Anda di halaman 1dari 60

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
Nama

: Ridho M Dianto

Dokter Pembimbing : dr. Hery Susanto, Sp.A

NIM

: 030.09.205

Tanda tangan

I.

IDENTITAS PASIEN
DATA
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan
Asuransi
No. RM

II.

PASIEN
An. S
4 thn
Laki-laki

AYAH
Tn. AP
28 Tahun
Laki-laki

IBU
Ny. H
26 tahun
Perempuan

Islam
Jawa
-

Islam
Jawa
SMA
Wiraswasta
Rp.2.500.000

Islam
Jawa
SMP
Ibu Rumah Tangga
-

3.000.000,Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung


BPJS PBI
767045

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada hari

Jumat, tanggal 21 Agustus 2015, pukul 09.30 WIB, di Ruang PICU RSU Kardinah Tegal.
a. Keluhan Utama
Kejang

b. Keluhan Tambahan
Demam, muntah, luka bakar pada kedua punggung kaki
c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien anak laki-laki berusia 4 tahun datang ke IGD RSUD Kardinah pada
tanggal 20 Agustus 2015 pukul 10.05 WIB dengan keluhan utama kejang. Kejang
sudah berlangsung 3 kali, dengan tiap serangan berdurasi <5 menit. Saat kejang, os
tampak kelojotan seluruh badan dan mengatupkan gigi nya, dimana diantara tiap
serangan os sadar dan menangis. Sebelum serangan kejang datang, os panas tinggi
sampai 40C (diukur dengan thermometer di rumah). Panas dirasakan sejak hari 4
hari sebelum os kejang. Saat panas, ibu os sudah mencoba memberikan Sanmol 1
sendok takar, namun panas turun dan anak naik lagi. Saat kejang ibu os merendam
kedua kaki anak nya di air panas dan malah menyebabkan luka bakar pada kedua
punggung kaki nya.
Ibu os juga mengeluhkan anak nya muntah muntah sebelum dibawa ke IGD.
Muntah kurang lebih 4 kali, berisi cairan. Nafsu makan os juga menurun, dan os
merasakan mual. Muntah dan mencret disangkal ibu pasien. BAB 1x tidak lembek
dan berwarna coklat. Menangis dan mengedan saat berkemih (-). BAK normal
seperti biasa. Makan dan minum baik.
Pada tanggal 21 Agustus saat dilakukan anamnesa di PICU, os sudah tidak
mengalami serangan kejang. Namun ibu os masih mengeluhkan panas tinggi yang
naik turun. Nafsu makan os juga masih kurang dikarenakan os masih merasa agak
mual. Sudah tidak muntah lagi, dan os belum BAB sejak masuk perawatan di PICU.
BAK lancar seperti biasa, dan tidak disertai nyeri berkemih.
Dalam perjalanan penyakitnya, os sudah tidak mengalami kejang lagi sampai
hari sabtu 22 Agustus 2015, lalu os di acc untuk dipindah rawat di ruang biasa
(puspanidra). Namun pada hari senin 24 agustus 2015, os kembali kejang, sesak
napas dan demam nya tinggi lagi, sehingga di pindah untuk kembali dirawat di
ruang PICU, disana kembali dilaukan berbagai pemeriksaan penunjang untuk
membantu menegakkan diagnosis daripada penyakit os.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sudah pernah mengalami kejang sebelum nya. Pada usia 3 tahun os
dirawat dengan keluhan yang sama, yaitu kejang berulang (2 kali serangan dalam
kurun 24 jam) dan di dahului dengan demam tinggi. Ibu os mengaku tiap serangan

kejang selalu di dahului dengan adanya demam tinggi. Tidak ada riwayat operasi,
riwayat trauma, riwayat alergi obat maupun makanan tertentu. Riwayat penyakit
lain, seperti asma, penyakit jantung, penyakit paru disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga di rumah yang mengalami hal yang sama seperti
pasien. Riwayat asma, kejang, penyakit jantung dan paru disangkal oleh ibu pasien.
f. Riwayat Lingkungan Perumahan
Kepemilikan rumah yaitu rumah orangtua ibu. Rumah berukuran 8 x 7 m,
beratap genteng, berlantai ubin, dan berdinding tembok. Rumah berisi 5 orang.
Dasar atap terpasang plafon. Kamar tidur berjumlah 3, kamar mandi berjumlah 2,
terdapat dapur dan ruang keluarga. Penerangan rumah bersumber listrik dan dan air
minum dari PAM. Jarak septic tank dengan rumah sekitar 6 meter. Limbah rumah
tangga tersalur di selokan di dalam rumah dengan aliran lancar. Selokan dibersihkan
sebulan sekali. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, lampu tidak
dinyalakan pada siang hari. Jika jendela dibuka maka udara dalam rumah tidak
pengap.
Kesan: Keadaan lingkungan rumah dan sanitasi baik, ventilasi dan
pencahayaan baik.
g. Riwayat Kebiasaan
Semenjak demam, ibu selalu menyediakan Sanmol di rumah untuk
mengantisipasi apabila os demam tinggi. Os selalu mencuci tangan sebelum makan
dan alat makan selalu di cuci apabila sudah di pakai.

h. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta, berpenghasilan kurang-lebih
Rp.2.500.000 - 3.000.000,- per bulan. Ibu pasien adalah ibu rumah tangga yang

tidak berpenghasilan. Ayah menanggung nafkah 2 orang yaitu 1 orang istri dan 1
orang anak. Biaya pengobatan ditanggung oleh

BPJS PBI.

Kesan: Riwayat sosial ekonomi kurang.


i. Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal
Ibu memeriksakan kehamilannya secara teratur dokter spesialis kandungan
sebulan sekali pada setiap kehamilannya. Mendapatkan suntikan TT 2x. Tidak
pernah menderita penyakit selama kehamilan, riwayat perdarahan selama kehamilan
disangkal, riwayat trauma selama kehamilan disangkal, riwayat minum obat tanpa
resep dokter dan jamu disangkal, riwayat demam selama kehamilan disangkal.
Kesan: Riwayat pemeliharaan prenatal baik.
j. Riwayat Persalinan
1.

Tempat kelahiran

: Rumah Bersalin

2.

Penolong persalinan

: Bidan

3.

Cara persalinan

: Pervaginam spontan

4.

Masa gestasi

: 9 bulan G1P0A0

5.

Air ketuban

: Jernih

6.

Berat badan lahir

: 3200 gram

7.

Panjang badan lahir

: 50 cm

8.

Lingkar kepala

: Ibu lupa

9.

Langsung menangis

: Langsung menangis

10. Nilai APGAR

: Ibu tidak tahu

11. Kelainan bawaan

: Tidak ada

12. Penyulit/ komplikasi

: (-)

Kesan: Neonatus aterm, lahir spontan, bayi bugar.

k. Riwayat Pemeliharaan Postnatal


Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di posyandu dan anak dalam
keadaan sehat.

Kesan: Riwayat pemeliharaan postnatal baik.


l. Corak Reproduksi Ibu
Ibu P2A0, anak pertama laki-laki usia 5 tahun, lahir spontan di RSU Kardinah
BBL 3000 kg PBL 48cm, kini anak dalam keadaaan sehat. Anak kedua usia 8 bulan
lahir spontan di RSU Kardinah BBL 3200 gram dengan PBL 50cm, yaitu pasien
sendiri.
m.Riwayat Keluarga Berencana
Ibu pasien mengaku saat ini menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan sekali.
n. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan
o Berat badan lahir 3200 gram, panjang badan lahir 50 cm.
o Berat badan sekarang 17 kilogram , tinggi badan sekarang 1022 cm
(Lihat pemeriksaan khusus)
Perkembangan
o Senyum

: 2 bulan

o Bolak balik badan

: 2 bulan

o Tengkurap

: 4 bulan

o Tumbuh gigi susu

: 5 bulan

o Mengoceh

: 5 bulan

o Mengangkat kepala

: 6 bulan

o Mulai Duduk

: 7 bulan

o Berdiri

: 8 bulan

o Berjalan

: 11 bulan

Kesan: Usia anak saat ini 4 tahun. Riwayat perkembangan anak baik sesuai
umur.

o. Riwayat Makan dan Minum Anak


Ibu memberikan anak ASI dari lahir sampai sekarang. Dari usia lebih dari 6
bulan telah diberikan pisang, biscuit, atau bubur 3x sehari pada pukul 10 pagi, siang
hari dan sore hari. Saat ini os makan seperti anggota keluarga lain nya, minimal 3
kali sehari dengan lauk pauk yang bervariasi. Nafsu makan dan minum pasien saat
ini masih baik.
Kesan: Kualitas makanan baik dan kuantitas makanan baik.

p. Riwayat Imunisasi
VAKSIN
DASAR (umur)
ULANGAN (umur)
BCG
2 bulan
DPT/ DT/HB
2 bulan
4 bulan 6 bulan
POLIO
0 bulan
2 bulan 4 bulan 6 bulan
CAMPAK
9 bulan
HEPATITIS B
0 bulan
1 bulan 6 bulan
HIB
Kesan: Imunisasi dasar lengkap, sudah dilakukan ulangan.

q. Silsilah keluarga

Laki laki

Perempuan

Pasien

Kesan : Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara dan tidak ada anggota
keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat, tanggal 21 Agustus 2015, pukul
10.30 WIB, di Ruang PICU RSU Kardinah Tegal.
a. Kesan Umum
Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

b. Tanda Vital
Nadi

: 130 x/menit, reguler, isi dan ketegangan cukup

Laju nafas

: 28 x/menit

Suhu

: 38,2C (aksila)

c. Data Antropometri
Berat badan sekarang

: 17 kg

Tinggi badan sekarang

: 102 cm

Lingkar kepala

: 50 cm

Status Internus
o Kepala

: Mesocephali, UUB datar, tegang -, moulage -

o Rambut

: Hitam, cukup lebat, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

o Mata

: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-),

mata cekung (-/-), refleks cahaya langsung/tidak langsung (+/+), pupil anisokor (-/-) air
mata (+/+)
o Hidung

: Bentuk normal, simetris, sekret (-/-), epistaksis (-)

o Telinga

: Bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-)

o Mulut

: Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-)

o Tenggorok

: Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, hiperemis (-), detritus (-),

granulasi (-).
o Leher

: Simetris, pembesaran KGB (-)

o Axilla

: Pembesaran KGB (-)

o Thorax

: Dinding thorax normothorax dan simetris

o Pulmo:

Inspeksi

Palpasi

: Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris, retraksi (-)


: Vocal fremitus simetris pada lapang paru kiri dan

kanan

Perkusi

: Sonor pada seluruh lapang paru kiri- kanan

Auskultasi

: Suara napas vesikuler di seluruh lapang paru kiri-kanan,

ronki (+/+), wheezing (-/-).


o Cor:

Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak.

Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS IV midklavikula sinistra.

Perkusi:
Batas atas

: Intercostalis II parasternal kiri

Batas Kanan : Intercostalis IV garis parasternal kanan


Batas Kiri

: Intercostalis V garis midclavicula kiri

Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).

o Abdomen

Inspeksi

: datar, distensi (-), simetris.

Auskultasi

: Bising usus (+) meningkat 7 kali/ menit, kuat

Palpasi

: supel, undulasi (-) ballotement (-), nyeri tekan (-)


Hepar teraba 2 jari dibawah arcus costa, Limpa tidak teraba
pembesaran

Perkusi

: Hipertimpani di ke 4 kuadran abdomen,


nyeri ketuk CVA (-/-)

o Inguinal

: Pembesaran KGB (-).

o Genitalia

: Jenis kelamin laki laki, tidak ada kelainan.

o Anorektal

: Tidak dilakukan pemeriksaan.

o Kulit

: Tidak ada efloresensi bermakna, ikterik (-).

o Ekstremitas:

Superior
Akral Dingin
-/Akral Sianosis
-/CRT
<2
Oedem
-/Tonus Otot
Normotonus
Trofi Otot
Normotrofi
Tampak combustion pada pedis dextra dan sinistra

Inferior
-/-/<2
-/Normotonus
Normotrofi

Status Neurologis
Kesadaran

: Compos Mentis

Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Brudzinsky II (-), Kernig (-), Laseq (-)
Refleks fisiologis:
-

Biceps +/+
Triceps +/+
Patella +/+
Achilles +/+

Refleks patologis:
-

Babinski -/Oppenheim -/Chaddok -/Schaeffer -/Klonus patella -/Klonus Achilles -/-

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium darah

Natrium
Kalium
Klorida

Laboratorium Darah 20 Agustus 2015


Hasil
Satuan
3
16,1 (H)
10 /ul
4,1
106/ul
10,8
g/dl
32,5 (L)
%
13,3
%
80,0
U
26,6
Pcg
33,2
g/dl
239
103/ul
Diff count
88,1 (H)
6,4 (L)
3,2
0 (L)
0,1
Elektrolit
131,3 (L)
Mmol/L
3,65
Mmol/L
108,0 (H)
Mmol/L

GDS

100

Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
RDW
MCV
MCH
MCHC
Trombosit

Laboratorium Darah 23 Agustus 2015 (pagi)


Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
7,0
103/ul
4,5 - 13,5
6,1 (H)
106/ul
3,8 - 5,6
16,4 (H)
g/dl
10,7 - 14,7
48,5 (H)
%
34 40
14,5
%
11,5 14,5
79,5
U
62 93
26,9
Pcg
25 40
33,8
g/dl
32 36
3
72 (L)
10 /ul
150 521

Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin

Laboratorium Darah 23 Agustus 2015 (sore)


Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
3,1 (L)
103/ul
4,5 - 13,5
4,2
106/ul
3,8 - 5,6
11,5
g/dl
10,7 - 14,7

Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
RDW
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinophil
Basophil

mg/dl

Nilai Rujukan
4,5 - 13,5
3,8 - 5,6
10,7 - 14,7
34 40
11,5 14,5
62 93
25 40
32 36
150 521
50- 70
25 40
25
24
01
136 145
3,3 5,1
98 - 106
70 - 140

Hematokrit
RDW
MCV
MCH
MCHC
Trombosit

33,8 (L)
13,6
79,5
27,1
34,0
41 (L)

%
%
U
Pcg
g/dl
103/ul

34 40
11,5 14,5
62 93
25 40
32 36
150 521

Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
RDW
MCV
MCH
MCHC
Trombosit

Laboratorium Darah 24 Agustus 2015 (pagi)


Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
3
9,6
10 /ul
4,5 - 13,5
5,9
106/ul
3,8 - 5,6
16,0 (H)
g/dl
10,7 - 14,7
46,1 (H)
%
34 40
13,6
%
11,5 14,5
78,2
U
62 93
27,2
Pcg
25 40
34,7
g/dl
32 36
20 (L)
103/ul
150 521

Natrium
Kalium
Klorida

Laboratorium Darah 24 Agustus 2015 (sore)


Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
6,1
103/ul
4,5 - 13,5
5,0
106/ul
3,8 - 5,6
13,3
g/dl
10,7 - 14,7
38,2
%
34 40
13,3
%
11,5 14,5
77,2
U
62 93
26,9
Pcg
25 40
34,8
g/dl
32 36
3
16 (L)
10 /ul
150 521
Elektrolit
125,4 (L)
Mmol/L
136 145
4,49
Mmol/L
3,3 5,1
97,7 (L)
Mmol/L
98 - 106

GDS

110

Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin

Laboratorium Darah 25 Agustus 2015 (pagi)


Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
8,1
103/ul
4,5 - 13,5
4,3
106/ul
3,8 - 5,6
11,6
g/dl
10,7 - 14,7

Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
RDW
MCV
MCH
MCHC
Trombosit

mg/dl

70 - 140

Hematokrit
RDW
MCV
MCH
MCHC
Trombosit

33,6 (L)
13,4
77,4
26,7
34,5
21 (L)

Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
RDW
MCV
MCH
MCHC
Trombosit

Laboratorium Darah 26 Agustus 2015 (pagi)


Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
7,8
103/ul
4,5 - 13,5
4,3
106/ul
3,8 - 5,6
11,4
g/dl
10,7 - 14,7
34,0
%
34 40
13,2
%
11,5 14,5
79,6
U
62 93
26,7
Pcg
25 40
33,5
g/dl
32 36
3
32 (L)
10 /ul
150 521

Pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
RDW
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Natrium
Kalium
Klorida

%
%
U
Pcg
g/dl
103/ul

34 40
11,5 14,5
62 93
25 40
32 36
150 521

Laboratorium Darah 27 Agustus 2015 (sore)


Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
3
4,6
10 /ul
4,5 - 13,5
6
2,7 (L)
10 /ul
3,8 - 5,6
7,4 (L)
g/dl
10,7 - 14,7
23,0 (L)
%
34 40
12,6
%
11,5 14,5
83,9
U
62 93
27,0
Pcg
25 40
32,2
g/dl
32 36
3
61 (L)
10 /ul
150 521
Elektrolit
123,6 (L)
Mmol/L
136 145
3,37
Mmol/L
3,3 5,1
91,5 (L)
Mmol/L
98 - 106

b. Foto thorax (25-8-2015)


Kesan: edema pulmo dengan efusi pleura dextra

V.

PEMERIKSAAN KHUSUS

Data Antropometri
Anak laki-laki usa 4 tahun.

Pemeriksaan Status Gizi


Pertumbuhan persentil anak menurut CDC adalah
sebagai berikut:

Berat badan sekarang : 17 kg


Tinggi badan sekarang : 102 cm
Lingkar kepala

: 50 cm

1. BB/U= 17/15 x100% = 113,3% (Berat badan normal


menurut umur)
2. TB/U = 102/102 x 100% = 1000% (Tinggi badan
normal menurut umur)
3. BB/TB = 17/15 x 100% = 113,3% (Gizi baik)
Kesan: Anak laki-laki usia 8 bulan, status gizi baik.

VI.

DAFTAR MASALAH
Kejang
Demam
Mual muntah
Sesak napas
Trombositopeni
Anemia normositik normokrom
Hiponatremi dan hypokalemia
Luka bakar pada pedis dekstra dan sinistra

VII. DIAGNOSIS BANDING


a. Kejang
Infeksi

: intracranial (meningitis.ensefalitis, meningoensefalitis)


Ektrakranial

(kejang

demam

kompleks)
Metabolic
Tumor

: SOL

Trauma

: Perdarahan

b. Demam, mual muntah, perubahan pada lab darah


DHF
Demam Thyphoid
c. Sesak napas
Pulmonal
Kardial
-

Efusi pleura
Edema paru
Asma
Pnemothoraks
Gagal jantung

d. Status gizi
Status gizi baik
Status gizi kurang
Status gizi buruk

sederhana,

kejang

demam

Status gizi lebih


VIII. DIAGNOSIS KERJA
a. Kejang demam kompleks
b. DSS
c. Efusi pleura dan oedem paru dextra
d. Combustio pedis dekstra dan sinistra
e. Status gizi baik
IX.

PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa

O2 5L/menit

IVFD RL 20 tpm

Inj. ceftriaxon 2x750 mg iv

Inj. Dexmethason 3x1/2 ampul iv

Inj. Ondancentron 3x1/2 ampul iv

Inj. Paracetamol 4x170 mg iv

p.o

Depakote 3x1 cth

Diazepam 3x2 mg

Perawatan luka bakar

b. Nonmedikamentosa

Tirah baring.

Edukasi mengenai penyakit yang diderita, terapi, dan komplikasi yang mungkin
dijumpai.

Diet :
Kalori yang dibutuhkan = 17 x 90 kkal = 1530 kkal
3 x bubur dengan sayur dan lauk

Total Kalori: 1530 kkal

Miinum seperti biasa


X.

Protein : 25,5 gram

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: Dubia Ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia Ad bonam


Quo ad functionam : Dubia ad bonam
XI.

SARAN PEMERIKSAAN
Laboratorium darah rutin ulang, pantau setiap hari
IgG dan IgM anti dengue
Widal
CT scan kepala
EEG

XII. PERJALANAN PENYAKIT


20 Agustus 2015
S

21 Agustus 2015

Hari Perawatan ke-0


Demam (+) kejang (-) muntah (-) S

Hari Perawatan ke-1


Demam (+) kadang menggigil, kejang

mencret (-) batuk (-) makan dan minum

(-) muntah (-) mencret (-) batuk (-)

baik,

makan dan minum baik, BAK normal,

BAK

normal,

luka

pada

punggung kaki kiri kanan


O

KU: CM, TSS

luka pada punggung kaki kiri kanan


O

KU: CM, TSS

TTV: HR 126x/m, RR 22x/m, S 38,7

TTV: HR 126x/m, RR 24x/m, S 38,7

C, BB 17 kg, SpO2 100%

C, BB 17 kg, SpO2 100%

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

(-)

(-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

dibawah arcus costa

dibawah arcus costa

Lien : tidak teraba pembesaran

Lien : tidak teraba pembesaran

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),

combustion pedis (+/+)

combustion pedis (+/+)OE (-/-)

Kejang demam kompleks

Hasil lab 20/8/15 terlampir


Kejang demam kompleks

Combustion pedis
Rawat inap

A
P

O2 5L/menit

Combustion pedis
IVFD RL 15 tpm
Oksigen bila perlu

IVFD RL 20 tpm

Terapi teruskan

Inj. ceftriaxon 2x750 mg iv

Diet 3x bubur

Inj. Dexmethason 3x1/2 ampul


iv

Inj. Ondancentron 3x1/2 ampul


iv

Inj. Paracetamol 4x170 mg iv

Depakote 3x1 cth

Diazepam 3x2 mg

Stesolid

10

mg

bila

kejang

Perawatan luka bakar

Cek darah lengkap, elektrolit,

GDS

22 Agustus 2015
S

23 Agustus 2015

Hari Perawatan ke-2


Demam (+) naik turun kejang (-) S

Hari Perawatan ke-3


Demam (+), kejang (-) muntah (-)

muntah (-) mencret (-) batuk (-) makan

mencret (-) batuk (-) makan dan minum

dan minum baik, BAK normal, luka

baik,

pada punggung kaki kiri kanan, BAB

punggung kaki kiri kanan

BAK

normal,

luka

pada

cair dengan ampas banyak, lender (-),


darah (-)
O

KU: CM, TSS

KU: CM, TSS

TTV: HR 126x/m, RR 22x/m, S 36,4

TTV: HR 126x/m, RR 23x/m, S 38,7

C, BB 17 kg, SpO2 100%

C, BB 17 kg

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

(-)

(-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

dibawah arcus costa

dibawah arcus costa

Lien : tidak teraba pembesaran

Lien : tidak teraba pembesaran

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),

combustion pedis (+/+)

combustion pedis (+/+)OE (-/-)

Kejang demam kompleks

Combustion pedis

Th/ lanjut

Acc pindah rung rawat biasa


(puspanidra)

Kejang demam kompleks

Combustion pedis
Th/ lanjut

Cek darah rutin ulang

24 Agustus 2015
S

25 Agustus 2015

Hari Perawatan ke-4


Demam (+) kejang (+) kesadaran S

Hari Perawatan ke-5


Demam (+), kejang (-) muntah (-)

menurun (+) sesak napas (+) muntah

mencret (-) batuk (-) kesadaran turun,

(-) mencret (-) batuk (-) makan dan

sesak (+)

minum baik, BAK normal, luka pada


punggung kaki kiri kanan, BAB cair
dengan ampas banyak, lender (-), darah
(-)
O

KU: Somnolen, TSS

KU: somnolen , TSS, tampak sesak

TTV: HR 126x/m, RR 40x/m, S 38,4

TTV: HR 61 x/m, RR 28x/m, S 36,8

C, BB 17 kg, SpO2 100%, retrksi (+)

C, BB 17 kg TD 104/64, retraksi (+)

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

(-)

(-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+) lemah, rh (-/-), wh

Toraks: SNV (+/+) lemah, rh (-/-), wh

(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

dibawah arcus costa

dibawah arcus costa

Lien : tidak teraba pembesaran

Lien : tidak teraba pembesaran

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas atas: AD (+/+), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),

Ekstremitas bawah: AD (+/+), OE (-/-),

combustion pedis (+/+)

CRT >2 dtk


combustion pedis (+/+)OE (-/-)

Hasil lab 23/8/15 terlampir


A

Kejang demam kompleks

Combustion pedis
P

DHF gr I
Advice

Hasil lab 24/8/15 terlampir


Kejang demam kompleks
Combustion pedis

DHF grade III


Th/ lanjut

Loading 300 cc, dilanjutkan

O2 2 LPM

dengan RL 20 tpm

Inj.lasix 3x15 mg

Stesolid supp 10 mg

Inj ranitidine 3x1/2 amp

Cek darah rutin post koreksi

Diet tunda

Pindah PICU

RO thorax AP dan RLD

Ulang lab darah

26 Agustus 2015
S

27 Agustus 2015

Hari Perawatan ke-6


Demam (+) kejang (-) sesak napas (+) S

Hari Perawatan ke-7


Demam (-), kejang (-) muntah (-)

muntah (-) mencret (-) batuk (-) makan

mencret (-) batuk (-) sesak (-) nyeri

dan minum baik, BAK normal, luka

perut (+) belum BAB 3 hari

pada punggung kaki kiri kanan, lemas


O

(+)
KU: Somnolen, TSS

KU: apatis , TSS, sesak berkurang

TTV: HR 95x/m, RR 32x/m, S 37 C,

TTV: HR 92 x/m, RR 32x/m, S 37,1

BB 17 kg, SpO2 100% TD : 94/60,

C, BB 17 kg TD 93/64, retraksi (+)

retraksi (+)

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

(-)

(-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+) lemah, rh (-/-), wh

Toraks: SNV (+/+) lemah, rh (-/-), wh

(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

dibawah arcus costa

dibawah arcus costa

Lien : tidak teraba pembesaran

Lien : tidak teraba pembesaran

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas atas: AD (+/+), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),

Ekstremitas bawah: AD (+/+), OE (-/-),

CRT <2 dtk

combustion pedis (+/+)

combustion pedis (+/+)OE (-/-)

Hasil lab 25/8/15 terlampir


A

Foto RO 25/8/15 terlampir


Kejang demam kompleks

Kejang demam kompleks


Combustion pedis

DSS

DSS

Edema paru, efusi pleura dekstra

Th/ lanjut

Edema paru, efusi pleura dekstra


Th/ lanjut

O2 2 lpm

RL 15 tpm

Inj. Mikasin 2x125 mg

O2 2 LPM

Diet dicoba minum

Diet 3x bubur

Ulangi lab darah rutin

Ulang ;ab darah rutin

Hari Perawatan ke-8


Demam (+) kejang (-) sesak napas (-)
muntah (-) mencret (-) batuk (-) makan
dan minum baik, BAK normal, luka
pada punggung kaki kiri kanan, lemas

Combustion pedis

28 Agustus 2015
S

Hasil lab 26/8/15 terlampir

(+) belum bisa BAB


KU: Somnolen,
TSS
TTV:
HR 95x/m,
RR 32x/m, S 37 C,
BB 17 kg, SpO2 100% TD : 106/60
Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang
(-)
Mata: CA (-/-), SI (-/-)
Toraks: SNV (+/+) lemah, rh (-/-), wh
(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari
dibawah arcus costa
Lien : tidak teraba pembesaran
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),

combustion pedis (+/+)

Hasil lab 27/8/15 terlampir


Kejang demam kompleks
Combustion pedis
DSS perbaikan

Edema paru, efusi pleura dekstra

Oksigen bila perlu

IVFD KaEn 3B 15 tpm

Inj. Lasix STOP

Inj. Mikasin 2x125 mg

Diet 3x bubur

ANALISIS KASUS
Pasien anak laki-laki usia 8 bulan, di diagnosis kejang demam kompleks, diare akut,
bronkiolitis dan status gizi baik. Dasar diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Kejang demam kompleks
Anamnesis

Kejang pada pagi hari berulang 3 kali, durasi < 5 menit, umum

Demam 1 hari sebelum kejang

Pemeriksaan Fisik

Suhu 38.2 C

Status Neurologis

Kesadaran

: CM

Rangsang meningeal

: Kaku kuduk (-), Brudzinsky II (-), Kernig (-), Laseq (-)

Refleks fisiologis:

Refleks patologis: sulit dinilai

Biceps +/+
Triceps +/+
Patella +/+
Achilles +/+

Babinski -/Oppenheim -/Chaddok -/Schaeffer -/Klonus patella -/Klonus achilles -/-

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium darah

Leukosit
Hematokrit
Trombosit

: 16,1 (H)
: 32,5 (L)
: 239 () g/dl

Dengue Shock Syndrome


Anamnesis

Demam lebih dari 3 hari

Kaki dan tangan dingin

Perdarahan spontan (-)

Mual muntah

Pemeriksaan Fisik

Suhu

: 37.0 C

Pernafasan

: 32 x/menit

Retraksi

: (+)

Hepatomegaly (+)

Akral dingin (+)

Penunjang

GDS : 100
Na : 131,3 (L) K : 2,63 Cl : 108.0 (H)

Lab darah : trombositopenia


Efusi pleura dekstra dan edema paru
Anamnesis

Sesak pada hari perawatan ke H+4

Pemeriksaan fisik
RR 32x/ menit
Retraksi (+)
Suara napas melemah
Pemeriksaan peunjang
Hasil pemeriksaan RO thoraks 258/15 kesan :edema paru dan efusi pleura dekstra
Combustion pedis dex-sin
Anamnesis
Kaki os di rendam di air panas saat kejang
Pemeriksaan fisik
Tampak combustion pada pedis dekstra sinistra
Pemeriksaan penunjang : (-)

TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
I.

Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium

(1)

. Kejang demam ini

terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan 5 tahun (2). Anak yang pernah mengalami kejang
tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam(4). Kejang
demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam(3). Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam(1). Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam kejang demam (4). Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih
dari 5 tahun mengalami kejang didahuluidemam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan
misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam (4). Definisi ini
menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau
ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam
karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat(3).
II.

Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan

Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira kira 20 % kasus merupakan kejang demam
kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 23 bulan) kejang
demam sedikit lebih sering pada laki laki(2).
III.

Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran

pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih(2).

IV.

Faktor Resiko
27

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam (3). Ada riwayat kejang
demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan
genetik

(1,3)

. Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus,

anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah, cepatnya anak mendapat kejang setelah
demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat
keluarga epilepsi(1,3).
Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya gangguan neurodevelopmental,
kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan, lebih
dari satu kali kejang demam kompleks(1).
V.

Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi

yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi
paru paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler (6). Jadi sumber energi otak adalah
glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air

(6)

. Sel dikelilingi oleh suatu

membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +)
dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar
sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na
K ATPase yang terdapat pada permukaan sel(6). Keseimbangan potensial membran ini dapat
dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b.Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan(6).
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%
- 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun,
28

sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang

(6)

. Tiap anak

mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 o C, sedangkan
pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 oC atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita kejang(6). Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin
arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia(1).
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya
terjadihipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran
darah yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul
edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak(6). Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam
yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi(6).

VI.

Klasifikasi

a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

29

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam(7). Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara
seluruh kejang demam(6). Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam sederhana,
kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat
infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya. Bila
dalam riwayat penderita pada umur umur sebelumnya terdapat periode - periode dimana anak
menderita suhu yangsangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang; maka pada kejang yang
terjadi kemudian harus berhati hati, mungkin kejang yang ini ada penyebabnya (2). Pada kejang
demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu sedang meningkat dengan mendadak,
sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam.
Agaknya kenaikan suhu yang tiba tiba merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan
kejang(2). Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik
klonik seperti kejang grand mal; kadang kadang hanya kaku umum atau mata mendelik
seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam
meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang
demamsederhana masih mungkin(2).
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam(7).
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari
2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 % kejangn
demam(4). Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial(4). Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan
kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak yang mengalami kejang
demam(4)
VII.

Manifestasi Klinik

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, misalnya
30

tonsilitis, otitis media kut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24
jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonikklonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf(6).
Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever).
Modifikasi kriteria Livingston(6):
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi
Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam(6).

VIII. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
31

gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan


misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

dilakukan

untuk

menegakkan

atau

menyingkirkan

kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %.Pada
bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitiskarena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
2. Bayi antara 12 18 bulan dianjurkan.
3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan

kemungkinan

kejadian

epilepsi

pada

pasien

kejang

demam.

Oleh

karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan


kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi
seperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

IX.

Diagnosis Banding

Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :


1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak
32

Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak)

(6)

Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti
otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotik
maka perlu pertimbangan pungsi lumbal (3).
X.

Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Saat Kejang (4)


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan lahan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau
dalam waktu 3 5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan
oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75
mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak
dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian
diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan caradan dosis yang sama
dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3
0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis
awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demamapakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
b. Pemberian Obat Pada Saat Demam (4)
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan
33

tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari. Meskipun jarang,
asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,
sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis
0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejangdemam.
3. Pemberian Obat Rumat (4)
a. Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salahsatu) :
1. Kejang lama > 15 menit.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.

Kejang demam > 4 kali per tahun.

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan
rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan
merupakanindikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan
bahwa anak mempunyai fokus organik.
b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan
terhadap kasus selektif dandalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan
34

saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,terutama yang berumur kurang dari 2
tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis asam valproat 15 40
mg/kgBB/hari dalam 2 3 dosis, dan fenobarbital 3 4mg/kgBB/hari dalam 1 2 dosis.
XI.

Edukasi Pada Orang Tua (4)


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang

sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangidengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.
Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (4)
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau
lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
Vaksinasi (4)
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang
mengalamikejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka
kejadian pascavaksinasi DPT adalah 6 9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan
setelahvaksinasi MMR 25 34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral
ataurektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter
anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian
35

XII.

Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian.
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian

kecacatan

sebagai

komplikasi

kejang

demam

tidak

pernah

dilaporkan.

Perkembanganmental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Penelitianlain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil
kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal(4). Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10
menit, diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap (2). Apabila tidak diterapi
dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi (3,5) :
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama.
2. EpilepsiResiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
3. Kelainan motorik
4. Gangguan mental dan belajar
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (4).
c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam (4)
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang
demam adalah :
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10
% - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama. (4)
36

Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :


a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6 %,
kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang
demam.

DENGUE SHOCK SYNDROME


Definisi
Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria
DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah
kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus
dengue, derajat paling berat, yang berakibat fatal. (1,2,3)
Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh
37

dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock
syndrome (DSS).

Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh
virus dengue, yang termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Virus
mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN4; dengan serotipe DEN-3 yang dominan di Indonesia dan paling banyak berkaitan
dengan kasus berat. Terdapat reaksi silang antara serotipe Dengue dengan Flavivirus
lainnya. Infeksi oleh salah satu serotipe Dengue akan memberikan imunitas seumur
hidup, namun tidak ada imunitas silang dengan jenis serotipe lain.

Epidemiologi
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka
kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai
saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan
adanya kejadian luar biasa.

38

Gambar 2. Distribusi Virus Dengue, Infeksi dan Daerah Epidemis


Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada
suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan
hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di
setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa
pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus
terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. (2)22

Penularan
Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
yang sebelumnya sudah menggigit orang yang terinfeksi dengue. Kedua jenis nyamuk ini
39

terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, terutama di tempattempat dengan ketinggian


kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Populasi nyamuk ini akan meningkat pesat
saat musim hujan, tetapi nyamuk Aedes aegypti juga dapat hidup dan berkembang biak pada
tempat penampungan air sepanjang tahun. Satu gigitan nyamuk yang telah terinfeksi sudah
mampu untuk menimbulkan penyakit dengue pada orang yang sehat.
Setelah seseorang digigit oleh nyamuk yang terinfeksi Dengue, virus akan mengalami
masa inkubasi selama 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Setelah itu, pasien akan mengalami gejala
demam akut disertai berbagai gejala dan tanda nonspesifik. Selama masa demam akut yang dapat
berlangsung 2-10 hari, virus Dengue dapat bersirkulasi di peredaran darah perifer. Jika nyamuk
A. aegypti lain menggigit pasien pada masa viremia ini, nyamuk tersebut akan terinfeksi dan
dapat mentransmisikan virus pada orang lain, setelah masa inkubasi ekstrinsik selama 8-12 hari.

Patogenesis
Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang
banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan
hipotesis immune enhancement.(1,2,3)
Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection.
Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang
telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk
kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit
terutama makrofag. Oleh karena antibody heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh
sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik)(1,2,3)
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigenantibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang

40

ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga


syok. (1,2,3)
Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma
kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi
pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik
dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai
potensi untuk menimbulkan wabah. (1,2)

41

Gambar 3. Patogenesis Syok pada DBD25


Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan
agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh
darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit
terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama
iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)
sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi stimulasi
trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID =
koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation
product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.(2,3)

42

Gambar 6. Patogenesis Perdarahan pada DBD26


Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.(2,3)

43

DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3 dan ke-7
sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi
imunologis, yang dasarnya sebagai berikut:

1) Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan
sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.
2) Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada
sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada
permukaan sel fogosit mononukleus.
3) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang
telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah
sel yang terinfeksi.
4) Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated
intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediatormediator
oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut
berupa monokin dan mediator lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen
dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah, serta
tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.

44

Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yang dianut Depkes, yaitu:
1. Silent dengue atau undifferentiated fever
2. Demam dengue, mencerminkan fase febris, dimana terjadi demam akut selama 2 7 hari
dengan dua atau lebih manifestasi: nyeri kepala, nyeri retro-orbita, mialgia, ruam kulit,
manifestasi perdarahan dan leukopenia. Trias demam dengue meliputi demam tinggi,
nyeri anggota badan, dan ruam kulit. Demam biasanya mencapai 39 40 C, dan demam
bersifat bifasik yang berlangsung 5 7 hari, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk
kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga tidak dijadikan tanda
patognomonik. Ruam kulit ditandai dengan kemerahan dan ercak merah yang menyebar
pada wajah, leher, dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan
makulopapular atau menyerupai demam skarlatina yang muncul pada hari ke-3 atau ke-4.
Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke -3 5) dan
berlangsung selama 3 4 hari. Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis
lainnya yaitu fotofobia, berkeringat, batuk, epistaksis, dan disuria.

Kelenjar limfe

servikal dilaporkan membesar pada 67 77% kasus atau dikenal sebagai Castelanis sign
yang bersifat patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain dapat menyertai. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan hitung leukosit biasanya normal saat awal demam
kemudian leukopenia hingga akhir periode demam; hitung trombosit masih normal,
demikian komponen faktor pembekuan. Ada beberapa kejadian biasanya sudah terjadi
trombositopenia; serum biokimia (enzim) biasanya normal.
3. Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) ditandai oleh 4 manifestasi
berikut; 1) demam tinggi, 2) perdarahan terutama pada kulit, 3) hepatomegali 4)
kegagalan sirkulasi. Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji torniket positif, memar dan
perdarahan pada tempat injeksi vena. Petekie halus tersebar di anggota gerak, muka,
aksila pada masa-masa awal demam. Epistaksis dan perdarahan membran mukosa,
misalnya gusi, jarang terjadi, sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih
jarang lagi kecuali jika renjatan tidak dapat diatasi. Hati biasanya teraba pada awal fase
demam, bervariasi mulai dari teraba 2 4 cm dibawa arkus costae kanan. Pembesaran
hepar tidak berhubungan dengan parahnya penyakit tapi sering ditemukan pada kasuskasus syok. Nyeri tekan pada daerah hepar terasa tetapi biasanya tidak memunculkan
45

ikterik. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang


hingga berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama yang menentukan
tingkat keparahan DBD dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma
(trombositopenia dan peningkatan kadar hematokrit). Tabel berikut ini memaparan gejala
klinis demam dengue dan DBD.
Tabel 1 Gejala Klinis demam dengue dan DBD

4. Sindroma Syok Dengue (Dengue Shock Syndrome), menggambarkan fase kritis dengue,
yaitu manifestasi klinis akibat kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan frekuensi nadi
yang cepat tapi isi lemah, tekanan nadi menyempit (<20 mmHg), hipotensi, akral dingin
dan lembab, serta letargi.

46

Gambar 1 Kelainan Utama pada DBD. Gambaran Skematis Kebocoran Plasma

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis yang akurat dan efisien adalah kepentingan utama dalam pelayanan klinis.
Metode diagnosis laboratoris untuk menentukan infeksi virus dengue meliputi deteksi adanya
virus, asam nukleat virus, antigen dan antibodi, atau kombinasi dari ketiga teknik ini. Setelah
onset penyakit, virus dapat dideteksi di dalam serum, plasma, dan sel-sel darah yang berirkulasi,
serta pada jaringan lain, selama 4 5 hari. Selama tahap pertama dari penyakit, isolasi virus,
asam nukleat atau deteksi antigen dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi. Di akhir fase
akut infeksi, serologi adaah metode pilihan untuk diagnosis.

47

Respon antibodi terhadap infeksi berbeda-beda tergantung dari status imun pejamu.
Ketika infeksi dengue terjadi pada individu yang belum pernah terinfeksi sebelumnya dengan
flavivirus atau terimunisasi dengan vaksin flavivirus, tubuh pasien akan mengalami respon
antibodi primer yang ditandai dengan peningkatan lambat dari antibodi spesifik. IgM merupakan
isotipe imunogloulin pertama yang muncul. Antibodi ini terdteksi 50% pada hari 3 -5 setelah
onset, meningkat 80% pada hari ke-5 dan 99% pada hari ke-10 (Gambar 3). Kadar IgM
memuncak kira-kira 2 minggu setelah onset gejala dan umumnya menurun hingga tak terdeteksi
pada 2 -3 bulan. IgG umunya dapat dideteksi pada kadar rendah di akhir minggu pertama sakit,
kemudian meningkat perlahan, dapat tetap berada di serum beberapa bulan, bahkan mungkin
seumur hidup.
Selama infeksi dengue sekunder (infeksi dengue pada pejamu yang telah terinfeksi sebelumnya
oleh virus dengue, atau kadang setelah vaksinasi atau infeksi flavivirus non-dengue), titer
antibodi meningkat dengan cepat dan bereaksi secara luas terhadap berbagai macam flavivirus.
Isotipe imunogloulin yang dominan ialah IgG yang terdeteksi pada kadar yang tinggi, bahkan
pada fase akut, dan bertahan hingga 10 bulan bahkan seumur hidup. Pada tahap penyembuhan
dini, kadar IgM secara signifikan lebih rendah pada infeksi sekunder dan mungkin tak terdeteksi
di beberapa kasus. Untuk membedakan infeksi primer atau sekunder dengue, rasio IgM/IgG
sekarang digunakan secara umum daripada uji hemoaglutinin-inhibisi (uji HI).

48

Gambar 2 Garis waktu infeksi virus dengue primer dan sekunder dan metode diagnostik
yang digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi
Secara umum, pemeriksaan dengan sensitivitas dan spesifisitas membutuhkan teknologi
kompleks dan ahli pada bidannya, sementara uji cepat (rapid test) dapat kurang senstif mauun
spesifik demi kecepatan. Isolasi virus dan deteksi asam nukleat lebih rumit dan mahal , namun
lebih spesifik daripada deteksi antibodi menggunakan metode serologi.
Infeksi dengue menghasilkan spekrum gejala yang luas, banyak diantaranya adalah tidak
spesifik. Maka dari itu, diagnosis berdasarkan gejala klinis tak dapat dipercaya. Sebelum hari-5
sakitm selama periode demam, infeksi dengue dapat didiagnosis oleh isolasi virus pada kultur
sel, oleh deteksi RNA virus, oleh nucleic acid amplification test (NAAT), atau oleh deteksi
antigen virus menggunakan ELISA atau rapid test. Isolasi virus dengan kultur sel membutuhkan
infrastruktur lengkap dan waktu yang lama. NAAT selalu dapat mendeteksi RNA virus dalam 24
48 jam, namun uji ini tetap membutuhkan peralatan dan reagen yang mahal, prosedur yang
49

berkualitas, dan pekerja yang ahli. Peralatan untuk mendeteksi antigen NS-1 kini tersedia dan
dapat digunakan di laboratorium dengan peralatan yang terbatas dan mengeluarkan hasil
laboratoris dalam beberapa jam. Deteksi antigen dengue cepat (rapid) dapat juga dilakukan di
lapangan dengan hasil kurang dari satu jam. Saat ini, metode ini kurang spesifik, mahal dan
sedang dalam tahap evaluasi mengenai biaya dan keakuratannya. Tabel berikut ini
memperlihatkan kesimpulan sifat dari metode diagnostik untuk infeksi dengue.
Tabel 2 Kesimpulan Sifat dan Perbandingan Biaya Metode diagnostik

Setelah hari-5 sakit, virus dengue dan antigen hilang dari darah, bersamaan dengan
munculnya antibodi-antibodi spesifik. Antigen NS1 dapat dideteksi pada beberapa pasien selama
beberapa hari setelah demam reda. Uji serologi dengue lebih banyak tersedia di negara-negara
endemis, daripada uji virologi. Transportasi spesimen bukanlah masalah karena imunoglobulin
stabil pada suhu tropis.

50

Untuk serologi, waktu pengumpulan spesimen lebih fleksibel daripada isolasi virus atau
deteksi RNA karena suatu respon antibodi dapat diukur dengan membandingkan sampel yang
dikumpul selama keadaan akut dengan sampel yang dikumpul saat berminggu-minggu atau
berbulan-bulan kemudian. Kadar yang rendah terhadap respon IgM yang terdeteksi atau sama
sekali tidak ada pada beberapa infeksi sekunder, menurukan keakuratan uji IgM ELISA.
Peningkatan empat kali lipat atau lebih kadar antibodi yang diukur oleh IgG ELISA atau dari uji
HI mengindikasikan infeksi flavivirus akut. Bagaimana pun, menunggu serum saat penyembuhan
atau saat pasien dipulangkan sangat tidak berguna untuk diagnosis dan penatalaksanaan.
Tabel 3 Keuntungan dan Keterbatasan Metode Diagnostik Infeksi Dengue

51

1. Isolasi virus. Spesimen dikumpulkan hanya pada saat sedang terjadi infeksi, selaa
periode viremia (sebelum hari-5). Virus dapat dijumpai di serum, plasma, dan sel-sel
mononuklear perifer, atau jaringan (hepar, paru, kelenjar getah bening, timus, dan
sumsum tulang). Karena dengue merupakan heat-labile, pengiriman sampel harus dengan
referigerator atau di dalam es. Kultur sel merupakan metode yang luas dipakai untuk
mengisolasi virus.
2. Deteksi Asam Nukleat. RNAbersifat heat-labile, maka untuk penyimpanannya harus di
dalam freezer. RT-PCR (Reverse Transcriptase-polymerase Chain Reaction) lebih sensitif
daripada isolasi virus, yaitu 80 100%. Positif palsu dapat terjadi jika kontaminasi saat
proses amplifikasi.
3. Deteksi antigen. Sampai sekarang, deteksi antigen dengue pada serum fase akut jarang
pada pasien dengan infeksi sekunder karena sudah memiliki antibodi IgG-virus
sebelumnya. Perkembangan baru dari ELISA dan dot blot assays yang fokus pada antigen
bagian membran atau envelop (E/M) dan protein non-struktural -1 (NS-1) menunjukkan
bahwa konsentrasi yang tinggi antigen-antigen ini dalam pembentukan kompleks imun
dapat terdeteksi pada pasien dengan infeksi primer maupun sekunder dengue hingga
sembilan hari setelah onset sakit. Glikoprotein NS-1 dihasilkan oleh flavivirus dan
disekresikan dari sel-sel mamalia. NS1 menghasilkan respon imun humoral yang kuat.
Banyak penelitian yang telah fokus menggunakan deteksi NS1 untuk diagnosis dini
infeksi virus dengue.
4. Tes serologi. MAC-ELISA (IgM antibody-capture enzyme-linked immunosorbent assay.
IgM total pada serum pasien ditangkap oleh antibodi spesifik anti rantai-u yang dilapisi
diatas mikroplate. Antigen spesifik dengue (DEN-1 hingga 4) terikat dengan IgM antidengue yang terperangkap tadi. Kemudian, terdeteksi oleh antibodi dengue monoklonal
atau poliklonal yang terkonjugasi dengan suatu enzim yang akan mengubah substat tak
berwarna menjadi produk berwarna, yang diukur melalui spektrometer. Serum, darah, dan
saliva dapat dijadikan sampel yang diambil 5 hari atau lebih setelah onset demam. MACELISA memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik namun hanya jika digunakan saat
lebih atau sama dengan 5 hari setelah onset demam. Banyak penelitian yang
menerangkan bahwa ELISA pada umumnya lebih baik performanya daripada rapid test.
Positif palsu dapat terjadi di serum pada pasien dengan malaria, leptospirosis, dan pasca
infeksi dengue.
52

IgG ELISA digunaka untuk mendeteksi infeksi dengue masa lampau atau sekarang.
Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi IgG di serum atau plasma dan sampel
darah filter dan bisa mengidentifikasi kasus infeksi primer atau sekunder.
Uji HI didasarkan atas kemampuan antigen dengue untuk menggumpalkan (aglutinasi)
sel darah merah. Antibodi anti-dengue di dalam serum dapat menghambat terjadinya
aglutinasi dan potensi inhibisi ini dapat diukur lewat uji HI. Sampel seru diberikan aseton
atau kaolin untuk menghilangkan inhibitor non-spesifik, dan kemudian di-adsorpsi
dengan sel darah merah golongan 0 untuk menghilangkan aglutinin yang tidak spesifik.
Secara optimal, uji HI membutuhkan serum yang diambil saat masuk RS (akut) an keluar
rumah sakit (sudah sembuh), atau dengan serum yang berbeda selama lebih atau sama
dengan tujuh hari. Respon terhadap infeksi primer ditandai oleh kadar rendah antibodi
pada serum fase akut (sebelum hari-5) dan peningkatan yang lambat dari titer antibodi HI
kemudian. Selama infeksi dengue sekunder, antibodi HI meningkat secara cepat, biasanya

melebihi 1 : 1280. Nilai yang lebih rendah dari ini umumnya diobservasi pada serum
pada masa penyembuhan dari pasien dengan respon primer.
5. Pemeriksaan Hematologi. Hitung trombosit dan hematokrit lazim diukur selama fase
akut infeksi dengue. Rendahnya kadar trombosit dalam darah dibawah 100.000 per uL
per hari dapat dijumpai pada demam dengue, namun hal ini merupakan tanda yang tetap

53

pada demam berdarah dengue (DBD). Trombositopenia biasanya dijumpai pada periode
antara hari-3 dan 8 menjelang onset sakit.
Hemokonsentrasi, yang ditandai dengan

peningkatan

hematokrit

>20%

yang

dibandingkan dengan masa penyembuhan, merupakan tanda hipovolemia karena


peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma.
6. Pemeriksaan Radiologis
-

Pemeriksaan foto roentgen dada, bisa didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan.
Pemeriksaan foto dada dilakukan atas indikasi dalam keadaan klinis ragu-ragu dan
pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan.

USG: untuk mendeteksi adanya asites dan juga efusi pleura.

Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO yang terdiri
dari kriteria klinis dan laboratoris, yaitu sebagai berikut:
Kriteria klinis :
1) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah,
nyeri pada punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari.
2) Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif*
, petekie,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.
3) Hepatomegali
54

4) Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi 20 mmHg, atau hipotensi
disertai gelisah dan akral dingin.
* Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada
tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila
ditemukan 10 atau lebih petekie per 2.5 cm2 (1 inci).
Kriteria laboratoris :
1) Trombositopenia ( 100.000/l)
2) Hemokonsentrasi (kadar Ht 20% dari orang normal)
Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup untuk
menegakkan diagnogsis kerja DBD.
Sindrom Syok Dengue
Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :
- Penurunan kesadaran, gelisah
- Nadi cepat, lemah
- Hipotensi
- Tekanan nadi < 20 mmHg
- Perfusi perifer menurun
- Kulit dingin-lembab.
Penentuan Derajat Penyakit
Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis
perlu ditentukan sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.(2,4)28
55

DD/DBD Derajat*
DD

DBD

Gejala

Laboratorium

Demam disertai 2 atau

Leukopenia

lebih tanda: sakit kepala,


Nyeri
retro-orbital,

Trombositopenia,

tidak

ditemukan

bukti

Mialgia, Atralgia.

kebocoran plasma.

Gejala di atas ditambah

uji bendung positif.


DBD

DBD

II

III

Gejala di atas ditambah

Trombositopenia
(<100.000/l), bukti ada

kebocoran plaasma.
Trombositopenia

perdarahan spontan.

(<100.000/l), bukti ada

Gejala di atas ditambah

kebocoran plaasma.
Trombositopenia

kegagalan

sirkulasi

(kulit dingin dan lembab

(<100.000/l), bukti ada


kebocoran plaasma.

serta gelisah).
DBD

IV

Syok

berat

disertai

Trombositopenia

dengan tekanan darah

(<100.000/l), bukti ada

dan nadi tidak terukur.

kebocoran plaasma.

Gambar 7. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue


Penatalaksanaan
1. Pada DSS segera beri infus kristaloid ( Ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20 ml/kgBB
secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 lt/mnt. Untuk DSS berat
(DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur) diberikan ringer laktat 20ml/kgBB
bersama koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam.
Periksa elektrolit dan gula darah.

56

2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap dilanjutkan1520ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (HES) sebanyak 10-20ml/kgBB,
maksimal 30ml/kgBB (koloid diberikan pada jalur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan
secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa
hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah. Pada syok berat (tekanan
nadi < 10 mmHg), penggunaan koloid (HES) sebagai cairan resusitasi inisial memberi hasil
perbaikan peningkatan tekanan nadi lebih cepat.

3. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit, tekanan nadi >
20mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB. Volume
10ml/kgBB/jam dapat tetap dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis stabildan hematokrit
menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjdi 7ml/kgBB sampai keadaan klinis dan
hematokrit stabil kemudian secara bertahap cairan diturunkan 5ml dan seterusnya3ml/kgBB/jam.
Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, nadi,
tekanan darah, jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin >1ml/kgBB, BD urin <1,020) dan
pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.

4. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi masih >40 vol
% berikan darah dalam volume kecil10ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan masif,berikan
darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/kgBB/jam. Pemasangan CVP
(dipertahankan 5-32 cmH2O) pada syok berat kadang-kadang diperlukan, sedangkan
pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.

5. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan dan
pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal (>10cmH2O), maka
diberikan dopamin.

57

58

Indikasi Pulang
- 24 jam tidak pernah demam tanpa antipiretik
- secara klinis tampak perbaikan
- Nafsu makan baik
- Nilai Ht stabil
- Tiga hari sesudah syok teratasi
- Tidak ada sesak nafas atau takipnea
- Trombosit 50.000/l.

Komplikasi
o Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok ataupun tanpa syok.
o Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.
o Edema paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan.

59

60

Anda mungkin juga menyukai