Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Penelitian
Penyembuhan luka adalah suatu proses koordinasi yang melibatkan hubungan
yang rumit antara faktor seluler, humoral dan unsur jaringan ikat. Respon host
terhadap penyembuhan luka pada umumnya dibagi atas beberapa fase yang masingmasing saling tumpang tindih yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi
( Sabiston, 1997; Mercandetti & Cohen, 2002).
Penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks yang ditandai dengan
adanya reepitelisasi dan pemulihan jaringan ikat dibawahnya. Selama proses ini,
keratinosit, sel sel endothelial, fibroblast dan sel sel radang berproliferasi dan
bermigrasi kedaerah yang mengalami luka, saling berinteraksi dengan matriks ekstra
sellular. Migrasi sel sel dan pemulihan jaringan ikat tersebut dipengaruhi oleh
degradasi matriks ekstrasellular dan aktifasi dari faktor faktor pertumbuhan. Proses
ini dicapai oleh protease ekstra sellular dan matriks metalloproteinase (Murray, 1995;
Sabiston, 1997).
Keloid

merupakan

tumor

jinak

fibroproliferatif

dermis yang hanya

terdapat pada manusia, ditandai dengan pertumbuhan jaringan parut yang melebihi
batas luka aslinya (Seifert dan Mrowietz,2009). Keloid dapat terjadi pada semua
golongan umur, tetapi paling sering pada usia 10-30 tahun terutama pada ras Negro
dan Asia dengan insidensi 4,5-16 % dan jarang terjadi pada bayi baru lahir atau orang
tua.(Shejbal et al., 2004) Selain mengganggu penampilan keloid dapat menyebabkan
kontraksi kulit, rasa nyeri dan gatal (Lee et al., 2004), serta dapat menurunkan
kualitas hidup penderita akibat kecacatan dan psikologis yang ditimbulkan (Bock et
al., 2006).

Keloid terjadi akibat ketidakseimbangan antara sistesis dan degradasi matriks


ekstraseluler (MES) pada saat penyembuhan luka (Butler et al.,2008). Fibroblas
keloid menunjukkan kemampuan proliferasi lebih besar dibandingkan dengan
fibroblas normal (Calderon et al., 1996).
Secara umum terapi untuk keloid sangatlah bervariasi. Secara garis besar
terapinya dibedakan menjadi dua, terapi bedah dan terapi non bedah. Terapi bedah
mulai dari eksisi total dengan menggunakan eksisi elips, w-plasty, z-plasty maupun
dengan teknik eksisi intralesi. Sedangkan contoh terapi non bedah seperti: Pressure
garmen, Injeksi kortikosteroid, radioterapi dll. Secara umum terapi yang sudah ada
belum memberikan hasil yang memuaskan, sering didapatkan respon yang kurang
optimal maupun rekurensi yang masih tinggi. Dengan menggunakan kombinasi dari
beberapa

terapi

menunjukkan

perbaikan

respon

maupun

rekurensinya

(Perdanakusuma & Noer, 2006; Froelich et al., 2007).


Triamsiolon menghambat proliferasi fibroblas normal dan fibroblas keloid,
menghambat sintesis kolagen, meningkatkan produksi kolagenase dan menurunkan
kadar inhibitor kolagenase. Steroid melalui reseptor glukokortikoid fibroblas juga
menyebabkan perubahan ultrastruktur dalam sintesis kolagen yang memperbaiki
organisasi bundel kolagen dan menyebabkan degenerasi nodul kolagen yang
merupakan ciri karakteristik keloid (Diegelmann et al., 1977; Golladay et al., 1988).
Triamsinolon merupakan terapi yang paling efektif dan yang paling banyak
digunakan untuk penanganan keloid. Triamsinolon merupakan suatu antiinflamasi
yang kuat dan merupakan terapi garis pertama untuk keloid (Porras et al., 2002). Uji
klinik skala besar dalam tahun 1960-an dan 1970-an menunjukkan bahwa efikasi
triamsinolon terhadap keloid melebihi 80 %. Obat ini diinjeksikan dengan alat suntik
secara intralesional langsung ke dalam keloid, dan sangat sedikit yang diabsorbsi ke
dalam darah. Dosis yang direkomendasikan adalah berkisar 10 40 mg/ml. Injeksi
dapat dilakukan berulang dengan interval 4-6 minggu sampai 6-10 bulan (Poochaeron
and Berman, 2003).

Pada percobaan oleh Cruz dan Korchin secara invitro, Triamsinolon dosis 10
nm dapat menghambat pertumbuhan fibroblas keloid dan fetus secara bermakna.
Sedangkan percobaan Carroll dkk, triamsinolon dosis 20 nm menyebabkan
peningkatan nilai TGF-B1 pada fibroblas normal dan keloid (Carroll et al., 2002).
Sediaan triamsinolon Asetonid yang ada dipasaran 10 mg/cc dan 40 mg/cc
(Kenacord A IA/ID, Bristol-Meyer Squibb).
Efek buruk termasuk atrofi subkutan, teleangiektasis, dan perubahan pigmen
terjadi pada separuh dari semua pasien yang mendapat terapi triamsinolon tetapi
kebanyakan akan membaik tanpa intervensi. Sindrom Cushing yang merupakan efek
sistemik steroid biasanya tidak terjadi, tetapi beberapa kasus telah dilaporkan
(Diegelmann et al., 1977).
5-Fluorourasil merupakan obat anti metabolik yang berperan menghambat
menghambat proliferasi fibroblastik pada jaringan dan dipercaya untuk mengurangi
skar setelah operasi dengan mengurangi proliferasi fibroblas dengan menghambat
sintesis pirimidin dengan menghambat enzim primidin sintase yaitu suatu enzim yang
mengkatalisis sintesis DNA. Antimetabolit tersebut mempunyai anti proliferative
(Diegelmann et al., 1977).
5-Fluorourasil merupakan suatu antimetabolit yang menghambat proliferasi
fibroblast dan memperbaiki

parut keloid. 5-Fluorourasil dilaporkan dapat

menghambat sklerosing pascaoperasi glaucoma. Pemberian 5-Flourourasil intralesi


sebagai terapi tunggal untuk keloid pada penelitian retrospektif dengan lebih dari
1000 pasien menunjukkan adanya respons inisial yang seragam tetapi diikuti dengan
rekurensi sehingga diperlukan pemberian yang serial. 5-FU (50 mg/ml) disuntikkan
dengan dosis 0,05 ml persentimeter linear atau sampai pucat setiap 3 minggu sampai
10 kali. Uji klinik terkontrol eksisi bedah diikuti dengan pemberian 5-FU secara
topikal menunjukkan perbaikan setelah 6 bulan evaluasi, bersamaan dengan
perbaikan marka imunohistokimia. Luka diolesi dengan 5-FU (50 mg/ml) selama 5
menit kemudian ditutup. Efek buruk jarang berupa iritasi kulit tanpa perubahan
hematologick (Manuskiatti dan Fitzpatrick, 2002).
3

Dosis akumulasinya dari 50 mg sampai 150 mg dengan konsentrasi 50 mg/ml


tiap pemakaian. Menunjukkan hasil yang lebih efektif bila dikombinasi dengan
kortikosteroid. Komposisinya 0,9 ml 5-FU (50mg/ml) dengan 0,1 ml triamcinolon
acetonide (10mg/ml) 3 kali/minggu. Efek sampingnya nyeri dan purpura pada daerah
suntikan serta dapat terjadi hiperpigmentasi temporer (Berman et al., 2009;
Perdanakusuma & Noer, 2006; Wilhelmi, 2008; Newsome et al., 2009; Froelich et al.,
2007).
Pada kultur fibroblas keloid dan normal, dosis 5-FU 0,1 mg/cc hanya sedikit
menghambat proliferasi fibroblas. Dosis 1,0 mg/cc dan 10 mg/cc dapat menghambat
proliferasi sel dengan baik tanpa menyebabkan sitolisis (Lewinson et al., 2002).
Sediaan 5-FU yang ada dipasaran 250 mg/cc dan 500 mg/cc (5-FU DBL,
Tempo Scan Pacific).
Substansi ini awalnya mengalami transformasi anabolik menjadi metabolit
nukleotida ribosil dan deoksiribosil. Secara spesifik, satu dari metabolit ini 5-fluoro-2
deoksipurin 5-fosfat, berikatan secara kovalen dengan sintetase timidilat dan
kofaktornya 10-metilen tetrahidat. Dengan cara demikian akan mengganggu langkah
biokimiawi penting pada sintesis nukleotida timin, sehingga dapat menghambat
secara kompetitif enzim timidilat sintase dan pada siklus sel yang spesifik dan juga
mengganggu replikasi fase S pada RNA (Wilhelmi, 2008; Newsome et al., 2009;
Froelich et al., 2007).
Degradasi kolagen ekstraseluler terjadi secara 2 tahap. Pada tahap pertama
enzim kolagenase (MMP1 untuk kolagen tipe3 dan MMP13 untuk kolagen tipe1)
akan merusak kolagen dermis dan menghasilkan fragmen kolagen yang larut dalam
air. Fragmen kolagen larut ini umumnya termolabil dan cepat mengalami denaturasi
menjadi gelatin. Selanjutnya oleh gelatinase A (MMP2 untuk fragmen kolagen tipe 1)
dan stromyelisin2 (MMP 10 untuk fragmen kolagen tipe3) fragmen dipecah lagi
menjadi asam amino bebas. Salah satu asam amino yaitu glisin yang larut dalam air
dapat digunakan untuk menilai aktifitas degradasi kolagen berdasarkan esai sirius red
kolagen terlarut (Heng et al., 2006).
4

Sintesis dan degradasi kolagen merupakan saat yang penting pada fase
proliferasi dan proses penyembuhan luka secara umum. Kolagen disekresi ke ruang
ekstrasellular dalam bentuk prokolagen. Bentuk ini selanjutnya membelah diri pada
segmen terminal dan disebut tropokolagen kemudian dapat bergabung dengan
tropokolagen lainnya membentuk filamen kolagen. Filamen ini kemudian bergabung
membentuk serat-serat kolagen. Bentuk filamen, fibril dan serat terjadi dalam matrik
glikosaminoglikan, asam hyaluronidase, chondroitin sulfat, dermatan sulfat dan
heparin sulfat yang dihasilkan oleh fibroblas. Sintesis kolagen dimulai hari ke-3
setelah luka dan berlangsung cepat sekitar minggu 2 4. Sintesis kolagen dikontrol
oleh enzim kolagenase dan faktor faktor lain yang mempengaruhi kolagen serta
selanjutnya akan dibentuk kolagen baru ( Marcandetti et. Al, 2002)
I.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai
berikut :
Apakah efektifitas antara 5-Fluorourasil dan Triamsinolon Asetonide
terhadap sintesis kolagen baru fibroblas pada keloid?
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan

dari

penelitian

ini

adalah

untuk

mendapatkan

bukti

dan

membandingkan efek 5-Fluorourasil dan Triamsinolon Asetonide terhadap sintesis


kolagen baru fibroblas pada keloid.
I.4. Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui efek 5-Fluorourasil terhadap sintesis kolagen baru
fibroblas pada keloid, diharapkan :
1. Sebagai bahan referensi bagi tenaga medis agar memiliki pemahaman mengenai
kolagen baru yang disintesis fibroblast pada keloid, sehingga dapat memberikan
edukasi pada pasien yang mengalami luka.
2. Untuk melengkapi sumber data bagi institusi kesehatan mengenai sintesis kolagen
fibroblas, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan dunia medis,
khusunya pada perkembangan dalam penyembuhan pasien yang mengalami luka
5

kulit.
3. Memberikan informasi kepada pasien tentang pentingnya pemeriksaan dini agar
luka kulit yang dialami pasien dapat disembuhkan dengan lebih cepat sehingga
tidak menimbulkan jaringan parut berlebih..
4. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang tertarik untuk
melakukan penelitian serupa.
I.5. Keaslian Penelitian
Penulis, tahun
Ganapathi P., 2008

Judul
The effect of broadbandUVB in combination with
triamcinolone
acetonide
onto keloid fibroblast in
collagen deposition and
degradation

Carrol et al., 2002

Hasil
Hipotesis I, hasil deposisi tidak
didapatkan angka kebermaknan
antara kombinasi TA dengan
UVB dengan kontrol
Hipotesis II, degradasi tidak
didapatkan angka kebermaknan
antara kombinasi TA dengan
UVB dengan control
TA dosisi 20 uM dapat
menghambat
pertumbuhan
fibroblast
keloid
melalui
penurunan
kadar
TGF-B1
secara signifikan.
H2O2 menyebabkan penuaan
fibroblast dan pengobatan
ekspresi SA-B gal

Triamcinolone acetonide
bFGF production and
hibits TGF-B1 production
by
human
dermal
fibroblast.
Dumon et al., 2000 Induction of replicative
senescence biomarkers by
sub
lethal
oxidative
stresses in normal human
fibroblast.
Tabel 1. Keaslian Penelitian

Penelitian dengan 5-FU sebagai terapi alternative keloid telah dilakukan oleh
Fitzpatrick pada tahun 1999. Penelitian ini menggunakan 1000 pasien menunjukkan
adanya respons inisial yang seragam tetapi diikuti dengan rekurensi sehingga
diperlukan pemberian yang serial.
Penulis menemukan sekitar 127 penelitian yang menggunakan Triamsinolone
Asetonide sebagai terapi koloid pada pubmed.gov., namun tidak satupun
membandingkan efek dengan 5-FU terhadap degradasi kolagen fibroblas pada keloid.

Sepengetahuan penulis, sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian yang


bertujuan untuk mengetahui efek 5-Fluorourasil dan Triamsinolon Asetonide terhadap
sintesis kolagen baru pada fibroblas keloid.

Anda mungkin juga menyukai