VETERAN JAKARTA
AFTER CARE PATIENT
Cerebral Palsy, Bronkopnemonia, Gizi Buruk
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
DiajukanKepada :
Pembimbing
dr. Endang Prasetyowati, Sp. A
Disusun Oleh :
Febri Qurrota Aini
NRP. 1320221136
Disusun Oleh:
Febri Qurrota Aini
132.0221.136
Mengesahkan:
Pembimbing
KATA PENGANTAR
after
care
patient
ini
tentunya
terdapat
banyak
(Penulis)
BAB I
LAPORAN KASUS
I.1
I.2
Identitas Pasien
Nama
Umur
Tanggal Lahir
Jenis kelamin
Alamat
: An. S.R
: 14 Tahun
: 5 Desember 2000
: Perempuan
:Kendal Duwur
Agama
Status
Pekerjaan
Tanggal masuk RSUD
Tanggal periksa
No.RM
Kelompok pasien
Semarang
: Islam
: Belum Menikah
: Di Bawah Umur
: 24 Oktober2014
: 24 Oktober 2014
: 067670
: BPJS PBI
01/02Wirogomo,
Banyubiru,
Anamnesis (Subyektif)
Keluhan utama
: Demam
Riwayat Pengobatan
Habits
Riwayat ASI
: 0 24 bulan
Riwayat susu formula : dimulai dari usia 2 tahun
Riwayat MPASI
: dimulai dari usia 2 tahun
(kesan: riwayat nutrisi kurang baik karena
anak
hanya
Usia 1 4 bulan
Usia 5 8 bulan
Usia 9 12 bulan
berbicara
Usia 13 16 bulan
tempat tidur
Perkembangan pubertas : pertumbuhan payudara (-), rambut pubik (-),
haid (-)
(kesan: riwayat tumbuh kembang pasien buruk karena tidak terdapat
kemajuan dalam tumbuh kembang pasien saat ia bayi hingga saat ini)
Riwayat Imunisasi
I.3
Tekanan Darah
: 110 / 70 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Respiration Rate
: 34 x/menit
Suhu
: 38,2 0C
(kesan: pasien mengalami febris)
5. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Kepala dan Wajah
Kepala mikrocephal. Wajah terlihat seperti orang tua. Warna
rambut hitam, depigmintasi (-), tidak mudah dicabut, dan
terdistribusi merata.
2) Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil isokor,
refleks cahaya (+/+), mata keruh (+/-)
3) Hidung
simetris, deviasi septum (-), discharge (-), deformitas (-) dan napas
cuping hidung (-)
4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Mulut
Coated tongue (-), lidah tremor (-), bibir sianosis (-).
6) Tenggorokan
Faring tidak hiperemis, T1 T1
b. Pemeriksaan leher
Deviasi Trakhea (-), KGB membesar (-), Nyeri Tekan (-), Pembesaran
Tiroid (-), JVP dbn.
c. Pemeriksaan thoraks
Pulmo : dekstra-sinistra
Inspeksi : Normochest, dinding dada simetris, retrraksi suprasternal
(-)
Palpasi : ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris (kanan-
kiri)
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (+/+).
Cor :
Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : Batas Kiri atas ICS II linea parasternal sinistra
Batas Kanan atas ICS II linea parasternal dextra
Batas kiri bawah ICS V antara linea midclavicula dan axilaris
anterior
7
d. Pemeriksaan abdomen:
Resume
orang tua, mata kanan keruh, turgor kulit menurun, kehilangan lemak di bawah
kulit, ronki dikedua lapang paru, kulit kering (-), kulit bersisik (-), crazy pavement
(-), edema pada punggung kaki (-)
I.5
Diagnosis sementara
Cerebral Palsy
Observasi Febris
Pnemonia
Gizi Buruk
I.6
Planing
Darah Rutin
Monitoring KU, Vital sign
Observasi Demam
Foto Thoraks
I.7
Hasil laboratorium :
Tanggal 24-10-2014
PEMERIKSAAN
HASIL
NILAI
SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin
12.3 L
12.5 15.5
g/dL
Leukosit
7.2
5.0 11.0
Ribu
Eritrosit
4.18
4.0 5.4
Juta
Hematokrit
33.7 L
37 45
Trombosit
347
150 400
Ribu
MCV
80.6
77 91
Mikro m3
MCH
29.4
24 30
pg
9
MCHC
36.5
32 36
g/dL
RDW
14.7
10 16
MPV
8.4
7 11
Mikro m3
Limfosit
0.8 L
1.5 6.5
10*3/mikroL
Monosit
2.0 H
0 0.8
10*3/mikroL
Eosinofil
0.0
0 0.6
10*3/mikroL
Basofil
0.0
0 0.2
10*3/mikroL
Neutrofil
4.3
1.8 8.0
10*3/mikroL
Limfosit %
11.2 L
25 40
Monosit %
27.7 H
28
Eosinofil %
0.1 L
24
Basofil %
0.6
01
Neutrofil %
60.4
50 70
PCT
0.291
0.2 0.5
PDW
13.3
10 18
LED I
0 15
mg/jam
LED II
(Kesan:
Anemia
Normositik
mg/jam
Normochromic,
Hemokonsentrasi,
Limfositopeni, Monositosis)
I.8
Kesan:
I.9
gambaran bronkopnemonia
Assesment
Cerebral Palsy
Observasi Febris
Bronkopneumonia
10
Gizi Buruk
1.10
Planning
a. Farmakologi
b. Non-Farmakologi
Diet sonde F100 per 2 jam (kalori 1800 kkal/24 jam, protein: 36 gram/24
jam
11
I.11
Date
Follow Up
S
sulit dikeluarkan
RR : 20 x / menit
: 36.5 C
Vesikuler
Kanul O2 2
Cerebral
Palsy,
L/menit
ronki (+/+)
3B 10 tpm
Buruk
Ceftriaxone
perawatan
1x1 gram
hari ke 2
PCT 4x7.5 ml
Cerebral
sulit dikeluarkan
RR: 20x/menit
Palsy,
S: 36.4 0C
Mulai berkurang
L/menit
Observasi
3B 10 tpm
sulit dikeluarkan
RR : 24 x / menit
: 37.2 oC
Buruk
Ceftriaxone
perawatan
1x1 gram
hari ke 3
PCT 4x7.5 ml
Cerebral
Palsy,
Pnemonia,
Vesikuler
(+/+), Observasi
ronki
berkurang
Buruk
perawatan
hari ke 4
12
sulit dikeluarkan
RR: 30 x /menit
Ronki
Cerebral
Terapi
Palsy,
diteruskan
Pnemonia,
(+/+) Observasi
berkurang
Febris, Gizi
Buruk
perawata
hari ke 5
Serebral
Terapi
RR: 25x/menit
Palsy,
diteruskan
Suhu: 37,40C
Pnemonia,
berkurang
Observasi
Febris, Gizi
30/10/201 Batuk
4
Buruk
Serebral
Terapi
RR: 20x/menit
Palsy,
diteruskan
Suhu: 36.60C
Pnemonia,
Diet
Observasi
2x120kkal
sudah N: 122x/menit
berkurang
F100
Febris, Gizi
buruk
I.12 Prognosis
ad vitam
ad functionam
: Ad bonam
: Ad malam
ad sanationam : Ad bonam
BAB II
13
PEMBAHASAN
II.1
Cerebral Palsy
II.1.1 Definisi
Cerebral Palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam
susunan saraf pusat, bersifat kronik dan non progresif akibat kelainan atau cacat
pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.
Secara umum, beberapa ahli mengartikan Cerebral Palsy sebagai kondisi
yang ditemukan pada anak berupa kejang atau kekakuan disertai mobilitas dan
kemampuan bicara yang rendah. Cerebral merujuk pada otak, yang merupakan
wilayah yang terkena dampak dari otak (meskipun kemungkinan besar melibatkan
gangguan koneksi antara korteks dan bagian-bagian lain dari otak seperti
serebelum), dan palsy mengacu pada gangguan pergerakan, suatu kondisi yang
ditandai dengan tremor pada tubuh yang tidak dapat terkontrol.
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John
Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah Cerebral Diplegia, sebagai akibat
prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali
memperkenalkan istilah Cerebral Palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya
dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis.
I.1.2
Etiologi
Pranatal :
a. Malformasi kongenital.
b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun (Nelson,
1994)
c. Usia ayah < 20 tahun (Cummins, 1993) dan > 40 tahun (Fletcher,
1993)
14
meningitis
bakterial,
abses
serebri,
tromboplebitis, ensefalomielitis.
c. Epilepsy
d. Malnutrisi
I.1.3
Klasifikasi
Banyak klasifikasi yang diajukan oleh para ahli, tetapi pada kesempatan
lebih berat.
Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit
lebih berat.
Monoplegi, bila hanya satu anggota gerak.
Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak
bawah, biasanya merupakan varian dan kuadriplegi.
16
mental. Di samping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperefleksi ringan, jarang
sampai timbul klonus.
mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetnis dan disantni.
3) Tipe campuran
Gejala-gejalanya merupakan campuran kedua gejala di atas.
Patofisiologi
17
Cerebral Palsy terjadi karena adanya kerusakan pada sel-sel otak yang
berfungsi untuk mengontrol pergerakan otot. Ketika sel-sel tersebut mati, maka
tidak ada lagi impuls yang diteruskan ke sel otot. Ataupun hilangnya kontrol pada
otot dapat terlihat pada gejala-gejala yang terdapat pada penderita Cerebral Palsy.
Lesi otak pada suatu paralisis otak walaupun bersifat permanen tetapi tidak
progresif. Hilangnya fungsi neuron otak menyebabkan terjadinya pelepasan
sistem kontrol yang menyebabkan beban berlebihan dan disebut release
phenomenon. Gambaran lesi otak pada anak-anak dibagi berdasarkan luas dan
lokasi lesi, termasuk pada korteks motoris serebral, ganglia basalis atau
serebelum.
serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti
polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa
tahun pasca natal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi
genetik, gangguan metabolisme.
Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca
natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi neuron, dan pembentukan selubung
myelin.
Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya
kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus
yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventrikuler
ganglia basalis, batang otak dan serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler
dan subependim. Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa
menyebabkan nekrosis.
Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh
dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak;
bisa menyebabkan Cerebral Palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental
retardasi.
Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi
obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak
bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel.
Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder.
Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang irreversibel. Lesi irreversibel lainnya
akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu
ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi.
I.1.5
Gejala Klinis
Gambaran klinik cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya jaringan
otak yang mengalami kerusakan
1) Paralisis
19
bangkannya gerakan-
hemianopsia,
Diagnosis
Menegakkan diagnosis pasti dari Cerebral Palsy tidaklah begitu mudah,
terutama pada bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Pada kenyataannya untuk
mendiagnosis Cerebral Palsy ada suatu fase dimana dokter hanya mengawasi
ataupun menunggu untuk melihat apakah kerusakan motorik bersifat permanen
20
fisik
lengkap
dilakukan
dengan
memperhatikan
perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih
menetap. Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan
berulang kali, karena gejala dapat berubah, terutama pada bayi yang dengan
hipotoni, yang menandakan perkembangan motorik yang terlambat; hampir
semua Cerebral Palsy melalui fase hipotoni.
3. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dari Cerebral Palsy tidak dapat dibuat berdasarkan
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah ataupun pemeriksaan
radiologi (X-Ray, CT-Scan, dan MRI), namun demikian pemeriksaan tersebut
dapat saja dilakukan untuk menyingkirkan kecurigaan-kecurigaan mengenai
penyakit yang lainnya. MRI dan CT Scan merupakan pemeriksaan yang paling
sering dilakukan pada pasien-pasien dengan kecurigaan Cerebral Palsy.
Pemeriksaan-pemeriksaan ini memberi kecurigaan berupa Hidrocephalus atau
21
PENGOBATAN
Tidak ada terapi spesifik terhadap Cerebral Palsy. Terapi bersifat
1. Pertimbangan psikologis
Orang tua penderita membutuhkan pendekatan khusus karena diagnosis
jarang ditegakkan pada awal kehidupan sehingga orang tua beranggapan
bahwa anaknya normal dan kecewa bila mengetahui anaknya tidak normal.
Banyak orang tua yang tidak dapat menerima hal ini. Perkembangan
psikologis anak tergantung pada usia dan perkembangan mentalnya.
Beberapa anak kurang dapat memusatkan perhatian dan labil sehingga sulit
untuk diajar.
2. Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang bersifat kausatif. Biasanya beberapa pasien
diterapi dengan obat-obatan untuk mengatasi epilepsi dengan harapan dapat
mengontrol perluasannya dengan pemberian obat jenis antikonvulsan.
Antikonvulsan bekerja dengan mengurangi stimulasi yang berlebihan pada
otak tanpa menyebabkan depresi pada pusat vital lainnya seperti pusat
pernapasan dan bersifat non sedatif. Beberapa jenis antikonvulsan yang
sering digunakan yaitu : barbiturate, hidantoin, benzodiazepine.15
Beberapa pengobatan juga dianjurkan untuk beberapa pasien dengan tipe
spastik, sebelum terjadinya kontraktur dapat diberikan diazepam, dantrolene
dan baclofen. Penemuan terbaru yaitu dengan menggunakan Botulinium
Toxin (Botox) sangat berguna untuk mengatasi tipe spastik, biasanya
diinjeksikan langsung ke otot yang mengalami spastik, diperkirakan dapat
mengurangi tonus otot selama beberapa bulan. Tipe athetosis dapat diterapi
dengan pemberian trihexyphenidil HCl dan benztropine.16
3. Terapi fisik dan okupasional (Occupational therapy)
Terapi fisik dan okupasional berfungsi untuk relaksasi otot, memperbaiki
koordinasi otot dan meningkatkan kontrol otot volunter sehingga pergerakan
dapat dikontrol. Terapi fisik bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dan
mobilitas, hal ini diusahakan melalui latihan-latihan, berusaha untuk
memperbaiki posisi dan belajar jalan sendiri atau belajar untuk
menggunakan beberapa alat bantu seperti kursi roda, skuter, sepeda beroda
dua atau beroda tiga, alat bantu berupa penyangga pada kaki.
23
untuk
mempermudah
pengelolaan
d. Stereotaxic Thalamotomy
Teknik ini meliputi operasi di area spesifik dari otak, yaitu thalamus yang
merupakan stasiun pada otak yang menerima pesan-pesan dari otot dan
organ-organ indera (organ sensoris). Prosedur ini terbukti efektif hanya
untuk menggurangi tremor hemiparetik.
e. Bedah pada kontraktur
Operasi yang dilakukan didasarkan atas prinsip penanganan ortopedi
terhadap kelainan neurologi dan trauma.
Secara umum operasi bermanfaat terutama pada tipe spastik, tetapi tidak
diindikasikan sampai anak mencapai perkembangan keseimbangan tubuh.
Orang tua harus diingatkan bahwa operasi bertujuan untuk memperbaiki
fungsi tapi tidak dapat memperbaiki anggota gerak yang spastik menjadi
normal, teknik pembedahan yang dapat dilakukan yaitu pemanjangan
tendon dan pemindahan tendon.
Pembedahan sering dianjurkan ketika kontraktur yang cukup parah untuk
menyebabkan masalah gerakan. Di ruang operasi, dokter bedah dapat
memperpanjang otot dan tendon yang proporsional terlalu pendek.
Pertama, dokter bedah harus menentukan otot-otot tepat, karena
memperpanjang otot yang salah bisa membuat masalah lebih buruk.
Menemukan masalah otot yang perlu koreksi dapat menjadi tugas yang
sulit. Hal ini disebabkan berjalan dua langkah dengan gaya berjalan (gait)
normal, dibutuhkan lebih dari 30 otot besar bekerja di waktu yang tepat
dan gaya yang tepat. Kelainan dalam salah satu otot tersebut dapat
menyebabkan gaya berjalan abnormal. Sedangkan penyesuaian alami
tubuh untuk mengimbangi dan mengkompensasi kelainan otot tersebut
dapat menyesatkan. Sebuah alat baru yang memungkinkan para dokter
untuk menemukan kelainan gaya berjalan abnormal, kelainan pada otot,
dan memisahkan kelainan yang nyata dari mekanisme kompensasi
disebut gait analysis. Gait analysis menggabungkan kamera yang
merekam pasien ketika sedang berjalan, komputer yang menganalisis
setiap porsi gaya berjalan pasien, force plates yang mendeteksi ketika
kaki menyentuh tanah, dan teknik perekaman khusus yang dapat
mendeteksi aktivitas otot (yang dikenal sebagai Elektromiografi). Dengan
26
PROGNOSIS
Hingga saat ini Cerebral Palsy tidak dapat disembuhkan, tetapi
27
PNEMONIA
II.1
Definisi
universal
(Setyoningrum, 2006).
Menurut Pedoman Pelayan Medis (2009), pneumonia adalah infeksi akut
parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial.
Pneumonia
Pada
diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.
Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan
pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak
menunjukkan perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa
pneumonia bacterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik,
leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis (IDAI, 2012).
28
Epidemiologi
Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat
endemik. Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim
panas sampai ke awal musim gugur yang dapat berlangsung satu sampai dua
tahun. Infeksi tersebar luas dari satu orang ke orang lain dengan percikan air liur
(droplet) sewaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi kelihatan menyebar lebih mudah
antara populasi yang padat manusianya misalnya di sekolah, asrama, pemukiman
yang padat dan camp militer.
WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan oleh
bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di
negara-negara berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun 2
dengan usia sampai dewasa akhir. Lansia juga berada pada risiko tertentu untuk
pneumonia dan kematian terkait penyakit lainnya. Di Inggris, kejadian tahunan
dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap 1000 orang untuk kelompok
usia 18-39. Bagi mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus
untuk setiap 1000 orang. Sekitar 20-40% individu yang memerlukan kontrak
pneumonia masuk rumah sakit yang antara 5-10% diterima ke Unit perawatan
kritis. Demikian pula, angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%.
Individuindividu ini juga lebih cenderung memiliki episode berulang dari
pneumonia. Orang-orang yang dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun juga
beresiko tinggi untuk pneumonia.
II.3 Etiologi
Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara
maju (IDAI, 2012) :
Bakteri
Bakteri
E. colli
Bakteri anaerob
Streptococcus group B
Streptococcus group D
Usia
Lahir - 20 hari
29
Liseria monocytogenes
Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonia
Virus
CMV, HSV
Bakteri
Bakteri
Chlamidya trachomatis
Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia
Virus
Moraxella catharallis
Adenovirus
Staphylococcus aureus
Virus Influenza
Ureaplasma urealyticum
Virus
Respiratory Syncytial
CMV
3 minggu - 3 bulan
Virus
4 bulan 5 tahun
Bakteri
Bakteri
Chlamidya pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Moraxella catharalis
Streptococcus pneumonia
Neisseria meningitides
Virus
Staphylococcus aureus
Adenovirus
Virus
Virus Parainfluenza
Rinovirus
Respiratory Syncytial
30
virus
Bakteri
Bakteri
Chlamidya pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Legionalle sp
Streptococcus pneumonia
Staphylococcus aureus
5 tahun remaja
Virus
Adenovirus
Varisela Zoster virus
Respiratory Syncytial virus
Epstein-Barr virus
II.4
Klasifikasi
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia,
terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang
cepat.
Selanjutnya, jumlah
Manifestasi Klinis
Menurut IDAI (2012), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
60x/menit, retraksi dada, batuk dan mendengus. WHO tidak membedakan antara
pneumonia neonatal dan bentuk lain dari sepsis berat, seperti bakteremia, karena
gejala-gejala yang tampak hamper sama, dan keterlibatan organ dan pengobatan
empirik rejimen yang sama. Takipnea merupakan tanda yang paling sering
didapatkan dalam 60-89% kasus, termasuk tanda lain seperti retraksi dada (3691% kasus), demam (30-56%), ketidakmampuan untuk makan (43 -49%), sianosis
(12-40%), dan batuk (30-84%) (Nessen, 2007).
Kriteria takipnea menurut WHO :
Umur
0-2 bulan
2-12 bulan
1.5 Tahun
>5 tahun
Dikutip dari Gittens MM. P
2002.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :
Gejala infeksi umum :
Demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu makan, keluhan
gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare
Gejala gangguan respiratori :
Batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger,
merintih dan sianosis.
Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti malas
makan, letargi, iritabilitas, sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan keseluruhan
kesan bahwa bayi tidak baik. Gejala pernapasan seperti grunting (mendengus),
tachypnea, retraksi, sianosis, apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif.
Pada bayi dengan ventilasi mekanik, kebutuhan untuk dukungan ventilasi
meningkat dapat menunjukkan infeksi. Tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
fisik, seperti tumpul pada perkusi, perubahan suara napas, dan adanya ronki,
radiografi thorax didapatkan infiltrat baru atau efusi pleura. Tanda akhir
pneumonia pada neonates tidak spesifik seperti apnea, takipnea, malas makan,
distensi abdomen, jaundice, muntah, respirasi distress, dan kolaps sirkulasi (Stoll,
2011).
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,
suara napas melemah dan ronki. Akan tetapi pada neonates dan bayi kecil, gejala
dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi
dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan (Pedoman Pelayanan
Medik, 2009).
33
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Penunjang
I.1.7.1
ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada
pneumonia didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3
dengan predominan PMN.
I.1.7.2
Uji Serologis
Uji serologic untuk mendeteksi antigen dan antibody pada infeksi bakteri
tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis
infeksi Streptokokkus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer
antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim atau antiDnase B.
Secara umum, uji serologis tidak selau bermanfaat dalam mendiagnosis
infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti
Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, CMV, campak,
Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B, dan Adeno, peningkatan antibody IgM
dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.
I.1.7.3
Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan
34
foto
rontgen
thoraks
dapat
membantu
mengarahkan
Infiltrate
Diagnosis
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau
serologis merupakan dasr terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang
35
memadai.
Pneumonia berat
Bila ada sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotic
Pneumonia
Bila tidak ada sesak napas
Ada napas cepat dengan laju napas :
>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
>40 x/menit untuk anak > 1-5 tahun
Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotic oral
Bukan pneumonia
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotic, hanya diberikan
pengobatan simptomati seperti penurun panas
36
Pada bayi berusia dibawah usia 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi,
mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian.
Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :
Pneumonia
Bila ada napas cuping cepat (>60 x/menit) atau sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.
I.1.9
Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
Pengobatan suportif
dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.
Penggunaan antibiotic yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan.
37
GIZI BURUK
III.1
Definisi
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.
III.2
Etiologi
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara
garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan
yang kurang dan anak sering sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk
dipengaruhi oleh faktor lain seperti sosial ekonomi, kepadatan penduduk,
kemiskinan, dan lain-lain.4,5
A. Faktor utama penyebab gizi buruk pada anak2
1. Peranan diet
38
masalah
39
Patofisiologi
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri
(host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet
(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.
Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi
tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan
kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan hidup dengan
40
memenuhi
kebutuhan
pokok
atau
energi.
Kemampuan
tubuh
untuk
Klasifikasi
Klasifikasi menurut Wellcome pada MEP berat dapat digunakan sampai
usia lebih dari 20 tahun. Klasifikasi menurut Wellcome ini sangat sederhana
karena hanya melihat % BB/U dan ada atau tidaknya edema. Terdapat kategori
kurang gizi ini meliputi anak dengan PEM sedang atau yang mendekati PEM
berat tapi tanpa edema, pada keadaan ini % BB/U berada diatas 60%.4
<60
>90
<60
III.5 Antropometri
Berat Badan
Berat badan adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah
diukur dan diulang dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat. Hasil
pengukuran berat badan dipetakan pada kurva standar Berat badan/ Umur (BB/U)
dan Berat Badan/ Tinggi Badan (BB/TB). Adapun interpretasi pengukuran berat
badan yaitu:4
BB/U dibandingkan dengan acuan standard (CDC 2000) dan dinyatakan
dalam persentase:4
> 120 %
(kwashiorkor)
< 60%
(marasmus kwashiorkor)
Tinggi Badan (TB)
Tinggi badan pasien harus diukur pada tiap kunjungan . Pengukuran berat
badan akan memberikan informasi yang bermakna kepada dokter tentang status
nutrisi dan pertumbuhan fisis anak. Seperti pada pengukuran berat badan, untuk
pengukuran tinggi badan juga diperlukan informasi umur yang tepat, jenis
kelamin dan baku yang diacu yaitu CDC 2000.4
Interpretasi dari dari TB/U dibandingkan standar baku berupa:4
90 110 % : baik/normal
42
70 89 %
: tinggi kurang
< 70 %
III.6
> 120 %
90 110 % : normal
70 90 %
: gizi kurang
< 70 %
: gizi buruk
: Obesitas
Gejala Klinis
Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian
lonjong,
berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas.
Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang
dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan
penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik
atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan
pernafasan menjadi berkurang.2,3
Pada kasus malnutrisi kwashiokor marasmik ditemukan perpaduan gejala
antara kwashiokor dan marasmus. Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang
makanan sehari-harinya tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada anak-anak penderita kasus ini disamping terjadi
penurunan berat badan dibawah 60% berat badan normal seusianya, juga
memperlihatkan tanda-tanda kwashiokor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada kwashiokor adalah
rambut menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita, warna
rambut menjadi lebih merah, ataupun kelabu hingga putih. Kelainan kulit yang
khas pada penyakit ini ialah crazy pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi
tampak bercak menyerupai petechiae yang lambat laun menjadi hitam dan
44
45
Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik
46
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber
energi yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein
serta energi tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan
kebersihan
Keterangan :
Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian
formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco
dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik
( dibutuhkan ketrampilan petugas )
Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari
Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam
dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
5. Mengobati infeksi
Setiap anak gizi buruk harus diberikan antibiotika : dengan atau tanpa demam.
Tanpa komplikasi : kotrimoksazol
Dengan komplikasi
: gentamicin + ampicillin diikuti amoxicillin oral
6. Memperbaiki kekurangan zat-zat mikro
KVA :
Tidak ada gejala
: hari pertam (1 kapsul)
Ada gejala
: hari ke 1,2, dan 15 (@ 1 kapsul)
50
Sarankan :
Bulan I: 1x/minggu
Bulan II
: 1x/2 minggu
BAB III
ANALISA KASUS
Anak perempuan usia 14 tahun datang dengan keluhan demam sejak 10
hari sebelum masuk rumah sakit. Ibu pasien mengatakan anaknya juga batuk dan
dahaknya tidak dapat dikeluarkan. Pasien juga mengalami sesak napas ketika
dibawa ke IGD. Pasien didiagnosa pnemonia.
Pasien juga mengalami tumbuh kembang yang tidak sesuai dengan teman
sebayanya. Pasien dari kecil hingga saat ini hanya bisa berbaring di tempat tidur,
tidak bisa duduk ataupun berbicara. Riwayat pubertas pasien: pasien belum haid,
tidak ada pertumbuhan payudara, tidak ada pertumbuhan rambut pubik. Kondisi
tubuh pasien kaku di bagian kedua kaki dengan bentuk kaki melipat ke salah satu
sisi sejak ia kecil hingga saat ini. Pasien didiagnosa serebral palsy.
Anamnesa:
Pasien didiagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa
sebagai berikut:
Pasien mengalami demam sejak 10 hari yang lalu disertai batuk dan ada
sesak napas. Diagnosis tersebut didasarkan atas teori:
51
1) Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia.
Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
2) Gangguan perkembangan mental
Retardalasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy
terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia.
Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran kompos mentis atau sadar penuh.
b. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan suhu 38,2 C, tekanan
darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi napas 34
x/menit.
c. Status lokalis pada pulmo didapatkan suara napas ronki dikedua lapang
paru.
d. Pada pemeriksaan antopometri didapatkan berat badan anak 12 kg, tinggi
badan 107 cm, umur pasien 14 tahun. Jika dinilai BB/(TB)2 didapatkan
IMT= 10,48
Kesan gizi dari pasien adalah status gizi buruk
Pemeriksaan penunjang
52
Terapi
Farmakologi
b. Non-Farmakologi
Diet sonde F100 per 2 jam (kalori 1800 kkal/24 jam, protein: 36 gram/24
jam
53
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
p. 87-8.
Price & Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6 th
3.
4.
http://www.dnf.ne.jp/doc/english/global/david/dwe002/dwe00210.html
Office and Communication of Public Liasion Bethesda. What is Cerebral
Palsy [Online]. 2006 [cited 2010 Feb 27]; [3 screens]. Available from:
5.
URL: http://www.askthelawdoc.com/about-cp.html
Miller B. Cerebral Palsy: A Guide for Care [Online]. 2006 [cited 2010 Feb
27]; [9 screens]. Available from:
URL:
6.
http://gait.aidi.udel.edu/res695/homepage/pd_ortho/clinics/cpalsy.html
Fox AM. A Guide to Cerebral Palsy [Online]. 1999 [cited 2010 Mar 3];
[12 screens]. Available from: URL: http://www.ofcp.on.ca-images-
7.
brain.gif.html
Treathing Cerebral Palsy [Online]. 2007 [cited 2010 Mar 3]; [5 screens].
Available from: URL: http://treatmentofcerebralpalsy.com/index.html
54
8.
9.
10. Said, M. 2012. Respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia, halaman
350-364.
11. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu
Gizi Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2005 : 95-137
55