Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP PADA KLIEN DENGAN CA NASOFARING


A. PENGERTIAN
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang
tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa
Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring
merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001)
B. ETIOLOGI
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan
kebiasaan makan, lingkungan dan
virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997).
Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan
hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat
mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat
dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr,
karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang
cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001).
C. PATOFISIOLOGI
Terbukti juga infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan karsinoma
nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan
protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini
sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi
untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel
host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda (marker) dalam
mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50% serum penderita
karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua
pasien karsinoma nasofaring.
Selain itu, dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004) dalam
Rusdiana (2006) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam serum
penderita karsinoma nasofaring dapat dipakai sebagai biomarker pada
karsinoma nasofaring primer.
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga
dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini . Pada
pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA1) di dalam serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam

mempertahankan genom virus. Huang dalam penelitiannya, mengemukakan


keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita karsinoma
nasofaring. Terdapat 5 stadium pada karsinoma nasofaring yaitu:
1. Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa
disebut nasopharynx in situ
2.

Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing

3.

Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga
hidung. Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah
satu sisi leher.

4.

Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua
sisi leher

5.

Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
Konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen
dapat mengaktifkan Virus Epstein Barr ( EBV). Ini akan menyebabkan terjadinya
stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi
differensiasi dan proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu
pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa
Rossenmuller.

D. TANDA DAN GEJALA


Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4
bagian, yaitu antara lain:
1.
2.

3.

Gejala nasofaring
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung.
Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius
(fosa Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan pada tuba
eustachius seperti tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di
telinga (otalgia)
Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen
laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia,
juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan
sensorik. Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII

4.

1.
2.
3.

4.

jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson.
Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.
Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid
yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan
tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi
virus E-B.
Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal
dengan Xylocain 10 %.
Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1.

Radioterapi merupakan pengobatan utama

2.

Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi


leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada
penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan
tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa
dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin,
faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin
dan antivirus.
Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin
dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan
epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi
dengan

mitomycin

dan

5-fluorouracil

oral

sebelum

diberikan radiasi yang bersifat RADIOSENSITIZER.


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan
yang logis dan sistematis, dinamis, dan teratur yang memerlukan pendekatan,
perencanaan, dan pelaksanan asuhan keperawatan yang metodis dan teratur
dengan mempertimbangkan ciri-ciri pasien yang bersifat bio-psiko-sosialspiritual maupun masalah kesehatannya. (Depkes R.I, 19942 :2).

Perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan klien harus melalui


proses keperawatan sesuai dengan teori dan konsep keperawatan dan
diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir meliputi
pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi.
1. PENGKAJIAN
Data-data yang dikumpul atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku, bangasa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
register, pekerjaan pasien, dan nama orang tua/ suami/ istri.
b. Alasan Dirawat
Pasien mengeluh ada benjolan di sekitar kepala dan leher, pusing, bersin-bersin,
batuk, suara perlahan-lahan mulai hilang, dan berat badan terus menurun.
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan pada pasien tentang :
a.

Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu
tertentu.

b.

Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan
makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging
dan ikan).

c.

Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan


lingkungan dan kebiasaan hidup.

Riwayat Kesehatan Sekarang


Pasien sering mengalami pembengkakan atau benjolan pada leher berupa tumor
ganas yang terasa nyeri dan sulit untuk digerakkan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Perawat perlu mengkaji tentang faktor herediter atau riwayat kanker pada
keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara.
d. Pengkajian Fungsional Gordon
a.
Pola Persepsi Kesehatan manajemen Kesehatan

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

i.

Tanyakan pada pasien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang


dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi pasien. Biasanya pasien yang
datang ke rumah sakit sudah mengalami gejala pada stadium lanjut, pasien
biasanya kurang mengetahui penyebab terjadinya serta penanganannya dengan
cepat.
Pola Nutrisi Metabolik
Kaji kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahan pengawet), anoreksia,
mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan,
perubahan kelembaban/turgor kulit. Biasanya pasien akan mengalami
penurunan berat badan akibat inflamasi penyakit dan proses pengobatan
kanker.
Pola Eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin,
perubahan bising usus, distensi abdomen. Biasanya pasien tidak mengalami
gangguan eliminasi.
Pola aktivitas latihan
Kaji bagaimana pasien menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya pasien
mengalami kelemahan atau keletihan akibat inflamasi penyakit.
Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur pasien selama sehat dan sakit, berapa lama pasien
tidur dalam sehari? Biasanya pasien mengalami perubahan pada pola istirahat;
adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat kesadaran pasien, apakah pasien mengalami gangguan
penglihatan,pendengaran, perabaan, penciuman,perabaan dan kaji bagaimana
pasien dalam berkomunikasi. Biasanya pasien mengalami gangguan pada indra
penciuman.
Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana pasien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya.
Apakah pasien merasa rendah diri. Biasanya pasien akan merasa sedih dan
rendah diri karena penyakit yang dideritanya.
Pola peran hubungan
Kaji bagaimana peran fungsi pasien dalam keluarga sebelum dan selama
dirawat di Rumah Sakit. Dan bagaimana hubungan social pasien dengan
masyarakat sekitarnya. Biasanya pasien lebih sering tidak mau berinteraksi
dengan orang lain.
Pola reproduksi dan seksualitas

j.

k.

e.
1)
2)

Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan. Apakah ada perubahan
kepuasan pada pasien. Biasanya pasien akan mengalami gangguan pada
hubungan dengan pasangan karena sakit yang diderita.
Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa dilakukan pasien saat ada masalah. Apakah pasien
menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres. Biasanya pasien akan
sering bertanya tentang pengobatan.
Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap pasien menghadapi penyakitnya.
Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan pasien. Biasanya
pasien lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Wajah, mata, rongga mulut dan leher.
Pemeriksaan THT
Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
Rinoskopia anterior

Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak
sekret.
Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung, tertutup
sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
Rinoskopia posterior
Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak
menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
Faringoskopi dan laringoskopi

2.
1.
2.
3.
4.
3.

Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah


dapat menghilang.
X foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri kronis berhubungan
dengan pembengkakan
jaringan oleh
karsinoma
nasofaring.
Perubahan
nutrisi:
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek yang ditimbulkan oleh
radioterapi
Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan pada citra diri.
RENCANA KEPERAWATAN

N
o

Diagnosa

Nyeri kronisberhubu
ngan
dengan pembengka
kan
jaringan oleh
karsinoma
nasofaring.

Tujuan

Intervensi

Setelah
dilakukan Manajemen nyeri :
askep selama x Lakukan
pegkajian
24
jam tingkat nyeri
secara
kenyamanan pasie komprehensif termasuk
n meningkat, dan lokasi,
karakteristik,
dibuktikan
dengan durasi,
frekuensi,
level nyeri: pasien kualitas
dan
faktor
dapat
melaporkan presipitasi.
nyeri pada petugas, Observasi
reaksi
frekuensi
nyeri, nonverbal
dari
ekspresi wajah, dan ketidaknyamanan.
menyatakan
Gunakan
teknik
kenyamanan
fisik komunikasi terapeutik
dan psikologis, TD untuk
mengetahui
120/80 mmHg, N: pengalaman
nyeri
60-100 x/mnt, RR: pasien sebelumnya.
16-20x/mnt
Kontrol
faktor
Control
lingkungan
yang
nyeri dibuktikan
mempengaruhi
nyeri
dengan
pasien seperti suhu ruangan,
melaporkan
gejala pencahayaan,
nyeri dan control kebisingan.
nyeri.
Kurangi
faktor
presipitasi nyeri.
Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologis/non
farmakologis)..
Ajarkan
teknik
non
farmakologis (relaksasi,
distraksi
dll)
untuk
mengetasi nyeri..
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
Evaluasi
tindakan

pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
Kolaborasi
dengan
dokter
bila
ada
komplain
tentang
pemberian
analgetik
tidak berhasil.
Monitor
penerimaan
pasien
tentang
manajemen nyeri.
Administrasi
analgetik :.
Cek
program
pemberian analogetik;
jenis,
dosis,
dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan
analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
Monitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat
nyeri muncul.
Evaluasi
efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2

Perubahan nutrisi:
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
denganketidakmam
puan menelan.

Setelah
dilakukan Manajemen Nutrisi
askep selama24 kaji pola makan pasien
jam
pasien Kaji
adanya
alergi
menunjukan status makanan.
nutrisi
Kaji
makanan
yang
adekuat dibuktikan disukai oleh pasien.
dengan BB stabil Kolaborasi dg ahli gizi
tidak terjadi mal untuk
penyediaan

nutrisi,
energi
masukan
adekuat

tingkat nutrisi terpilih sesuai


adekuat, dengan
kebutuhan
nutrisi pasien.
Anjurkan pasien untuk
meningkatkan asupan
nutrisinya.
Yakinkan
diet
yang
dikonsumsi
mengandung
cukup
serat untuk mencegah
konstipasi.
Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh pasien.
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari
jika memungkinkan.
Monitor respon pasien
terhadap situasi yang
mengharuskan pasien
makan.
Monitor
lingkungan
selama makan.
Jadwalkan pengobatan
dan
tindakan
tidak
bersamaan
dengan
waktu pasien makan.
Monitor adanya mual
muntah.
Monitor
adanya
gangguan dalam proses
mastikasi/input
makanan
misalnya
perdarahan,
bengkak
dsb.
Monitor intake nutrisi

dan kalori.
3

Harga diri rendah


berhubungan
dengan perubahan
pada citra diri.

Setelah
dilakukan
Peningkatan harga diri:
askep selama24 Monitor
pernyataan
jam
pasien pasien tentang harga
menerima keadaan diri
dirinya
Anjurkan pasien utuk
Dengan criteria :
mengidentifikasi
Mengatakan
kekuatan
penerimaan diri & Anjurkan kontak mata
keterbatasan diri
jika
berkomunikasi
Menjaga
postur dengan orang lain
yang terbuka
Bantu
pasien
Menjaga
kontak mengidentifikasi respon
mata
positif dari orang lain.
Komunikasi terbuka Berikan
pengalaman
Menghormati orang yang
meningkatkan
lain
otonomi pasien.
Secara
seimbang Fasilitasi
lingkungan
dapat berpartisipasi dan
aktivitas
dan mendengarkan meningkatkan
harga
dalam kelompok
diri.
Menerima
kritik Monitor
frekuensi
yang
pasien
mengucapkan
konstruktifMenggam negatif
pada
diri
barkan keberhasilan sendiri.
dalam
kelompok Yakinkan
pasien
social
percaya
diri
dalam
Menggambarkan
menyampaikan
kebanggaan
pendapatnya
terhadap diri
Anjurkan pasien untuk
tidak mengkritik negatif
terhadap dirinya
Jangan
mengejek
/
mengolok olok pasien
Sampaikan percaya diri
terhadap kemampuan
pasien
mengatasi

situasi
Bantu
pasien
menetapkan
tujuan
yang realistik dalam
mencapai peningkatan
harga diri.
Bantu pasien menilai
kembali
persepsi
negatif
terhadap
dirinya.
Anjurkan pasien untuk
meningkatkan
tanggung
jawab
terhadap dirinya.
Gali
alasan
pasien
mengkritik diri sendiri
Anjurkan
pasien
mengevaluasi
perilakunya.
Berikan reward kepada
pasien
terhadap
perkembangan dalam
pencapaian tujuan
18. Monitor tingkat harga
diri
4

Kerusakan
Setelah
dilakukan Kaji kulit dengan sering
integritas
kulit askep selama 324 untuk mengetahui efek
berhubungan
jam
diharapkan samping kanker
dengan efek yang integritas
kulit Mandikan
dengan
ditimbulkan
oleh pasien terjaga
menggunakan
air
radioterapi
Dengan criteria :
hangat atau sabun
kulit pasien nampak Anjurkan pasien untuk
bersih
menghindari krim kulit
apapun, bedak, salep
kecuali diijinkan oleh
dokter
Hindari pakaian yang

ketat
pada
tersebut

daerah

4.

IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien.
5. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien.
Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999

2.

Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI; 2001

3.

R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi


revisi. Jakarta : EGC ; 1997

4.

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor
Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

Anda mungkin juga menyukai