Anda di halaman 1dari 10

SEMINAR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
NAMA
NIM
MAYOR/ DEPARTEMEN
JUDUL MAKALAH

:
:
:
:

DOSEN PEMBIMBING
HARI/ TANGGAL
TMEPAT

:
:
:

AZMI SYAHRIAN ZEHN


F14110095
TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
MEMPELAJARI
ASPEK
KETEKNIKAN
PADA PENANGANAN PASCAPANEN DAN
PENGOLAHAN KOPI DI CV FRINSA
AGROLESTARI
PROF. DR. IR. SUTRISNO, M.Agr.
JUMAT/ 03 OKTOBER 2014
RK. V 03.2, FATETA

Mempelajari Aspek Keteknikan pada Penanganan Pascapanen


dan Pengolahan Kopi di CV Frinsa Agrolestari, Bandung
(Study Of Engineering Aspect In Post-Harvesting and Processing Of
Coffee At CV Frinsa Agrolestari, Bandung)
Azmi Syahrian Zehn1 and Sutrisno2
Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, Bogor 16680, West Java,
Indonesia
Phone +62856719393802, e-mail address: azmi.zehn@gmail.com
ABSTRACT
Generally, coffee processing can be categorized three methode there are dry processing,
wet processing/ full washed processing, and semi-washed procesing. The processing that used in
CV Frinsa Agrolestari is full washed processing and semi-washed processing. Full washed
processing and semi-washed processing almost be same, its different to fermentation and hulling
process. The process of full washed processing or semi-washed processing are haresting, coffee
cherry sorting, pulping, fermentation, washing, drying, hulling, sorting and grading, roasting and
packaged. Drying process of coffee beans used sun drying methode. The standards of drying up to
12% (SNI). Drying coffee beans with sun drying methode need 6-8 day until the moisture content
become 12%. Drying coffee beans not only in outsite but in greenhouse too. The coffee beans that
drying in greenhouse need 54.5 hour to reduce moisture content from 36.8% become 12%. And
drying in outsite only can drop moisture conten from 36.6% to 13.4% at 54.5 hour too.
Keywords : coffee, processing, drying, moisture content

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu sektor perkebunan yang memiliki nilai ekspor
tinggi. Indonesia merupakan negara produsen terbesar ketiga setelah Brazil dan
Vietnam (Hanifah, 2013). Permintaan akan kopi dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Hal ini terbukti dengan jumlah ekspor kopi Indonesia yang meningkat
tiap tahunnya terutama untuk pengkonsumsi kopi utama dunia seperti Uni Eropa,
Amerika Serikat, dan Jepang.
Sampai saat ini kopi memiliki peluang pasar yang besar yang harus
dimanfaatkan dengan melakukan penambahan lahan untuk tanaman kopi. Menurut
Ditjen Perkebunan (2011), luas areal perkebunan kopi pada tahun 2009 mencapai
lebih dari 1,266 juta ha dengan total produksi sebesar 682.591 ton, dimana 99
persen diantaranya adalah perkebunan kopi takyat dengan jumlah petani sebanyak
1.974.706 KK. Laju perkembangan luas areal kopi di Indonesia mencapai 2,11
persen per tahun.
Peningkatan luas area perkebunan kopi perlu diiringi dengan peningkatan
teknologi untuk penanganan kopi mulai dari pascapanen sampai dengan
pengolahannya. Sampai saat ini teknologi yang dipakai untuk penanganan kopi
masih belum mencukupi. Penyebaran informasi menjadi akibat dari

perkembangan teknologi yang tidak merata. Perkebunan kopi yang sebagaian


besar dimiliki oleh rakyat masih menggunakan teknologi yang seadanya.
Pengembangan teknologi untuk perkebunan rakyat dirasa perlu untuk
meningkatkan hasil. Selain itu, penggunaan teknologi dan sarana yang
mendukung untuk pengolahan kopi akan dapat meningkatkan mutu dari biji kopi
yang dihasilkan.
Perkembangan teknologi akan mengakibatkan terjadinya persaingan pasar
yang sangat sengit terutama untuk pasar dunia. Untuk memasuki pasar dunia akan
sangat sulit bila mutu dari biji kopi yang dihasilkan tidak sesuai. Pasar kopi di
dunia memiliki syarat-syarat khusus yang diajukan untuk para produsen kopi.
Dengan begitu peranan teknologi penanganan pascapanen yang baik dan sarana
prasaranan yang sesuai dengan standar dibutuhkan untuk memenuhi syarat
tersebut.
Peranan teknologi untuk pengolahan kopi diharapkan mampu memperbaiki
kualitas biji kopi yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Adanya
suatu jaminan mutu yang pasti, ketersediaan yang cukup dan pasokan yang tepat
waktu, serta kontinyu akan dapat meningkatkan harga jual dari kopi rakyat.
Pengembangan penanganan pascapanen tidak akan lepas dari peningkatan daya
saing produk yang memiliki potenci untuk mengembangkan perekonomian
Tujuan
Mempelajari proses pegolahan kopi secara umum (panen, sortasi buah,
pengupasan kulit buah, fermentasi, pencucian, pengeringan, pengupasan kulit
tanduk dan ari, sortasi dan grading, serta pengemasannya) dengan menitikberatkan
pada proses pengeringan biji kopi.

METODOLOGI
Pengamatan Langsung
Kegiatan pengamatan langsung dilakukan dengan mengamati langsung proses
pemanenan, pengolahan kopi (pengupasan kulit buah, fermentasi, pengeringan,
pengupasan kulit biji kopi, sortasi, dan grading), pengemasan dan penyimpanan
biji kopi.
Wawancara
Wawancara dilakukan sebagai upaya pengumpulan informasi dan data yang
berhubungan dengan aspek yang dipelajari. Dimana wawancara ini dilakukan
terhadap pihak pihak terkait dengan topik yang ada.
Kerja Mandiri atau Terbimbing
Kerja mandiri atau terbimbing dilakukan dengan ikut secara langsung dalam
kegiatan pengolahan kopi yang meliputi sortasi buah, pengupasan kulit buah,
pencucian biji kopi, pengeringan, pengupasan kulit biji kopi, sortasi biji kopi, dan
pengemasan biji kopi.
Pengukuran

Pengukuran dilakukan secara lengsung terhadap penurunan kadar air selama


proses pengeringan dan pengukuran temperatur di dalam greenhouse dan luar
greenhouse.
Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi dan literatur yang
berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan, baik berasal dari studi pustaka maupun
data dan informasi yang diperoleh dari industri seperti data iklim, lokasi, jenis
tanah, dan lain-lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Secara umum proses pengolahan kopi dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu
proses pengolahan kering (dry process), pengolahan basah (Fully Washed) dan
pengolahan semi basah (Semi-Washed). Pengolahan kering dilakukan dengan cara
buah yang telah dipanen langsung dikeringkan. Pengeringan biasanya
menggunakan metode sun drying. Pengolahan kering banyak diterapkan oleh
petani kecil karena proses pengolahannya tidak memerlukan biaya yang banyak.
Tahapan proses pegolahan kering secara umum adalah pemanenan, sortasi buah,
pengeringan, pengupasan kopi, sortasi biji, pengemasan dan penyimpanan.
Pengolahan basah dan semi basah memiliki tahapan yang hampir sama.
Perbedaannya terletak pada proses fermentasi dan proses pengupasan kulit tanduk
dan ari dari biji kopi (hulling). Pengolahan secara basah menggunakan air untuk
fermentasi sementara pengolahan semi basah proses fermentasinya dilakukan
secara kering. Pengupasan kulit tanduk dan ari dari biji kopi dengan proses
pengolahan basah dilakukan pada biji kopi gabah dengan kadar air 12%.
Sedangkan untuk pengolahan semi basah, proses pengupasan kulit ari dan
tanduknya dilakukan pada biji kopi gabah dengan kadar air 40%.
Proses pengolahan basah membutuhkan biaya yang lebih banyak
dibandingkan dengan pengolahan kering. Pengolahan secara basah atau semi
basah akan membutuhkan investasi alat untuk pengolahannya. Kopi yang diolah
dengan cara basah akan atau semi basah memiliki kualitas yang lebih baik dari
pada pengolahan secara kering. Umumnya pengolahan basah biasa dilakukan
untuk kopi arabika.
Penerapan pengolahan yang diterapkan di CV Frinsa adalah pengolahan semi
basah. Berikut adalah tahap-tahapan pengolahan secara semi basah:
A. Pemanenan buah kopi
Proses pemanenan dilakukan secara meanual dengan memetik buah kopi yang
sudah masak. Ukuran kematangan buah kopi dapat dilihat dari perubahan warna
yang terjadi. Buah kopi yang masih muda berwarna hijau, berwarna merah ketika
masak, dan berwarna hitam untuk kopi yang terlalu masak. Pemanenan buah kopi
dilakukan secara bertahap. Pemanenan juga dilakukan secara selektif terhadap
kopi yang telah masak.
B. Sortasi buah kopi
Proses sortasi buah kopi dilakukan dengan memisahkan antara buah kopi
yang berwarna merah, merah kekuningan, dan merah kehitaman dari buah kopi

yang masih muda atau terlalu masak. Buah kopi yang berwarna merah dipisahkan
untuk dilakukan pengolahan secara basah. Buah kopi yang masih muda berwarna
hijau sampai kuning dan yang terlalu tua berwarna hitam ketiput. Buah kopi yang
terlalu masak dipisahkan untuk dilakukan pengolahan secara kering. Sedangkan
buah kopi yang belum masak dibuang.
C. Proses pencucian buah kopi
Proses pencucian buah kopi bertujuan untuk mempermudah buah kopi saat
dilakukan pengupasan kulit buah dan memisahkan buah yang bagus atau tidak.
Pencucian dilakukan menggunakaan air yang ditampung pada ember. Buah kopi
yang mengambang pada air dipisahkan dari buah kopi yang tenggelam. Buah kopi
yang mengambang merupakan buah kopi yang memiliki kualitas jelek sehingga
perlu dipisahkan. Buah kopi yang tenggelam dimasukkan kedalam rak yang
nantinya akan dilakukan pengupasan kulit buah.
D. Proses pengupasan kulit buah kopi (Pulping)
Pulping yaitu proses pemisahan daging buah dengan biji kopi. Proses
pemisahan ini dilakukan menggunakan mesin pulper kopi. Sebelum memasuki
proses pulping, buah kopi hasil panen dicuci terlebih dahulu menggunakan air
untuk mempermudah proses pulping.
Proses pulping merupakan proses yang sangat menentukan karena proses ini
merupakan tahapan dimana biji kopi pertama kali dihasilkan. Mesin pulping harus
diatur supaya kerja dari mesin menghasilkan efisiensi yang tinggi dan biji kopi
yang rusak sedikit. Cara kerja dari mesin pulping yaitu buah kopi akan masuk
kedalam silinder bertonjolan yang berputar (rotor) dan terdapat pisau yang akan
mengupas kulit dari bijinya. Biji kopi yang terkelupas akan keluar melewati celah
pisau dan ditampung menggunakan ember. Sedangkan kulit buah kopi akan keluar
lewat bawah karena dorongan dari silinder yang berputar. Kulit buah kopi
ditampung menggunakan karung.
Kinerja dari mesin pulper tergantung pada kemasakan buah, keseragaman
ukuran buah, dan celah antara stator dan rotor. Pengoptimalan mesin pulper dapat
dilakukan dengan melakukan penyetelan pada celah antara pisau dengan silinder
dan celah pemasukan buah. Celah pemasukan buah akan memberikan pengaruh
pada kecepatan proses pulping. Tetapi celah yang terlalu sempit akan
mengakibatkan biji kopi terkelupas lebih dahulu karena tertekan saat akan masuk
ke silinder. Sedangkan celah antara pisau dan silinder berpengaruh pada
kebersihan dari proses pulping.
E. Fermentasi kopi
Fermentasi kopi umumnya dilakukan untuk penanganan kopi arabika. Tujuan
dari proses fermentasi adalah untuk menguraikan lendir yang terdapat pada kulit
tanduk biji kopi. Terdapat dua jenis fermentasi, yaitu fermentasi basah dan
fermentasi kering.
Fermentasi basah dilakukan dengan cara merendam biji kopi HS pada air.
Fermentasi basah dilakukan apabila tersedia air dalam jumlah yang cukup.
Kualitas air untuk fermentasi basah sangat menentukan hasil fermentasi. Air yang
digunakan untuk fermentasi basah harus air bersih untuk menghasilkan olahan
yang bagus.

Fermentasi kering dilakukan tanpa menggunakan air. Biji kopi HS hasil


pulping langsung dimasukkan dalam bak atau rak. Biji kopi HS ditumpuk
membentuk gundukan kerucut dan ditutup menggunakan terpal atau penutup
lainnya. Penutupan ini bertujuan untuk meningkatkan suhu proses fermentasi.
Fermentasi kering cocok untuk daerah dengan ketersediaan air yang terbatas atau
kualitas air yang jelek.
F. Pencucian kopi (washing coffee)
Pencucian dilakukan pada biji kopi yang telah difermentasi. Pencucian
bertujuan untuk menghilangkan lendir yang masih menempel pada kulit tanduk.
Sebelum proses pencucian dilakukan sortasi terhadap biji kopi HS yang tidak
terfermentasi sempurna dan buah hijau yang terpulping. Proses sortasi masih
dilakukan secara manual oleh pekerja. Buah yang tidak terpulping sempurna
berkisar 5% dari hasil pulping seluruhnya.
G. Pengeringan awal
Biji kopi HS sering juga disebut sebagai biji kopi gabah. Biji kopi HS basah
masih memiliki kadar air yang cukup tinggi. Kadar air dari biji kopi HS berkisar
60%. Pengeringan awal bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kopi sampai
sekitar 40%. Proses pengeringan dilakukan dengan metode sun drying atau
menggunakan sinar matahari secara langsung. Pengeringan awal menggunakan
anyaman bambu sebagai alas. Anyaman bambu ini akan membantu proses
penyerapan air sehingga proses pengeringan dapat berlangsung lebih cepat.
Proses pengeringan dilakukan dengan cara biji kopi HS basah dihamparkan
dengan ketebalan satu lapis atau tidak terjadi penumpukan. Hal ini bertujuan
untuk mempercepat proses pengeringan. Setiap beberapa jam sekali biji kopi
harus dibalik supaya pengeringan merata. Proses pengeringan awal membutuhkan
waktu sekitar 5-7 jam untuk mencapai kadar air 40% dengan syarat kondisi cuaca
yang cerah.
H. Pengupasan kulit biji kopi HS (Hulling process)
Biji kopi HS basah yang telah kering sebaiknya segera dilakukan pengupasan
kulit. Biji kopi HS yang masih dalam kondisi hangat akan lebih mudah dilakukan
pengupasan dari pada yang telah dingin. Proses hulling pada pengolahan basah
memisahkan antara kulit tanduk dan kulit ari pada biji kopi HS. Sedangkan proses
hulling pada pengolahan kering memisahkan antara kulit buah, kulit tanduk dan
kulit ari dari biji kopi.
Prinsip kerja dari mesin huller adalah biji kopi yang masuk ke dalam stator
akan terpental-pental mengikuti aliran ulir yang terapat pada stator. Gaya gesek
akan terjadi saat biji kopi terlempar dan gesekan antar biji yang mengikuti ulir.
Adanya gaya gesek akan menyebabkan ulit tanduk dan kulit ari dari biji kopi akan
terlepas. Biji kopi dan sampah akan didorong dengan bantuan blower untuk
dikeluarkan dari mesin huller. Karena terdapat perbedaan berat antara biji kopi
dengan kulit ari dan tandn makan biji kopi akan turun kebawah dan sampahnya
akan terbuang ke lubang pembuangan. Biji kopi yang bersih akan keluar melalui
lubang pengeluaran dan ditampung menggunakan ember/karung. Biji kopi ini
biasa disebut biji kopi labu.

I. Pengeringan kopi lanjutan


Proses pengeringan yang digunakan adalah pengeringan dengan
menggunakan sinar matahari. Pengeringan dengan sinar matahari merupakan
pengeringan dengan biaya operasional rendah tetapi lamanya pengeringan
tergantung dari keadaan cuaca dan harus terdapat lahan yang mencukupi untuk
melakukan proses pengeringan.
Proses pengeringan dilakukan di dua tempat yaitu di lahan terbuka dan di
dalam greenhouse. Pengeringan dilahan terbuka akan secara langsung
mendapatkan sinar matahari untuk mengeringkan biji kopi labu. Sementara
pengeringan pada greenhouse memiliki prinsip menjebak panas didalam ruangan.
Ruangan akan menjadi panas karena gelombang panjang dari sinar matahari tidak
bisa keluar dan dipantulkan kembali keruangan.
Pangeringan dilakukan dengan menghamparkan biji kopi diatas terpal dengan
yang bervariasi. Ketebalan biji kopi yang dijemur tergantung dari hasil kopi yang
yang diperoleh. Apabila hasil panen banyak makan penjemuran biij kopi bisa
menumpuk hingga 4 cm. Sedangkan bila hasil panen sedikit, penjemuran dapat
dilakukan dengan ketebalan 1 cm. Pembalikan dilakukan setiap jam supaya
pengeringan terjadi secara merata. Proses pengeringan yang dilakukan untuk
menurunkan kadar air sekitar 40% menjadi 12% membutuhkan waktu 6-8 hari
dengan ketebalan penjemuran 3-4 cm. Sedangkan untuk biji kopi dengan
ketebalan penjemuran 1 cm dapat mencapai kadar air 12% dengan waktu 5-6 hari.
Perbandingan penurunan kadar air pada proses pengeringan dapat dilihat pada
gambar 1.

Perbandingan pengeringan biji kopi HS dengan ketebalan 3 cm dan 1 cm


34
32
30
28
Kadar air (%) 26
24
22
20
8

10

11

12

13

14

15

Waktu (jam)
Ketebalan 3 cm

Ketebalan 1 cm

Gambar 1 Perbandingan pengeringan biji kopi HS dengan ketebalan 3 cm dan 1


cm
Dapat dilihat pada gambar 1 bahwa pengeringan dengan ketebalan 1 cm
mengalami penurunan kadar air yang lebih cepat dibandingkan pengeringan
dengan ketebalan 3 cm. Penurunan kadar air cenderung fluktuatif pada
pengeringan biji kopi HS dengan ketebalan 3 cm. Hal ini dikarenakan proses
pembalikan yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar air. Pengeringan
yang menumpuk mengakibatkan penurunan kadar air biji kopi tidak merata karena
bagian yang tertumpuk tidak mendapatkan cahaya matahari.

Perbedaan pengeringan juga dapat dilihat pada pengeringan di dalam


greenhouse dan diluar greenhouse. Percobaan pengeringan pada dua tempat yang
berbeda ini menggunakan sampel dengan berat 200 gram tiap sampel. Sampel biji
kopi dihamparkan pada tampah dengan ketebalan 1 cm dengan tujuan untuk
menghindari terjadinya penumpukan yang dapat mengakibatkan pengeringan
yang tidak merata. Gambar 2 menunjukkan perbandingan penurunan kadar air
yang terjadi pada pengeringan di dalam greenhouse dan di lapangan terbuka.

Perbandingan pengeringan di dalam greenhouse dan di lapangan terbuka dengan ketebalan penjemuran 1 cm
24
22
20
18
Kadar air (%) 16
14
12
10

8 8.5 9 9.5 1010.51111.51212.51313.51414.51515.5


Waktu (jam)

Greenhouse

Lapangan

Greenhouse 2

Lapangan 2

Greenhouse 3

Lapangan 3

Gambar 2 Perbandingan pengeringan di dalam greenhouse da dilapangan terbuka


dengan ketebalan pengeringan 1 cm
Berdasarkan gambar 2 menunjukkan pengeringan pada greenhouse lebih
cepat dibandingkan dengan pengeringan di lapangan tebuka. Hal ini dikarenakan
prinsip dari greenhouse yang menjebak panas. Panas yang terjebak pada
greenhouse mengakibatkan suhu ruang greenhouse menjadi tinggi dan
memungkinkan untuk pengeringan biji kopi yang lebih cepat. Pengeringan pada
greenhouse dapat mengeringakan biji kopi dari kadar air 36.8% menjadi 12%
membutuhkan waktu 54,5 jam. Sedangkan pengeringan biji kopi pada lapangan
terbuka membutuhkan waktu 54,5 jam untuk mengeringkan biji kopi dengan
kadar air awal 36.4% menjadi 13.4%.
J. Grading dan sortasi kopi
Grading adalah proses pemisahan biji kopi beras berdasarkan bentuk biji
kopi. Sortasi adalah pemisahan biji kopi dari kotoran atau benda asing yang
tercampur. Proses grading dilakukan menggunakan mesin grading dengan
penggerak motor listrik. Mesin grading menggunakan prinsip getar dalam
memisahkan biji kopi beras. Terdapat ayakan yang berbahan besi dengan ukuran
lubang yang berbeda untuk tiap ayakan.
Sortasi biji kopi beras dilakukan secara manual atau menggunakan mesin.
Penyortiran dengan mesin dilakukan menggunakan mesin tampi. Sedangkan
penyortiran secara manual dilakukan dengan menggunakan tampah. Terdapat tiga

kategori dalam penyortiran dengan mesin tampi yaitu untuk biji kopi besar,
sedang dan kecil. Penyortiran dilakukan berdasakan berat dari biji kopi beras.
Cara manual juga digunakan dalam penyortiran biji kopi beras. Penyortiran
secara manual dilakukan dengan memilah-milah biji kopi berdasarkan ukuran dan
kerusakan/cacat pada biji kopi beras. Grading dilakukan dengan memisahkan
antara biji kopi yang besar dengan biji kopi yang rusak, cacat atau patah. Biji kopi
yang rusak, cacat, atau patah dikumpulkan pada tempat tersendiri dan dipisahkan
dengan biji kopi yang bagus.
K. Roasting kopi
Mesin rosting kopi yang digunakan adalah tipe drum. Prinsip kerja dari coffee
roaster tipe drum adalah terdapat drum berputar dan dibagian bawah drum
terdapat sumber panas yang akan membakar plat yang terdapat diantara api dan
drum silinder. Melalui proses konduksi panas dari api akan tersalurkan ke silinder
drum yang berputar. Panas tersebut akan memanaskan kopi dan proses sangrai
berlangsung. Biji kopi yang awalnya berwarna hijau akan berubah warna menjadi
coklat sampai hitam.
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi proses roasting adalah tingkat
kematangan, densitas kopi, varietas kopi, produk akhir yang diterapkan, dan
tekanan. Produk akhir dari roasting dapat digolongkan menjadi tiga yaitu light
roast, medium roast, dan dark roast. Hasil akhir dari masing-masing golongan
memiliki rasa yang berbeda. Light roast akan memiliki rasa sedikit asam dan rasa
pahit pada kopi akan hilang. Medium roast memiliki rasa asam dan pahit yang
seimbang. Sedangkan untuk dark roast rasa pahit dari kopi lebih menonjol. Faktor
hasil akhir proses roasting ini merupakan keinginan dari tiap konsumen sehingga
sangat menentukan untuk pemasarannya.
L. Pengemasan
Pengemasan dilakukan pada biji kopi beras yang telah disortasi dan grading.
Pengemasan dilakukan menggunakan karung plastik. Sebelum biji kopi beras
dimasukkan pada karung plastik, terlebih dahulu dimasukkan kedalam kantong
plastic terlebih dahulu. Kopi yang telah dikemas karung plastik lalu ditimbang.
Berat untuk setiap karung plastik kecil sekitar 25 kg dan untuk karung plastik
besar sekitar 50 kg.
M. Penyimpanan
Penyimpanan biji kopi dilakukan pada gudang. Sebelum karung-karung
disusun, bagian bawah dari karung diletakkan kayu yang berlubang (palet). Palet
berfungsi agar aerasi dari gudang dapat terjaga. Tempat penyimpanan yang baik
sebaiknya memiliki ventilasi dan penerangan cahaya yang cukup serta tidak
lembab. Ruangan yang lembab akan menyebabkan tumbuhnya jamur.

PENUTUP
Kesimpulan
Proses pengolahan kopi dapat dibedakan menjadi pengolahan kopi secara
basah, keringa dan semi-basah. Pengolahan secara kering umum dilakukan oleh
petani kecil karena tidak memerlukan biaya yang tinggi. Pengolahan basah dan

sem-basah banyak diterapkan pada kopi arabika. Proses yang diterapkan pada CV
Frinsa Agrolestari adalah proses semi-basah. Proses pengolahan semi-basah
meliputi pemanenan, penyortiran buah, pengupasan kulit buah, fermentasi biji
kopi, pencucian biji kopi fermentasi, penjemuran awal, pengupasan kulit ari dan
tanduk biji kopi, penjemuran lanjutan, sortasi dan grading serta pengemasannya.
Proses pengeringan biji kopi dilakukan dengan metode sun drying atau
pengeringan dengan matahari. Sun drying sangat tergantung akan cuaca. Proses
pengeringan biji kopi dilakukan pada greenhouse dan di lapangan terbuka. Proses
pengeringan dilapangan terbuka membutuhkan waktu 54,5 jam untuk
mengeringakan biji kopi dari kadar air 36.4% menjadi 13.4%. Sedangkan
pengeringan pada greenhouse dapat mengeringakan biji kopi dengan kapada air
awal 36.8% menjadi 12% dalam waktu 54,5 jam.
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai proses pengeringan pada kopi
dengan pengolahan secara basah dan kering untuk dapat mengoptialkan
pengeringan dengan metode sun drying.
Daftar Pustaka
Direktorat Jendral Perkebunan, Departemen Pertanian. 2011. Statistik Perkebunan
Indonesia 2010-2012 (Kopi). Jakarta
Hanifah Nurul, Desy Kurniawati. 2013. Pengaruh Larutan Alkali dan Yeast
Terhadap Kadar Asam, Kafein, dan Lemak pada Proses Pembuatan Kopi
Fermentasi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Volume 2 nomor 2 : 162168

Anda mungkin juga menyukai