Anda di halaman 1dari 19

FORMULA SABUN TRANSPARAN ANTIJAMUR DENGAN

BAHAN
AKTIF EKSTRAK LENGKUAS
BAB I
LATAR BELAKANG
Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz) merupakan salah satu tanaman dari
famili Zingiberaceae yang rimpangnya dapat dimanfaatkan sebagai obat. Secara
tradisional, lengkuas sering digunakan sebagai obat sakit perut, karminatif, anti
jamur, anti gatal, bengkak, anti allergi, dan anti hipoglikemik (Kubo et al. 1991;
Akhtar et al.

2002; Matsuda

et al. 2003). Bahkan ekstrak lengkuas dapat

dimanfaatkan untuk menghambat oksidasi lemak dan meningkatkan stabilitas


mikrobia pada daging giling (Cheah dan Gan 2000). Pada konsentrasi 0,05-0,10%
dapat memperpanjang masa simpan daging giling sampai 7 hari.
Komponen kimia utama yang memberikan aroma pada lengkuas adalah
senyawa asetoksikhavikol asetat (ACA/galangal asetat) yang bersifat sebagai anti
allergi, anti oksidan, dan anti jamur (Jansenn dan Scheffer 1985). Galangal
asetat tidak stabil dalam bentuk larutan

karena mudah mengalami reaksi

hidrolisis, dan senyawa ini tidak terdapat dalam minyak atsiri lengkuas. Senyawa
antijamur lainnya dari lengkuas dan sangat efektif untuk menghambat
pertumbuhan jamur Trichophyton mentagrophytes dan Candida albicans adalah
(E)-8,17 epoksilabd-12-en-15,

16-dial, (E)-8-(17)-12-labadiene-15,

16 dial,

dan galanolakton (Haraguchi et al. 1996; Windono dan Sutarjadi 2002).


Senyawa-senyawa tersebut termasuk dalam golongan diterpen. Biasanya
terdapat korelasi yang sangat

positif antara struktur senyawa kimia dengan

aktivitas biologi, dan pada gilirannya terhadap efek terafitik yang diberikan (Aftab
dan Sial 2004).

KELOMPOK 1

AKTSAR ROSKIANA AHMAD, S.Farm., M.Farm.,Apt

FORMULA SABUN TRANSPARAN ANTIJAMUR DENGAN


BAHAN
AKTIF EKSTRAK LENGKUAS
Senyawa anti jamur yang ditemukan dari jenis Alpinia lainnya, seperti dalam
minyak atsiri A. officinarum dan A. speciosa, sangat efektif dalam menghambat
strains dermatophyte sampai 80% (Lima et al. 1993). Penggunaan obat anti
jamur mikosis mempunyai efek samping, antara lain iritasi pada kulit, mual, dan
sakit kepala (Sundari dan Winarno 2001). Dengan kandungan bahan aktif di
dalamnya,

pemanfaatan ekstrak lengkuas dalam formulasi sabun transparan

diperkirakan mampu menghambat jamur penyakit kulit, karena sabun transparan


adalah salah satu sediaan emulsi yang difungsikan sebagai penghantar obat pada
bagian yang terkena penyakit.
Sabun adalah garam alkali karboksilat (RCOONa). Gugus R bersifat
hidrofobik karena bersifat nonpolar dan COONa bersifat hidrofilik (polar). Proses
yang terjadi dalam pembuatan sabun disebut sebagai saponifikasi (Girgis 2003).
Ada 2 jenis sabun yang dikenal, yaitu sabun padat (batangan) dan sabun cair
(Hambali et al. 2005). Sabun padat dibedakan atas 3 jenis, yaitu sabun opaque,
translucent, dan transparan. Sabun transparan merupakan salah satu jenis sabun
yang memiliki penampilan menarik karena penampakannya. Selain itu, sabun
transparan bisa menjadi alternatif sediaan obat dengan penampakan yang lebih
menarik.

Penambahan ekstrak lengkuas dalam formula sabun transparan

difungsikan sebagai penghantar obat pada bagian yang terkena penyakit.


Penyakit yang disebabkan oleh jamur tidak begitu berbahaya, tetapi
pengobatan yang efektif membutuhkan biaya yang tinggi dan waktu yang relatif
lama (Neely dan Ghannum 2000). Selain itu, obat-obatan antijamur yang beredar
saat ini sudah ba- nyak yang resistan terhadap mikroba tertentu (Alexander dan

KELOMPOK 1

AKTSAR ROSKIANA AHMAD, S.Farm., M.Farm.,Apt

FORMULA SABUN TRANSPARAN ANTIJAMUR DENGAN


BAHAN
AKTIF EKSTRAK LENGKUAS
Perfect

1997; Ghannum

dan Rice 1999).

Pencarian obat baru yang bisa

mengontrol mikroba penyebab penyakit pada kulit dan rambut sangat diperlukan
(Kubo et al. 1991).
Penggunaan bahan alami untuk mengobati penyakit telah banyak dilakukan
oleh masyarakat dunia karena keamanannya (Alleyne et al. 2005). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui efektifitas daya anti jamur lengkuas setelah
diformulasikan dalam sabun transparan, karakteristik, dan penerimaan konsumen
terhadap sabun transparan yang dihasilkan. Aplikasi ekstrak lengkuas dalam
sabun transparan diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dari lengkuas.

KELOMPOK 1

AKTSAR ROSKIANA AHMAD, S.Farm., M.Farm.,Apt

FORMULA SABUN TRANSPARAN ANTIJAMUR DENGAN


BAHAN
AKTIF EKSTRAK LENGKUAS
BAB II
URAIAN TANAMAN
A. 1. Sistematika / Klasifikasi
Tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah :
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom

: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas

: Commelinidae

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Zingiberaceae (suku jahe-jahean)

Genus

: Alpinia

Spesies

: Alpinia galanga (L.) Sw.

2. Kandungan kimia
Rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1 % minyak atsiri
berwarna kuning kehijauan yang terutama terdiri dari metil-sinamat 48 %,
sineol 20 % 30 %, eugenol, kamfer 1 %, seskuiterpen, -pinen, galangin,
dan lain-lain. Selain itu rimpang juga mengandung resin yang disebut
galangol, kristal berwarna kuning yang disebut kaemferida dan galangin,
kadinen, heksabidrokadalen hidrat, kuersetin, amilum, beberapa senyawa
flavonoid, dan lain-lain.
3. Aktivitas biologi

KELOMPOK 1

AKTSAR ROSKIANA AHMAD, S.Farm., M.Farm.,Apt

FORMULA SABUN TRANSPARAN ANTIJAMUR DENGAN


BAHAN
AKTIF EKSTRAK LENGKUAS
Penelitian yang lebih intensif menemukan bahwa rimpang lengkuas
mempunyai aktivitas biologi yaitu mengandung zat-zat yang dapat
menghambat enzim xanthin oksidase sehingga bersifat sebagai antitumor,
yaitu trans-p-kumari diasetat, transkoniferil diasetat, asetoksi chavikol
asetat, asetoksi eugenol setat, dan 4-hidroksi benzaidehida (Noro dkk.,
1988).
Lengkuas Juga mengandung suatu senyawa diarilheptanoid yang
dinamakan 1-(4-hidroksifenil)-7- fenilheptan-3,5-diol.

Buah lengkuas

mengandung asetoksichavikol asetat dan asetoksieugenol asetat yang


bersifat anti radang dan antitumor.
Juga mengandung kariofilen oksida, kario filenol, kuersetin-3-metil
eter, isoramnetin, kaemferida, galangin, galangin-3-metil eter, ramnositrin,
dan 7- hidroksi-3,5-dimetoksiflavon. Biji lengkuas mengandung senyawasenyawa diterpen yang bersifat sitotoksik dan antifungal, yaitu galanal A,
galanal B, galanolakton, 12-labdiena-15,16-dial, dan 17- epoksilabd-12ena-15,16-dial (Morita dan ltokawa, 1988).
Komponen kimia utama yang memberikan aroma pada lengkuas
adalah senyawa asetoksikhavikol asetat (ACA/galangal asetat) yang
bersifat sebagai anti allergi, anti oksidan, dan anti jamur (Jansenn dan
Scheffer 1985). Galangal asetat tidak stabil dalam bentuk larutan karena
mudah mengalami reaksi hidrolisis, dan senyawa ini tidak terdapat dalam
minyak atsiri lengkuas. Senyawa antijamur lainnya dari lengkuas dan
sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur

Trichophyton

mentagrophytes dan Candida albicans adalah (E)-8,17 epoksilabd-12-en-

KELOMPOK 1

AKTSAR ROSKIANA AHMAD, S.Farm., M.Farm.,Apt

FORMULA SABUN TRANSPARAN ANTIJAMUR DENGAN


BAHAN
AKTIF EKSTRAK LENGKUAS
15,

16-dial, (E)-8-(17)-12-labadiene-15,

16 dial,

dan galanolakton

(Haraguchi et al. 1996; Windono dan Sutarjadi 2002).


B. Jenis sediaan yang akan dibuat
Sabun transparan antijamur dengan bahan aktif ekstrak lengkuas (alpinia
galanga L.Swartz.)

BAB III
METODE KERJA
1. Formula

KELOMPOK 1

AKTSAR ROSKIANA AHMAD, S.Farm., M.Farm.,Apt

FORMULA SABUN TRANSPARAN ANTIJAMUR DENGAN


BAHAN
AKTIF EKSTRAK LENGKUAS
Formula sediaan sabun transparan antijamur dengan bahan aktif ekstrak
lengkuas :
Tabel 1. Formula sabun transparan
Table 1. Formula of transparent soap
Bahan/Material
Asam stearat/Stearic acid
Minyak kelapa/Coconut oil
Minyak jarak/Castor oil
NaOH 30 /Natrium hydroxide
Gliserin/Glycerine
Etanol/Ethanol
Gula/Sugar
Dietanolamida (DEA)/Diethanolamide
NaCl/Natrium chloride
Air/Aquadest
Ekstrak lengkuas/Galangal extract

KELOMPOK 1

Komposisi/Composition (%)
1
2
3
6,8
6,6
6,4
19,8
19,6
19,4
6,0
6,0
6,0
20,1
19,9
19,7
9,8
9,6
9,4
15,0
15,0
15,0
13,8
13,6
13,4
1,0
1,0
1,0
0.2
0,2
0,2
6,5
6,5
6,5
1,0
2,0
3,0

AKTSAR ROSKIANA AHMAD, S.Farm., M.Farm.,Apt

2. Pengolahan Sampel
Pengolahan sampel dilakukan dengan mengekstraksi lengkuas, yang
dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etil asetat 60%
(perbandingan bahan terhadap pela-rut 1:10), diaduk selama 3 jam, lalu
didiamkan selama 1 malam. Setelah penyaringan, kemudian filtrat diuapkan
pelarutnya dengan pengurangan tekanan sampai diperoleh ekstrak kental.
Kualitas ekstrak lengkuas dianalisis dengan penentuan pH, sisa pelarut, dan
kelarutan

dalam

alkohol

80%.

Aplikasi

terhadap

sabun

transparan

menggunakan ekstrak kering yang telah diformulasikan dengan maltodekstrin.


3. Standarisasi
vUji organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan merupakan uji tingkat kesukaan
atau hedonik. Panelis yang diminta
penilaiannya adalah panelis tidak
terlatih. Uji dilakukan terhadap
warna/transparansi, tekstur, kesan
kesat, dan aroma. Skala penilaian
yang digunakan adalah 1-5 dengan
jumlah panelis 30 orang.
Uji efektivitas
Efektivitas sabun transparan
diuji dengan menggunakan biakan
jamur M. canis dan T. mentagrophytes
serta larutan uji berupa sabun yang
dilarutkan dalam aquades disiapkan
sesuai dengan konsentrasi yang
diinginkan, yaitu 1.000; 3.000; dan
5.000 ppm. Setelah itu, disiapkan
petridish berisi media SDA (Saboroud
Dextrosa Agar). Pada setiap petridish
dibuat tiga sumuran sebagai ulangan.
Inokulasikan masing-masing jamur ke
dalam media agar sebesar 106
CFU/mL
sesuai standar inokulum dari National
Committe for Clinical Laboratory Standard (NCCLS), dengan menggunakan

cotton bud steril. Cara menghitung


spora menggunakan alat hymocytometer. Larutan uji dengan beberapa
konsentrasi seperti tersebut di atas
kemudian dimasukkan sebesar 40 L
pada masing-masing sumur yang ada.
Inkubasikan pada suhu 37 C selama
78 jam. Minimum inhibitory concentration (MICs) diketahui dengan mengukur zona hambat yang terbentuk di
sekitar masing-masing sumur, kemudian dibuat rata-ratanya.
a) Karakteristik bahan baku
Karakteristik lengkuas kering yang digunakan dalam percobaan (Tabel
2) telah memenuhi standar MMI kecuali untuk persyaratan kadar abu.
Kadar abu yang cukup tinggi, kemungkinan disebabkan proses pencucian
rimpang lengkuas kurang sempurna karena bentuk rimpang yang tidak
seragam, sehingga kotoran seperti tanah ikut teranalisis. Nilai kadar abu
tidak larut asam yang rendah pada bahan baku lengkuas menunjukkan
bahwa hanya sedikit jumlah mineral yang tidak larut dalam asam. Pada
umumnya abu yang tidak larut asam terdiri dari silika dan pasir.
Tabel 2. Mutu bahan baku
Table 2. Quality of raw material
Karakteristik/Characteristic
(%)

Kadar air/Moisture content


Kadar abu/Ash content
Kadar abu yang tidak larut
dalam asam/Ash insoluble in
acid
Kadar sari larut dalam air/Water
soluble extractive
Kadar sari larut dalam alkohol/
Alcohol soluble extractive

Hasil analisis/
Analysis result
(%)

Materia Medika
Indonesia (1978)
(%)

7,80
9,12
2,93

Tidak dipersyaratkan
3,9
3,7

31,22

5,2

21,60

1,7

Kadar air sari larut dalam alkohol dan air jauh melebihi ketentuan
standar. Gupta (1999) menerangkan bahwa kadar sari larut dalam alkohol
dan kadar sari larut dalam air dilakukan untuk mengetahui jumlah zat
berkhasiat yang dapat larut dalam suatu pelarut, baik alkohol maupun air.
Senyawa yang dapat larut dalam alkohol dari lengkuas, antara lain
galangin, eugenol, kaemferol, dan kuersetin.
b) Karakteristik sabun transparan
Karakteristik sabun yang dihasilkan biasanya dipengaruhi oleh
distribusi dari asam-asam lemak yang digunakan (George 1994). Asamasam lemak yang digunakan pada penelitian ini berasal dari minyak kelapa
dan minyak jarak.
1) Kadar air
Berdasarkan analisis keragaman diketahui bahwa kadar air sabun
transparan tidak berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak
lengkuas. Sabun transparan dengan penambahan ekstrak lengkuas 1;
2; dan 3%, masing-masing mempunyai kadar air 17,44; 17,46; dan
17,46%. Bila dibandingkan dengan standar kadar air maksimal yakni 17
%, ternyata kadar air sabun transparan

tidak terlalu melampaui

ketentuan. Banyaknya air yang ditambahkan pada sabun akan


berpengaruh terhadap kelarutan sabun.

Semakin banyak air yang

terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah menyusut


pada saat digunakan (Spitz 1996). Kadar air terbaik untuk sabun
transparan sesuai ketentuan SASO adalah 17%, dan apabila kadar
airnya 17% maka berarti kualitas sabun tersebut kurang begitu baik
(Anonymous 2009).

2) Jumlah asam lemak dan kadar fraksi yang tidak tersabunkan


Konsentrasi ekstrak lengkuas ternyata berpengaruh sangat nyata
terhadap jumlah asam lemak dan kadar fraksi tak tersabunkan pada
sabun transparan yang dihasilkan. Ada kecenderungan asam lemak akan
menurun tetapi fraksi tak tersabunkan akan meningkat dengan
peningkatan konsentrasi ekstrak lengkuas (Gambar 1).

Bila

dibandingkan dengan SASO untuk jumlah asam lemak dan fraksi tak
tersabunkan, sabun yang dihasilkan memiliki karakteristik yang
berbeda. Dalam standar disebutkan untuk jumlah minimal untuk asam
lemak 65% dan kadar fraksi tak tersabunkan 2,0%. Fraksi tak
tersabunkan berkaitan dengan

zat-zat yang sering terdapat dalam

minyak atau lemak yang tak tersabunkan karena hidrokarbon alkali dan
tidak larut dalam air.

Zat-zat tersebut biasanya berupa sterol, zat

warna, dan hidrokarbon (Anonymous 1962).


3) Bagian tidak larut dalam alkohol dan kadar alkali bebas
Konsentrasi ekstrak lengkuas berpengaruh nyata terhadap bagian
tak larut dalam alkohol tetapi tidak nyata terhadap kadar alkali bebas
pada sabun transparan yang dihasilkan (Gambar 2). Bagian tidak larut
dalam alkohol pada setiap tingkat konsentrasi ekstrak saling berbeda
nyata. Anonymous (2002) menjelaskan bahwa bahan yang tidak larut
dalam alkohol meliputi garam alkali seperti karbonat, silikat, fosfat,
sulfat, dan pati. Bagian tidak larut alkohol dari sabun transparan
dengan konsentrasi ekstrak 3% tidak memenuhi persyaratan (2,88%)
karena lebih tinggi dari yang dipersyaratkan (2%). Tingginya bagian
tidak larut dalam alkohol ini disebabkan oleh kandungan protein dan

pati dalam lengkuas. Selain itu, ekstrak lengkuas yang ditambahkan


mengandung bahan pengikat berupa pati yaitu maltodekstrin. Hal ini
juga yang mengakibatkan bagian tidak larut dalam alkohol yang
dihasilkan akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi
ekstrak. Kadar alkali bebas dari sabun yang dihasilkan tidak berbeda
nyata antar konsentrasi, tetapi telah sesuai dengan dipersyaratkan sabun
transparan, yaitu 1%.

Bila kadar alkali bebas terlalu tinggi, akan

menyebabkan kulit menjadi kering, dan akan menghasilkan sabun yang


tidak transparan atau opague (Anonymous 2004).
4) pH
Nilai pH sabun yang dihasilkan berbeda nyata terhadap perubahan
konsentrasi ekstrak lengkuas (Gambar 3). Sabun dengan konsentrasi
ekstrak lengkuas 1% mempunyai pH berbeda nyata dengan yang
mengandung ekstrak 3%, sedangkan pada konsentrasi 2% pH sabun
tidak berbeda nyata dengan pH sabun yang mengandung ekstrak
lengkuas 1 dan 3%. Kisaran nilai pH ini memenuhi kriteria mutu sabun
mandi. Menurut Anonymous (2002), standar pH untuk sabun mandi
berkisar antara 9-11. pH optimum untuk sabun mandi adalah 9,2,
karena bila lebih tinggi, warna sabun akan menjadi
(Anonymous

lebih gelap

2009). Nilai pH memiliki kecenderungan menurun

seiring dengan penambahan ekstrak lengkuas. Hal ini disebabkan oleh


ekstrak lengkuas bersifat asam. Dilaporkan bahwa ekstrak lengkuas
yang mempunyai pH netral dan daya antioksidan lebih tinggi

dibandingkan dengan yang mempunyai pH asam (Juntachote and


Berghofer 2005).
5) Busa
Untuk stabilitas busa, stabilitas emulsi dan kekerasan sabun tidak
berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan konsentrasi ekstrak
lengkuas (Tabel 3). Busa merupakan salah satu parameter penting
dalam penentuan mutu sabun mandi. Pada penggunaannya, busa
berperan dalam proses pembersihan dan melimpahkan wangi sabun
pada kulit. Adanya senyawa tidak jenuh (asam lemak tidak jenuh)
dalam campuran minyak, tidak akan menstabilkan busa (Gromophone
1983).
6) Kekerasan
Tingkat kekerasan ditentukan dengan mengukur kedalaman jarum
penetrasi pada sabun. Kedalaman ini biasanya dinyatakan dalam
sepersepuluh milimeter dari nilai yang tercantum pada skala
penetrometer. Semakin tinggi kedalaman penetrasi jarum menunjukan
bahwa suatu sampel semakin lunak. Ada kecenderungan, meningkatnya
konsentrasi

lengkuas, kekerasan sabun akan melunak.

Bila sabun

terlalu lunak akan menyebabkan sabun mudah larut dan menjadi cepat
rusak (Anonymous, 2007).
4. Cara Pembuatan Sediaan
Formulasi untuk sabun transparan menggunakan modifikasi metode
Cognis (Anonymous 2003), sesuai dengan Tabel 1. Proses pembuatan sabun
diawali dengan mereaksikan asam stearat dengan fase asam lemak dengan
NaOH. Asam stearat dilelehkan dengan pemanasan (70C) sampai mencair.
Setelah asam stearat dan minyak homogen, kemudian ditambahkan larutan

NaOH 30% pada suhu 60-70oC. Pada saat penambahan NaOH ini, adonan
akan menjadi keras dan lengket yang menunjukan terbentuknya stok sabun.
Pengadukan

terus

dilakukan

penambahan

gliserin

sehingga

sampai

homogen

pengadukan

lebih

kemudian

dilakukan

mudah

dilakukan.

Penambahan sukrosa dilakukan secara bertahap sambil terus dilakukan


pengadukan hingga sukrosa larut sempurna. Setelah larutan menjadi homogen,
selanjutnya ditambahkan cocoDEA, NaCl, ekstrak

lengkuas, dan air.

Selanjutnya sabun dituangkan dalam cetakan dan didiamkan selama 24 jam


pada suhu ruang. Satu adonan akan menjadi 6-7 unit sabun transparan
masing-masing seberat 14-15,5 g.

5. Uji Stabilitas
a) Uji Efektifitas sabun transparan antijamur terhadap jamur uji
Sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas mampu
menghambat pertumbuhan jamur uji, yaitu M. canis dan T. mentagrophytes.
Kedua jamur ini mudah menginfeksi kulit karena adanya kontak dengan
sesama, terutama dengan hewan piaraan seperti anjing, kucing, dan burung
(Trakranrungsie et al. 2008; Adenkule dan Okali 2004). Diameter hambat
sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 1% terhadap

T.

mentagrophytes pada tingkat pengenceran 1.000; 3.000; dan 5.000 ppm


secara berurutan adalah 5; 7; dan 9 mm. Nilai diameter hambat terhadap
M. canis pada setiap tingkat pengenceran secara berurutan adalah 5; 7; dan
10,67 mm. Daya hambat yang tinggi menunjukkan bahwa senyawasenyawa

yang ada dalam ekstrak sangat efektif untuk mengendalikan jamur tersebut
(Hernani et al. 2007). Diameter

hambat minimum yang menunjukan

adanya aktivitas mikroba adalah 6 mm (Nostro et al. 2000).


b) Uji organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji
kesukaan atau uji hedonik. Panelis yang diminta penilaiannya adalah
kelompok panelis tidak terlatih.
1) Warna dan tekstur
Hasil analisis keragaman
konsentrasi ekstrak lengkuas

menunjukkan

bahwa

perbedaan

berbeda nyata terhadap penilaian

kesukaan warna (Gambar 5). Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa


penilaian kesukaan panelis pada setiap konsentrasi ekstrak lengkuas
saling berbeda nyata. Berdasarkan rata-rata penilaian pada uji Duncan
dapat diketahui juga bahwa untuk sabun dengan penambahan ekstrak
lengkuas 1% panelis cenderung menyatakan suka hingga sangat suka.
Pada sabun dengan penambahan ekstrak 2%, panelis mengatakan biasa
hingga suka, dan untuk sabun dengan ekstrak 3% panelis cenderung
menyatakan biasa. Penambahan ekstrak lengkuas

yang

berwarna

kecoklatan dan agak keruh mengakibatkan berkurangnya transparansi


pada sabun transparan.
2) Busa dan kesan kesat
Penilaian kesukaan panelis terhadap busa berbeda nyata terhadap
perbedaan tingkat konsentrasi ekstrak

lengkuas

pada tingkat

kepercayaan 95% ( =0,05) (Gambar 6). Hasil uji lanjut Duncan


menunjukan bahwa penilaian kesukaan panelis pada sabun dengan
ekstrak lengkuas 3% berbeda nyata dengan penilaian panelis terhadap

busa sabun transparan yang mengandung ekstrak lengkuas 1 dan 2%.


Sedangkan penilaian panelis terhadap busa yang dihasilkan oleh sabun
yang mengandung ekstrak lengkuas 1 dan 2% tidak berbeda nyata.

DAFTAR PUSTAKA
Adenkule, A.A. and S.O. Okoli. 2004. Antifungal Activity of the Crude Extract
of Alafia barberi Oliver (Apocynaceae) and Chasmanthera dependens
Hoscht (Menisper-maceae). Hamdard. XLV(3):52-56.
Aftab, K. and A.A. Sial. 2004. Phytomedicine : New and Old Approaches.
Hamdard. XLII(2): 11-15.
Akhtar, M.S., M.A. Khan, and M.T. Malik. 2002. Hypoglycemic Activity of
Alpinia galanga Rhizome and Its Extract in Rabbits. Fitoterapia. 73:623628.
Alexander, B.D. and J.R. Perfect. 1997. Antifungal Resistence Trends Towards
the Year 2000. Implications for Theraphy and New Approaches. Drugs.
54:657-678.
Alleyne, T., S. Roche, C. Thomas, and A. Shirley. 2005. The Control of
Hypertension by use Coconut Water and Mauby : Two Tropical Food
Drinks. West Indian Med. J. 54(1):3-8.
Anonymous. 1962. Farmakope Indonesia I. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta. 506 hlm.
Anonymous. 1998. Quality Control for Medicinal Plant Material. WHO,
Geneva : 1-3. Anonymous. 2002. Annual Book of ASTM Standards. Vol
15. West Conshocken, PA, USA. 12-14, 80.
Anonymous. 2003. Clear Bar Soap, Formulation No : GWH 96/25. Care
Chemical Division PT. Cognis Indonesia, Jakarta. 20 Januari 2009.
Anonymous. 2004. Transparent Soap Formulations and Methods of Making
Same. http://www.free patentsonline.com/5529714.html. 20 Januari
2009.

Anonymous. 2007. Saponification Table Plus the Characteristic of Oils in Soap.


http://www.soapmakingresource.com/saponification-table.html.
12
Pebruari 2007.
Anonymous. 2009. US Patent 5417876-Transparent Soap for-mulations and
Methods
of
Making
Same.
http://www.patentstrom.US/
paten/5417876/description.html.
Benneth. 1947. Practical Emulsions. 2nd Completely Revised edt. Chemical
Publishing Co., Inc, NewYork.
Cheah, P.B. and S.P. Gan. 2000. Antioxidative/Antimicrobial Effects of Galangal
and Alpha-Tocopherol in Minced Beef. J. Food. Prot. 63(3):404-7.
George, E.D. 1994. Fatty Acid Distribution of Fats, Oils, and Soaps by High
Performance Liquid Chromatography Without Derivatization. J. Am. Oil.
Chem. Soc. 71:789-791.
Ghannum, M.A. and L.B. Rice. 1999. Antifungal Agents : Mode of Action,
Mechanism with Bacterial Resistence. Clinical Microbiology Reviews.
12(4):501-507.
Girgis, A.Y. 2003. Production of High Quality Castile Soap from High Rancid
Olive Oil. Gracas y Aceites. 54(3):226-233. Griffin, D.H. 1981. Fungal
Physiology. John Wiley and Son, Inc. USA. 242-243.
Gromophone, M.A. 1983.
Lather Stability of Soap Solutions. JAOCS.
60(5):1022-1024.Gupta. 1999. Prospect and Per-spectives of Natural
Plants Products in Medicine. Indian Journal of Pharmacology. 26:1-12.
Hambali, E., A. Suryani, dan M. Rifai. 2005. Membuat Sabun Tranparan untuk
Gift dan Kecantikan. Penebar Swadaya, Jakarta : 19-23.
Haraguchi, H., Y. Kuyata, K. Inada, Shingu, K. Miyahara, M. Nagao, and A.
Yagi. 1996. Antifungal Activity from Alpinia galanga and the
Competition for Incorporation of Unsaturated Fatty Acids in Cell
Growth. Planta Med. 62(4):308-413.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan. ITB, Bandung : 47-51.
Hernani, E. Kusumaningtyas, dan Abubakar. 2007. Senyawa Anti Jamur dari
Ekstrak Lengkuas Merah. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran
Pengembangan Teknologi Tanaman Obat dan Aromatik. Puslitbangbun :
542-550.

Hustiyani, R. 1994. Ekstraksi dan Karakterisasi Minyak Atsiri serta Oleoresin


Daging Buah Pala (Myristica fragrans Houtt). Skripsi Fateta, IPB-Bogor
: 58-59.
Jansenn, A.M. and J.J. Scheffer. 1985. Acetoxychavicol Acetate, an Antifungal
Component of Alpinia galanga. Planta Med. 1985 Dec; (6):507-11.
Jirovetz, L., G. Buchbaur, M.P. Shati, and N.K. Leela. 2003. Analysis of the
Essential Oils of the Leaves, Stems, Rhizomes, and Roots of the
Medicinal Plant Alpinia galanga from Southern India. Acta. Pharm.
53:73-81.
Juntachote and E. Berghofer. 2005. Antioxidative Properties and Stability of
Ethanolic Extracts of Holy Basil and Galangal. Food Chemistry 92:193202.
Kubo, I., M. Himejima, and H. Muroi. 1991. Antimicrobial Activity of Flavor
Components of Elettaria cardamomum (Zingiberaceae) seed. J. Agric.
Food. Chem. 39:1984-1986.
Lima, E.O., O.F. Gompertz, A.M. Giesbrecht, and M.Q. Paulo. 1993. In Vitro
Antifungal Activity of Essential Oils obtained from Official Plants
against Dermato-phytes. Mycoses. 36:333-336.
Matsuda, H., Y. Pongpiriyadacha, T. Morikawa, M. Ochi, and M. Yoshikawa.
2003. Gastroprotec-tive Effects of Phenilpropanoids From The
Rhizome of Alpinia galanga in Rats : Structure Requirements and
Mode Action. European Journal of Pharmacology. 471:59-67.
Neely, M.N. and M.A. Ghannum. 2000. The Exciting Future of Antifungal
Theraphy. European Journal of Clinical Microbiology and Infection
Diseases. 19:897-914. Nostro, A., M.P. Germano, V.D. Angelo, A.
Marino,
and M.A. Cannatelli. 2000.
Extraction Methods and
Biautography for Evaluation of Medicinal Plant Antimicrobial Activity.
Applied Microbiology. 30:379-384.
Piyali, G., R.G. Bhirud, and V.V. Kumar. 1994. Detergency and Foam Studies on
Linear Alkylbenzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonate. J. of
Surfactan and Detergent. 2(4):489-493.
Someya, Y., A. Kobayashi, and A. Kubota. 2001. Isolation and Identification of
Trans-2- and trans-3-hydroxy-1,8-cineole Glucosides from Alpinia
galanga. Biosci. Biotechnol. Biochem. 65(4):950-953.
Spitz, I. 1996. Soap and Detergent a Theorical and Practical Review. AOCS
Press, Champain-Illionis : 2, 47-73.

Sundari, D. dan M.W. Winarno. 2001. Informasi Tumbuhan Obat sebagai Anti
Jamur. Puslitbang Kesehatan, Departemen Kesehatan, Jakarta. 130:28-30.
Trakranrungsie, N.,
A. Chatchawanchontera, and W. Khunkitti. 2008.
Ethnoveterinary Study for Anti Dermotophytic of Piper betle, Alpinia
galanga and Allium ascalonicum Extracts In Vitro. Reserach in
Veterinary Science. 84:80-84.
Windono, T. dan Sutarjadi. 2002. Penyebaran dalam Aneka Jenis Bahan Alami
Serta Profil Struktur Kimia Senyawa Antifungi terhadap Candida
albicans dan Trichophyton mentagrophytes. Artocarpus. 2(2):48-62.

Anda mungkin juga menyukai