PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan merupakan kejadian fisiologis yang prosesnya dapat berjalan
dengan aman jika penolong persalinan dapat memantau persalinan untuk
mendeteksi dini terjadinya komplikasi Pertolongan persalinan oleh dukun
menurut WHO relatif masih tinggi yaitu sekitar 70% sampai 80% (Manuaba,
1998). Di Indonesia pertolongan persalinan yang ditolong oleh dukun bayi
sebesar 40%(Djaja,2003).
Tenaga yang sejak dahulu kala sampai sekarang memegang peranan
penting dalam pelayanan kebidanan ialah dukun bayi atau nama lainnya dukun
beranak, dukun bersalin, dukun peraji. Dalam lingkungan dukun bayi merupakan
tenaga terpercaya dalam segala soal yang terkait dengan reproduksi wanita. Ia
selalu membantu pada masa kehamilan, mendampingi wanita saat bersalin,
sampai persalinan selesai dan mengurus ibid an bayinya dalam masa nifas.
Dukun bayi biasanya seorang wanita sudah berumur 40 tahun ke atas.
Pekerjaan ini turun temurun dalam keluarga atau karena ia merasa mendapat
panggilan tugas ini. Pengetahuan mereka tentang fisiologis dan patologis dalam
kehamilan, persalinan, serta nifas sangat terbatas oleh karena itu apabila timbul
komplikasi mereka tidak mampu untuk mengatasinya, bahkan tidak menyadari
akibatnya, dukun tersebut menolong hanya berdasarkan pengalaman dan
kurang professional. Berbagai kasus sering menimpa seoarang ibu atau bayinya
seperti kecacatan bayi sampai pada kematian ibu dan anak.
Penyebab langsung kematian bayi di Indonesia diantaranya asfiksia (27%),
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (29%), Tetanus Neonatorum (10%), masalah
pemberian makanan (10%), Gangguan hematologik (6%), dan infeksi (5%)
(Depkes,2007). . Infeksi pada bayi baru lahir sebagai penyebab kematian
neonatal masih banyak dijumpai. Infeksi pada bayi baru lahir disebabkan oleh
pertolongan persalinan oleh dukun bayi yang belum mengerti tentang konsep
bersih dan aman dalam menolong persalinan (Depkes RI,1992).
Dalam usaha meningkatkan pelayanan kebidanan dan kesehatan anak maka
tenaga kesehatan seperti bidan mengajak dukun untuk melakukan pelatihan
dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan dalam menolong persalinan,
selain itu dapat juga mengenal tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan
persalinan dan segera minta pertolongan pada bidan. Dukun bayi yag ada harus
ditingkatkan kemampuannya, tetapi kita tidak dapat bekerjasama dengan dukun
bayi dalm mengurangi angka kematian dan angka kesakitan (Prawirohardjo,
2005).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan landasan teori dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut :
Tujuan
1.
Tujuan umum
Mengetahui gambaran tentang pertolongan persalinan oleh tenaga nonmedis.Tujuan
2.
Tujuan Khusus
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Untuk mengetahui pelayanan apa saja yang dapat diberikan oleh tenaga
kesehatan non-medis.
D. MANFAAT
1.
Untuk Masyarakat
a.
b.
2.
Untuk paraji
Peraji menyadari kelemahan dari pertolongan yang diberikannya dan bersedia
untuk menerima pelatihan dan menambah pengetahuan.
3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tenaga kesehatan non-medis ( dukun )
1. Pengertian
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan non-medis seringkali
dilakukan oleh seseorang yang disebut sebagai dukun beranak, dukun bersalin
atau peraji. Pada dasarnya dukun bersalin diangkat berdasarkan kepercayaan
masyarakat setempat atau merupakan pekerjaan yang sudah turun temurun dari
nenek moyang atau keluarganya dan biasanya sudah berumur 40 tahun ke
atas ( Prawirohardjo, 2005).
Pendidikan dukun umumnya adalah Kejar Paket A atau tamat SD, bisa
baca tulis dengan kapasitas yang rendah, mereka tidak mendapat ilmu tentang
cara pertolongan persalinan secara teori di bangku kuliah, tetapi mereka hanya
berdasarkan pengalaman saja. Peralatan yang digunakannya hanya seadanya
seperti memotong tali pusat menggunakan bambu, untuk mengikat tali pusat
menggunakan tali naken, dan untuk alasnya menggunakan daun pisang
2.
a.
Kemiskinan
Tersedianya berbagai jenis pelayanan public serta persepsi tentang nilai
dan mutu pelayanan merupakan faktor penentu apakah rakyat akan memilih
kesehatan atau tidak. Biasanya, perempuan memilih berdasakan penyedia
layanan tersebut, sementara laki-laki menentukan pilihan mereka berdasarkan
besar kecilnya biaya sejauh dijangkau oleh masyarakat miskin.
Sekitar 65% dari seluruh masyarakat miskin yang diteliti menggunakan
penyesia layanan kesehatan rakyat seperti bidan di desa, puskesmas atau
puskesmas pembantu(pustu), sementara 35% sisanya menggunakan dukun
beranak yang dikenal dengan berbagai sebutan. Walaupun biaya merupakan
alasan yang menentukan pilihan masyarakat miskin, ada sejumlah faktor yang
membuat mereka lebih memilih layanan yang diberikan oleh dukun. Biaya
pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa untuk membantu persalinan lebih
besar daripada penghasilan RT miskin dalam satu bulan. Disamping itu, biaya
tersebut pun harus dibayar tunai. Sebaliknya, pembayaran terhadap dukun lebih
lunak secara uang tunai dan ditambah barang. Besarnya tariff dukun hanya
sepersepuluh atau seperlima dari tariff bidan dea. Dukun juga bersedia
pembayaran mereka ditunda atau dicicil(Suara Merdeka, 2003).
b.
itu
masih
banyak
perempuan
terutama
muslimah
yang
tidak
sinyalemen
Dinkes
AKI
cenderung
tinggi
akibat
pertolongan
persalinan tanpa fasilitas memadai, antara lain tidak adanya tenaga bidan
apalagi dokter obsgin. Karena persalinan masih ditangani oleh dukun beranak
atau peraji, kasus kematian ibu saat melahirkan masih tetap tinggi. Pertolongan
gawat darurat bila terjadi kasus perdarahan atau infeksi yang diderita ibu yang
melahirkan, tidak dapat dilakukan.
Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang lebih memilih untuk
menggunakan dukun beranak. Sementara itu, definisi merekatentang mutu
pelayanan berbeda dengan definisi standar medis. Kelemahan utama dari mutu
pelayanan adalah tidak terpenuhinya standar minimal medis oleh para dukun
beranak, seperti dengan praktek yang tidak steril(memotong tali pusat dengan
sebilah bambu dan meniup lubang hidung bayi yang baru lahir dengan mulut).
Riwayat kasus kematian ibu dan janin dalam penelitian ini menggambarkan apa
yang terjadi jika dukun beranak gagal mengetahui tanda bahaya dalam masa
kehamilan dan persalinan serta rujukan yang terlambat dan kecacatan janin pun
bisa terjadi dari kekurangtahuan dukun beeranak akan tanda-tanda bahaya
kehamilan yang tidak dikenal(Suara Merdeka, 2003).
Selain itu, pertolongan persalinan oleh dukun sering menimbulkan kasus
persalinan, diantaranya kepala bayi sudah lahir tetapi badannya masih belum
bisa keluar atau partus macet, itu disebabkan karena cara memijat dukun bayi
tersebut kurang profesional dan hanya berdasarkan kepada pengalaman.
e.
Usaha Untuk Menjalin Kerjasama Antara Tenaga Medis dan Non-medis Dalam
Menolong Persalinan
Berdasarkan dukun di Indonesia masih mempunyai peranan dalam
menolong suatu persalinan dan tidak bisa dipungkiri, masih banyak persalinan
yang ditolong oleh dukun beranak, walaupun dalam menolong persalinan dukun
tidak berdasarkan kepada pengalaman dan berbagai kasus persalinan oleh
dukun seringkali terjadi dan menimpa seorang ibu dan atau bayinya. Tetapi
keberadaan dukun di Indonesia tidak boleh dihilangkan tetapi kita bisa
melakukan kerjasama dengan dukun untuk mengatasi hal-hal atau berbagai
kasus persalinan oleh dukun.
Seperti di daerah pedesaan Paminggir, Alas Kokon, Kertajayadan daerah
perkotaan Soklat setelah dua dari empat dukun beranak yang diwawacarai telah
menerima pelatihan dari dokter-dokter puskesmas pada tahun 1990-1991.
Mereka merasa pelatihan dan peralatan persalinan yang diberikan saat pelatihan
sangat bermanfaat. Para dukun juga dilatih tentang pencatatan dan pelaporan.
Setiap dukun dilatih membaca sampai mengerti bagaimana cara pengisian
kolom tersebut. Pelatihan untuk perawatan ibu hamil, pertolongan pada diare,
makanan bergizibagi bayi, balita dan ibu hamil juga dilakukan. Membina
hubungan baik dengan dukun juga dilakukan agar kita bisa lebih gampang
menjalin kerjasama dengan dukun.
f.
2.
Dukun mematok harga muruh, kadang bisa disertai atau diganti dengan
sesuatu barang misalnya beras, kelapa, dan bahan dapur lainnya.
3.
Dukun beranak dapat melanjutkan layanan untuk 1-44 hari pasca melahirkan
dengan sabar memanjakan ibu dan bayinya misalkan dia mencuci dan
membersihkan ibu setelah melahirkan.
4.
Dukun menemani anggota keluarga agar bisa beristirahat dan memulihkan diri,
sebaliknya bidan seringkali tidak bersedia saat dibutuhkan atau bahkan tidak
mau datang saat dipanggil.
B. Kerangka Konsep
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kartika, Sofia. 2004. Kerjasama Dukun dan Bidan Desa untuk Menekan AKI dan
AKB.http://www.jurnalperempuan.com
2.
3.