Anda di halaman 1dari 18

GLOMERULONEFRITIS

A. ANATOMI FISIOLOGI
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh
simpai Bowman.Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula
(juxtame-dullary) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal
dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata ,
dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya
kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler.
Diseberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus proximalis.
Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan
yang disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler
dalam keadaan normal tampak paten dan lebar.Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat
sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler
terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan
sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau foot processes. Maka itu sel epitel
viseral juga dikenal sebagai podosit.Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana
basalis glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak
mengelilingi seluruh lumen kapiler.Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa
membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina
rara interna, laminadensa dan lamina rara externa.Simpai Bowman di sebelah dalam
berlapiskan sel epitelparietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai
Bowman.
Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub
vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler .Dalam keadaan
patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit (
crescent).Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler
atau fibrosa.
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui
dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua
substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, proteinprotein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari
68.000 (seperto albumin dan globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang bowman dan
masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.

Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan
penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut single
nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor
dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.

B. DEFINISI GLOMERULONEFRITIS
Glumerulonefritis ( juga disebut sindrom nefrotik) , mungkin akut, dimana pada kasus
seseorang dapat meliputi seluruh fungsi ginjal atau kronis ditandai oleh penurunan fungsi
ginjal lambat , tersembunyi , dan progresif yang akhirnya menimbulkan penyakit ginjal
tahap akhir. Ini memerlukan waktu 30 tahun untuk merusak ginjal sampai tahap akhir.Pada
keadaan iini beberapa macam intervensi seperti dialisa atau pencangkokan ginjal
dibutuhkan untuk menopang kehidupan.( Blaiir, 1990).
Glomerulonefritis ialah reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Sering ditemukan
pada usia 3-7 tahun (pada awal usia sekolah). Lebih sering mengenai anak laki-laki dari
pada wanita dengan perbandingan 2 : 1 (Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 487).
Glomerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari
glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus (seperti
sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus (agen infeksius atau proses penyakit sistemik yang
menyertai) hospes (ginjal) mengenal antigen sebagai benda asing dan mulai membentuk
antibody untuk menyerangnya. Respon peradangan ini menimbulkan penyebaran
perubahan patofisiologis, termasuk menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG),
peningkatan permeabilitas dari dinding kapiler glomerulus terhadap protein plasma
(terutama albumin) dan SDM, dan retensi abnormal natrium dan air yang menekan
produksi renin dan aldosteron (Glassok, 1988; Dalam buku Sandra M. Nettina, 2001).
Glomerolusnefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yg lam dari sel-sel
glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerolonefritis akut yg tidak membaik atau
timbul secara spontan. (Arif muttaqin & kumala Sari, 2011)

C. EPIDEMIOLOGI / INSIDEN KASUS


1. Diperkirakan pada lebih dari 90% anak-anak yang menderita penyakit ini sembuh
sempurna

2. Pada orang dewasa prognosisnya kurang baik (30% sampai 50%)


3. 2% sampai 5% dari semua kasus akut mengalami kematian
4. Sisa penderita lainnya dapat berkembang menjadi glomerulonefritis progesif
cepat/kronik.
D. KLASIFIKASI
Glomerulonefritis dibedakan menjadi 3 :
1. Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat gagal
ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3 :
a. Akut : Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh infeksi
stroptococcus dan disertai endapan kompleks imun pada membrana basalis
glomerulus dan perubahan proliferasif seluler.
b. Sub akut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan
perubahan-perubahan proliferatif seluler nyata yang merusak glomerulus sehingga
dapat mengakibatkan kematian akibat uremia.
c. Kronik : Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju perubahan
sklerotik dan abliteratif pada glomerulus, ginjal mengisut dan kecil, kematian
akibat uremia.
2. Fokal
Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
3. Lokal
Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnomral misalnya satu sampai kapiler.
Congenital (herediter)
1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif
familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior.
Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal
kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu

penelitian terhadap anak dengan hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal,
11% diantaranya ternyata penderita sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah
hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria
nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran nafas atas. Hilangnya pendengaran
secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir,
umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
2. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala
proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi
beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada hamper
semua bayi pada saat lahir, juga sering dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa
kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak
sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.
Glomerulonefritis Primer
1. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang
tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis
progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 %
berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan
sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik.
Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan
bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA.
2. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah
pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai
pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang
dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik.
Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun
pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom
nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan
hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
3. Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma
nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada

kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA
asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik.
Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas
atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.
Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang

banyak

ditemukan

dalam

klinik

yaitu

glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah


streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak
pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan
keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka
dan hipertensi.
E. ETIOLOGI
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan
infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan
alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman
streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti- streptolisin pada
serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten
selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih
bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya.
Kemungkinan

factor iklim,

keadaan

gizi,

keadaan

umum dan factor alergi

mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.


Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut yang
ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.
Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan
A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca
streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.
Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga
pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan

kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit
ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti
keracunan timah hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis, purpura
anafilaktoid dan lupus eritematosus.
Glomerululonefritis akut (GNA)
Timbulnya

GNA

didahuluiolehinfeksiekstra-renal,

terutama

di

traktusrespiratorusbagianatasdankulitolehkumanStreptococcuss beta hemolyticusgolongan


A,

tipe

12,

4,16,

25,

dan

49.

Mungkinfaktoriklim,

keadaangizi,

keadaanumumdanfaktoralergimempengaruhiterjadinya
setelahinfeksidenganStreptococcus.GNA

dapatjugadisebabkanolehsifilis,

GNA
keracunan

(timahhitam, triodin),penyakitamiloid, trombosis vena renalis, purpuraanafilaktoiddan


lupus eritematosus (Abdul Latiefdkk, 1985).
Glomerululonefritis Kronis
Penyebab dari Glomerulonefritis Kronis yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta


hemoliticus group A).
Keracunan.
Diabetes Melitus
Trombosis vena renalis.
Hipertensi Kronis
Penyakit kolagen
Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemukan pada stadium lanjut.

F. PATOFISIOLOGI
Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit
punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata (kelopak),
mual dan muntah-muntah. Pada keadaan ini proses kerusakan ginjal terjadi menahun dan
selama itu gejalanya tidak tampak. Akan tetapi pada akhirnya orang-orang tersebut dapat
menderita uremia (darah dalam air seni) dan gagal ginjal.
Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal sebagai tempat
membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai racun yang
tidak diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine dengan jumlah setiap hari berkisar
antara 1-2 liter. Selain fungsi tersebut, ginjal berfungsi antara lain mempertahankan
kadar cairan tubuh dan elektrolit (ion-ion), mengatur produksi sel-darah merah. Begitu

banyak fungsi ginjal sehingga bila ada kelainan yang mengganggu ginjal, berbagai
penyakit dapat ditimbulkan.
Glomerulonefritis merupakan berbagai kelainan yang menyerang sel-sel penyerang
ginjal (sel glomerulus). Glomerulonefritis menahun adalah penyakit paling sering
menimbulkan gagal ginjal dikemudian hari. Kelainan ini terjadi akibat gangguan utama
pada ginjal (primer) atau sebagai komplikasi penyakit lain (sekunder), misalnya
komplikasi penyakit diabetes mellitus, keracunan obat, penyakit infeksi dan lain-lain.
Pada penyakit ini terjadi kebocoran protein atau kebocoran eritrosit.
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir
dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar
glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar
tampak bersifat imunologis. Glomerulonefritis menunjukkan kelainan yang terjadi pada
glomerulus,bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus,
jaringan interstitial maupun sistem vaskulernya.

G. PATHWAY

H. PATOGENESIS
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan
adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut.
Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan auto-imun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak
membrane basalis ginjal.

I. TANDA & GEJALA


Banyak pasien dengan penyakit yang telah parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala
sama sekali untuk beberapa tahun.

1. Hipertensi/peningkatan kadar BUN (N=10-20mg/dl) dan kreatinin serum (L : 0,85-1,5


& P : 0,7-1,25 mg/dl)
2. Pendarahan hidung (epistaksis)
3. Stroke / kejang mendadak
4. Kehilangan berat badan & kekuatan badan
5. Peningkatan iritabilitas
6. Nokturia ( miksi di malam hari)
7. Sakit kepala
8. Pusing
9. Gangguan pencernaan
10. Pasien tampak sangat kurus
11. Pigmen kulit tampak kuning keabu-abuan
12. Edema perifer (dependen)
13. Tekanan darah mungkin normal/naik dengan tajam
14. Temuan pada retina mencakup hemoragi,adanya eksudat,arteriol menyempit dan
berliku-liku serta papil edema
15. Membran pucat karena anemia
16. Vena mengalami distensi karena cairan berlebih
17. Kardiomegali, irama Gallop
18. Tanda gagal jantung kongesti lain dapat terjadi
19. Bunyi krekel dapat didengar di paru
J. KOMPLIKASI
Menurut Nursalam (2008) :
1)

Hipertensi, congestive heart failure (CHF), end

2)

okarditis

3)

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada fase akut

4)

Malnutrisi

5)

Hipertensi Encephalopati

Menurut Ngastiyah (1997) :

1) Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari.Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus.Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia, dan hidremia.
2) Ensefalopati hipertensi merupakan gejla serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan
karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3) Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung
akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4) Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetin
yang menurun.
K. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut (Nettina, 2001) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan
glomerulonefritis akut antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Urinalisis (UA).
Laju filtrasi glomerulus (LFG).
Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum.
Pielogram intravena (PIV).
Biopsi ginjal.
Titer antistrepsomisin O (ASO).

L. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan urine : adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine
dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++),
albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Analisa urine adanya strptococus
2. Pemeriksaan darah :
- kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
- jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.
- analisa gas darah ; adanya asidosis.
- Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah.
- kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan erytrosit)adanya anemia
3.
4.
5.
6.

Pemeriksaan Kultur tenggorok : menentukan jenis mikroba adanya streptokokus


Pemeriksaan serologis : antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase \
Pemeriksaan imunologi : IgG, IgM dan C3.kompleks imun
Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru atau payah

jantung
7. ECG : adanya gambaran gangguan jantung
Urinalisis menunjukkan hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50%
penderita, Kadang-kadang dengan tanda gagal ginjal seperti Kadang-kadang tampak

adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.pada hampir semua pasien
dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan
kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi
jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus
dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak
berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan
mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu
memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga
menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit.Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba.Beberapa uji serologis
terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi,
antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap
beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 7580% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus
tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu
antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus.Titer ASTO meningkat pada hanya 50%
kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus
biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat,
hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri.Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya
infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3.kompleks
imun bersirkulasi juga ditemukan.Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik
dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.
M. PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi

penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu


dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya

glomerulonefritis,

melainkan

mengurangi

menyebarnya

infeksi

Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya
untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan
rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi
dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah,
maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi
pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi
seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa
untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek
toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun
dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

6. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk,
1972).
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
a. Medik
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu dahulu dianjurkan selama 6-8 minggu.
2. Pemberian penisilin pada fase akut.
Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan
mengurangi penyebaran infeksi streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis yang lama sesudah
nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan, karena terdapat
imuntas yang menetap.
3. Pengaturan dalam pemberian cairan(perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan
elektrolit). Pemberian diet rendah protein ( 1 gr/kg BB/hari) dan rendah garam (1
gr/hari). Makanan lunak dinerikan pada pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa
bila suhu normal kembali. Bila ada anuria/muntah diberikan IVFD dengan larutan
glukosa 10%. Komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria maka
jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi.
5. Bila anuri berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi tukar dan
sebagainya.
6. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (lasix) secara intravena (1 mg/kg BB/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
7. Bila tidak timbul gagal jantung, diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.
b. Keperawatan
1. Istirahat mutlak selama 2 minggu.

2. Pengawasan tanda-tanda vital secara 3x sehari.


3. Jika terdapat gejala dispnea/ortopnea dan pasien terlihat lemah adalah kemungkinan
adanya gejala payah jantung, segera berikan sikap setengah duduk, berikan O 2 dan
hubungi dokter.
4. Diet protein 1 gr/kg BB/hari dan garam 1 gr/hari (rendah garam).
5. Penyuluhan
Menurut Baughman,Diane C (2000,hal.1999)
1) Anjurkan pasien dan keluarga tentang rencana pengobatan yang dianjurkan dan
resiko ketidakpatuhan terhadap instruksi termasuk penjelasan dan penjadwalan
untuk evaluasi tindak lanjut tekanan darah urinalisis untuk protein dan cast, darah
terhadap BUN dan kreatinin.
2) Rujuk pada perawat kesehatan rumah atau perawat yang bertugas di rumah untuk
pengkajian yang seksama atas kemajuan pasien dan penyuuhan berlanjut tentang
masalah-masalah yang harus dilaporkan. Pada pemberi asuhan keperawatan, diit
yang dianjurkan dan modifikasi cairan, dan penyluhan tentang obat-obatan
3) Berikan bantuan pada klien dan keluarga serta dukungn mengenai dialisis dampak
jangka panjang.
N. ASUHAN KEPERAWATAN
1.

Pengkajian
Menurut Nursalam (2008) :
a. Kaji riwayat kesehatan ; pusatkan pada infeksi yang terakhir atau gangguan
gejala
imunologis kronis (sistemic lupus erythematosus dan skleroderma)
b. Kaji spesimen urine untuk mengetahui adanya darah, protein, warna dan
jumlah.
c. Lakukan pemeriksaan fisik, khususnya amati tanda edema, hipertensi,
hipervolemia, (pembesaran vena leher dan peningkatan tekanan vena
jugularis), pengembangan bunyi paru, dan kardiak aritmia
d. Evaluasi status jantung dan laboratorium serum untu ketidakseimbangan
elektrolit.
Pada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan
pengukuran berat dan tinggi badan, tekanan darah, adanya sembab atau asites.
Melakukan pemeriksaan kemungkinan adanya penyakit sistemik yang berhubungan
dengan kelainan ginjal seperti atritis, ruam kulit, gangguan kardiovaskular, paru dan
system syaraf pusat. Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus

yang mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan
filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya
berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat.
Fungsi tubulus relative kurang terganggu, ion natrium dan air diresorbsi kembali
sehingga diuresis berkurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium juga
berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih dari pada biasanya, sehingga terjadi
insufiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidrema dan asidosis
metabolik.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpenito (2006) diagnosa keperawatan yang terkait dengan penyakit
glomerulonefritis antara lain :
a. Nyeri kronis yang berhubuingan dengan peradangan dan trauma jaringan
b. Gangguan kenyamanan yang berhubungan dengan peradangan dan infeksi
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan anoreksia sekunder akibat malaise.
d. Resiko ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan sifat kronis kondisi
tubuh
e. Risiko ketidakefektifan pelaksanaan program terapeutik yang berhubungan
dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang pencegahan kekambuhan (asupan
cairan yang adekuat, sering berkemih, tindakan kebersihan setelah ke kamar
mandi, dan berkemih setelah aktivitas seksual, tanda dan gejala kekambuhan,
serta terapi farmakologis)

Menurut Engran (1998), diagnosa keperawatan untuk Glmerulonefritis Sebagai


berikut :
1. Perubahan volume cairan : kelebihan b.d faktor ; kerusakan kapiler glomerulus
sekunder terhadap proses inflamasi
2. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor: anoreksia dan
kehilangan protein sekunder terhadap kerusakan glomerulus.
3. Intoleransi aktivitas b.d perubahan produksi SDM sekunder terhadap kerusakan
gunjal dan masukan nutrisi tak adekuat
4. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d Imunosupresi sekunder terhadap terapi steroid,
disfungsi imunologis.
5.

Ansietas b.d fakor : takut tentang kemungkinan memburuknya kerusakan ginjal,


kurang pengetahuan, tentang pemeriksaan diagnostik, rencana tindakan.

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran Jilid 3 Edisi 2, Jakarta, EGC.
L. Beta Gelly, A. Sowden Linda (2002), Buku Keperawatan Pediati, Edisi 3, Jakarta, EGC.
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC.
http://pataulanursing.wordpress.com/2011/09/20/asuhan-keperawatan-pada-pasien-denganglomerulonefritis/
Carpenito-Moyet,Lynda Juall.2006. Buku saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta: EGC

Engram, Barbara.1998.Rencana Asuhan Keperawatan medikal-bedah.Jakarta: EGC


Nursalam.2008.Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan.Jakarta:Salemba Medika
Smeltzer,Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah.Jakarta:EGC
Lemone, Priscilla&Kren Buite.2008.Medical Surginal Nursing:Critical Thingking in Client
Care Fourt Edition. United States of Amerika:Pearson Prentice Hall.
Luckman and Sorensen.1993.Medical Surginal nursing : a psychophysiologic approach.4 th
ed.United states of Amerika : W.B Saunders Company.
Admin,Glomerulonephritis Akut (GNA), 2007, www.gooogle.com, diambil pada tanggal 13
Maret 2010)
Yumizon, Glomerulonefritis Akut (GNA), 2009, www.gooogle.com, diambil pada tanggal 13
Maret 2010

Anda mungkin juga menyukai