Anda di halaman 1dari 58

Materi Telaah PPh

DIKLAT MANAJEMEN
EKSTENSIFIKASI
JAKARTA, 2012
L.Y. HARI SIH ADVIANTO
WIDYAISWARA PUSDIKLAT
PAJAK
DURASI :
JAMLAT

Materi diskusi :

Subjek pajak
Objek Pajak
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
Pelunasan PPh dalam Tahun Berjalan oleh WP
Sendiri
Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun
Berjalan melalui Pihak Lain
Pembukuan Terpisah Dan Perubahan Tahun
Buku

DASAR HUKUM
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan stbdtd UU Nomor 7 Tahun 1991 , UU
Nomor 10 Tahun 1994 UU Nomor 17 Tahun 2000 UU
No. 36 tahun 2008
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 94 TAHUN 2010
TENTANG
PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN
PELUNASAN
PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN
PER-43/PJ/2011 TENTANG PENENTUAN SUBJEK PAJAK
DALAM NEGERI DAN SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI

SUBJEK PAJAK
Subjek ?
Subjek pajak ?
OP
Warisan belum terbagi

SUBJEK
PAJAK

Badan
BUT

Pasal 2 ayat (1)

OP
Warisan belum
terbagi

Badan

BUT

OP DN dan LN
warisan dapat di DN dan LN
Warisan : Menggunakan NPWP
alm. Dilaksanakan
ahliwaris/png jwb

sekumpulan orang dan/atau modal


Satu kesatuan
melakukan usaha /tdk,
meliputi PT, CV, PT lain, BUMN/D, Fa,
kongsi, Kop, Dapen, persekutuan,
perkumpulan,
yayasan,
ormas,
orsospol, org lainnya, lembaga, dan
bentuk lainnya termasuk KIK, dan
BUT.
Perkumpulan: asosiasi, persatuan,
perhimpunan,
pihak
yang
mempunyai kepentingan yang sama
Perlakuan seperti WP Badan

S
U
B
J
E
K
P
A
J
A
K

DN

LN

Orang pribadi :
bertempat tinggal / berada di
indonesia > 183 hr dlm 12 bulan;
atau
- Dalam suatu tahun pajak berada di
indonesia dan mempunyai niat
bertempat tinggal di indonesia
Badan Yang didirikan atau bertempat
kedudukan di indonesia
Warisan yang belum terbagi sbg
satu kesatuan menggantikan yg
berhak

OP yg tidak bertempat tinggal di indonesia /


berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam 12 bulan
Badan yg tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di indonesia
menjalankan Usaha atau kegiatan melalui
BUT di indonesia
Yang menerima atau memper oleh penghasilan

M
U
L
A
I
&
A
K
H
I
R

DN

OP : Mulai :Saat dilahirkan


Saat berada atau berniat tinggal di indonesia
Berakhir :
Saat meninggal dunia
Meninggalkan indonesia untuk selamanya

Bdn Mulai
: Saat didirikan/berkedudukan di
indonesia
Berakhir : Saat dibubarkan atau tidak lagi
berkedudukan di Indonesia

LN

Op atau badan
dimulai :
mempunyai hubungan ekonomis
dengan Indonesia,
Akhir
: tidak lagi mempunyai hubungan
ekonomis dengan Indonesia

KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF


SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI WARISAN
YG BELUM TERBAGI

MULAI :
SAAT TIMBULNYA WARISAN
BERAKHIR :
SAAT WARISAN SELESAI DIBAGIKAN

TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK


Pasal 3

Kantor perwakilan negara asing


Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan
konsulat
pejabat-pejabat lain dari negara asing,
orang-orang yg diperbantukan kpd mereka yg
bekerja pada dan bertempat tinggal bersamasama mereka dgn syarat tertentu .
syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha,
kegiatan,
pekerjaan lain
memperoleh
Organisasiatau
internasional
yanguntuk
ditetapkan
oleh
penghasilan
Indonesia
Menkeu dgndari
syarat
tertentu;
Pejabat perwakilan organisasi
kepmenkeu dgn syarat tertentu .

internasional

yg

ditetapkan
9

dgn

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL


PAJAK
NOMOR : PER-43/PJ/2011
TENTANG
PENENTUAN SUBJEK PAJAK
DALAM NEGERI DAN SUBJEK
PAJAK LUAR NEGERI

Dalam rangka memberikan kepastian hukum dalam


penentuan status subjek pajak dalam negeri dan subjek
pajak luar negeri

SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI

tidak memenuhi kriteria SPDN =


merupakan SPLN.

OP SP DN menjadi WP DN
menerima / memperoleh penghasilan
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
melebihi PTKP
Badan SP DN menjadi WP DN , sejak saat didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia dan menerima penghasilan baik yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.

SPLN :
OP tidak bertempat tinggal di Indonesia
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam 12 bulan,
badan : tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia:

yang menjalankan usaha / kegiatan melalui BUT di Indonesia;


yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tanpa BUT
Pengertian "yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia meliputi pula yang tidak menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

SPLN dapat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk


usaha tetap di Indonesia
BUT merupakan tempat usaha yang bersifat permanen yang dipergunakan oleh
subjek pajak luar negeri, orang pribadi atau badan, untuk menjalankan kegiatan
atau usaha di Indonesia
Pemenuhan kewajiban perpajakan BUT dipersamakan dengan pemenuhan
kewajiban perpajakan WP badan DN, dimulai sejak menerima dan/atau
memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia

OP yang bertempat tinggal di


Indonesia
mempunyai tempat tinggal (place of residence) di Indonesia yang
digunakan oleh orang pribadi sebagai tempat untuk :

Tempat tinggal :

dapat ditempati sendiri


atau dengan
keluarganya,

dapat dimiliki, disewa,


atau tersedia untuk
digunakannya;

Berdasarkan keadaan
sebenarnya

permanent dwelling place


ordinary course of life
place of habitual abode

mempunyai tempat domisili (place of domicile) di Indonesia, yaitu orang


pribadi yang dilahirkan di Indonesia yang masih berada di Indonesia

permanent dwelling place


mempunyai tempat di Indonesia yang dipakai untuk kediaman, yang
bersifat tidak sementara dan bukan sebagai persinggahan.

ordinary course of life


mempunyai tempat yang digunakan untuk melakukan kegiatan seharihari terkait dengan urusan ekonomi, keuangan atau sosial pribadinya, :
turut serta dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat, dalam kegiatan,
keanggotaan, atau kepengurusan suatu organisasi, kelompok atau
perkumpulan

place of habitual abode


mempunyai tempat yang digunakan untuk melakukan kebiasaan atau
kegiatan, baik yang bersifat rutin, sering ataupun tidak, antara lain
kegemaran atau hobi

Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia yang kemudian pergi


keluar negeri tetap dianggap bertempat tinggal di Indonesia, apabila
keberadaannya di luar negeri berpindah-pindah dan berada di Indonesia lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas)bulan.
Orang pribadi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri dianggap
tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat tinggal tetap di luar
negeri yang dibuktikan dengan salah satu dokumen tanda pengenal resmi
yang masih berlaku sebagai penduduk di luar negeri, yaitu:
Green Card,
identity card,
student card,
pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan
Republik Indonesia diluar negeri,
surat keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, atau
tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.
Yang dimaksud dengan berada di Indonesia bagi Subjek Pajak orang pribadi
adalah Subjek Pajak orang pribadi berdasarkan keadaan yang sebenarnya
berada di dalam wilayah negara Republik Indonesia pada suatu waktu.

Jangka waktu 183 hari ditentukan dengan menghitung lamanya Subjek Pajak
orang pribadi berada di Indonesia, yang keberadaannya di Indonesia dapat
secara terus menerus atau terputus-putus, dan bagian dari hari dihitung penuh
1 (satu) hari.
Subjek Pajak orang pribadi dianggap mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia dalam hal:
a. Subjek Pajak orang pribadi menunjukkan niatnya secara tegas untuk
bertempat tinggal di Indonesia, yang dapat dibuktikan dengan dokumen
berupa:
1) Visa bekerja, atau
2) Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS),
lebih dari 183 hari hari atau kontrak/perjanjian untuk melakukan pekerjaan,
usaha, atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia selama lebih 183 hari.
b. Subjek Pajak orang pribadi melakukan tindakan yang menunjukkan bahwa
dirinya akan bertempat tinggal di Indonesia atau bersiap untuk bertempat
tinggal di Indonesia, seperti menyewa atau mengontrak tempat, termasuk
menyewa tempat tinggal di Indonesia, memindahkan anggota keluarga atau
memperolbjek eh tempat yang disediakan oleh pihak lain.

OP yang merupakan WNI yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan merupakan subjek pajak luar negeri.
Tetap merupakan SPDN apabila tidak memiliki atau tidak dapat
menunjukkan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku
sebagai penduduk di luar negeri
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi sehubungan
dengan pekerjaannya di luar Indonesia dan penghasilannya bersumber dari
luar Indonesia, tidak dikenai Pajak Penghasilan di Indonesia.
Dalam hal menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia, penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai ketentuan yang berlaku.

Subjek pajak OPDN yang meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya dan OP WNI menjadi subjek pajak luar negeri sejak
meninggalkan Indonesia.
Tetap diwajibkan menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
dalam Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak terakhir dalam
statusnya sebagai SPDN
SP OP DN yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
harus menyampaikan SPT Tahunan PPh paling lambat saat
meninggalkan Indonesia.

Subjek Pajak badan yang didirikan di Indonesia adalah badan sebagaimana


dimaksud dalam Undang-Undang KUP , tidak termasuk BUT , yang pendirian
atau pembentukannya:
berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia,
didaftarkan di Indonesia berdasarkan ketentuan UU Indonesia, atau
di dalam wilayah hukum Indonesia.
Badan yang bertempat kedudukan di Indonesia adalah SP badan yang:
mempunyai tempat kedudukan di Indonesia tercantum dalam akta pendirian,
mempunyai kantor pusat di Indonesia,
mempunyai tempat kedudukan pusat administrasi dan/atau pusat keuangan di
Indonesia,
mempunyai tempat kantor pimpinan yang berada di Indonesia yang
melakukan pengendalian,
pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia untuk membuat keputusan
strategis, atau
pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia.
Tempat kedudukan badan berdasarkan keadaan /kenyataan yang sebenarnya.

SPLN dapat menjalankan kegiatan atau usaha melalui suatu BUT di


Indonesia dalam hal mempunyai tempat kedudukan manajemen yang
berada di Indonesia.
Tempat kedudukan manajemen adalah tempat kedudukan
manajemen yang menjalankan kegiatan/operasi perusahaan seharihari atau secara rutin yang tidak melakukan pengendalian atas
seluruh perusahaan dan tidak membuat keputusan yang bersifat
strategis.
Dalam hal tempat kedudukan manajemen melakukan pengendalian
atas seluruh perusahaan atau tempat membuat keputusan yang
bersifat strategis, SPLN tersebut diperlakukan sebagai SPDN\
Tempat kedudukan manajemen efektif yang terdapat dalam
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dapat diartikan sebagai
tempatkeputusan manajemen dan komersial yang signifikan dibuat,
atau pengurus membuat keputusan untuk kepentingan badan.

Saat berakhir dan saat dimulainya kewajiban pajak subjektif bagi subjek pajak
dalam negeri dan subjek pajak luar negeri diterapkan kepada Subjek Pajak
setelah status Subjek Pajak orang pribadi atau badan ditentukan
Dalam hal orang pribadi atau badan merupakan subjek pajak dalam negeri
dari negara mitra/jurisdiksi mitra P3B dan subjek pajak dalam negeri, status
subjek pajak orang pribadi atau badan dimaksud ditentukan berdasarkan
ketentuan dalam P3B yang terkait.

PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 94 TAHUN 2010
TENTANG
PENGHITUNGAN PENGHASILAN
KENA PAJAK DAN PELUNASAN
PAJAK PENGHASILAN DALAM
TAHUN BERJALAN
OBJEK PAJAK

PP 94 / 2010
Pasal 2
Objek pajak berupa dividen tidak termasuk pemberian saham bonus
yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari:
a. kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah
menyetor modal atau membeli saham di atas harga nominal,
sepanjang jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya setelah
pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal;
(Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh )

Objek Pajak termasuk :


Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun
Penjelasan :
pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran
termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio
saham;

Contoh
Kasus

PSAK No. 21 tentang Akuntansi Ekuitas

Ekuitas merupakan bagian hak pemilik perusahaan


Selisih aktiva dan kewajiban
berasal dari investasi dan hasil usaha perusahaan.
berkurang terutama dengan adanya penarikan
pembagian keuntungan atau karena kerugian.
Ekuitas terdiri atas:
setoran pemilik / modal
simpanan pokok anggota (koperasi)
saldo laba dan unsur lain.

kembali,

15. Pengeluaran saham dicatat sebesar nilai nominal yang


bersangkutan. Bila jumlah yang diterima dari pengeluaran
saham tersebut lebih besar dari pada nilai nominalnya, selisih
yang terjadi dibukukan pada akun Agio Saham

Konversi Agio Menjadi Saham


24 Konversi agio menjadi saham digolongkan sebagai Modal
Disetor sebesar nilai nominal. Konversi agio menjadi saham tak
boleh digolongkan sebagai pembagian dividen

Pasal 4
(1) Agio saham tidak termasuk objek pajak.
(2) Disagio saham bukan merupakan pengurang ph bruto.

Bagaimana perlakuan konversi hutang menjadi setoran saham


Nominal saham
Harga Pasar saham
Hutang

Rp. 500.000.000,Rp. 400.000.000,-

Rp. 500.000.000,-

S - 289/PJ.42/2003 tgl 28 Mei 2003


TENTANG PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KONVERSI UTANG
MENJADI PENYERTA
Dasar hukum :
Pasal 4 ayat (1) huruf f dan huruf k
bunga
keuntungan karena pembebasan utang.
Pasal 6 ayat (1 )huruf a dan huruf h : Pengurang penghasilan bruto
a. Biaya bunga;
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
3.penegasan bahwa:
a. Konversi utang menjadi penyertaan modal (debt to equity swap)
pada dasarnya merupakan peleburan dari dua transaksi yang
dilakukan secara bersamaan, yaitu:
-. transaksi pelunasan utang, dan
-. transaksi penyertaan modal, sehingga meniadakan transaksi kas;
b. Sepanjang debt to equity swap dilakukan dengan nilai yang sama
antara pelunasan utang dan penyertaan modal, yakni sebesar nilai
buku utang terakhir, maka tidak ada konsekuensi perpajakan
seketika. Dalam hal utang (sebesar nilai buku terakhir) dilunasi
melalui perubahan untuk menjadi penyertaan modal yang
jumlahnya lebih kecil, maka selisihnya merupakan keuntungan
karena pembebasan utang bagi debitur dan penghapusan piutang

KIK (Collective Investment Contract): kontrak antara Manajer


Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Unit
Penyertaan dimana MI diberi wewenang untuk mengolah
portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi
wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif.
Pasal 5
(1) Bagian laba u/ pemegang unit penyertaan KIK termasuk
keuntungan redemption , tidak termasuk objek pajak.
(2) berlaku juga bagi Subjek Pajak luar negeri.
Pasal 6
Pembagian laba secara langsung &/ tidak langsung dari saldo
laba termasuk saldo laba berdasarkan proyeksi laba tahun
berjalan merupakan objek pajak, kecuali cfm Pasal 4 ayat
(3) huruf f UU PPh .
Perlu ditegaskan bahwa dalam hal penerima dividen atau bagian laba adalah
WP selain badan-badan tersebut di atas, seperti OP baik DN maupun LN , firma,
perseroan komanditer, yayasan dan organisasi sejenis dan sebagainya, maka
penghasilan berupa dividen atau bagian laba tersebut tetap merupakan objek
pajak.

Pasal 8
Hubungan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan Psl 4 ayat (3)
Bantuan atau sumbangan bagi pihak yang menerima bukan
merupakan objek pajak sepanjang diterima tidak dalam
rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan
kepemilikan, atau hubungan penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan

hubungan yang berupa pekerjaan, pemberian jasa, atau


pelaksanaan kegiatan secara
langsung atau tidak langsung antara kedua pihak tersebut

Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan


berkenaan dengan kepemilikan atau penguasaan WP
Badan., bukan karena hubungan keluarga

Transaksi yang bersifat rutin : berupa pembelian, penjualan, atau pemberian


imbalan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Contoh hubungan berkenaan dengan pekerjaan:


1. Tuan B direktur PT X dan Tuan C pegawai PT X. PT X dg Tuan B &
Tuan C terdapat hubungan pekerjaan langsung.
2. Tuan A bekerja sebagai petugas dinas luar asuransi dari perusahaan
asuransi PT X. Tuan A tidak berstatus sebagai pegawai PT X, namun
antara PT X dan Tuan A dianggap mempunyai hubungan pekerjaan
tidak langsung.

Penguasaan manajemen secara langsung:


Tuan A dan Tuan B, adalah direktur PT X,
Tuan C adalah komisaris X.
Tuan C juga menjadi direktur di PT Y,
Tuan B sebagai komisaris di PT Y.
Tuan B Junior adalah direktur PT AA,
Tuan E sebagai komisaris PT AA.
Tuan B Junior adalah anak dari Tuan B
PT X dan PT Y mempunyai hubungan penguasaan manajemen
secara langsung, karena Tuan B selain bekerja sebagai direktur di PT
X juga bekerja sebagai komisaris PT Y. Di samping itu, Tuan C selain
bekerja sebagai komisaris di PT X juga bekerja sebagai direktur di PT
Y.
PT Y dan PT AA mempunyai hubungan penguasaan manajemen
secara langsung, karena terdapat hubungan keluarga antara Tuan B
(ayah) yang bekerja sebagai komisaris di PT Y dengan Tuan B Junior
(anak) yang bekerja sebagai direktur di PT AA.

Penguasaan manajemen secara tidak langsung:


Tuan O adalah direktur PT AB, dan Tuan P sebagai komisaris PT AB. Tuan O dan
Tuan P nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan
dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan PT X,
misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga,
menandatangani cek, dan sebagainya walaupun Tuan O dan/atau Tuan P tidak
tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian
maupun akte perubahan PT X.
Dalam contoh di atas, antara PT AB dan PT X mempunyai hubungan
penguasaan manajemen secara tidak langsung. Jika PT X menerima bantuan
atau sumbangan dari PT AB atau sebaliknya maka bantuan atau sumbangan
tersebut merupakan objek pajak bagi pihak yang menerima.

Jika PT AA menerima bantuan atau sumbangan dari PT Y (atau sebaliknya)


maka bantuan atau sumbangan tersebut merupakan objek pajak bagi pihak
yang menerima.
.
Jika Tuan B.Jr (anak) menerima bantuan atau sumbangan atau harta
hibahan dari Tuan B (ayah) maka bantuan atau sumbangan atau harta
hibahan tersebut dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan,
karena yang mempunyai hubungan penguasaan manajemen adalah antara
PT Y dengan PT AA, bukan antara Tuan B (ayah) dan Tuan B Junior (anak)
Dengan demikian, hubungan penguasaan manajemen hanya terjadi
antara entitas yang pengurusnya sama atau memiliki hubungan
keluarga. Sedangkan antara pengurus dalam entitas tersebut tidak
memilki hubungan penguasaan.

Tn B

Tn A
DIR

Tn C
PT.
X

kom

Penguasaan manajemen secara langsung:


Tuan A dan Tuan B, adalah direktur PT X,
Tuan C adalah komisaris X.
Tuan C juga menjadi direktur di PT Y,
Tuan B sebagai komisaris di PT Y.
Tuan B Junior adalah direktur PT AA,
Tuan E sebagai komisaris PT AA.
Tuan B Junior adalah anak dari Tuan B

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK


NOMOR S - 892/PJ.311/2004 1 September 2004
TENTANG : PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS HIBAH
1. salah satu pemilik PT. ABC yaitu Sdr. AAA berencana akan
menghibahkan sebagian sahamnya kepada ketiga pemilik saham
lainnya yang juga anak kandung Sdr. AAA. Selanjutnya Saudara
menanyakan apakah hibah tersebut merupakan objek pajak.
2. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4 UU PPh, diatur bahwa
yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan termasuk keuntungan
karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
3. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan
bahwa :
a. Hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat bukan merupakan objek pajak
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan antara pihak pemberi dan penerima
hibah.

BAB III
PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK

Keuntungan atau kerugian selisih kurs = penghasilan atau


biaya
Yang berkaitan langsung dengan usaha PPh yang bersifat
final;/ non objek tidak diakui sebagai penghasilan atau
biaya.
Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing
yang tidak berkaitan langsung dg PPh final/ non objek
PT A diakui
penyewaan
apartemen
sebagai
penghasilan atau biaya sepanjang 3 M

pinjaman sebesar US$ 10,000,000


US$ 9,000,000 untuk membangun apartemen,
US$ 1,000,000 untuk membeli alat transportasi untuk usaha jasa angkutan.
Atas keuntungan atau kerugian selisih kurs yang berasal dari pinjaman sebesar
US$ 1,000,000 dapat diakui sebagai penghasilan atau biaya karena:
a. tidak berkaitan langsung dengan usaha PT A di bidang penyewaan
apartemen dan
b. merupakan pengeluaran untuk 3M

Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto sepanjang dapat dibuktikan Pajak
Masukan tersebut:
a. benar-benar telah dibayar; dan
b. berkenaan dengan pengeluaran yang berhubungan
dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.
Pajak Masukan yang dapat dikurangkan sehubungan dengan
pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan/atau
harta tidak berwujud serta biaya lainnya yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dikapitalisasi
dengan
pengeluaran atau biaya tersebut dan dibebankan melalui
penyusutan atau amortisasi.

Pasal 11
(1) Biaya pengembangan tanaman industri yang berumur > 1 tahun
dan hanya 1 kali memberikan hasil, dikapitalisasi selama periode
pengembangan dan merupakan bagian dari harga pokok
penjualan pada saat hasil tanaman industri dijual.
(2) Biaya pemeliharaan ternak yang berumur > 1 tahun dan hanya 1
kali
memberikan
hasil,
dikapitalisasi
selama
periode
pemeliharaan dan merupakan bagian dari HPP pada saat ternak
dijual.
biaya pengembangan" = seluruh pengeluaran yang terkait dengan tanaman
industri termasuk pembelian bibit, pemeliharaan, dan pembesaran tanaman
sampai dijual.
"biaya pemeliharaan" adalah seluruh pengeluaran yang terkait dengan ternak
termasuk pembelian bibit, pemeliharaan, dan pembesaran ternak sampai dijual.

SPT selama belum berproduksi komersial ?


Apakah pembebanan dilakukan per unit, bagaimana dengan biaya
yang dipergunakan bersama-sama antara unit yang terjual
dengan yang dalam masa pengembangan seperti biaya listrik,
biaya genset, biaya pembasmian ama.penyakit dll?

Pasal 12
1. Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham :
a. berasal dari dana milik pemegang saham sendiri
b. Modal pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya;
c. pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi;&
d. PT sedang mengalami kesulitan keuangan .
2. Apabila tidak memenuhi ketentuan di atas terutang bunga dengan
tingkat suku bunga wajar.

Pasal 13
Termasuk non deductible:
a. biaya untuk 3 M penghasilan yang:
1. bukan merupakan objek pajak;
2. pengenaan pajaknya bersifat final; dan/atau
3. dikenakan pajak Norma Pasal 14 dan Pasal 15 UU PPh
b. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan.
475/KMK.04/1996 NORMA PENGHITUNGAN KHUSUS WAJIB PAJAK
PERUSAHAAN PENERBANGAN DALAM NEGERI
634/KMK.04/1994 WAJIB PAJAK LUAR NEGERI YANG MEMPUNYAI
KANTOR PERWAKILAN DAGANG DI INDONESIA jo KEP 667/PJ./2001 (1% nilai ekspor bruto. pph 0,44% dari nilai ekspor
bruto dan bersifat final.)
628/KMK.04/1991 WAJIB PAJAK BADAN YANG MELAKUKAN
KEGIATAN USAHA DI BIDANG PENGEBORAN MINYAK DAN GAS BUMI
543/KMK.03/2002 WAJIB PAJAK USAHA JASA MAKLON (CONTRCT
MANUFACTURING) INTERNASIONAL DI BIDANG PRODUKSI MAINAN
ANAK-ANAK

BAB IV
PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN
OLEH WAJIB PAJAK SENDIRI

Pasal 14
OP DN yang menerima penghasilan di atas PTKP dari badan-badan
yang tidak wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 , wajib:
a. memiliki NPWP;
b. melaksanakan sendiri PPh terutang dalam tahun berjalan; dan
c. melaporkan penghitungan dan pembayaran PPh tahun berjalan
dalam SPT Tahunan.
Kantor perwakilan negara asing dan organisasi internasional
tertentu
SPT 1770 S DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA
18. ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA SEBESAR ..
1/12 X Pajak yang harus dibayar sendiri

BAB V
PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN
BERJALAN MELALUI PIHAK LAIN
Pasal 15
(1) Pemotongan PPh oleh Pasal 21 ayat (1) Penghasilan dilakukan
pada akhir bulan:
a. terjadinya pembayaran; atau
b. terutangnya penghasilan
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
(2) Pemungutan PPh Pasal 22 ayat (1), dilakukan pada saat:
a. pembayaran; atau
b. tertentu lainnya yang diatur oleh Menteri Keuangan.

(3) Pemotongan PPh Pasal 23 ayat (1) dan (3), dilakukan pada akhir
bulan:
a. dibayarkannya penghasilan;
b. disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau
c. jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
Saat terutangnya PPh Pasal 23
saat pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan : dividen
jatuh tempo : bunga dan sewa
saat yang ditentukan dalam kontrak : royalti, imbalan jasa teknik atau jasa
manajemen atau jasa lainnya
Yang dimaksud dengan "saat disediakan untuk dibayarkan":
a. perusahaan yang tidak go public : saat dibukukan sebagai utang dividen,
yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan / ditentukan dalam
RUPSTahunan. Dividen sementara (dividen interim), maka PPh Pasal 23
terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau
pemegang saham.

b. untuk perusahaan yang go public, adalah pada recording


date.
c. Yang dimaksud dengan "saat jatuh tempo pembayaran"
adalah saat kewajiban untuk melakukan pembayaran yang
didasarkan atas kesepakatan, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur.

(4) Pemotongan PPh Pasal 26 ayat (1) , dilakukan pada akhir


bulan:
a. dibayarkannya penghasilan;
b. disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau
c. jatuh temponya pembayaran penghasilan yang
bersangkutan,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

Pasal 16
Dalam hal pemotongan PPh Pasal 23 atau Pasal 26 dilakukan pada
tahun pajak yang berbeda dengan tahun pajak pengakuan penghasilan,
maka atas PPh yang telah dipotong tersebut dapat dikreditkan pada
tahun pajak dilakukan pemotongan.
Contoh:
Oktober 2009 PT A memberikan pinjaman PT B; Rp1.000.000.000,00 tingkat
bunga sebesar 10% per tahun.
Jatuh tempo pembayaran bunga setiap tanggal 1 April dan 1 Oktober.
1 April 2010, PT B membayar bunga Rp 50.000.000,00 kepada PT A.
Atas bunga ini, PT A telah mengakui sebagai penghasilan di tahun 2009
sebesar Rp25.000.000,00 (bunga selama Oktober s.d Desember 2009).
PT B melakukan pemotongan PPh Pasal 23 pada saat jatuh tempo
pembayaran pada tanggal l April 2010 sebesar Rp7.500.000,00 (15% x
Rp50.000.000,00)
kepada PT A diberikan bukti pemotongannya.
Atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut, dapat dikreditkan oleh PT A pada
tahun 2010.

Pasal 17
Dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dapat ditetapkan saat
pengakuan penghasilan dan biaya dalam hal-hal tertentu sesuai
dengan kebijakan Pemerintah.
Pada dasarnya saat pengakuan biaya dan penghasilan matching of costs
againts revenues.
Namun, dalam hal-hal tertentu karena kebijakan Pemerintah, antara lain:
a. saat pengakuan penghasilan bank berupa bunga kredit non performing
loan dalam rangka menunjang percepatan proses restrukturisasi
perbankan sesuai dengan kebijakan Pemerintah; atau
b. saat pengakuan penghasilan dan biaya bagi Wajib Pajak karena
adanya perubahan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.

Pasal 18
(1) PPh atas pembayaran royalti yang dilakukan dengan cara bagi
hasil dipotong oleh pihak yang wajib membayarkan.
(2) Ketentuan mengenai dasar pemotongan PPh atas pembayaran
royalti diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 19
Dalam hal penghasilan tidak dikenai PPh yang bersifat final dengan
PP tersendiri, atas penghasilan tersebut dikenai PPh berdasarkan
tarif Pasal 17
Pasal 20
PPh yang dipotong atau dipungut berdasarkan tarif pemotongan
atau pemungutan cfm Pasal 21 ayat (5a), Pasal 22 ayat (3), dan
Pasal 23 ayat (1a) dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang
untuk tahun pajak yang bersangkutan setelah Wajib Pajak tersebut
memiliki NPWP.

Pasal 21
(1) WP yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak
akan terutang PPh karena:
a. mengalami kerugian fiskal;
b. berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal; atau
c. PPh yang telah dibayar > dari PPh yang akan terutang,
dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan
dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain kepada Direktur
Jenderal Pajak.
(2) WP yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat
final, dapat mengajukan permohonan pembebasan dari
pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang dapat dikreditkan
kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3) Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak. PER - 1/PJ/2011

Pasal 22
Dalam menghitung PPh Pasal 26 ayat (4), terhadap BUT yang
terutang PPh pada suatu tahun pajak, kerugian fiskal tidak dapat
dikompensasikan lagi dengan Ph KP setelah dikurangi dengan PPh
Penghasilan neto komersial BUT tahun 2009: Rp 16.000.000.000,00
penyesuaian fiskal positif
Rp 1.500.000.000,00.
kerugian tahun yg dapat dikompensasikan
Rp 7.500.000.000,00.
-----------------------------------------------------------------------------------------------Uraian
PPh Pasal 17
PPh Pasal 26 (4)
-----------------------------------------------------------------------------------------------Penghasilan Neto Komersial
16.000.000.000,00
Penyesuaian Fiskal Positif
1.500.000.000,00
Penghasilan Neto Fiskal
17.500.000.000,00
Kompensasi Kerugian
7.500.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak
10.000.000.000,00
PPh Badan Terutang 28%
2.800.000.000,00
PKP setelah dikurangi pajak
7.200.000.000,00
PPh Pasal 26 (4) = 20%
1.440.000.000,00
------------------------------------------------------------------------------------------------Dalam menghitung PPh Pasal 26 ayat (4), kompensasi kerugian sebesar
Rp7.500.000.000,00 tersebut tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurang
Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi pajak (Rp7.200.000.000,00).

. Pasal 23

(1)

PPh yang terutang dari Penghasilan Kena Pajak sesudah


dikurangi pajak dari suatu BUT cfm Pasal 26 ayat (4) harus
dibayar lunas sebelum SPT tahunan PPh disampaikan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak BUT memperpanjang jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan , PPh yang terutang berdasarkan
penghitungan sementara harus dibayar lunas sebelum
penyampaian pemberitahuan perpanjangan jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh.

BAB VI
PENERAPAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
MENGENAI PERSETUJUAN PENGHINDARAN
PAJAK BERGANDA DAN PERTUKARAN
INFORMASI
Pasal 24
(1) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda hanya berlaku bagi
orang pribadi atau badan yang merupakan Subjek Pajak:
a. dalam negeri dari Indonesia; dan/atau
b. dari negara mitra persetujuan penghindaran pajak berganda,
yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Domisili.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerapan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
NOMOR PER - 35/PJ/2010

Pasal 25
(1) Direktur Jenderal Pajak dapat melaksanakan kesepakatan
dengan negara mitra dalam rangka pertukaran informasi,
prosedur persetujuan bersama, dan bantuan penagihan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian pertukaran
informasi, pelaksanaan prosedur persetujuan bersama,
dan pelaksanaan bantuan penagihan diatur dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 26
(1) Dalam hal terdapat ketentuan perpajakan yang diatur dalam
perjanjian internasional yang berbeda dengan ketentuan
perpajakan yang diatur dalam UU PPh , perlakuan
perpajakannya didasarkan pada ketentuan dalam perjanjian
tersebut sampai dengan berakhirnya perjanjian dimaksud,
dengan syarat perjanjian tersebut telah sesuai dengan
Undang-Undang tentang Perjanjian Internasional.
(2) Pelaksanaan perlakuan perpajakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri
Keuangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan perlakuan
perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat
2) diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan.

BAB VII
PEMBUKUAN TERPISAH DAN PERUBAHAN TAHUN BUKU
Pasal 27
(1) WP harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal:
a. memiliki usaha yang penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final dan tidak final;
b. menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek
pajak dan bukan objek pajak; atau
c. mendapatkan dan tidak mendapatkan fasilitas perpajakan
sebagaimana diatur dalam Pasal 31A UU PPh
(2) Biaya bersama bagi Wajib Pajak yang tidak dapat dipisahkan dalam
rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak,
pembebanannya dialokasikan secara proporsional.

Pasal 28
(1) Wajib Pajak yang melakukan perubahan tahun buku dan telah
mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6) UUKUP, harus melaporkan
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun
buku yang tidak termasuk dalam tahun buku yang baru dalam
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersendiri untuk
Bagian Tahun Pajak yang bersangkutan.
(2)

Sisa rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan yang berasal


dari tahun-tahun pajak sebelum perubahan tahun buku dapat
dikompensasikan dengan penghasilan untuk Bagian Tahun Pajak
dan Tahun Pajak berikutnya.

Tahun buku PT X adalah Oktober sampai dengan September. PT X


berencana mengubah tahun buku menjadi Januari sampai dengan
Desember mulai Tahun Pajak 2010. PT X memiliki rugi fiskal yang
berasal dari Tahun Pajak 2007. Untuk sisa rugi fiskal Tahun Pajak
2007 (Oktober 2006 sampai dengan September 2007) dapat
dikompensasikan dengan penghasilan mulai Tahun Pajak
berikutnya
berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun, yaitu mulai Tahun
Pajak 2008 sampai dengan 2011 sebagai berikut:

Tahun Pajak I : 2008 (Oktober 2007 s.d. September 2008)

Tahun Pajak II : 2009 (Oktober 2008 s.d. September 2009)

Tahun Pajak III : Bagian Tahun Pajak 2009 (Oktober s.d. des)

Tahun Pajak IV : 2010 (Januari 2010 s.d. Desember 2010)

Tahun Pajak V : 2011 (Januari 2011 s.d. Desember 2011).

BAB VIII
FASILITAS PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN PAJAK
PENGHASILAN BADAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL
Pasal 29
(1) Kepada WP yang melakukan penanaman modal baru industri
pionir, yang tidak mendapatkan fasilitas Pasal 31A UU PPh dapat
diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak
Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal.
(2) Industri pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas,
memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi,
memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis
bagi perekonomian nasional.
Pasal 30
Ketentuan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau
pengurangan PPh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Anda mungkin juga menyukai