Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah


Pembangunan sektor industri saat ini merupakan salah satu andalan dalam

pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan tenaga


kerja, peningkatan pendapatan dan pemerataan pembangunan. Disisi lain kegiatan
industri dalam proses produksinya selalu disertai faktor-faktor yang mengandung
risiko bahaya dengan terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat kerja.
Garis-Garis Besar Haluan Negara (1993), menegaskan bahwa perlindungan
tenaga kerja meliputi hak keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta jaminan sosial
tenaga kerja yang mencangkup jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan,
jaminan terhadap kecelakaan, jaminan kematian, serta syarat-syarat kerja lainnya.
Amanat GBHN ini menuntut dukungan dan komitmen untuk perwujudannya melalui
penerapan K3 yang disebabkan sebagai landasannya, disamping Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Upaya K3 telah dimantapkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan
kewajiban pengusaha menyelenggarakan upaya K3 untuk melindungi tenaga kerja
dari potensi bahaya yang dihadapinya.
Setiap ancaman terhadap keselamatan dan kesehatan kerja harus dicegah.
Karena ancaman seperti itu akan membawa kerugian baik material, moril maupun

Universitas Sumatera Utara

waktu terutama terhadap kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Perlu disadari


bahwa pencegahan terhadap bahaya tersebut jauh lebih baik daripada menunggu
sampai kecelakaan terjadi yang biasanya memerlukan biaya yang lebih besar untuk
penanganan dan pemberian kompensasinya. Mengingat kegiatan sektor industri tidak
terlepas dengan penggunaan teknologi maju yang dapat berdampak terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja terutama masalah penyakit akibat kerja (Markanen,
2004).
Angkatan kerja Indonesia diperkirakan berjumlah 95,7 juta orang, terdiri dari
58,8 juta tenaga kerja laki-laki dan 36,9 juta tenaga kerja perempuan. Sekitar 44
persen dari total angkatan kerja bekerja di sektor pertanian dan lebih dari 60 persen
bekerja dalam perekonomian informal (Depkes, 2006). Data Jamsostek menunjukan
bahwa rata-rata persentase kecelakaan yang terjadi akibat hubungan kerja sebesar
15,65% setiap tahunnya, sedangkan rata-rata peningkatan jumlah tenaga kerja setiap
tahunnya hanya 6,12 %. Rata-rata peningkatan biaya jaminan kecelakaan yang
dialokasikan setiap tahunnya sebesar 23,52 dan rata-rata peningkatan biaya jaminan
per kecelakaan sebesar 9,41 % (Jamsostek, 2006).
Data dari Jamsostek (2007), menunjukan 64.189 kasus kecelakaan terjadi
akibat interaksi pekerja dengan mesin dan peralatan, 3.081 kasus kecelakaan terjadi
akibat penggunaan bahan-bahan berbahaya, 20.770 kasus kecelakaan terjadi akibat
faktor lingkungan kerja, 7.719 kasus kecelakaan terjadi akibat faktor lain.

Universitas Sumatera Utara

Di antara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang telah


memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang sistem
manajemen K3 khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang berisiko tinggi.
Peraturan tersebut menyebutkan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan 100
karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau bahan produksinya mengandung
bahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran,
pencemaran dan penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan
sistem manajemen K3. (Peraturan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No:
PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
Pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada dasarnya
merupakan tanggung jawab para manajemen yang wajib memelihara kondisi kerja
yang selamat sesuai dengan ketentuan pabrik (Silalahi, 1991). Penerapan Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja secara komprehensip merupakan cara pencegahan
yang efektif. Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian
dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif (Permenaker PER.05/MEN/1996).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Budiono (2003), manajemen harus menunjukkan komitmen terhadap


keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan menyediakan sumber daya yang
memadai untuk mengelola K3 secara terstruktur dan sistematis. Komitmen ini
dibuktikan dengan adanya kebijakan (pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh
pengusaha); (1) untuk menciptakan tempat kerja yang aman (safe), (2) mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, (3) meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja, dan (4) memenuhi peraturan yang berlaku.
Pelaksanaan manajemen K3 adalah salah satu bentuk upaya yang ditujukan
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
(Depkes RI, 2002).
Perilaku pekerja tentang K3 menentukan tingkat keberhasilan pencapaian
tujuan penerapan MK3. Hasil penelitian Salawati (2009) menunjukan adanya
hubungan antara perilaku tenaga kesehatan terhadap penerapan Manajemen K3 di
Rumah Sakit zainal Abidin Banda Aceh.
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah segala aktivitas manusia, baik dapat
diamati secara langsung atau tidak langsung (Notoatmodjo, 1997). Benyamin Bloom
(1908) dalam Soekidjo Notoatmodjo (2003), membagi perilaku manusia dalam 3
domain yaitu pengetahuan (domain kognitif), sikap (domain afektif) dan tindakan
(domain psikomotorik).

Universitas Sumatera Utara

Notoatmojo (2003), mendefinisikan pengetahuan sebagai hasil penginderaan


manusia, atau hasil tau seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya
(mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Azwar (2000), menyatakan bahwa sikap
merupakan suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk
menyesuaikan diri dalam situasi sosial. Tindakan adalah mewujudkan sikap menjadi
suatu perbuatan nyata (Notoatmodjo, 2003).
PT. Gold Coin Indonesia merupakan perusahaan swasta PMA (Penanaman
Modal Asing) yang bergerak di industri pakan ternak. PT. Gold Coin Indonesia
memiliki tenaga kerja sebanyak 225 orang sehingga berkewajiban untuk merapkan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Pasal 3 Permenaker No.
05/Men/1996).
PT. Gold Coin Indonesia sudah menerapkan manajemen K3 di lingkungan
perusahaan sejak tahun 2004 dan belum memperoleh sertifikasi SMK3. Pihak
perusahaan belum pernah mengundang badan audit independen (auditor eksternal)
untuk melakukan audit SMK3. Perusahaan hanya melakukan proses audit internal
yang dilakukan oleh pengurus yang memiliki kualifikasi auditor, yaitu minimal
tamatan D3, memiliki sertifikat Ahli K3 Umum, dan telah lulus diklat auditor internal
SMK3. Menurut

Permenaker No. 05/Men/1996, perusahaan wajib membuktikan

keberhasilan penerapan SMK3 dengan melakukan audit eksternal setiap 3 tahun dan
melakukan audit internal setiap tahunnya. Hasil audit internal 3 tahun terakhir (2007

Universitas Sumatera Utara

2010) menunjukkan grafik hasil penerapan Manajemen K3 yang cenderung tidak


terjadi peningkatan (stagnan).
Berdasarkan hasil survey pendahuluan, peneliti menemukan banyak perilaku
pekerja yang tergolong unsafe action, seperti sering tidak menggunakan APD yang
telah disediakan perusahaan pada saat sedang bekerja, tidak mematuhi rambu-rambu
K3 yang dipasang di lingkungan kerja. Perilaku pekerja yang negatif menjadi salah
satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Data perusahaan menunjukan pada tahun
2008 terdapat 83 kasus kecelakaan, tahun 2009 terdapat 87 kasus kecelakaan, dan
sampai bulan April 2010 terdapat 25 kasus kecelakaan. Sebagian besar kecelakaan
terjadi karena perilaku pekerja yang tidak mematuhi prosedur kerja.
Banyaknya kasus-kasus diatas memberikan pengertian bahwa upaya
penerapan manajemen K3 yang dilakukan belum optimal. Hal ini tentu tidak terlepas
dari peranan manajemen, tenaga kerja, maupun kondisi peralatan dan mesin. Pekerja
sebagai suatu unsur yang sangat penting dalam upaya melaksanakan K3 secara
optimal. Pendayagunaan pekerja dapat dilakukan dengan cara memberikan berbagai
bekal yang berkaitan dengan K3, sehingga dapat membentuk perilaku yang benar
terhadap K3.
Berdasarkan uraian diatas, tergambar bahwa meskipun perusahaan sudah
menerapkan manajemen K3 namun hasilnya masih belum optimal. Apakah ini
dipengaruhi oleh perilaku pekerja yang negatif terhadap upaya memelihara dan
meningkatkan K3 dan mempengaruhi dukungannya terhadap penerapan manajemen

Universitas Sumatera Utara

K3. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti Pengaruh Perilaku
Pekerja terhadap Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) di
PT. Gold Coin Indonesia.

1.2

Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini

adalah bagaimana pengaruh perilaku pekerja (pengetahuan, sikap dan tindakan)


terhadap penerapan MK3 di PT. Gold Coin Indonesia.

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis

pengaruh perilaku pekerja terhadap penerapan MK3 di PT. Gold Coin Indonesia.

1.4

Hipotesis
Ada pengaruh perilaku pekerja terhadap penerapan MK3 di PT. Gold Coin

Indonesia.

1.5

Manfaat Penelitian

a.

Sebagai bahan masukan bagi pihak manajemen perusahaan akan pentingnya


perilaku pekerja terhadap penerapan MK3 secara optimal.

Universitas Sumatera Utara

b.

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dan


pengembangan untuk penelitian sejenis secara berkelanjutan.

c.

Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan serta


sebagai studi perbandingan antara teori dengan kenyataan yang terjadi di
perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai