Anda di halaman 1dari 15

Kerajaan Bali

Disusun oleh :

Agnes Grace Angel


Shelly Juwita

Kehidupan Sosial

Triwangsa, ketika bali jatuh ke tangan majapahit sistem


kehidupan sosial di bali terdiri dari bangsawan jawa dan
pembesar kerajaan. Sedangkan rakyat di Bali dianggap sebagai
rakyat jajahan yang tidak memounyai kekuasaan apa-apa.
Setelah datangnya Hyang Nirarthadia, diadakan perbuha
pembagian golongan secara tegas. Keempat putra menduduki
tempat tertinggi yang disebut kasta brahmana diantaranya
kamenuh , keniten, manuaba dan mas. Tempat kedua untuk
keluarga yang memerintah disebut kasta ksatria dan tempat
ketiga disebut kasta waisya. Ketiga golongan ini dikenal dengan
triwangsa yang semuanya berasal dari Jawa.

Anak jaba disamping itu tedapat istilah jero da jaba yang


membedakan golongan-golongan orang yang berada
didalam ataupun luar puri. Anak Jaba adalah orang yang
tidak memimpin pemerintahan tetapi tidak bisa
disamakan sudra bdi India. Diindia sendiri sudra berasal
bari kasta dravida, berbeda dengan arya yang berasal dari
bangsa Indo-German. Sedangkan orang-orang yang
mendiami pulau Indonesi termasuk pulau Bali berasal dari
satu nenek moyang.

Begitu pula dengan Triwangsa dan anak Jaba


hanyalah berbeda tugas dan fungsi, akan tetapi
karena kesalahpahaman terutama ketika saat
penduduk inggris di Indonesia yang menyamakan
keadaan sosial di Bali dan keadaan sosial di India,
timbul adanya empat kasta yaitu Brahmana.
Ksatria, Waisya dan Sudra.
Wong majapahit. Setelah runtuhya kerajaan
majapahit dan pulau Jawa yang dikuasai
Islam maka sebagian penduduk majapahit
yang tidak mau menerima Islam menyingkir
ke Bali.Mereka menyebut dairinya Wong
Majapahit atau Bali Majapahit, penduduk asli
bali menyigkir ke daerah pedalaman
sepertidi Trunyan dan Tenganan.

KEHIDUPAN EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA


KERAJAAN BALI

Mata pencaharian
Dari beberapa prasasti yang dikeluarkan oleh rajaraja Bali dapat diketahui mengenai kehidupan dan
mata pencaharian masyarakat Bali. Umumnya
penduduk pulau Bali sejak zaman dahulu hidup
terutama dari bercocok tanam. Dalam prasasti Songan
Tambahan salah sebuah prasasti dari raja Marakata
ada disebutkan istilah-istilah yang berhubungan
dengan cara mengolah sawah dan menanam padi
yaitu : amabaki, atanem, amantum, ahani, anutu.
Proses penanaman padi pada waktu itu disebut
sebagai berikut, yaitu dimulai dengan mbakaki
(pembukaan tanah), kemudian mluku (membajak
tanah), tanem (menanam padi), mantum (menyiangi
padi), ahani (menuai padi) dan nutu (menumbuk Padi).

Dari keterangan di atas jelaslah bahwa pada


masa pemerintahan Raja Marakata, bahkan
mungkin pada masa sebelumnya, pertanian
khususnya pengolahan tanah di Bali telah
maju. Hidup berkebun juga telah umum pada
masa itu. Macam-macam tanaman yang
merupakan hasil perkebunan antara lain
adalah nyu (kepala), kelapa kering (kopra),
hano (enau), kamiri (kemiri), kapulaga,
kasumbha (kesumba), tals (ales, keladi),
bawang bang (bawang merah), pipakan (jahe),
mula phala (wartel dan umbi-umbian lainnya),
pucang (pinang), durryan (durian), jeruk,
hartak (kacang hijau), lunak atau camalagi
(asam), cabya (nurica), pisang atau byu,
sarwaphala (buah-buahan), sarwa wija atau
sarwabija (padi-padian), kapas, kapir (kapuk
randu), damar (damar).

Kesusastraan
Untuk mengetahui mengenai keadaan dan
perkembangan kesusastraan pada kerajaan
Bali , maka perlu mengetahui hubungan
sejarah dan kekeluargaan antara Bali dan
Jawa Timur pada masa itu. Hasil-hasil
kesusastraan yang diciptakan di Bali baru
mulai bermunculan pada waktu
pemerintahan Dalem Waturenggong (14601550). Lebih-lebih setelah pustakaan
Majapahit banyak dibawa ke Bali. Pada
zaman itulah datang ke Bali Danghyang
Nirartha (Pedanda Sakti Wau Rauh) yang
mengarang banyak kitab-kitab kesusastraan.

KESENIAN
Dalam pandangan masyarakat pada
umumnya, pengertian kesenian (seni)
sering disamakan begitu saj, malah sering
dikacaukan dengan keindahan. Kita sering
pula berpendapat bahwa semua yang indah
itu bernilai seni. Jadi pengertian kesenian
dan keindahan berbauran saja tanpa ada
pembatasannya. Sebenarnya tidak semua
yang indah itu bernilai seni, sebab ada
keindahan yang merupakan atau yang
tidak termasuk karya seni, atau sebaliknya
tidak semua kesenian (karya seni) itu
indah.

Secara garis besar, hasil kegiatan estetika


manusia itu meliputi tiga kegiatan seni
antara lain :
a. Kenyataan lahiriah (kesenian/karya seni).
b. Aktivitas (tindakan yang memungkinkan
lahirnya karya seni).
c. Perasaan yang bersangkutan dengan
karya
seni.

Macam-macam Karya Seni (Kesenian)


Kesenian atau keindahan seni dalam arti luas
meliputi seni sastra, seni bangunan, seni arca, seni tari,
seni suara/vokal, seni tabuh dan berbagai jenis
kesenian yang dipentaskan. Dari pembacaan teks
prasasti-prasasti yang telah ditemukan sampai saat ini
dapat diketahui bahwa pada kerajaan Bali telah hidup
beberapa cabang kesenian seperti seni tari, seni tabuh,
seni suara/vokal, lawak, dan beberapa jenis seni
tontonan lainnya. Tetapi nama-nama kesenian atau
tontonan yang disebutkan didalam prasasti-prasasti
tidaklah seluruhnya dapat kita identifikasikan dengan
cabang-cabang kesenian atau tontonan yang masih
hidup sampai dewasa ini. Nama-nama cabang kesenian
yang paling banyak diketahui ialah dari prasastiprasasti yang dikeluarkan oleh raja Anak Wungsu.

Seni Pahat dan Seni Lukis


Kesenian lain yang dikenal ialah semacam kesenian
yang disebut Culpika dan Citakara. Dalam bahasa
Indonesia istilah-istilah tersebut berarti : pemahat
patung untuk istilah Culpika dan pelukis untuk istilah
Citrakara. Istilah-istilah tersebut memberikan suatu
gambaran bahwa pada masyarakat Bali kuno sudah
ada orang mempunyai keahlian di bidang seni pahat
dan seni lukis. Hanya saja data-data mengenai hal ini
tidak banyak kita temukan dalam sumber-sumber
tertulis seperti prasasti pada umumnya. Hanya
beberapa prasasti yang memuat tentang seni tersebut.

Seni bangunan
Prasasti-prasasti cukup banyak menyebutkan namanama bangunan khususnya bangunan suci keagamaan,
disamping itu juga bangunan suci sebagai pedharman
seorang raja atau pejabat tinggi kerajaan atau juga
seorang permaisuri kerajaan. Tetapi sayang banyak
tempat yang disebutkan dalam prasasti sebagai tempat
lumah (wafat) seorang raja atau permaisuri raja belum
diketahui lokasinya hingga sekarang. Selain jenis
bangunan tersebut, juga ditemukan jenis bangunan yang
disebut wihara atau pertapaan. Semua jenis bangunan
yang merupakan peninggalan dari zaman kuno itu
beberapa diantaranya masih dapat ditemukan sampai
saat ini antara lain : Prasada di Pura Magening
(Tampaksiring), kompleks percandian Gunung Kawi, Goa
Gajah, Wihara-wihara/pertapaan-pertapaan di sepanjang
sungai Pakerisan dan Kerobokan dan lain sebagainya.

Dari bangunan-bangunan tersebut dapat


diketahui bahwa ada unsur keindahan yang
mewarnai gaya bangunan atau arsitektur. Seni
bangunan atau arsitektur yang terlihat pada
bangunan-bangunan meliputi : bentuk
bangunan, tata letak dan penentuan atau
pemilihan lokasi. Aspek-aspek arsitektur ini
kemudian sangat menentukan rasa puas atau
tidaknya si pemilik bangunan baik lahir
maupun bathin.

Anda mungkin juga menyukai