Pemeriksaan fisik
Tujuan: Mengamati sifat fisik urin
Pemeriksaan kimiawi
1) Derajat keasaman (pH)
Tujuan: Menentukan pH urin
2) Uji Benedict semikuantitatif
Tujuan: Menentukan kadar glukosa urin secara semikuantitatif
3) Uji Heller
Tujuan: Menentukan adanya protein secara kualitatif di dalam urin
4) Uji Koagulasi Panas
Tujuan: Menentukan adanya protein secara kualitatif di dalam urin
5) Uji Gerhardt
Tujuan: Mengetahui adanya asam asetoasetat dalam urin
6) Uji Rothera
Tujuan: Membuktikan adanya badan keton di dalam urin
7) Percobaan kreatinin urine
Tujuan: Menentukan kreatinin urin sebatas kualitatif
8) Pemeriksaan urobilinogen
Tujuan: Menentukan urobilinogen dalam urin
9) Uji Fehling
Tujuan: Menentukan karbohidrat dalam urin
10) Uji Gmelin
Tujuan: Menentukan adanya pigmen empedu
HASIL PERCOBAAN
Hasil Pemeriksaan Fisik Urin
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Volume
Warna
100 ml (sekali)
100 x 15 = 1500 ml (sehari)
Kuning muda
Buih
Berbuih putih
Kekeruhan
Tidak keruh
Keterangan
Bau
Derajat keasaman
Reaksi Uji
Hasil Pengamatan
Kesimpulan
Hasil Pengamatan
Kesimpulan
Uji Heller
Reaksi Uji
Hasil Pengamatan
Kesimpulan
Hasil Pengamatan
Kesimpulan
Hasil Pengamatan
Kesimpulan
Hasil Pengamatan
Kesimpulan
Urin praktikan
Sampel
Uji Gerhardt
Reaksi Uji
Urin praktikan
Sampel
Uji Rothera
Reaksi Uji
Urin praktikan
Sampel
Uji Kreatinin
Reaksi Uji
Hasil Pengamatan
Kesimpulan
Hasil Pengamatan
Kesimpulan
Hasil Pengamatan
Kesimpulan
Hasil Pengamatan
Kesimpulan
Urin praktikan
Sampel
Uji Urobilinogen
Reaksi Uji
Urin praktikan
Sampel
Uji Fehling
Reaksi Uji
Urin praktikan
Sampel
Uji Gmelin
Reaksi Uji
Urin praktikan
Sampel
HASIL PEMBAHASAN
Urin merupakan keluaran akhir yang dihasilkan ginjal sebagai akibat kelebihan urine dari
penyaringan unsur-unsur plasma (Frandson, 1992). Urine atau urin merupakan cairan sisa
yang diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
urinasi. Eksreksi urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang
disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urine disaring di dalam
ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui
uretra (Ningsih, 2012). Proses pembentukan urin di dalam ginjal melalui tiga tahapan yaitu
filtrasi (penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan augmentasi (penambahan)
(Budiyanto, 2013).
1. Pemeriksaan Fisik:
1) Volume Urin
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urin seperti umur, berat badan, jenis
kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas orang yang
bersangkutan. Rata-rata didaerah tropik volume urin dalam 24 jam antara 800-1300
ml untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urin selama 24 jam lebih dari 2000
ml maka keadaan itu disebut poliuri. Bila volume urin selama 24 jam 300-750 ml
maka keadaan ini dikatakan oliguri, keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea,
muntah-muntah, deman edema, nefritis menahun.
Anuri adalah suatu keadaan dimana jumlah urin selama 24 jam kurang dari 300 ml.
Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal.
2) Warna Urin
a) Transparan
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
3) Buih Urin
Pada urin normal yang baru saja dikeluarkan tidak akan langsung menimbulkan buih
namun jika dikocok akan menimbulkan buih putih. Pada urin yang baru saja
dikeluarkan langsung membentuk buih putih maka urin tersebut mengandung protein.
Pada urin yang berbuih kuning maka urin tersebut mengandung bilirubin.
Urin yang berbusa bisa jadi tanda yang sangat awal adanya proteinuria (terkadang
disebut albuminuria), terbentuknya garam-garam empedu atau protein albumin dalam
uri. Proteinuria adalah tanda adanya kerusakan ginjal dan penyakit jantung; terutama
pada pasien yang mengidap diabetes atau hipertensi. Atau tanda awal dari sindrom
nefrotik, sebuah gangguan serius di mana sistem penyaring ginjal bisa rusak karena
infeksi virus, diabetes dan lupus. Atau tanda dari adanya fistula, sebuah koneksi
abnormal antara kandung kemih dan vagina atau rektum.
4) Kekeruhan
Dalam keadaan normal, urine yang baru berwana jernih. Kekeruhan dapat terjadi oleh
karena :
- Phosphate: Biasanya berwarna putih, dan akan hilang bila di tetesi asam.
- Urat Amorph: Biasanya berwarna kuning coklat dan didapatkan pada urine yang
asam, dan bila dipanaskan akan menghilang.
- Nanah / Pus: Biasanya berwarna putih keruh seperti susu, tetapi bila disaring
akan kembali jernih. Bila kekeruhan disebabkan oleh kuman, maka bila disaring
urine akan tetep keruh.
5) Bau Urin
Pada urine yang segar atau baru, biasanya tidak berbau keras atau menyengat, tetapi
pada urine yang telah lama dikeluarkan dari tubuh, uranium yang terkandung
didalamnya akan diubah menjadi amoniak oleh bakteri yang ada dalam urine,
sehingga menimbulkan bau yang keras atau menyengat.
Dalam keadaan pathologis urine dapat berbau:
- Manis: Biasanya disebabkan oleh adanya Acetone, misalnya pada koma diabetic.
- Busuk: Biasanya disebabkan oleh adanya infeksi, misalnya pada cystitis.
Prinsip kerja dari uji benedict semi kuantitatif ini adalah pereaksi benedict yang
mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula yang
menpunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa). Dalam suasana
Alkalis sakarida akan membentuk enidid yang mudah teroksidasi. Semua
monosakarida dan diskarida kecuali Sukrosa dan trekalosa akan bereaksi positif bila
dilakukan uji Benedict. Larutan-larutan tembaga yang alkalis bila direduksi oleh
karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan memebentuk cupro
oksida (Cu2O) yang berwarna hijau merah orange atau merah bata dan adanya
endapan merah bata pada dasar tabung reaksi.
O
RC
O
+
Cu2+ + 2OH-
RC
OH
Aldeh
id
Asam
karboksi
lat
Cu2O
H2O
Cupric(I)
ion (Warna
merah)
Normalnya glukosa tidak ada atau ada tapi dalam jumlah yang sangat kecil di dalam
urin. Ketika tingkat glukosa dalam darah in melebihi batasan gula ginjal (160-180
mg/dl) maka glukosa mulai nampak dalam urin. Kehadiran glukosa dalam urin
(glucosuria) merupakan indikasi adanya penyakit diabetes mellitus.
4. Uji Heller
Uji heller digunakan untuk melihat ada tidaknya protein dalam urin. Kehadiran
protein ditunjukkan dengan adanya cincin putih dipersimpangan solusi dan asam
nitrat pekat. Uji ini dilakukan degan mencampurkan urine dengan HNO3 pekat
sehingga hasilnya akan terbentuk cincin yang berwarna putih pada permukaan larutan.
Hal ini menandakan bahwa di dalam urine terkandung albumin (protein). Urine pecah
kemudian mengalami denaturasi oleh HNO3. Protein albumin jika terkena asam pekat
(HNO3) akan terjadi denaturasi protein di permukaan, tetapi jika berlangsung lama,
denaturasi akan berlangsung terus-menerus sampai cincin putih menghilang.
Percobaan heller sangat sensitif dan banyak dipakai dalam menentukan protein urin.
Jika terdapat sebarang protein dalam urin, hal ini menunjukan terjadinya penyakit
ginjal yang disebabkan permeabilitas membrane glomerulus meningkat sehingga tidak
dapat menyaring protein (albumin). Dalam keadaan normal, protein tidak dapat
melewati membrane glomerulus dan masuk ke dalam lumen Browmans Capsule
karena pori-pori pada membrane glomerulus lebih kecil daripada ukuran partikel
protein. Membran glomerulus bekerja sebagai filter dan hanya senyawa kecil seperti
glukosa, ions (Na+,K+,Ca2+,Mg2+,SO42-,HCO3-) dan vitamin yang dapat melewati
membrane glomerulus. Namun, senyawa-senyawa ini akan direabsorpsi kembali ke
dalam lumen arteri dan hanya zat-zat yang tidak bermanfaat bagi tubuh seperti
kreatinin dan ammonia akan disekresikan dan tidak mengalami reabsorpsi. Oleh itu,
dalam uji heller, jika protein urin terdeteksi, maka orang tersebut berkemungkinan
mengalami penyakit ginjal. Namun, cincin coklat yang terbentuk dalam uji tersebut
disebabkan reaksi antara asam nitrat dengan pigmen empedu, maka hal ini bukan
penentuan protein.
5. Uji Koagulasi Panas
Prinsip uji koagulasi yaitu penentuan adanya protein dalam urin dimana urin yang
dipanaskan akan terkoagulasi akibat kenaikan suhu sehingga protein dan fosfat
terendapkan dan penambahan asam asetat untuk mengetahui apakah protein yang
mengendap atau fosfat dimana fosfat larut dalam asam asetat. Uji koagulasi panas
sama dengan uji heller, yaitu dapat digunakan untuk mendeteksi protein dalam urin
dan hasil positif mengindifikasikan orang tersebut berkemungkinan mengalami
penyakit ginjal karena pada keadaan normal, protein tidak dapat melewati membrane
glomerulus dan tidak mungkin terdapat dalam urin.
6. Uji Gerhardt
Uji ini didasarkan pada reaksi antara FeCl 3 dan asam asetoasetat yang akan menghasilkan
zat warna merah anggur. Asam asetoasetat sampai pengenceran 1:1000 dapat dinyatakan
dalam uji ini (jauh kurang peka dari Uji Rothera), sedangkan acetone dan asam hidroksibutirat tidak bereaksi. Asam asetoasetat dapat bertukar menjadi aseton dengan
melepaskan 1 atom C dalam bentuk CO2 dan bertukar menjadi asam -hidroksibutirat jika
mengalami reduksi. Oleh itu, hasil uji ini akan menjadi lebih akurat jika urin segar
digunakan sebagai sampel karena asam asetoasetat dapat bertukar menjadi acetone yang
tidak dapat dideteksi melalui uji ini. Warna yang dicari mungkin samar-samar oleh
presipitat ferrifosfat yang selalu terbentuk. Maka dianjurkan untuk menyaring cairan itu.
Ketonuria
merupakan
kondisi yang ditandai oleh peningkatan konsentrasi benda benda keton yaitu asam
asetoasetat (asetoactic acid), aseton, dan asam -hidroksibutirat yang tertimbun
didalam urin. Secara umum, ketonuria disebabkan oleh peningkatan mobilisasi lemak
karena glukosa yang dibutuhkan sel sebagai energi tubuh tidak tersedia atau karena
sehingga sel menjadikan lemak menjadi energi alternatif namun karena oksidasi
lemak yang tidak sempurna menghasilkan benda keton yang tertimbun salah satunya
di urin. Selain itu penyebab terjadinya ketonuria dapat disebabkan karena peningkatan
ketogenesis pyang terjadi di hati dan usus (ruminansia) serta terjadi hanya dihati (nonruminansia). Kategori jumlah benda keton yang ada dalam darah (keton dalam darah
mencerminkan jumlah keton dalam dalam urin) adalah 0,5 mmol/l. Tubuh kita hanya
memerlukan badan keton dalam kadar yang rendah sebagai nutrisi jaringan saraf
perifer. Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat diekskresikan ke dalam urin.
Oleh itu, badan keton yang berlebihan akan diekskresikan melalui urin.
7. Uji Rothera
Percobaan ini berdasar kepada reaksi antara nitroprussida dan asam aceto-acetat atau
aceton yang menyusun suatu zat berwarna ungu. Teristimewa terhadap asam acetoacetatlah reaksi ini peka seakali(positif sampai 1 : 400.000); terhadap aceton kepekaan
1 : 20.000, sedangkan asam beta-hidroxibutirat tidak dapat dinyatakan dengan reaksi
ini. Na-nitropusspid (Na-nitroferisianida) dalam suasana asam akan pecah menjadi
Na4Fe(CN)6-NaNO2 dan Fe(OH)3 yang merupakan oksidator kuat. Aseto asetat dan
aseton akan dioksidasi dan membentuk kompleks berwarna merah jingga sampai
ungu. Agar kompleks ini stabil , diperlukan larutan penyangga, yaitu : (NH4)2SO4.
Uji ini dapat digunakan untuk mendeteksi ketonuria (keberadaan badan keton dalam urin)
yang merupakan symptom penyakit Diabetes Mellitus. Dalam keadaan normal, hanya 315mg keton yang diekskresikan setiap hari. Peningkatan kadar keton akan menimbulkan
Ketoacidosis (penurunan pH darah).
tanda telah terpecahnya kreatinin dalam urine dan menjadi garam asam pikrat. Oleh itu, uji
ini dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan kreatinin dalam urin.
9. Pemeriksaan Urobilinogen
Pemeriksaan ini didasarkan pada reaksi urobilinogen dengan para-aminobenzaldehide
dalam suasana asam yang membentuk senyawa azo yang berwarna merah. Dengan
reagens pita perlu urin segar. Dalam keadaan normal kadar urobilinogen berkisar antara
0,1 - 1,0 Ehrlich unit per dl urin. Peningkatan ekskresi urobilinogen urin mungkin
disebabkan oleh kelainan hati, saluran empedu atau proses hemolisa yang berlebihan di
dalam tubuh. Hasil negatif palsu bila urin mengandung vitamin C lebih dari 10 mg/dl.
Hasil positif palsu didapatkan bila urin mengandung oksidator seperti hipochlorid atau
peroksidase dari bakteri yang berasal dari infeksi saluran kemih atau akibat pertumbuhan
kuman yang terkontaminasi.
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau
terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas
kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada :
destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab
apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar,
keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus,
mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Hasil positif juga dapat diperoleh setelah
olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang
sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen. Urobilinogen urine menurun
dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah
empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare
yang berat.
10. Uji Fehling
Fehling bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aldehid. Reagent yang digunakan
dalam pengujian ini adalah Fehling A (CuSO4) dan Fehling B (NaOH dan KNa tartarat).
Reaksi yang terjadi dalam uji fehling adalah:
Pemanasan dalam reaksi ini bertujuan agar gugus aldehida pada sampel terbongkar
ikatannya dan dapat bereaksi dengan ion OH- membentuk asam karboksilat. Cu2O
(endapan merah bata) yang terbentuk merupakan hasil sampingan dari reaksi
pembentukan asam karboksilat.
Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urin. Kurang dari 0,1% glukosa
yang disaring oleh glomerulus terdapat dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam).
Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui
(kadar glukosa darah melebihi 160-180 mg/dl atau 8,9-10 mmol/l), atau daya reabsorbsi
tubulus yang menurun. Glukosuria dapat terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam
darah yang melebihi kapasitas maksimum tubulus untuk mereabsorpsi glukosa. Hal ini
dapat ditemukan pada kondisi diabetes mellitus, tirotoksikosis, sindroma Cushing,
phaeochromocytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang rangsang
ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria, kehamilan dan sindroma Fanconi.
Bilirubin
Biliverdin
Cairan empedu mengandung zat-zat inorganic, yaitu HCO3-, Cl-, Na+dan K+, serta zatzat organic, yaitu asam-asam empedu, bilirubin, dan kolesterol.