Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses belajar mengajar hakikatnya adalah proses komunikasi, dimana
guru berperan sebagai pengantar pesan dan siswa sebagai penerima pesan (wina
sanjaya, 2008:205). Pesan yang dikirimkan oleh guru berupa isi/materi pelajaran
yang dituangkan kedalam simbol-simbol komunikasi baik verbal maupun non
verbal. Proses komunikasi dapat mengalami hambatan, artinya tidak selamanya
pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan mudah diterima oleh penerima
pesan. Bahkan adakalanya pesan yang diterima tidak sesuai dengan maksud yang
disampaikan dengan kata lain terjadi kesalahan komunikasi. Wina Sanjaya
( 2008:206) mengemukakan beberapa faktor yang dapat menyebabkan kesalahan
komunikasi , pertama, faktor lemahnya kemampuan pengiriman pesan dalam
mengkomunikasikan informasi sehinggga pesan yang disampaikan tidak jelas
diterima, atau mungkin salah menyampaikannya. Kedua, faktor lemahnya
kemampuan penerima pesan dalam menerima pesan yang disampaikan, sehingga
ada kesalahan dalam menginterperestasi pesan yang disampaikan. Suatu proses
komunikasi memerlukan saluran atau cara yang berfungsi untuk mempermudah
penyampaian pesan, beberapa saluran atau cara itu berupa strategi pembelajaran,
dan model pembelajaran.
Stratrgi pembelajarana adalah garis-garis besar haluan untuk bertindak
dalam usaha mencapai sasaran yang telah di tentukan. Strategi dalam
1

pembelajaran dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru anak didik
dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
digariskan (Djamrah & Zain, 2010 : 5). Model pembelajaran menurut Joyce
(Trianto,2010: 22) yaitu suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial dan untuk menentukan

perangkat-perangkat

pembelajaran

termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain yang


mengarahkan kedalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik
sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Peneliti telah melakukan wawancara dengan salah satu guru mata
pelajaran Fisika SMA Nusantara. Hasil wawancara telah diperoleh informasi
bahwa SMA Nusantara Palangka Raya merupakan sekolah yang telah
menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). SMA Nusantara
Palangka Raya pada kelas X terdiri dari 5 ruangan dengan jumlah siswa tiap kelas
23 orang, mempunyai sarana dan prasarana sekolah seperti ruang kelas,
perpustakaan dan laboratorium yang cukup memadai. Kualitas

pembelajaran

fisika disekolah dapat diamati dari hasil belajar siswa disekolah. Kenyataan yang
terjadi pada saat ini, secara kualitatif kondisi hasil belajar fisika SMA Nusantara
masih belum mencapai hasil belajar yang diharapkan. Hal ini terlihat dari hasil
observasi dan wawancara peneliti dengan guru fisika yang menyatakan bahwa
hasil belajar fisika masih belum maksimal, yang dilihat dari nilai rata-rata hasil
belajar fisika akhir pelajaran yang masih belum mencapai standar nilai yang

ditetapkan yaitu 65. Nilai rata-rata siswa masing-masing kelas dapat dilihat
dalam tabel dibawah ini :
Tabel 1.1 Nilai rata-rata Fisika kelas X tahun ajaran 2010/2011
Kelas
Nilai rata-

X-1

X-2

X-3

X-4

X-5

57,2
56,6
63,8
64,1
59
rata
Sumber : Guru mata pelajaran fisika SMA Nusantara Palangkaraya 2010/2011
Pengajar fisika SMA Nusantara mengatakan bahwa dalam mengajarkan
materi alat-alat optik

cenderung bersifat searah dengan kata lain guru

menyampaikan materi secara verbal, atau bertutur secara lisan. Cara guru
menyampaiakn materi secara verbal dapat diartikan bahwa guru dalam
pembelajarannya menggunakan strategi ekspositori ataupun model pembelajaran
langsung (direct intruction). wina sanjaya (2010 : 179) mengatakan strategi
pembelajaran ekspositori adalah strategi yang menekankan kepada proses
penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa
dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi secara optimal. Strategi
ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi
kepada guru (teacher centered approach) karena pada strategi ini guru memegang
peran yang sangat dominan. Ching dan gallow (Taufiq : 3) menyatakan
pendekatan teacher centered, sudah dianggap tradisional dan perlu di ubah.
Belakangan ini, semakin banyak pengelola institusi pendidikan yang
menyadari perlunya pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pemelajar (
learner centered)(taufiq 2009 : 3). Salah satu strategi pembelajaran dan model
pembelajaran bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada
3

pemelajar atau siswa yaitu strategi pemecahan masalah sistematis dan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT. Strategi pemecahan masalah sistematis
merupakan jenis strategi pembelajaran pemecahan masalah. strategi pemecahan
masalah sistematis adalah petunjuk untuk melakukan suatu tindakan yang
berfungsi untuk membantu seseorang dalam menyelesaiakan suatu permasalahan (
Wena,2009:60). Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk
meningkatkan penguasaan akademik.
Materi alat-alat optik merupakan salah satu materi fisika yang ditemui
dalam kehidupan sehari hari. Siswa dihadapkan pada hal hal yang abstrak
tentang konsep alat-alat optik, padahal konsep alat optik sendiri dapat diamati dan
ditemukan langsung oleh siswa dalam suatu kegiatan belajar mengajar. Namun
kenyataannya, tidak sedikit siswa mengalami kesulitan terutama dalam
mengaplikasikan konsep alat-alat optik dalam berbagai permasalahan. Hal ini
dikarenakan dalam pengajarannya di sekolah, siswa tidak dilibatkan secara
langsung dalam menemukan konsep tersebut, sehingga begitu siswa dihadapkan
pada permasalahan yang membutuhkan analisis, siswa mengalami kesulitan untuk
memecahkan dan mencari solusi dari masalah tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitin dengan judul, Penerapan Strategi Pemecahan Masalah Sistematis
(Systematic Approach To Problem Solving) Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together) Pada Materi Alat-Alat Optik
4

Siswa

Kelas X Semester 1 SMA Nusantara

Palangkaraya Tahun Ajaran

2011/2012

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana ketuntasan hasil belajar fisika siswa setelah penerapan strategi
pemecahan masalah sistematis (Systematic Approach To Problem Solving)
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head
Together) pada materi alat-alat optik?
2. Bagaimana respon siswa setelah proses dengan penerapan strategi pemecahan
masalah sistematis (Systematic Approach To Problem Solving) menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) pada
materi alat-alat optik?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1.

Ketuntasan hasil belajar fisika siswa setelah


pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah sistematis (Systematic
Approach To Problem Solving) menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT (Numbered Head Together) pada materi alat-alat optik

2.

Respon

siswa

terhadap

pembelajaran

dengan

strategi pemecahan masalah sistematis (Systematic Approach To Problem

Solving) menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered


Head Together) pada materi alat-alat optik.

1.4 Batasan Masalah


Permasalahan yang dijumpai di latar belakang maka dalam kegiatan ini
permasalahan difokuskan pada :
1. Ketuntasan hasil belajar siswa yang diukur menyangkut hasil belajar kognitif.
2. Guru yang mengajar adalah peneliti.

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang diharapkan setelah pembelajaran dengan strategi
pemecahan masalah sistematis (Systematic Approach To Problem Solving)
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head
Together) pada materi alat-alat optik adalah :
1. Bagi Guru :
1) Sebagai pedoman empiris dalam menyiapkan berbagai strategi serta
model pembelajaran dalam upaya mengarahkan siswa untuk mencapai
hasil belajar yang optimal.
2) Memotivasi guru

untuk

memperluas penggunaannya pada konsep-

konsep atau materi-materi yang lain secara mandiri dan berkelanjutan.


2. Bagi Siswa :
1) Membantu siswa agar lebih aktif, terlibat langsung dalam kegiatan
pembelajaran yang dialaminya.
6

2) Meningkatkan minat belajar siswa.


3. Bagi Sekolah :
Untuk meningkatkan mutu atau akreditasi sekolah.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu penelitian yang
tidak diperlukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan, serta hanya
menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan,
(Arikunto, 2000 : 310). Penelitian ini menggambarkan suatu subjek dari penelitian
setelah diberikan strategi pemecahan masalah sistematis (Systematic Approach To
Problem Solving) menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
(Numbered Head Together) pada materi alat-alat optik.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1

Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di SMA Nusantara Palangka Raya pada

siswa kelas X semester 1 tahun ajaran 2011/2012.

3.2.2

Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan januari sampai dengan

selesai

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas X semester I SMA Nusantara


Palangka Raya Tahun Ajaran 2011/2012 yang terdiri dari 5 (lima) kelas dengan
jumlah siswa 110 Orang .
Tabel 3.1
Sebaran populasi Kelas X SMA Nusantara Palangkaraya
Tahun ajaran 2011/2012
Kelas

X-1

X-2

X-3

X-4

X-5

Jumlah Siswa

23

23

21

20

23

Sumber : Tata Usaha SMA Nusantara Palangka Raya Tahun Pelajaran


2011/2012

3.3.2

Sampel
Dari keseluruhan kelas yang menjadi populasi penelitian diambil satu

kelas sebagai sampel dimana kelas tersebut diambil secara random atau acak.

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Tahap Persiapan
Pada tahap ini dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menentukan tempat penelitian.
2. Permohonan izin penelitian pada instansi terkait.
3. Menentukan sampel penelitian.
4. Membuat instrumen penelitian.
5. Melaksanakan uji coba instrumen Tes Hasil Belajar (THB).

6. Menganalisis data hasil uji coba instrumen (THB).

3.4.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian


Pada tahap ini dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Pada sampel yang terpilih diajarkan dengan strategi pemecahan masalah
sistematis (Systematic Approach To Problem Solving) menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) pada materi
alat-alat optik.
2. Sampel yang terpilih diberikan post test, yaitu sebagai alat evaluasi untuk
mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa terhadap materi alat-alat optik yang
telah diajarkan dengan menggunakan penerapan strategi pemecahan masalah
sistematis (Systematic Approach To Problem Solving) menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together).
3. Respon siswa diberikan setelah proses pembelajaran strategi pemecahan
masalah sistematis (Systematic Approach To Problem Solving) menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) pada
materi alat-alat optik selesai.

3.4.3 Tahap Pengumpulan Data


Data yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Data tes hasil belajar kognitif untuk menghitung seberapa ketuntasan
hasil belajar siswa setelah penerapan strategi pemecahan masalah
sistematis (Systematic Approach To Problem Solving) menggunakan
10

model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together)


pada materi alat-alat optik.
2. Data respon siswa terhadap pembelajaran

fisika dengan

strategi

pemecahan masalah sistematis (Systematic Approach To Problem


Solving) menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
(Numbered Head Together) pada materi alat-alat optik
3.4.4 Tahap Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka peneliti melakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Menganalisis data pengelolaan pembelajaran selama proses pembelajaran
dengan

strategi pemecahan masalah sistematis (Systematic Approach To

Problem Solving) menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT


(Numbered Head Together) pada materi alat-alat optik.
2. Menganalisis jawaban siswa pada tes hasil belajar kognitif untuk menghitung
seberapa besar ketuntasan hasil belajar siswa setelah menerima strategi
pemecahan masalah sistematis (Systematic Approach To Problem Solving)
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head
Together) pada materi alat-alat optik
3. Menganalisis data respon siswa setelah proses belajar mengajar yang
menerapkan strategi pemecahan masalah sistematis (Systematic Approach To
Problem Solving) menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
(Numbered Head Together) pada materi alat-alat optik.

11

3.4.5 Tahap Kesimpulan


Pada tahap ini peneliti mengambil kesimpulan dari hasil analisis data
dengan penerapan strategi pemecahan masalah sistematis (Systematic Approach
To Problem Solving) menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
(Numbered Head Together) pada materi alat-alat optik siswa kelas X Semester 1
SMA Nusantara Palangka Raya tahun ajaran 2011/2012.

3.5 Instrumen penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Instrumen 1 : Yaitu Tes Hasil Belajar (THB) berupa tes objektif dalam bentuk
pilihan ganda dengan 5 (lima) pilihan jawaban. Instrumen ini digunakan
untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa dengan strategi pemecahan
masalah sistematis (Systematic Approach To Problem Solving) menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) pada
materi alat-alat optik. Setiap item tes dijawab dengan benar mendapat skor 1
dan item yang dijawab salah mendapat skor 0.
2. Instrumen 2 : Yaitu Angket respon siswa, digunakan untuk mengetahui
seberapa tinggi respon siswa terhadap pembelajaran dengan penerapan
strategi pemecahan masalah sistematis (Systematic Approach To Problem
Solving) menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered
Head Together) pada materi alat-alat optik. Instrumen ini diisi oleh siswa
kelas sampel setelah diberikan perlakuan dengan diajar menggunakan
penerapan strategi pemecahan masalah sistematis (Systematic Approach To
12

Problem Solving) menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT


(Numbered Head Together) pada materi alat-alat optik.

3.6 Ujicoba Instrumen


Pengujian instrumen THB berupa tes tertulis dalam bentuk pilihan
ganda. Uji coba instrumen dilaksanakan di kelas X SMA Nusantara yang telah
menerima materi alat-alat optik. Uji coba penelitian ini meliputi validitas,
reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda instrumen.

3.7 Teknik Analisis Ujicoba Instrumen


3.7.1 Uji Validitas
Validitas dapat diartikan dengan kebenaran, keshahihan atau keabsahan
yang berkenaan dengan ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai
sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai (Sudjana, 2009: 12).
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan
(Suharsimi Arikunto, 2007: 65). Untuk mengetahui validitas instrumen digunakan
rumus korelasi point biserial (Suharsimi Arikunto, 2007 :79) sebagai berikut :

pbi

Mp Mt
St

p
q
..(3.1)

Keterangan :
pbi

= Koefisien korelasi point biserial


Mp

= Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari
13

validitasnya

Mt
= Rerata skor total
St

= Standar deviasi skor total

= Proporsi siswa yang menjawab benar

banyaknya siswa yang benar

jumlah seluruh siswa

= Proporsi siswa yang menjawab salah ( q = 1 p )

Kriteria validitas instrumen adalah sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2007 :


75):
Tabel 3.2
Kriteria Validasi Instrumen
Koefisien Validasi
- Antara 0,800 sampai dengan 1,00

Kriteria
sangat tinggi

- Antara 0,600 sampai dengan 0,800

tinggi

- Antara 0,400 sampai dengan 0,600

cukup

- Antara 0,200 sampai dengan 0,400

rendah

-Antara 0,00 sampai dengan 0,2


Sumber : (Suharsimi Arikunto,2007: 75)

Sangat rendah

Harga validitas hitung yang digunakan dalam penelitian dan dianggap

rpbi 0,4

valid jika

rpbi 0.4

dan jika

adalah tidak valid.

3.7.2 Uji Reliabilitas


14

Reliabilitas menunjukkan ketetapan atau keajegan alat penilaian dalam


menilai apa yang akan dinilai dan kapan pun alat penilaian tersebut digunakan
akan memberikan hasil yang relatif sama (Sudjana, 2009: 16).
Reliabilitas instrumen dicari dengan mempergunakan rumus K-R
21(Suharsimi Arikunto, 2007: 103) yang dirumuskan sebagai berikut:

k 1

r11

M k M

kVt

...(3.2)

Keterangan:
r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan.
n = Banyaknya item
M = Mean atau rerata skor total
Vt= Varian total
Kriteria reliabilitas instrumen adalah sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2007 :
75):
Tabel 3.3
Kriteria Koefisien Reliabilitas
Koefisien Validasi
- Antara 0,800 sampai dengan 1,00

Kriteria
sangat tinggi

- Antara 0,600 sampai dengan 0,800

tinggi

- Antara 0,400 sampai dengan 0,600

cukup

- Antara 0,200 sampai dengan 0,400

rendah

-Antara 0,00 sampai dengan 0,2


Sumber : (Suharsimi Arikunto,2007: 75)

Sangat rendah

15

Reliabilitas instrumen yang dapat diterima adalah minimal 0,70


(Depdiknas, 2004: 27). Harga reliabilitas dengan nilai minimum 0,70 (

r11 0,7

) merupakan harga reliabilitas yang digunakan dalam penelitian.

3.7.3 Uji Taraf Kesukaran


Taraf kesukaran merupakan suatu proses mengkaji soal-soal tes dari segi
kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah,
sedang, dan sukar (Sudjana, 2009: 135). Taraf kesukaran (indeks kesukaran)
dinyatakan dalam P (Suharsimi Arikunto, 2007: 208) dengan rumus sebagai
berikut:
P

B
JS

. (3.3)

Keterangan:
P

= indeks kesukaran

= banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul

JS = jumlah seluruh siswa peserta tes.


Klasifikasi indeks kesukaran (Suharsimi Arikunto, 2007: 210):
0,00 0,30

soal sukar

0,30 0,70

soal sedang

0,70 1,00

soal mudah

Indeks kesukaran yang semakin tinggi menunjukkan bahwa soal semakin mudah
dan semakin tinggi bilangan indeknya.
16

3.7.4 Uji Daya Pembeda Butir Soal


Daya pembeda merupakan proses mengkaji butir-butir soal dengan
tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang
tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yag tergolong kurang atau
lemah prestasinya (Sudjana, 2009: 141). Tes yang tidak memiliki daya pembeda,
tidak akan menghasilkan gambaran hasil yang sesuai dengan kemampuan siswa
yang sebenarnya. Rumus daya pembeda setiap butir tes (Suharsimi Arikunto,
2007: 213) dapat dijabarkan sebagai berikut:
D

BA BB

J A JB
= PA - PB

.. (3.4)

Keterangan:
D

= daya pembeda

= jumlah peserta tes

JA

= banyaknya peserta kelompok atas

JB

= banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar


BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan
benar
PA=

BA
JA

= Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar


(P adalah indeks kesukaran)

17

pB =

BB
JB

= Proporsi peserta kelimpok bawah yang menjawab benar

Klasifikasi daya pembeda adalah sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2007:


218):
Tabel 3.4
Kriteria Daya Pembeda
Koefisien Validasi
D: 0,00 - 0,20

Kriteria
Jelek (Poor)

D: 0,20 - 0,40

Cukup ( Satisfactory)

D: 0,40 - 0,70

Baik (Good)

D: 0,10 - 1,00

Baik sekali (excellent)

D: Negatif

Semuanya tidak baik, jadi semua butir


soal

mempunyai

nilai

negative

sebaiknya tidak digunakan.


Sumber : (Suharsimi Arikunto,2007: 75)
Indeks dikriminasi (daya pembeda) berkisar antara 0,00 sampai 1,00
indeks diskriminasi ada tanda negatif. Tanda negatif pada indeks diskriminasi
digunakan jika suatu soal terbalik menunjukan kualitas tes yaitu anak pandai
disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai (Suharsimi Arikunto, 2007: 211).
Soal yang baik yaitu memiliki daya pembeda yang tinggi, artinya soal
tersebut dapat membedakan antara siswa kelompok atas dan siswa kelompok
bawah.

3.8 Teknik Analisis Data


18

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif


kuantitatif dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian dalam
rangka perumusan kesimpulan.

3.8.1

Data Tes Hasil Belajar (THB)


Analisis data Tes Hasil Belajar (THB) digunakan untuk mengetahui

seberapa besar ketuntasan hasil belajar siswa dalam aspek kognitif setelah
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT menggunakan pendekatan
inkuiri.

THB ini dianalisis dengan menggunakan ketuntasan individual,

ketuntasan klasikal dan ketuntasan TPK.

3.8.1.1 Ketuntasan Individu


Individu dikatakan tuntas bila persentase (P) indikator yang dicapai
sebesar 65%, yaitu ketuntasan yang ditetapkan sekolah SMA Nusantara
Palangka Raya. rumus untuk menentukan ketuntasan individu (Widiyoko. M.
Taufik, 2002: 55) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah soal yang dijawab benar

100%
n

P=
Keterangan:

= persentase

= jumlah butir soal

. (3.5)

3.8.1.2 Ketuntasan Klasikal


Suatu kelas dinyatakan tuntas belajarnya jika dalam kelas tersebut
terdapat 85% siswa yang tuntas belajarnya. Rumus ketuntasan klasikal

19

(Widiyoko. M.

Taufik, 2002: 55) dapat dihitung dengan persamaan sebagai

berikut:
jumlah siswa yang tuntas

100%
N

P=
Keterangan:

...................................................(3.6)

P = persentase
N = jumlah seluruh siswa

3.8.1.3 Ketuntasan TPK


Satu TPK dikatakan tuntas apabila persentase siswa mencapai TPK
65% (Widiyoko, 2002: 55). Untuk jumlah siswa sebanyak N orang, rumus
persentasenya (P) adalah sebagai berikut:
jumlah siswa yang mencapai TPK

100%
N

....................................... (3.8)

P=
Keterangan : P = persentase

N = jumlah seluruh siswa

3.8.2

Respon Siswa
Data respon siswa dianalisis secara deskriptif persentase tiap jawaban

pertanyaan dan dideskripsikan kebentuk persentase yaitu banyaknya tiap


komponen respon dibagi seluruh frekuensi komponen respon yang telah diisi oleh
siswa dikali 100%. Respon siswa diberikan pada siswa setelah selesai
pertemuan terakhir. Rumus analisis data respon siswa (Trianto, 2010: 243)
dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut:

20

Persentase respon siswa :

A
B

X 100 %

Keterangan:
A = Jumlah siswa yang memilih
B = Jumlah seluruh siswa

21

....................................... (3.8)

Anda mungkin juga menyukai