Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

Cephalopelvic Disporpotion dan Ketuban Pecah Dini

Oleh :
Vindy
(11-2013-213)
Pembimbing:
dr. Wahyu Jatmika, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI-GINEKOLOGI


PERIODE 20 APRIL 27 JUNI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU
2015
1

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat
SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS

Nama

: Vindy

Tanda tangan :

NIM

: 11.2013.213

Dr pembimbing / penguji

: dr. Wahyu Jatmika, Sp.OG

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. M
Umur : 19 tahun
Status perkawinan : Kawin (GIP0A0)
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Ngaluran RT 01/ RW 05,

Jenis kelamin : Perempuan


Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Masuk Rumah Sakit : 10 Mei 2015

Karanganyar, Demak

Pukul 14.00 WIB

Nama suami

: Tn. RS

Umur

: 25 tahun

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Ngaluran RT 01/ RW 05, Karanganyar, Demak

A. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis tanggal 10 Mei 2015 Pukul 18.30 WIB
Keluhan utama :
Perut terasa kenceng-kenceng sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan perut terasa kencang kencang sejak 9 jam sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan kencang kencang dirasakan hilang timbul dan semakin
lama semakin sering. Selain itu pasien juga mengatakan keluar cairan bening dari
jalan lahir sejak 6 jam SMRS. Selain itu juga keluar darah dari jalan lahir. Pasien
datang ke rumah bidan dan dilakukan pemeriksaan dalam dengan hasil pembukaan 6
cm namun tidak terdapat kemajuan pembukaan saat dilakukan pemeriksaan ulang
sehingga pasien dirujuk ke RS Mardi Rahayu Kudus.
Pasien mengatakan ini adalah kehamilan yang pertama dan tidak pernah keguguran
sebelumnya. Usia kehamilan sudah memasuki 38 minggu. Pasien tidak pernah
mengeluh mual dan muntah berlebihan, pusing, mata berkunang atau penglihatan
kabur. Buang air besar dan buang air kecil lancar. Pasien mengatakan rutin
memeriksakan kehamilannya setiap 1 atau 2 bulan ke bidan. Pasien tidak memiliki
riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya. Tidak ada riwayat operasi sebelumnya.
Riwayat menstruasi teratur.
Riwayat Menstruasi:
Menarche

: 12 tahun

Dismenorrhea

: (-)

Leukorrhea

: (-)

Menopause

: (-)

Siklus

: 28 hari

Lama

: 7 hari

Riwayat Perkawinan:
Menikah 1 kali pada usia 18 tahun, selama 1 tahun.
Riwayat Kehamilan Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Hamil

Usia

Jenis

penyulit

ke
1

kehamilan persalinan
2015 (Hamil sekarang)

Penolong Jenis
kelamin

BB/TB

Umur

lahir

sekarang

Riwayat Kehamilan Sekarang:


HPHT

: 19 Agustus 2014
3

HPL

: 26 Mei 2015

Riwayat Kontrasepsi:
( - ) Pil KB

( - ) IUD

( - ) Suntikan 3 bulan

( - ) Lain-lain

( - ) Susuk KB
Riwayat Antenatal Care:
Pasien memeriksakan kehamilannya 1 kali setiap bulan ke bidan.
Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah menderita penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis, asma dan
alergi.

OS tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung, darah tinggi, kencing
manis, asma dan alergi.
Hubungan

Umur

Jenis kelamin

Keadaan

Penyebab

kesehatan

meninggal

Ayah

48 tahun

Laki-laki

Hidup

Ibu

46 tahun

Perempuan

Hidup

Suami

25 tahun

Laki-laki

Hidup

Ada kerabat yang menderita :


Penyakit
Alergi
Asma
Tuberkulosis
HIV
Hepatitis B
Hepatitis C
Hipertensi

Ya
-

Tidak

Hubungan

Cacat bawaan

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 82x/menit (kuat angkat, reguler)

Pernafasan

: 20x/menit (abdomino-torakal)

Suhu

: 36,4oC

Tinggi Badan

: 152 cm

Berat

: 64 kg

Kulit
Warna kuning langsat, turgor kulit baik, ikterus(-),
Kepala
Normocephali, Rambut hitam, distribusi merata
Mata
Pupil isokor 3mm, refleks cahaya (+/+), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
edema palpebra (-/-)
Telinga
Selaput pendengaran utuh, serumen (-), perdarahan (-)
Hidung
Sekret (-), deviasi septum (-), pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-)
Mulut
Lidah dalam batas normal, mukosa bucal merah muda.
Leher
Tidak terdapat pembesaran Tiroid dan KGB, Deviasi trachea (), Hipertrofi otot
pernapasan tambahan (), Retraksi suprasternal ()

Dada
Paru-paru (Pulmo)
Inspeksi

: warna kuning langsat, sela iga tidak melebar, retraksi (-), pergerakan
simetris pada saat statis dan dinamis, pernapasan abdominotorakal.

Palpasi

: sela iga tidak melebar, pergerakan simetris pada saat statis dan
dinamis, vokal fremitus simetris kanan dan kiri.

Perkusi

: sonor +/+ pada seluruh lapang paru

Auskultasi

: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung (Cor)
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba pada sela iga V lemah, 2 cm medial dari linea
midclavicularis sinistra

Perkusi

:
Batas atas

: pada sela iga II garis parasternal kiri

Batas kiri

: pada sela iga V, 2 cm medial dari garis midclavicularis


sinistra

Batas kanan
Auskultasi

: pada sela iga V, pada garis parasternal sinistra

: bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur dan gallop pada ke
4 katup jantung

Perut (Abdomen)
Inspeksi

: membuncit membujur, tidak ada luka bekas operasi.

Palpasi

: nyeri tekan ( - ), massa ( - ), defans muskuler (-)


Hati

: tidak teraba

Limpa

: tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+)

Anggota gerak : Tangan Edema -/-, kaki edema -/-, sianosis -/-, clubbing finger -/Kelenjar getah bening
Submandibula

: tidak ditemukan pembesaran

Supraklavikula

: tidak ditemukan pembesaran


6

Lipat paha

: tidak ditemukan pembesaran

Leher

: tidak ditemukan pembesaran

Ketiak

: tidak ditemukan pembesaran

Aspek kejiwaan
Tingkah laku

: tenang

Alam perasaan

: biasa

Proses pikir

: wajar

C. PEMERIKSAAN OBSTETRIKUS
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah

: chloasma gravidarum (-)

Payudara

: pembesaran (+), puting susu menonjol, cairan dari puting (-)

Abdomen

: membuncit memanjang
linea nigra ( - ), striae livide (-), striae albicans (-)
bekas operasi (-)

Palpasi
TFU

: 2 jari di bawah prosesus xiphoideus (35 cm)

Tafsiran Berat Janin: (35-11) x 155= 3720 gram


Leopold I

: Teraba bulat, lunak, dan tidak melenting (bokong).

Leopold II

: Teraba bagian memanjang dan keras di sebelah kiri (PUKI)

Leopold III

: Teraba bagian bulat, melenting, dan keras (kepala)

Leopold IV

: Sejajar 3/5 PAP

DJJ

: 12-12-12 (144 x/menit)

His

: (+) 2x dalam 10 menit selama 20 detik.

PPV

: (+) darah dan cairan

Osborn test (+)


Pemeriksaan dalam:
Vaginal Toucher (pukul 14.30)
4 cm, KK (-), effacement 50%
bagian bawah janin kepala, hodge II
UUK kiri lintang
7

Promontorium teraba
Conjugata Diagonalis : 10 cm
Conjugata Vera

: 8,5 cm

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit
Golongan darah /

11,6 g/dL
16,36 ribu
33,9 %
260.000
3,9 juta
B/+

(N: 11,7 15,5)


(N: 3.600 11.000)
(N: 30-43)
(N: 150.000-440.000)
( N : 3,8 5,2 )

rhesus
Protrombine time / PT
Tromboplastin time/

11,9 detik
29,4 detik

( N :11 24 )
( N : 27 40 )

APTT

E. RINGKASAN (RESUME)
Wanita 19 tahun, GIP0A0, hamil 38 minggu, datang dengan keluhan perut kencang 9
jam SMRS. Pasien mengatakan keluar cairan dari jalan lahir sejak 6 jam SMRS, juga
keluar darah dari jalan lahir. Gerakan janin aktif dan masih dirasakan. Pasien tidak
mengeluh mual, muntah, pusing, mata berkunang, dan mata tidak kabur. Buang air
besar dan buang air kecil lancar. Pasien mengatakan rutin memeriksakan
kehamilannya setiap bulan ke bidan. Pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah
tinggi, baik sebelum dan selama kehamilan. Tidak ada riwayat operasi sebelumnya.
Riwayat menstruasi teratur
HPHT

: 19 Agustus 2014

HPL

: 26 Mei 2015

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 82x/menit (kuat angkat, reguler)

Pernafasan

: 20x/menit (abdomino-torakal)
8

Suhu

: 36,4oC

Tinggi Badan

: 152 cm

Berat

: 64 kg

PEMERIKSAAN OBSTETRIKUS
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Payudara

: pembesaran (+), puting susu menonjol, cairan dari puting (-)

Abdomen

: membuncit memanjang
linea nigra (-), striae livide (-), striae gravidarum (+)
bekas operasi (-)

Palpasi
TFU

: 2 jari di bawah prosesus xiphoideus (35 cm)

Tafsiran Berat Janin: (35-11) x 155= 3720 gram

Leopold I

: Teraba bulat, lunak, dan tidak melenting (bokong).

Leopold II

: Teraba bagian memanjang dan keras di sebelah kiri (PUKI)

Leopold III

: Teraba bagian bulat, melenting, dan keras (kepala)

Leopold IV

: Sejajar 3/5

DJJ

: 12-12-12 (144 x/menit)

His

: (+) 2x dalam 10 menit selama 20 detik.

PPV

: (+) cairan bening dan darah

Osborn test (+)


Pemeriksaan dalam:
Vaginal Toucher (pukul 14.30)
4 cm, KK (-), effacement 50%
bagian bawah janin kepala, hodge II
UUK kiri lintang
Promontorium teraba
Conjugata Diagonalis : 10 cm
9

Conjugata Vera

: 8,5 cm

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hemoglobin
Leukosit

11,6 g/dL
16,36 ribu

(N: 11,7 15,5)


(N: 3.600 11.000)

F. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja
: pukul 14.30
GIP0A0, Umur 19 tahun, hamil aterm
Anak I, hidup intrauterine
Presentasi kepala U, PUKI
Inpartu kala I fase aktif
Ketuban pecah dini
Pemeriksaan yang dianjurkan
Pemeriksaan USG untuk melihat keadaan cairan ketuban
G. PENATALAKSANAAN
Pengawasan 10
Evaluasi 4 jam
IVFD RL/D5 500cc 20 tetes per menit
Amoksisilin 3 x 1 gram IV
Tirah baring
Persiapan Sectio Caesarea: puasa, cukur rambut pubis, pemasangan DC
H. PROGNOSIS
Passage
Passenger
Power

: dubia ad malam
: ad bonam
: ad bonam

I. FOLLOW UP
Tanggal 10 Mei 2015 pukul 19.00
S: perut terasa lebih sering kencang kencang. Cairan dan darah keluar lebih banyak.
Belum ada perasaan ingin mengedan maupun buang air besar.
O:
KU : baik
TD : 120 / 80 mmHg

RR: 20 x/menit

HR : 86 x/menit

T : 36,3C

DJJ: 144 x/menit


HIS : 2x / 10 menit
PPV : (+) cairan, lendir dan darah
VT :
10

Pembukaan 4 cm, KK(-), effacement 50%


Bagian bawah janin kepala, Hodge II
UUK kiri lintang
Dx:

GIP0A0, Umur 19 tahun, hamil aterm


Anak I, hidup intrauterine
Presentasi kepala U, PUKI
Inpartu kala I fase aktif
Partus tak maju ec Cephalopelvic disporpotion
Ketuban pecah dini

J. OPERASI SECTIO CAESAREA


Tanggal 10 Mei 2015 (pk. 21.00)
- Insisi abdomen di linea mediana sepanjang 10 cm di atas symphisis
- Insisi diperdalam lapis demi lapis hingga peritoneum terbuka
- Tampak uterus sesuai umur hamil aterm
- Buka plica vesica uterina semilunar
- Insisi pada Segmen bawah rahim 10 cm
- Kepala bayi diluksir, bayi dilahirkan kepala, bahu, badan
- Bayi laki - laki 3750 gram, 49 cm, Apgar score 9-10-10
- Plasenta dilahirkan manual, kotiledon lengkap
- Jahit SBR dengan chromic cutgult no. 2 jelujur
- Over hecting dengan cromic catgut no. 2
- Kontrol perdarahan, perdarahan berhenti
- Jahit peritoneum dengan plain cutgult no. 1-0
- Jahit otot dengan plain cutgult no. 1-0
- Jahit fascia dengan polisorb no 2.0
- Jahit lemak subkutan dengan plain cutgult no. 1-0
- Jahit kulit dengan jahitan subkutan nylon no. 2.0
- Perdarahan selama operasi 200 cc
- Tindakan selesai
Instruksi Post Operasi
-

Infus D5/ RL/ NaCl 20 tetes per menit


Amoxsilin 3 x 1gram IV
Tramadol 2 x 100mg IV

Vitamin B1 2 x 50mg IV

Vitamin C 1 x 500mg IV
Cek Hb post operasi
Tidur bantal tinggi
Puasa

K. FOLLOW UP
11 Mei 2015 Pukul 00.00 post operasi
S: O:
Keadaan Umum
: Baik
11

Kesadaran
: Compos mentis
TD
: 120/80 mmHg
RR
: 18x/menit
HR
: 88x/menit
T
: 36,8oC
Mata
: CA -/- SI -/C/P
: BJ I-II murni reguler, SN Vesikuler +/+
Mammae
: Puting menonjol, ASI (-)
Abdomen
: Supel, nyeri tekan (+), bising usus (-), kontraksi uterus baik
TFU
: 2 Jari di bawah pusat
PPV
: Lochea (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
Plasenta
: manual, lengkap
Perdarahan kala IV 100cc
A: PIA0 Post Sectio Caesarea atas indikasi CPD
P:
- Infus RL 20 tpm
- Amoxsilin 3 x 1gram IV
- Tramadol 2 x 100mg IV
- Vitamin B1 2 x 50mg IV
- Vitamin C 1 x 500mg IV
- Tidur bantal tinggi
- Puasa
11 Mei 2015 Pukul 07.30
S: Nyeri pada luka bekas operasi.
O:
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
TD
: 110/70 mmHg
RR
: 20x/menit
HR
: 64x/menit
T
: 37,0oC
Mata
: CA -/- SI -/C/P
: BJ I-II murni reguler, SN Vesikuler +/+
Mammae
: Puting menonjol, ASI (-)
Abdomen
: Supel, nyeri tekan (+), bising usus (+), kontraksi uterus baik
TFU
: 2 Jari di bawah pusat
PPV
: Lochea (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
Hasil lab tanggal 11 Mei 2015
Hb
: 10,4 g/dL
A: PIA0 Post Sectio Caesarea hari ke-1 atas indikasi CPD
P:
- Infus RL 20 tpm
- Amoxsilin 3 x 1gram IV
- Tramadol 2 x 100mg IV
- Vitamin B1 2 x 50mg IV
- Vitamin C 1 x 500mg IV
- Minum, makan bubur halus
- Latihan mobilisasi
12 Mei 2015 Pukul 07.30
12

S: Nyeri pada luka bekas operasi berkurang.


O:
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
TD
: 120/80 mmHg
RR
: 18x/menit
HR
: 74x/menit
T
: 36,8oC
Mata
: CA -/- SI -/C/P
: BJ I-II murni reguler, SN Vesikuler +/+
Mammae
: Puting menonjol, ASI (+)
Abdomen
: Supel, nyeri tekan (+), bising usus (+), kontraksi uterus baik
TFU
: 2 Jari di bawah pusat
PPV
: Lochea (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
A: PIA0 Post Sectio Caesarea hari ke-2 atas indikasi CPD
P:
- Infus RL 20 tpm
- Amoxsilin 3 x 1gram IV
- Tramadol 2 x 100mg IV
- Vitamin B1 2 x 50mg IV
- Vitamin C 1 x 500mg IV
- Aff DC
- Latihan mobilisasi
- Makan bubur kasar

13 Mei 2015 Pukul 07.00


S: O:
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
TD
: 120/80 mmHg
RR
: 18x/menit
HR
: 76x/menit
T
: 36,5oC
Mata
: CA -/- SI -/C/P
: BJ I-II murni reguler, SN Vesikuler +/+
Mammae
: Puting menonjol, ASI (+)
Abdomen
: Supel, nyeri tekan (+), bising usus (+), kontraksi uterus baik
TFU
: 2 Jari di bawah pusat
PPV
: Lochea (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
A: PIA0 Post Sectio Caesarea hari ke-3 atas indikasi CPD
P:
- Infus RL 20 tpm
- Amoksilin 3 x 1gram IV
- Vitamin C 1 x 500mg IV
- Mobilisasi
- Makan normal

13

Tinjauan Pustaka
DEFINISI
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala
janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi
sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
1

Pintu Atas Panggul


Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum 1, linea
innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir
bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur
dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke
seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang.
Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara
ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan
panjang konjugata diagonalis. 1-3
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung
dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm.
Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara

14

bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera
dengan konjugata obstetrika sedikit sekali. 1-3

Gambar 1. Diameter pada Pintu Atas Panggul 3

Panggul Tengah Panggul


Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul
tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina
isciadika. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum
merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior
setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara
sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm. 1-3

Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga
dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan
kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah
jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung
sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm),
dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm). 1-3

Istilah cephalopelvic disproportion mulai digunakan pada abad 20 untuk menggambarkan


adanya hambatan persalinan akibat ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dengan pelvis ibu.
ETIOLOGI
Penyebab dari cephalopelvic disproportion:
15

1. Janin yang besar


2. Kelainan posisi dan presentasi
3. Panggul sempit 1
JANIN YANG BESAR
Janin yang besar ialah janin yang beratnya lebih dari 4000 gram.
Penyebab anak besar yaitu:

Diabetes mellitus

Herediter

Multiparitas 1

Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan karena besarnya kepala atau besarnya bahu.
Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar, dapat timbul inersia uteri dan
kemungkinan perdarahan postpartum akibat atonia uteri juga lebih besar.
Jika panggul normal biasanya diusahakan persalinan pervaginam karena penentuan besarnya
anak dengan palpasi Leopold sangat sulit. Pemeriksaan USG dapat membantu diagnosis bila
anak letak kepala dan kepala belum masuk pintu atas panggul. 1
KELAINAN POSISI DAN PRESENTASI
1. Presentasi muka
Presentasi muka adalah presentasi kepala dengan defleksi maksimal hingga oksiput
mengenai punggung, muka terarah ke bawah (kaudal terhadap ibu), dan dagu menjadi
bagian presentasinya. Faktor predisposisi presentasi muka: 3-5
a. Malformasi janin
b. Berat badan lahir < 1500 g
c. Polihidramnion
d. Postmaturitas
e. Multiparitas
Pada pemeriksaan dalam, dengan pembukaan yang cukup besar, akan teraba pinggir
orbita, hidung, tulang pipi, mulut, dan dagu.

16

Gambar 2 Presentasi Muka 3


Mekanisme persalinan presentasi muka serupa dengan persalinan presentasi belakang
kepala. Secara berurutan akan terjadi proses kepala mengalami penurunan (descent),
rotasi internal, fleksi, ekstensi dan rotasi eksternal. Sebelum masuk panggul biasanya
kepala janin belum dalam sikap ekstensi maksimal, sehingga masih presentasi dahi.
Ketika terjadi penurunan kepala, tahanan dari panggul akan menyebabkan kepala
lebih ekstensi sehingga terjadi perubahan menjadi presentasi muka. Ketika masuk
pintu atas panggul dagu dalam posisi transversal atau oblik.
Pada pintu tengah panggul, rotasi internal terjadi. Tujuan rotasi internal adalah
membuat kepala agar dapat semakin memasuki panggul dengan cara mengubah posisi
dagu ke arah anterior. Apabila dagu berputar ke arah posterior, maka kepala akan
tertahan oleh sakrum sehingga kepala tidak mungkin turun lebih lanjut, dan terjadilah
persalinan macet. Perputaran dagu ke arah anterior akan membuat kepala dapat
memasuki pintu tengah panggul dan dagu serta mulut muncul di vulva. 3-5
Penanganan presentasi muka:
Posisi dagu di anterior merupakan syarat yang haru dipenuhi apabila janin presentasi
muka hendak dilahirkan vaginal.
Kala I: Bila tidak ada gawat janin, observasi hingga pembukaan lengkap.

17

Kala II: Pada pembukaan lengkap bila dagu berada di anterior, persalinan vaginal
dilanjutkan seperti persalinan presentasi belakang kepala.
Bedah sesar dilakukan apabila setelah pembukaan lengkap posisi dagu masih
posterior, didapatkan tanda-tanda disproporsi, atau indikasi obstetri lainnya. 3-5
2. Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah presentasi kepala dengan defleksi yang sedang. Etiologinya
hampir sama dengan presentasi muka. Biasanya merupakan keadaan sementara dan
sering berubah menjadi presentasi muka atau belakang kepala. Bila menetap, janin
dengan presentasi ini tidak dapat dilahirkan oleh karena besarnya diaeter
oksipitomental yang harus melalui panggul. Janin dengan ukuran kecil dan
punggungnya berada di posterior atau ukuran panggul yang sedemikian luas mungkin
masih dapat dilahirkan pervaginam. 3-5
Biasanya presentasi dahi baru didiagnosis saat persalinan yaitu dengan pemeriksaan
dalam. Pada pembukaan yang cukup besar, akan teraba sutura frontalis, ubun-ubun
besar, pinggir orbita, dan pangkal hidung, tetapi tidak teraba dagu atau mulut janin.
Pada presentasi dahi yang bersifat sementara, anak dapat lahir spontan sebagai
presentasi belakang kepala atau muka. Jika presentasi dahi menetap, maka akan erjadi
molase yang hebat sehingga diameter oksipitomental akan berkurang dan terbentuk
caput succedaneum di daerah dahi. 3-5

Gambar 3. Presentasi Dahi 3

18

Sebagian besar presentasi dahi memerlukan pertolongan persalinan secara bedah sesar
untuk menghindari manipulasi vaginal yang sangat meningkatkan mortalitas perinatal.
Jika dibandingkan presentasi belakang kepala, persalinan vaginal pada presentasi dahi
akan meningkatkan prolaps tali pusat (5 kali), ruptura uteri (17 kali), transfusi darah
(3 kali), infeksi pascapersalinan (5 kali), dan kematian perinatal (2 kali).
Pemberian stimulasi oksitosin pada kontraksi uterus yang lemah harus dilakukan
dengan sangat hati-hati dan tidak boleh dilakukan bila tidak terjadi penurunan kepala
atau dicurigai adanya disproporsi kepala-panggul. Presentasi dahi yang menetap atau
dengan selaput ketuban yang sudah pecah sebaiknya dilakukan bedah sesar untuk
melahirkannya. Jangan melahirkan menggunakan bantuan ekstraksi vakum, forseps,
atau simpisiotomi karena hanya akan meningkatkan mordibitas dan mortalitas.

3. Kelainan Posisi (Positio Occipito Posterior Persistent)


Keadaan Positio Occipito Posterior Persistent atau presentasi ubun-ubun kecil di
belakang adalah suatu keadaan yang disebabkan kegagalan rotasi interna. Etiologinya
yaitu kelainan panggul, kesempitan panggul tengah, KPD, fleksi kepala kurang serta
inersia uteri.
Adakalanya oksiput berputar ke belakang dan anak lahir dengan muka di bawah
simfisis. Ini terutama terjadi bila fleksi kepala kurang. Untuk menghindari rupture
perinei totalis, episiotomi harus dibuat lebih lebar karena dalam hal ini perineum
diregang oleh sirkumferensia oksipito frontalis. Hanya sebagian kecil (4%) dari posisi
oksipito posterior yang memerlukan pertolongan pembedahan.
Penyulit yang timbul dalam persalinan yaitu kala II yang lebih panjang. Umumnya
dapat lahir spontan, namun bila ada indikasi dapat dipilih antara vakum atau forceps.
3-5

PANGGUL YANG SEMPIT


Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran pervaginam pada
janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena
pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan
pervaginam. Panggul sempit yang penting pada obstetri bukan sempit secara anatomis namun
panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Selain
19

panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit
lainnya. 5,6
Klasifikasi panggul sempit :

Kesempitan pintu atas panggul


Kesempitan bidang tengah
Kesempitan pintu bawah panggul

Kriteria diagnosis :
a. Kesempitan pintu atas pangul
Panggul sempit relatif

: Jika konjugata vera > 8,5-10 cm

Panggul sempit absolut

: Jika konjugata vera < 8,5 cm

b. Kesempitan panggul tengah


Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simfisis dan spina os ischii
dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral ke-4 dan ke-5.
Ukuran yang terpenting dari bidang ini ialah:
1. Diameter transversa (diameter antara kedua spina) 10,5 cm.
2. Diameter anteroposterior dari pinggir bawah simfisis ke pertemuan ruas sakral ke4 dan ke-5 11,5 cm.
3. Diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antara kedua spina ke
pertemuan sacral ke-4 dan ke-5 5 cm.
Dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit jika :
1. Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 cm atau
kurang (10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm).
2. Diameter antara spina kurang dari 9 cm .
Ukuran-ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis
harus diukur secara rontgenologis, tetapi jika dapat juga menduga adanya
kesempitan bidang tengah panggul jika:
1. Spina ischiadica sangat menonjol.
2. Dinding samping panggul konvergen.
3. Diameter antara tuber ischii 8,5 cm atau kurang.
c. Kesempitan pintu bawah panggul
Bila jarak antara tuber os ischii 8 cm atau kurang. 5,6

20

Persangkaan panggul sempit Seseorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit jika:
a. Pada primipara, kepala anak belum turun setelah minggu ke 36.
b. Pada primipara ada perut menggantung.
c. Pada multipara, persalinan yang dulu-dulu sulit.
d. Ada kelainan letak pada hamil tua.
e. Terdapat kelainan bentuk badan ibu (cebol, skoliosis, pincang, dll.)
f. Tanda Osborn positif
Teknik perasat Osborn:
1. Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.
2. Kepala janin dipegang oleh tangan kiri pemeriksa.
3. Dua jari lainnya di atas simfisus, permukaan jari berada pada permukaan anterior dari
simfisis.
4. Tentukan derajat tumpang tindih ketika kepala janin ditekan ke bawah dan ke
belakang.
Interpretasi perasat Osborn:
-

Kepala dapat ditekan ke dalam panggul, tidak terdapat tumpang tindih dari tulang
parietal, berarti CPD (-).

Kepala dapat ditekan sedikit, terdapat sedikit tumpang tindih dari tulang parietal,
sekitar 0,5 cm, berarti CPD sedang. Pemeriksaan dilanjutkan dengan perasat Muller.

Kepala tidak dapat dimasukkan ke dalam tulang panggul, tulang parietal


menggantung di atas simfisis dengan dibatasi jari, berarti CPD positif.

Teknik perasat Muller:


1. Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.
2. Satu tangan memegang kepala dari luar di atas simfisis.
3. Dua jari dari tangan yang lain masuk ke dalam vagina, sampai pintu atas panggul.
4. Tangan luar mendorong kepala anak ke arah simfisis.
Interpretasi perasat Muller:
-

Kepala anak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (-).

Kepala anak tidak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (+).

21

Pengaruh panggul sempit pada kehamilan :


1. Retroflexi uteri gravida inkarserata
2. Kepala tidak dapat turun pada bulan terakhir
3. Abdomen pendulum pada primi gravida
4. Ukuran anak lebih kecil dari ukuran bayi rata-rata5,6

Gambar 4. Abdomen Pendulum dengan Kehamilan.3


Pengaruh pada persalinan:
1. Persalinan lebih lama dari biasanya, karena gangguan pembukaan ataupun banyaknya
waktu yang diperlukan untuk moulage kepala anak. Kelainan pembukaan dapat terjadi
karena ketuban belum pecah sebelum waktunya karena bagian depan kurang menutup
pintu atas panggul, selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat menekan
pada serviks karena tertahan pada pintu atas panggul.
2. Sering terjadi kelainan presentasi atau posisi
3. Ruptur uteri, jika his menjadi telalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan yang
ditimbulkan panggul sempit.
4. Sebaliknya, jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh pangul sempit, dapat
terjadi infeksi intrapartum.
5. Fistel vesikovaginal dan rektovaginal, akibat tekanan lama pada jaringan yang dapat
menimbulkan iskemi yang menyebabkan nekrosis.
6. Ruptur simfisis, pasien merakan nyeri di daerah simfisis dan tidak dapat mengangkat
tungkainya.

22

7. Paresis kaki ibu akibat tekanan dari kepala pada urat-urat saraf di dalam rongga
panggul. Yang paling sering terjadi adalah kelumpuhan nervus peroneus. 5,6

Pengaruh pada anak:


1. Kematian perinatal meningkat pada partus yang lama.
2. Prolapsus foeniculi
3. Perdarahan otak karena moulage yang kuat, terutama jika diameter biparietal
berkurang lebih dari 0,5 cm. 5,6
PENATALAKSANAAN
Penanganan pada disproporsi kepala panggul yaitu :
1. Partus percobaan
Partus percobaan adalah percobaan untuk melakukan persalinan per vaginam pada
wanita-wanita dengan pangul relatif sempit. Partus percobaan hanya dilakukan pada
letak belakang kepala.
Partus percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita
mendapat keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam atau
setelah anak lahir per vaginam. Partus percobaan dikatakan berhasil jika anak lahir
per vaginam secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps atau vakum) dan
anak serta ibu dalam keadaan baik. 1-3
Partus percobaan dihentikan:
o Pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannya.
o Keadaaan ibu atau anak menjadi kurang baik.
o Adanya lingkaran retraksi yang patologis.
o Setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah walaupun his cukup baik dan
dilakukan pimpinan persalinan dengan baik, bagian kepala dengan diameter
terbesar dalam 1 jam tetap tidak mau melewati pintu atas panggul.
o Forseps atau vakum gagal.

23

Dalam keadaankeadaan tersebut, dilakukan seksio sesarea, Jika seksio sesarea


dilakukan pada saat pembukaan sudah lengkap dan atas indikasi sebab-sebab yang
menetap(patus percobaan lengkap dan gagal), pada persalinan berikutnya tidak ada
gunanya untuk melakukan persalinan percobaan lagi. 1-3

2. Seksio sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan
aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada
kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan
kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan
karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan
persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi
Bila seksio sesarea dilakukan pada saat pembukaan belum lengkap atas indikasi ibu
atau anak yang kurang baik (partus percobaan belum lengkap/gagal), persalinan
percobaan yang dipersingkat dapat dicoba lagi pada persalinan berikutnya. Dalam hal
ini, pimpinan persalinan berikutnya mengikuti protocol yang berlaku bagi persalinan
pada bekas seksio sesarea.
Pada kesempitan bidang tengah panggul, dapat timbul gangguan putaran paksi jika
diameter antara kedua spina <9 cm sehingga kadang-kadang diperlukan seksio
sesarea.
Jika persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul, baiknya
dipergunakan ekstraktor vakum karena ekstraksi dengan forceps memperkecil
ruangan jalan lahir. Upaya ini dapat digolongkan ekstraksi vakum percobaan, yang
berarti tidak bolah dipaksakan.
Pintu bawah panggul dikatakan sempit jika jarak antara tuber os ischii < 8 cm. Jika
jarak ini berkurang, dengan sendirinya arkus pubis meruncing. Oleh karena itu,
biasanya arkus pubis dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah
panggul.
Distosia dapat terjadi jika jumlah ukuran antar kedua tuber ischii dan diameter
sagitalis posterior <15 cm (normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5 cm).
Jika pintu bawah panggul sempit, biasanya bidang tengah panggul juga sempit.
Kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa kita melakukan seksio sesarea,
24

yang biasanya dapat diselesaikan dengan forceps dan dengan episiotomy yang cukup
luas. 1-3

3. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis.
Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
4. Kraniotomi dan Kleidotomi
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila
panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan
seksio sesarea

PROGNOSIS
Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai factor, diantaranya:
1. Bentuk Panggul
2. Ukuran panggulm jadi derajat kesempitan.
3. Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul.
4. Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala.
5. Presentasi dan posisi kepala.
6. His.
Diantara faktor-faktor tersebut, yang dapat diukur secara pasti dan sebelum persalinan
berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul. Oleh karena itu, ukuran tersebut sering menjadi
dasar untuk memperkirakan jalannya persalinan.
Pada kesempitan pintu atas panggul, banyak faktor yang mempengaruhi hasil persalinan pada
panggul dengan CV antara 8,5-10 cm (panggul sempit relatif), antara lain:
-

Riwayat persalinan yang lampau

Besarnya presentasi dan posisi anak

Pecehnya ketuban sebelum waktunya memperburuk prognosis

His

Lancarnya pembukaan

Adanya infeksi intrapartum

Bentuk panggul dan derajat kesempitannya.

Karena banyaknya faktor tersebut, pada panggul sempit relatif dilakukan partus percobaan. 1-3
25

Ketuban Pecah Dini


Pengertian
1. Ketuban pecah dini atau yang sering disebut dengan KPD adalah ketuban pecah
spontan tanpa diikuti tanda-tanda persalinan, ketuban pecah sebelum pembukaan 3 cm
(primigravida) atau sebelum 5 cm (multigravida).
2. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu maka disebut
ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.3,4
Etiologi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Infeksi amnionitis atau korionamnionitis


Infeksi genitalia
Inkompetensia serviks
Trauma terutama pada koitus
Faktor pskiologis
Riwayat ketuban pecah dini
Tekanan intrauterine yang meningkat secara berlebihan( overdistensi uterus) misalnya

hidramion dan gemelli


8. Usia ibu yang < 19 tahun dan > 34 tahun3,4

Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester tiga selaput
ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ada hubungannya dengan pembesaran
uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia
pada selaput ketuban. Ketuban pecah dini pada kehamilan premature disebabkan oleh adanya
factor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini sering
terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, dan solusio plasenta.

26

Faktor resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah :


1. Berkurang nya asam askorbik sebagai komponen kolagen
2. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur
abnormal karena antara lain merokok
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh
inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membrane janin. Aktivitas degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan3,4

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan
ketuban merembes melalui vagina.
Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi
bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal
atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Ada pula tanda dan gejala yang tidak selalu ada
(kadang-kadang) timbul pada ketuban pecah dini seperti ketuban pecah secara tiba-tiba,
kemudian cairan tampak diintroitus dan tidak adanya his dalam satu jam. Keadaan lain seperti
nyeri uterus, denyut jantung janin yang semakin cepat serta perdarahan pervaginam sedikit
tidak selalu dialami ibu dengan kasus ketuban pecah dini. Namun, harus tetap diwaspadai
untuk mengurangi terjadinya komplikasi pada ibu maupun janin.3,4
Menegakan diagnosis
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.
Anamnesa

Menanyakan identitas dan data umum seperti nama, usia, pekerjaan, agama, suku

Menanyakan keadaan sosial dan ekonomi, gaya hidup dan kondisi lingkungan

Menanyakan adanya keluhan utama dan penyerta

Menanyakan apakah pasien telah melakukan pemeriksaan sebelumnya atau


pengobatan sebelumnya, apa yang dilakukan untuk mengatasi keluahannya sebelum
ke dokter

Menanyakan riwayat penyakit keluarga dan penyakit terdahulu

27

Didahului dengan pencatatan identitas penderita secara lengkap.


Pada anamnesis umum kehamilan perlu ditanyakan usia kehamilan atau menghitung
kehamilan dengan menanyakan hari pertama dari haid terakhir, riwayat pernikahan ibu,
riwayat penyakit yang sedang diderita ibu seperti preeklamsia, maupun keadaan janin dalam
pemeriksaan kandungan sebelumnya seperti adanya kondisi hidroamnion pada janin, atau
solusio plasenta. Tanyakan pula tentang riwayat penyakit dahulu, khususnya penyakit kronis
seperti hipertensi, diabetes, atau kelainan jantung. Perlu ditanyakan pula keluhan tambahan
seperti adanya nyeri pinggang, atau nyeri perut untuk melihat adakah indikasi inpartu pada
ibu pasca terjadinya KPD. Penting juga untuk menanyakan sudah berapa lama ibu tersebut
mengalami ketuban pecah dini, dikarenakan pada umumnya 24 jam setelah terjadi KPD ibu
akan merasakan tanda-tanda inpartu sebagai akibat dari rangsangan kontraksi uterus. Perlu
ditanyakan juga apa warna, konsistensi, dan bau dari cairan yang keluar, sehingga dapat
dibedakan dengan kemungkinan inkontinensia urin pada ibu hamil maupun untuk
membedakan dengan darah dan sekret vagina. Tanyakan pula apakah ibu masih merasakan
pergerakan bayi atau tidak, sebagai indikasi kehidupan bayi, apakah frekuensinya bertambah
banyak atau tidak mengindikasikan bayi sedang dalam stres atau tidak dikarenakan kondisi
oligoamnion pasca KPD. Tanyakan pula apakah saat bayi bergerak ibu terasa kesakitan
sebagai kemungkinan dari berkurangnya cairan amnion akibat KPD.
Keluhan lainnya yang perlu ditanyakan adanya apakah terdapat demam untuk indikasi adanya
infeksi. Selain itu tanyakan pula apakah ibu pernah mengalami keadaan seperti ini, sehingga
dapat diperkirakan apakah terlah terjadi pada janin atau tidak karena jika telah lama terjadi
atau berulang kemungkian infeksi dan efek dari KPD pada ibu dan janin akan lebih
berbahaya bagi keselamatan keduanya. Pelajari pola makan dan kualitas gizinya. Apakah ia
merokok atau minum minuman beralkohol? Bagaimana penghasilan dan ruang lingkup
sosialnya?
Bagaimana riwayat kehamilan sebelum ini, apakah pernah mengalami masalah seperti ini
atau masalah lainnya seperti preeklamsia maupun hidroamnion dan sebagainya.3,4
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi napas, frekuensi nadi dan suhu
tubuh. Suhu dan keadaan umum dapat menunjukan indikasi adanya infeksi atau tidak, tandatanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38 C serta air ketuban keruh dan berbau.
Lakukan pula pemeriksaan pada janinnya dengan memeriksa denyut jantungnya dengan

28

menggunakan doppler atau stetoskop bidan untuk melihat tanda bahaya atau kehidupan janin,
untuk hasil yang lebih akurat lakukan pemeriksaan dengan USG.
Hal yang penting untuk diperhatikan juga adalah, melihat adanya kontraksi pada ibu, jika
terdapat kontraksi teratur maka perlu dipertimbangkan unutk melakukan terminasi kehamilan.
Sehubungan dengan terjadinya kontraksi perlu juga dilakukan pemeriksaan fisik kehamilan
seperti Leopold untuk menilai keadaan atau posisi janin, terutama menilai tinggi fundus uteri
dan dilihat apakah sesuai dengan usia kehamilannya. Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan
apabila dipertimbangkan unutk melakukan terminasi kehamilan atau kontraksi teratur
menunjukan akan terjadi proses inpartu dalam 24 jam. Sehingga dapat nilai posisi janin,
apakah telah berada pada posisi yang tepat untuk persalinan pada kehamilan aterm.
Pada pasien yang menunjukan tanda inpartu seperti nyeri kontraksi yang teratur maka, perlu
dilakukan pemeriksaan pada serviks pasien dengan teknik pemeriksaan bimanual untuk
menilai konsistensi lunaknya serviks guna melakukan proses persalinan dan menilai bukaan
yang terjadi. Namun pada pasien tanpa tanda inpartu hal ini dikontraiindikasikan karena
diduga dapat membantu penyebaran infeksi pasca pecahnya ketuban.3,4
Pemeriksaan Fisik Abdomen
Atur tubuh ibu hamil dalam posisi setengah duduk dengan kedua lutut ditekuk. Lakukan
inspeksi untuk menemukan setiap sikatriks atau stria, bentuk serta kontur abdomen dan tinggi
fundus uteri. Gambaran stria yang berwarna keunguan dan linea nigra merupakan keadaan
yang normal pada kehamilan. Bentuk dan kontur abdomen dapat menunjukkan ukuran
kehamilan. Lakukan palpasi abdomen untuk menemukan:
-Organ atau massa
-Gerakan janin, biasanya gerakan janin (yang sering pula disebut dengan istilah goyang janin)
dapat dirasakan oleh pemeriksa pada kehamilan sesudah 24 minggu (dan oleh ibu pada usia
kehamilan 18-20 minggu

Pemeriksaan dengan Spekulum


Langkah penting yang akurat dalam menentukan diagnosis adalah dengan pemeriksaan
spekulum steril. Ada 2 temuan yang dapat digunakan sebagai konfirmasi diagnosis ketuban
pecah dini :
1. Pooling : pengumpulan cairan pada fornix posterior

29

Tes nitrazin : menggunakan swab steril unutk mengumpulan cairan dari fornix posterior
dan mengujinya dengan kertas nitrazin (phenaphthazine). Jika cairan tersebut merupakan
cairan amnion maka kertas nitrazin akan berubah menjadi biru, yang menunjukan pH
alkalis (7.0-7.25). Pada tes Nitrazin dengan pH alkalis dapat juga disebabkan infeksi
vagina atau terdapatnya darah atau semen pada sampel.
2. Ferning: cairan dari fornix posterior diletakan pada slide dan keringkan pada udara
kering. Cairan amnion akan berubah menjadi bentuk bekuan dari kristalisasi.
Mukus servikal dapat menyebabkan ferning namun biasanya hanya berbentuk titik-titik
kecil. Saat pemeriksaan spekulum, serviks pasien harus diinspeksi untuk memperkirakan
derajat dilatasi atau adanya prolaps plasenta atau tali pusar janin.

Komplikasi dari ketuban pecah dini:


1.
2.
3.
4.

Persalinan premature
Infeksi
Hipoksia dan asfiksia
Sindrom deformitas janin3,4

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta:
EGC; 2005.
2. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2014.
3. Prawirohardjo S. Ilmu bedah kebidanan. Edisi 1. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2010.
4. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
Obstetri fisiologi. Bandung: Elemen; 1983.
5. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
Obstetri patologi. Bandung: Elstar; 1982.
6. Sulaiman Sastrawinata, dkk. Obstetri patologi. EGC: Jakarta; 2005.

31

Anda mungkin juga menyukai