Anda di halaman 1dari 2

Pantaskah Istilah Autis Digunakan Sebagai Olokan ???

Istilah Autis mungkin sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita, bahkan tak jarang pula
sebagian dari kita menggunakan istilah Autis untuk memperolok
seseorang yang selalu
asyik dengan kegemarannya dan bahkan cenderung
menyebabkan orang tersebut tidak peduli dengan orang
atau
hal-hal yang terjadi di sekelilingnya. Entah tau atau tidak apa
sebenarnya arti kata autis dan apakah autisme itu, namun pada
kenyataanya banyak sekali orang menyebut kata autis sebagai
suatu
candaan atau bahan olokan di antara kita dalam percakapan
sehari-hari atau dalam komentar-komentar di dunia maya.
Namun, apakah sebenarnya autis atau autisme itu....???.
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang yang sejak lahir ataupun saat masa
balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang
normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitif,
aktivitas, dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Yayasan Peduli Autisme
Indonesia yang dituliskan dalam blognya, Autisme adalah gangguan perkembangan kompleks
yang gejalanya harus sudah muncul sebelum anak berusia 3 tahun. Gangguan neurologi pervasif ini
terjadi pada aspek neurobiologis otak dan mempengaruhi proses perkembangan anak. Akibat
gangguan ini sang anak tidak dapat secara otomatis belajar untuk berinteraksi dan berkomunikasi
dengan lingkungan sekitarnya, sehingga ia seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.
Kebanyakan anak-anak dengan autisme menyukai suatu pola repetitif tertentu. Misalnya,
duduk sambil memajukan dan memundurkan badannya berulang-ulang, tiada henti memutar-mutar
jarinya di dalam gelas, atau perilaku berulang lainnya. Selain itu, mereka kadang terikat pada suatu
perilaku obsesif. Misalnya, suka sekali mengurutkan mainannya menjadi suatu barisan,
menempatkan segala sesuatunya pada tempat-tempat tertentu dan tidak boleh berubah, atau dalam
kegiatan makan memiliki pola urutan tertentu yang tidak boleh diganggu. Apabila dua bentuk
perilaku tersebut (repetitif dan obsesif) terganggu, bisa jadi anak-anak ini marah dan tidak
terkendali emosinya. Selain itu, kesulitan berkomunikasi yang mereka alami menyebabkan mereka
seperti terisolasi dalam dunianya sendiri. Secara umum, orang-orang memandang penderita autis
adalah orang yang sibuk dengan dunianya sendiri, tidak bisa bersosialisasi, tidak bisa
berkomunikasi dengan lingkungannya. sebagian pandangan itu benar. Namun perlu digaris bawahi
bahwa Autis atau autisme bukanlah sebuah penyakit, melainkan sebuah kondisi dimana seorang
individu mengalami gangguan perkembangan terutama dalam hal interaksi dan komunikasinya.
Akan tetapi, pernahkah terpikir oleh teman-teman bahwa mereka tidak pernah mau
dilahirkan dengan kondisi seperti itu...??? Suatu kondisi yang kita anggap beda dengan kebanyakan
kita, suatu kondisi yang pelik dan terkadang sulit dipahami oleh sebagian besar dari kita juga. Lalu,
pernahkah teman-teman memposisikan diri sebagai orang tua anak dengan autisme.....??? Tahukah
teman-teman perasaan mereka....??? Tahukah teman-teman bagaimana perjuangan mereka agar
buah hatinya bisa tumbuh dan berkembang seperti anak-anak pada umumnya....??? Tahukah betapa
nelangsanya hati mereka ketika mendengar istilah yang menggambarkan kondisi anak mereka(red.
Autis) dijadikan sebagai olokan...???.
Orang tua mana yang tidak sedih melihat kondisi anaknya seperti itu, dan bahkan dapat
dipastikan tidak ada satu pun orang yang mau mengalami kondisi tersebut. Jadi, alih-alih membuat
hal ini semakin buruk, lebih baik kita berfikir sekali lagi Pantaskah Istilah Autis Digunakan

Sebagai Olokan...???. Mari bersikap positif, hentikan kebiasaan buruk tersebut, stop penggunaan
kata autis sebagai bahan olokan....!!!. Hargai orang lain bagaimanapun kondisinya dengan
menanamkan empati terhadap sesama, sehingga akan mengingatkan kita untuk senantiasa bersyukur
kepada Yang Kuasa atas apa yang kita miliki sekarang dan menjauhkan diri dari rasa sombong yang
menganggap diri kita paling sempurna dibandingkan orang lain. Mari belajar menempatkan diri
untuk selalu menjaga ucapan dan perilaku agar tidak menyakiti sesama, dan yang terpenting berfikir
dahulu sebelum berucap.(FH)

Anda mungkin juga menyukai