Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................W
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG..........................................................................................
1.2 TUJUAN..............................................................................................................
1.3 RUANG LINGKUP MATERI.............................................................................
BAB II. LANDASAN TEORI...................................................................................
BAB III. PEMBAHASAN.........................................................................................
BAB IV. PENUTUP...................................................................................................
4.1 KESIMPULAN....................................................................................................
4.2 USUL DAN SARAN ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
LAMPIRAN...............................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Manusia dalam kehidupannya mempunyai banyak sekali kebutuhan ya
yang harud dipenuhi. Kebutuhan ini terbagi menjadi beberapa yaitu kebutuhan
yang harus dipenuhi dan juga kebutuhan yang dapat ditunda. Kebutuhan
manusia sendiri terdiri atas beberapa bagian. Banyak faktor yang
mempengaruhi kebutuhan seseorang sehingga menjadi berbeda, misalnya saja
karena kebudayaan tempat seseorang tinggal, jenis kelamin dan masih banyak
lagi.
Dari semua kebutuhan yang ada, kebutuhan tersebut terbagi lagi
menurut tingkat prioritasnya. Hirarki kebutuhan manusia yang dibuat oleh
Abraham Maslow, merupakan suatu hirarki dalam bentuk pyramid yang
memperlihatkan bagaimana tingkatan kebutuhan dimulai dari yang paling
mendasar.
Abraham Maslow sendiri merupakan seorang humanistik. Beliau
percaya bahwa manusia tergerak untuk menerima dan memahami dirinya
sendiri.beliau juga melihat saats eseorang sedang lapar dan haus, seseorang
lebih akan cenderung makan terlebih dahulu kemudia makan. Hal ini
dikarenakan keutuhan untuk makan lebih kuat dibandingkan dengan
kebutuhan untuk minum. Hal ini pula yang membuat Abraham Maslow
membuat hirarki kebutuhan manusia. Oleh sebab itu dalam penulisan makalah
kali ini penulis memilih membahas hirarki keebutuhan manusia untuk melihat
kebutuhan apa saja yang paling mendasar jika dilihat dengan meninjau teori
hirarki kebutuhan manusia.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang akan dicapai pada penulisan makalah ini yaitu
pembaca dapat mengetahui kebutuhan-kebutuhan apa saja yang masuk dalam
hirarki kebutuhan dan bagaimana tingkatannya dalam hirarki tersebut.

1.3 Ruang Lingkup Materi.


Ruang lingkup materi yang digunakan dalam penulisan ini yaitu teori
hirarki kebutuhan yang dinyatakan oleh Abraham Maslow. Menurut teori ini
manusia

termotivasi

untuk

memenuhi

kebutuhan-kebutuhan

hidupnya.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hierarki, mulai yang


paling rendah (bersifat dasar) sampai yang paling tinggi.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 . Teori Motivasi Abraham Maslow: Hierarki Kebutuhan

Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling


berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai hierarki kebutuhan. Kebutuhan ini
mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau
mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut.
Selanjutnya orang akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow
membagi tingkat kebutuhan manusia menjadi sebagai berikut: (1) Kebutuhan
fisiologis: kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa lapar, haus, tempat berteduh, seks,
tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya. (2) Kebutuhan akan rasa aman:
mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan
emosional. (3)Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan akan rasa memiliki 27 dan
dimiliki, kasih sayang, diterima-baik, dan persahabatan. (4) Kebutuhan akan
penghargaan: mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan
prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian. (5) Kebutuhan
akan aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh
kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya(Lianto,2013).
Maslow menyebut teori Hierarki Kebutuhan-nya sendiri sebagai sintesis atau
perpaduan teori yang holistik dinamis. Disebut demikian karena Maslow
mendasarkan teorinya dengan mengikuti tradisi fungsional James dan Dewey, yang
dipadu dengan unsur-unsur kepercayaan Wertheimer, Goldstein, dan psikologi
Gestalt, dan dengan dinamisme Freud, Fromm, Horney, Reich, Jung, dan Adler
(Maslow, 1984).

2.2 Identifikasi Hieraki Kebutuhan dan Aplikasi Manajemen


Adapun penjelasan dari tiap kebutuhan yang masuk dalam h irarki
kebutuhan manusia dan penjelasannya sebagai berikut :
1.Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar


untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan,
minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang
mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan
mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan
lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Bagi
masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi.
Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan
lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku
manusia (Ranupandojo & Husnan, 1995).
Tak teragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan
yang paling kuat dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang
sangat merasa kekurangan segala-galanya dalam kehidupannya, besar sekali
kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar ialah kebutuhan fisiologis
dan bukan yang lain-lainnya. Dengan kata lain, seorang individu yang melarat
kehidupannya, mungkin sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhankebutuhan ini (Winardi, 2002).
Aplikasi Manajemen Pertama-tama harus selalu diingat bahwa bagi
orang yang sangat kelaparan, tidak ada perhatian lain kecuali makanan.
Seorang pemimpin atau manajer jangan berharap terlalu banyak dari
karyawan yang kelaparan. Berbeda dari kebutuhan-kebutuhan tingkat
berikutnya, kebutuhan pokok ini hanya bisa dipenuhi oleh pemicu
kekurangannya. Rasa lapar hanya dapat dipuaskan dengan makanan. Jangan
berharap bahwa nasihat dan petuah saleh dapat memuaskannya. Maslow
menggambarkan bahwa bagi manusia yang selalu dan sangat kelaparan atau
kehausan, utopia dapat dirumuskan sebagai suatu tempat yang penuh makanan
dan minuman. Ia cenderung berpikir bahwa seandainya makanannya terjamin

sepanjang hidupnya, maka sempurnalah kebahagiaannya. Orang seperti itu


hanya hidup untuk makan saja (Maslow, 1984).
Untuk memotivasi kinerja karyawan seperti ini, tentu saja makanan
solusinya. Tunjangan ekstra untuk konsumsi akan lebih menggerakkan
semangat kerja orang seperti ini dibandingkan dengan nasehat tentang
integritas individu dalam organisasi. Elton Mayo dari Harvard Graduate
School of Business Administration pada tahun 1923 melakukan penelitian di
sebuah pabrik tekstil di Philadelphia. Ia ingin menemukan penyebab
terjadinya pergantian tenaga kerja yang terlalu sering di salah satu bagian
produksi di mana pekerjaan yang dilakukan lumayan sukar dan monoton. Ia
bertolak dari asumsi kelelahan tenaga kerja dan kebutuhan akan waktu
istirahat. Maka ia menjadwalkan serangkaian waktu istirahat. Para karyawan
diminta bekerja sama dalam menetapkan jadwal. Hasil yang diperoleh cukup
fantastis: pergantian karyawan menurun drastis, produktivitas meningkat, dan
semangat kerja menjadi lebih baik. Mayo secara tepat menemukan apa yang
dibutuhkan karyawan, yakni waktu istirahat dan penghargaan diri karena
memberikan kesempatan kepada mereka untuk ikut serta dalam pengambilan
keputusan yang biasanya menjadi monopoli pimpinan perusahaan (Goble,
1987).
2. Kebutuhan Rasa Aman
Segera setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang
digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan.
Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan,
perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan
akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini
dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan
suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai

konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak
ditemukan, maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang
merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta
akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak
diharapkan (Goble, 1987).
Aplikasi Manajemen Dalam konteks perilaku kinerja individu dalam
organisasi, kebutuhan akan rasa aman menampilkan diri dalam perilaku
preferensi individu akan dunia kerja yang adem-ayem, aman, tertib,
teramalkan, taat-hukum, teratur, dapat diandalkan, dan di mana tidak terjadi
hal-hal yang tak disangka-sangka, kacau, kalut, atau berbahaya. Untuk dapat
memotivasi karyawannya, seorang manajer harus memahami apa yang
menjadi kebutuhan karyawannya. Bila yang mereka butuhkan adalah rasa
aman dalam kerja, kinerja mereka akan termotivasi oleh tawaran keamanan.
Pemahaman akan tingkat kebutuhan ini juga dapat dipakai untuk menjelaskan
mengapa karyawan tertentu tidak suka inovasi baru dan cenderung
meneruskan apa yang telah berjalan. Atau dipakai untuk memahami mengapa
orang tertentu lebih berani menempuh resiko, sedangkan yang lain tidak
(Lianto,2013).
Dalam organisasi, kita seringkali mendapati perilaku individu yang
berusaha mencari batas-batas perilaku yang diperkenankan (permisible
behavior). Ia menginginkan kebebasan dalam batas tertentu daripada
kebebasan yang tanpa batas. Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan
yang cukup tentang batas-batas perilaku yang diterima bagi dirinya sendiri
dapat mempunyai perasaan terancam. Agaknya ia akan berupaya untuk
menemukan batas-batas seperti itu, sekalipun pada saat-saat tertentu, ia harus
berperilaku dengan cara-cara yang tidak dapat diterima. Para manajer dapat
mengakomodasi kebutuhan akan rasa aman dalam organisasi dengan jalan
membentuk dan memaksakan standarstandar perilaku yang jelas. Penting

dicatat juga bahwa perasaan manusia tentang keamanan juga terancam apabila
ia merasa tergantung pada pihak lain. Ia merasa bahwa ia akan kehilangan
kepastian bila tanpa sengaja melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki.
Individu yang berada dalam hubungan dependen seperti itu akan merasa
bahwa kebutuhan terbesarnya adalah jaminan dan proteksi. Hampir setiap
individu dalam tingkat kebutuhan ini akan menginginkan ketenteraman,
supervisi, dan peluang kerja yang bersinambung (Winardi, 2002).
Dewasa ini marak wacana adanya kemungkinan para karyawan diPHK karena faktor teknologi yang berkembang. Dalam situasi ini, manajer
dapat memotivasi karyawan dengan jalan memberikan suatu jaminan
kepastian jabatan (job-security-pledge) (Lianto,2013).
3. Kebutuhan Sosial
Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial
yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta,
dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat
kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan
tiadanya sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anakanak. Ia haus akan relasi
yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia
membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau
lingkungannya,

dan

akan

berusaha

keras

untuk

mencapai

dan

mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah


lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah
meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting.
Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan
sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu
(Goble, 1987).

Aplikasi Manajemen Individu dalam organisasi menginginkan dirinya


tergolong pada kelompok tertentu. Ia ingin berasosiasi dengan rekan lain,
diterima, berbagi, dan menerima sikap persahabatan dan afeksi. Walaupun
banyak manajer dewasa ini memahami adanya kebutuhan demikian, kadang
mereka secara keliru menganggapnya sebagai ancaman bagi organisasi
mereka sehingga tindakan-tindakan mereka disesuaikan dengan pandangan
demikian (Winardi, 2002).
Organisasi atau perusahaan yang terlalu tajam dan jelas membedakan
posisi pimpinan dan bawahan seringkali mengabaikan kebutuhan karyawan
akan rasa memiliki (sense 30 of belonging). Seharusnya karyawan pada level
kebutuhan ini dimotivasi untuk mempunyai rasa memiliki atas misi dan visi
organisasi dan menyatukan ambisi personal dengan ambisi organisasi. Antara
pengembangan pribadi dan organisasi mempunyai hubungan resiprok yang
hasilnya dirasakan secara timbal balik. Dalam ranah Perilaku Organisasi, kita
kenal apa yang disebut manajemen konflik. Berbeda dari pandangan
tradisional yang melihat konflik secara negatif, terdapat pandangan
interaksionis yang melihat konflik tidak hanya sebagai kekuatan positif dalam
kelompok namun juga sangat diperlukan agar kelompok berkinerja efektif.
Konflik bisa baik atau buruk tergantung pada tipenya (Robbins, 2006).
Tanpa bermaksud menolak atau mendukung salah satu pandangan,
dapat dikatakan bahwa potensi konflik dalam organisasi selain mengganggu
rasa aman juga dapat menciptakan alienasi yang mengakibatkan disorientasi.
Potensi mobilitas yang berlebihan yang umumnya dipaksakan oleh
industrialisasi mengancam tercabutnya rasa kerasan dalam kelompok kerja,
tantangan untuk adaptasi dalam kelompok baru dan asing, dan akhirnya
menimbulkan kebutuhan akan rasa memiliki dan aneka kebutuhan yang
masuk dalam hierarki tahap ini (Lianto,2013).

4. Kebutuhan akan Penghargaan


Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa
kasus yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian
diri yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi,
akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan
kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan
eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri,
kepercayaan

diri,

kompetensi,

penguasaan,

kecukupan,

prestasi,

ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal)


menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan,
ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang
yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia
akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan
menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta
perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan
ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang
menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan
sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu
telah terpuaskan (Maslow, 1984).
Aplikasi Manajemen Tidak jarang ditemukan pekerja di level
manajerial memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ada apa
gerangan? Apakah kompensasi gajinya tidak memuaskan? Ternyata tidak
selamanya uang dapat memotivasi perilaku individu dalam organisasi. Dari
semua indikasi yang terdata, tampaknya organisasi yang menyandarkan
peningkatan kinerja karyawan mereka pada aspek finansial, tidak memperoleh
hasil yang diharapkan. Benar bahwa uang adalah salah satu alat motivasi yang
kuat, tetapi penggunaannya harus disesuaikan dengan persepsi nilai setiap

karyawan. Individu tertentu pada saat dan kondisi tertentu barangkali tidak
lagi merasakan uang sebagai penggerak kinerja (Bushardt, 2002).
Ketimbang uang, individu pada level ini lebih membutuhkan
tantangan yang dapat mengeksplorasi potensi dan bakat yang dimilikinya.
Tidak mengherankan bahwa sejumlah top manajer tiba-tiba mengundurkan
diri ketika merasa tidak ada lagi tantangan dalam perusahaan tempat mereka
bekerja. Keinginan atau hasrat kompetitif untuk menonjol atau melampaui
orang lain boleh dikatakan sebagai sifat universal manusia. Kebutuhan akan
penghargaan ini jika dikelola dengan tepat dapat menimbulkan kinerja
organisasi yang luar biasa. Tidak seperti halnya kebutuhan-kebutuhan di
tingkat lebih rendah, kebutuhan akan penghargaan ini jarang sekali terpenuhi
secara sempurna (Winardi, 2006).
Sebagai bagian dari sebuah pendekatan yang lebih konstruktif,
manajemen partisipatif dan program-program umpan balik positif (positive
feedback programs) dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
akan penghargaan. Pendelegasian otonomi dan tanggung jawab yang lebih
luas kepada karyawan telah terbukti efektif untuk memotivasi kinerja dan
performa yang lebih baik. Keberhasilan eksperimen Mayo seperti telah
diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa penghargaan finansial terbukti
tidak selamanya seefektif penghargaan psikis. Masalahnya, banyak manajer
seringkali lupa atau berpikir banyak kali untuk memberikan pujian dan
pengakuan tulus bagi prestasi karyawan, dan sebaliknya tanpa pikir dua kali
untuk melemparkan kritik atas pekerjaan buruk bawahannya (Francella,
2002).
Pakar kepemimpinan mengatakan bahwa jangan pernah menyianyiakan kesempatan yang baik untuk memberikan pengakuan kepada prestasi
kerja dalam organisasi. Pengakuan merupakan salah satu motivator manusia

yang paling kuat. Psikolog terkenal, B.F. Skinner menambahkan bahwa untuk
mendapat motivasi maksimum, orang harus memuji secepat mungkin setelah
tampak perilaku yang pantas mendapat pujian. Bahkan Napoleon Bonaparte
terkejut menyaksikan kekuatan pengakuan sebagai motivator. Setelah tahu
bahwa para prajuritnya bersedia melakukan apa saja untuk mendapatkan
medali yang diberikannya, Napoleon berseru: Sungguh menakjubkan apa
yang akan dilakukan orang untuk barang sepele seperti itu. (William Cohen
1987)
5. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Menurut

Maslow,

setiap

orang

harus

berkembang

sepenuh

kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk bertumbuh, berkembang, dan


menggunakan kemampuannya disebut Maslow sebagai aktualisasi diri.
Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat untuk makin menjadi
diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan yang
dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya 32 muncul setelah
kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai
(Goble, 1987).
Kebutuhan akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam
teori motivasi Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan
kebutuhan ini sebagai titik tolak prioritas untuk membina manusia
berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul gagasan tentang perlunya
jembatan antara kemampuan manajerial secara ekonomis dengan kedalaman
spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal tanpa
melupakan sisi kerohanian. Dalam konteks ini, piramida kebutuhan Maslow
yang berangkat dari titik tolak kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri
diputarbalikkan. Dengan demikian perilaku organisme yang diharapkan
bukanlah perilaku yang rakus dan terusmenerus mengejar pemuasan

kebutuhan, melainkan perilaku yang lebih suka memahami daripada


dipahami, memberi daripada menerima (Lianto, 2013).
Aplikasi Manajemen Pada tingkat puncak hierarki kebutuhan ini, tidak
banyak yang dapat dikatakan tentang bagaimana cara memotivasi individu
pada level ini. Bagi orang-orang yang dikatakan telah mencapai kematangan
psikologis ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan
sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai dan tindakan mereka
didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan
orang lain kepada mereka. Bila pada level kebutuhan sebelumnya, individu
biasa dimotivasi oleh kekurangan, orang yang matang ini terutama dimotivasi
oleh

kebutuhannya

untuk

mengembangkan

serta

mengaktualisasikan

kemampuan-kemampuan dan kapasitas-kapasitasnya secara penuh. Bahkan


menurut Maslow, istilah motivasi kurang tepat lagi untuk diterapkan pada
kebanyakan orang yang berada di tahap aktualisasi diri. Mereka itu amat
spontan, bersikap wajar, dan apa yang mereka lakukan adalah sekedar untuk
mewujudkan diri; sekedar pemenuhan hidup sebagai manusia. Seperti kata
Luijpen: Being man is having to be man (Lianto, 2013).

BAB II
PEMBAHASAN

Teori hirarki kebutuhan manusia yang dinyatakan oleh Abraham Maslow


merupakan teori yang memperlihatkan pada kita bagaimanakah tingkatan kebutuhan
yang kita miliki. Dalam teori ini dinyatakan bahwa manusia memenuhi kebutuhannya
karena manusia termotivasi untuk membuat dirinya terasa nyaman. Kebutuhan yang
masuk dalam kategori ini mencakup kebutuhan-kebutuhan yang memang akan kita
perlukan dan sebagai manusia kita akan berusaha untuk memenuhinya. Kebutuhan
pertama yang masuk dalam hirarki kebutuhan manusia yaitu kebutuhan fisiologis.
Kebutuhan ini sendiri mencakup kebutuhan yang berhubungan dengan fisik kita
misalnya lapar, haus dan lain-lain. Kebutuhan ini disebut kebutuhan paling mendasar
karena jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka seseorang maka ia dapat menjadi
sakit. Contohnya dalam kehidupan sehari-hari

Anda mungkin juga menyukai