Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hutan merupakan suatu wilayah yang telah ditetapkan oleh pemerintah
sebagai hutan tetap. Hutan itu sendiri merupakan salah satu sumber penghidupan
manusia, hal ini dikarenakan manusia secara tidak langsung masih sangat
bergantung dengan hutan. Indonesia merupakan salah satu negara yang terkenal
dengan wilayah hutannya yang mempunyai banyak sekali potensi alam. Potensi
tersebut membuat negara kita pernah sangat terkenal dengan hasil hutannya pada
masa lampau.
Pemanfaatan potensi hutan Indonesia pada masa lampau dapat dikatakan
dilakukan tanpa perencanaan yang baik, dan hal itulah yang kini terus menurun ke
setiap generasi mendatang. Pengambilan potensi hutan tanpa perencanaan inilah
yang kini membuat hutan Indonesia semakin lama semakin berkurang, dan hingga
akhirnya berimbas pada kehidupan kita sehari-hari. Mengatasi permasalahan
tersebut maka dalam pengelolaan hutan kita memerlukan manajemen hutan yang
baik. Sehingga masyarakat dapat merasakan secara langsung manfaat adanya
hutan namun disisi lain hutan kita tetap bisa lestari.
Berdasarkan pengertian dari beberapa literatur dapat disumpulkan bahwa
manajemen

sendiri

merupakan

proses

perencanaan,

pengorganisasian,

kepemimpinan, dan pengendalian kegiatan anggota organisasi dan proses


penggunaan sumber daya organisasi lainnya untuk mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan (S. Alam, 2006).
Oleh karena itu berdasarkan uraian diatas maka dibuatlah makalah untuk
membahas tentang tujuan dari penerapan manajemen dalam pengelolaan hutan
yang lebih baik serta tantangan apa saja yang akan dihadapi.

1.2 TUJUAN
Tujuan yang akan dicapai dengan dibuatnya makalah ini yaitu agar pembaca
dapat memahami:
1.
2.
3.
4.

Peranan manajemen dalam pengelolaan hutan


Siklus yang ada dalam pelaksanaan manajemen hutan
Syarat agar hutan dikatakan lestari
Tantangan apa saja yang ada dalam mengelola hutan

1.3 RUANG LINGKUP


Ruang lingkup yang digunakan dalam makalah ini yaitu ilmu manajemen
hutan yang fokus terhadap pengelolaan hutan yang baik sehingga tidak berdiri
sendiri, tetapi erat kaitannya dengan cabang-cabang ilmu kehutanan lainnya.

BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 HUTAN BERDASARKAN FUNGSINYA
Berdasarkan fungsinya hutan terdiri dari ( Wijayanti, 2006) :

Hutan Lindung
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan.
Hutan Konservasi.
Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas : a.) Hutan Suaka alam
adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya
serta berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Kawasan hutan suaka
alam terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Buru. b.) Kawasan
Hutan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik didarat
maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta
pemanfaatan secara lestari sumber alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan
pelestarian alam terdiri atas taman nasional, taman hutan raya (TAHURA) dan

taman wisata alam.


Hutan Produksi
Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi
hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya serta
pembangunan, industri, dan ekspor pada khususnya. Hutan produksi dibagi
menjadi tiga, yaitu hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP),
dan hutan produksi yang dapat dikonversikan (HPK).

2.2 PENGELOLAAN HUTAN LESTARI

Dilatarbelakangi oleh keprihatinan yang dimulai dari terjadinya kerusakan


hutan akibat eksploitasi kayu hutan secara tak terkendali, dan upaya pengelolaan
hutan secara lestari oleh masyarakat dunia, maka pada awal tahun 1980-an,
keberadaan hutan tropis mulai diagendakan dalam dialog global. Suatu proses
negosiasi yang panjang telah berlangsung dibawah naungan UNCTAD (United
Nations Conference on Trade and Development). Hasilnya adalah suatu
kesepakatan dalam bentuk International Tropical Timber Agreement (ITTA)
atau Perjanjian Kayu Tropis Internasional yang merupakan perjanjian multilateral
tentang peredaran komoditas kayu tropis. ITTA ditandatangani pada 18 November
1983 di Jenewa dan mulai diberlakukan pada 1 April 1985. ITTA melandasi
berdirinya organisasi internasional kayu tropis atau lebih dikenal dengan
International Tropical Timber Organization/ ITTO pada tahun 1986. Saat ini ITTO
beranggotakan 59 negara, yang terdiri dari 34 negara produsen dan 25 negara
konsumen. Indonesia termasuk tiga negara dengan vote terbesar (146) bersama
Brasil (159) dan Malaysia (103) (Lasmini dkk, 2013).
Adapun tujuan ITTO sebagaimana tertuang dalam ITTA 1994 antara lain
adalah memberikan kontribusi dalam proses pembangunan berkelanjutan. Dalam
upaya mendukung pembangunan berkelanjutan di bidang pengelolaan hutan
produksi lestari (PHPL), ITTO telah mengadakan sidang di Bali pada tahun 1990,
yang menghasilkan kesepakatan menetapkan target pengelolaan hutan lestari
tercapai pada tahun 2000. Keputusan ITTO tersebut merupakan komitmen seluruh
negara anggota terhadap pelaksanaan PHL (Lasmini dkk, 2013).
Pada prinsipnya konsepsi Pengelolaan Hutan Lestari memiliki tiga tipe yaitu
(Lasmini dkk, 2013) :
1. Kelestarian hasil hutan
Tipe kelestarian ini hanya menitikberatkan pada hasil kayu tahunan atau
periodik yang sama. Untuk mewujudkan tipe kelestarian ini muncul berbagai
konsep sistem silvikultur, penentuan rotasi, teknik penebangan yang tepat dan
sebagainya.
2. Kelestarian potensi hasil hutan

Kelestarian potensi hasil hutan berorientasi pada hutan sebagai pabrik kayu.
Pengelola

hutan

memperoleh

kesempatan

untuk

memaksimumkan

produktivitas kawasan hutan dengan cara tidak hanya menghasilkan produk


konvensional sehingga diperoleh keuntungan uang yang sebesar-besarnya.
3. Kelestarian sumber daya hutan
Kelestarian sumber daya hutan menitikberatkan kepada hutan sebagai
ekosistem yang menghasilkan kayu maupun non-kayu, pelindung tata air dan
kesuburan tanah, penjaga kelestarian lingkungan, serta berfungsi sebagai
gudang untuk kelangsungan hidup berbagai macam sumber genetik, baik flora
maupun fauna.
Tipe kelestarian sumber daya hutan, adalah tipe pengelolaan hutan lestari yang
menjadi target pembangunan sektor kehutanan yang berkelanjutan. Expert Panel
ITTO menyimpulkan bahwa definisi operasional mengenai Pengelolaan Hutan
Lestari perlu mencakup unsur-unsur sebagai berikut (Lasmini dkk, 2013) :
1. Hasil yang berkesinambungan berupa kayu, hasil hutan lainnya dan jasa
2. Mempertahankan tingkat biodiversity yang tinggi dalam konteks perencanaan
tata guna lahan yang integratif yang mencakup jaringan kerja kawasan lindung
dan kawasan konservasi.
3. Menjaga stabilitas fungsi dan ekosistem hutan dengan penekanan pada
pemeliharaan produktivitas tempat tumbuh (site productivity), menjaga
sumber benih (plasma nutfah) dan unsur biodiversity yang diperlukan untuk
regenerasi dan pemeliharaan hutan.
4. Meningkatkan dampak positif pada areal disekitar hutan dan sekaligus
mengambil langkahlangkah untuk meminimalkan dampak yang merugikan
5. Proses untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan menyelesaikan
perbedaan yang timbul
6. Memberi peluang yang cukup luas untuk kemungkinan perubahan tata guna
lahan pada masa yang akan datang.
Berdasarkan pertimbangan yang cukup luas tersebut, ITTO mendifinisikan
Pengelolaan Hutan Lestari sebagai suatu proses pengelolaan hutan untuk
mencapai satu atau lebih tujuan pengelolaan yang secara jelas ditetapkan, yang
menyangkut

produksi

hasil

hutan

yang

diinginkan

dan

jasa

secara

berkesinambungan, tanpa dampak yang tidak diinginkan baik terhadap lingkungan

maupun sosial, atau pengurangan nilai yang terkandung didalamnya dan potensi
potensinya pada masa yang akan dating (Lasmini dkk, 2013).
Hutan mempunyai fungsi produksi mempunyai nilai ekonomi, seperti kayu,
rotan, gaharu dan sebagainya. Hutan mempunyai fungsi ekologi karena hutan
sangat penting untuk kelangsungan mahluk hidup manusia, hewan dan tumbuhan.
Fungsi ekologi tersebut diantaranya adalah menyerap karbondioksida sekaligus
menghasilkan oksigen bagi kehidupan, sumber air, pencegah erosi dan banjir,
habitat hewan, sumber keanekaragaman hayati, dsb. Hutan juga mempunyai
fungsi sosial karena hutan memberikan manfaat bagi masyarakat diantaranya
sumber pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat sekitar hutan dan obatobatan, sumber mata pencaharian, penelitian, dan sebagainya. Kegiatan
pemanfaatan hasil hutan kayu yang dilakukan oleh pemegang IUPHHK akan
menyebabkan dampak terhadap ketiga fungsi tersebut baik itu dampak positif
maupun dampak negatif. Dengan demikian, Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
seharusnya mencakup usaha-usaha untuk meningkatkan dampak positif dan
meminimalkan dampak negatif dari pengelolan hutan sehingga fungsi hutan
lestari (Lasmini dkk, 2013).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 MANAJEMEN HUTAN
Berdasarkan fungsinya hutan dibagi menjadi tiga yaitu hutan produksi,
hutan lindung, dan hutan konservasi. Hutan produksi berfungsi menghasilkan

kayu dan non-kayu, hutan lindung berfungsi menjaga kelestarian tata air dan jasa
lingkungan lainnya, dan hutan kenservasi yang berfungsi sebagai tempat
perlindungan flora dan fauna.
Seiring berjalannya waktu, manajemen hutan tidak lagi hanya berfokus
pada mengelola hasil hutan yang berupa kayu namun juga hasil hutan kayu dan
jasa lingkungan. Hutan seharusnya dikelola untuk produksi serbaguna, yang
artinya dalam penerapan dan pelaksanaannya bisa menyertakan tanaman pertanian
atau kegiatan peternakan. Salah satu contohnya pada hutan desa yang berada
dalam kawasan hutan lindung maupun hutan produksi, dimana masyarakat dapat
menanam tanaman pertanian dan beternak pada area tersebut yang telah
ditetapkan sebagai hutan desa.
Dalam manajemen hutan ada tujuan yang ingin dicapai yaitu mendapatkan
manfaat atau keuntungan yang sebesar-besarnya dari hutan secara lestari. Untuk
mencapai tujuan tersebut harus ada seperangkat aktifitas yang dilakukan dengan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Aspek Ilmiah
Aspek ilmiah khususnya aspek-aspek silvikultur perlu diterapkan dalam suatu
kawasan hutan untuk meningkatkan produksi dari hutan tersebut secara lestari.
2. Aspek Teknis
Aspek teknis kegiatan manajemen hutan pada dasarnya berkaitan dengan
pemanfaatan hutan sebagai sumberdaya alam dan sebagai suatu ekosistem.
3. Aspek Bisnis
Aspek bisnis dalam kegiatan manajemen hutan berkaitan dengan keuntungan
dan kerugian.
4. Aspek Sosial
Aspek sosial berkaitan dengan masyarakat yang tinggal di dalam maupun
sekitar hutan. Aspek sosial diperhatikan untuk mencegah terjadinya konflikkonflik sosial.
2.2 SIKLUS MANAJEMEN HUTAN
Siklus manajemen hutan adalah serangkaian kegiatan manajemen hutan
yang dilakukan secara berulang-ulang, tetap, dan teratur. Berikut ini merupakan
garis besar siklus manajemen hutan:

Tanam

Panen

Pelihara

Siklus manajemen hutan dimulai dengan kegiatan menanam, baik pohon


yang untuk diproduksi kayunya maupun tanaman-tanaman pertanian. Pohon yang
ditanam tersebut kemudian diberikan perlakuan atau pemeliharaan. Setelah itu
dilakukan pemanenan ketika pohon sudah memenuhi kriteria untuk ditebang. Pada
hutan tanaman metode penebangan yang digunakan adalah Tebang Habis dengan
Permudaan sedangkan pada hutan alam metode penebangan yang digunakan
adalah Tebang Pilih. Dalam aturan Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pohon
yang dipanen hanyalah yang jenis komersil, diameternya lebih besar atau sama
dengan 50 cm pada hutan produksi sedangkan pada hutan produksi terbatas
diameternya lebih besar atau sama dengan 60 cm, dan siklus tebangnya setiap 35
tahun.
2.3 SYARAT HUTAN LESTARI
Pengelolaan hutan secara lestari telah melahirkan berbagai ukuran/standar
kelestarian, antara lain:
1. Ramah Lingkungan (Ecologically Sound) yaitu terjaminnya keberlangsungan
fungsi produksi sumber daya hutan berupa kayu dan non kayu dan
terjaminnya keberlangsungan fungsi ekologis hutan.
2. Terdapat Keuntungan (Economically Viabel) yaitu kelestarian potensi hasil
hutan berorientasi pada hutan sebagai pabrik kayu. Pengelola hutan
memperoleh kesempatan untuk memaksimumkan produktivitas kawasan hutan
dengan cara tidak hanya menghasilkan produk konvensional sehingga
diperoleh keuntungan uang yang sebesar-besarnya.

3. Diterima Masyarakat (Socially acceptable) yaitu terjaminnya fungsi sosial,


dan budaya bagi masyarakat lokal yang tinggal di dalam dan sekitar hutan.
2.4 TANTANGAN PENGELOLAAN HUTAN
Dalam mengelola hutan-pun tidak terlepas dari tantangan ataupun kendalakendala. Terdapat empat tantangan pengelolaan hutan saat ini, antara lain:
1. Tantangan ekonomi yaitu dimana kayu merupakan prodak yang sifatnya Bulky
atau memiliki volume yang besar namun harganya murah.
2. Tantangan lingkungan, fungsi ekologi hutan yaitu menyerap karbondioksida
sekaligus menghasilkan oksigen bagi kehidupan, sumber air, pencegah banjir,
habitat hewan, sumber keanekaragaman hayati, dan sebagainya. Saat hutan
dieksploitasi besar-besaran maka fungsi ekologi hutan yang menunjang
kehidupan manusia akan hilang.
3. Tantangan sosial. Hutan juga mempunyai fungsi sosial karena hutan
memberikan manfaat bagi masyarakat diantaranya sumber pemenuhan
kebutuhan dasar bagi masyarakat sekitar hutan sebagai sumber mata
pencaharian, obat-obatan, dan sebagainya. Masyarakat di dalam dan sekitar
hutan rentan terjadi konflik sengketa lahan dengan pemerintah.
4. Tantangan teknologi. Teknologi di bidang kehutanan telah berkembang sangat
pesat, tetapi di Negara berkembang seperti Indonesia belum dapat sepenuhnya
mengikuti perkembangan tersebut.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas, antara lain:
1. Seiring berjalannya waktu manajemen hutan tidak lagi terbatas hanya pada
mengolal hasil hutan berupa kayu tetapi juga pada hasil hutan bukan kayu dan
jasa lingkungan.
2. Siklus manajemen hutan dimulai dari kegiatan penanaman, pemeliharaan,
pemanenan, kemudian dimulai lagi dengan penanaman.
3. Syarat hutan lestari ada tiga yaitu ramah lingkungan, terdapat keuntungan, dan
diterima masyarakat.
4. Tantangan pengelolaan hutan ada empat yaitu tantangan ekonomi, tantangan
lingkungan, tantangan sosial, dan tantangan teknologi.
3.2 SARAN
Saran kami sebaiknya dalam pengelolaan hutan di Indonesia aspek
manajemennya semakin diperhatikan lagi.

10

DAFTAR PUSTAKA
Lasmini, dkk. 2013. Konsep dan Kebijakan Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
dan Implementasinya ( Sustainable Forest Management/STM). Jakarta :
Natural Resources Development Center.
S. Alam. 2006. Ekonomi Jilid 3. Jakarta : PT. Gelora Aksara Utama
Wijayanti,
Ratih.
2015.
Jenis
Hutan
dan
Fungsinya.
http://www.kompasiana.com/ratih_wijayanti/jenis-hutan-danfungsinya_55285803f17e61a23c8b4585. Diakses pada 16 februari 2016,
pukul 22.42 WITA

11

Anda mungkin juga menyukai