnya. Tungkai


yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi
(lurus). Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70
derajat sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah
timbul rasa sakit dan tahanan sebelum kita mencapai 70
derajat, maka disebut tanda Lasegue positif. Namun demikian,
pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60
derajat. Tanda Lasegue positif dijumpai pada kelainan berikut :
rangsang selaput otak, iskialgia dan iritasi pleksus lumbosakral
(misalnya hernia nukleus pulposus lumbalis).
3.4.3 Tanda Kernig

Pada pemeriksaan ini, penderita yang sedang


berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai
membuat

sudut

90

derajat.

Setelah

itu

tungkai

bawah

diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat


melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara
42

tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan rasa
nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda
Kernig positif terjadi pada kelainan rangsang selaput otak dan
iritasi akar lumbosakral atau pleksusnya (misalnya pada HNPlumbal). Pada meningitis tandanya biasanya positif bilateral,
sedangkan pada HNP-lumbal dapat unilateral.

3.4.4 Tanda Brudzinski I ( Brudzinskis Neck Sign)

Untuk memeriksa tanda ini dilakukan hal berikut :


dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai
dagu

mencapai

dada.

Tangan

yang

satu

lagi

sebaiknya

ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya


badan.

Bila

tanda

mengakibatkan

Brudzinski

fleksi

kedua

positif,
tungkai.

maka

tindakan

Sebelumnya

ini

perlu

diperhatikan apakah tungkainya tidak lumpuh. Sebab jika


lumpuh, tentulah tungkai tidak akan difleksikan.

3.4.5 Tanda Brudzinski II (Brudzinskis Contralateral Leg Sign)

Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai


difleksikan pada persendian panggul, sedang tungkai yang satu
lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Bila tungkai yang
satu ini ikut pula terfleksi maka disebut tanda Brudzinski II
positif. Sebagaimana halnya dalam memeriksa adanya tanda
Brudzinski I, perlu diperhatikan terlebih dahulu apakah terdapat
kelumpuhan pada tungkai.

3.5Refleks Patologis

Babinsky
- Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke
-

anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki

lainnya
Chadock
- Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar
-

maleolus lateralis dari posterior ke anterior


Respon : seperti babinsky

43

Oppenheim
- Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
- Respon : seperti babinsky

Gordon
- Cara : penekanan betis secara keras
- Respon : seperti babinsky

Schaefer
- Cara : memencet tendon achilles secara keras
- Respon : seperti babinsky

Gonda
- Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
- Respon : seperti babinsky

Stransky
- Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5
- Respon : seperti babinsky

Rossolimo
- Cara : pengetukan pada telapak kaki
- Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal

Mendel-Beckhterew
- Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
- Respon : seperti rossolimo

Hoffman
- Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
- Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi

Trommer
- Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien
- Respon : seperti hoffman
Leri
- Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap

lengan diluruskan dengan bagian ventral menghadap ke atas


Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku

Mayer
- Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapak
-

tangan
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari

Sucking refleks
- Cara : sentuhan pada bibir
- Respon : gerakan bibir, lidah dan rahang bawah seolah-olah
menyusu

Snout refleks
- Cara : ketukan pada bibir atas

44

Respon : kontraksi otot-otot di sekitar bibir atau di bawah


hidung

Grasps refleks
- Cara : penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien
- Respon : tangan pasien mengepal

Palmo-mental refleks
- Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian

thenar
Respon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI.


Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Kumala, Poppy, Dyah Nuswantari. 2009. Kamus Saku Kedokteran


Dorland Edisi 25. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Volume 1 &


2 Edisi 6. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
45

Snell, Richard S. 2006. Neuroanatomi Edisi 5. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC.

Soetomenggolo, Talim S., Sofyan Ismael. 2000. Buku Ajar Neurologi


Anak. Jakarta : BP Ikatan Dokter Anak Indonesia.

46

Anda mungkin juga menyukai