Anda di halaman 1dari 3

Adani Khairina P.

(125020300111008)
Dua Direksi Baru Bank BTN terlibat Skandal Korupsi
Terpilihnya Direktur Utama (Dirut) baru PT Bank Tabungan Negara Tbk dan jajaran
direksi lainnya pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) ternyata
menyisahkan masalah. Hal tersebut dikarenakan dalam RUPSLB diduga diwarnai isu suap,
diduga keduanya terlibat skandal perbankan dan memiliki track record tidak baik. Hal
tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Monitoring Development (IMD) Fahmi
Hafael. Fahmi mengungkapkan, bahwa track record Purnomo dan Mas Guntur tidak pantas
dan layak dalam memimpin BTN. Hal ini dikarenakan, Purnomo diduga terlibat kasus
pembobolan Bank BTN Semarang pada Maret 2012 lalu saat masih menjadi kepala kantor
wilayah 2 di Surabaya, Purnomo mengucurkan kredit modal kerja kepada Yanuaela Etliana
alias Eva yang hanya bermodalkan SPK fiktif pembangunan perumahan. Saat ini kasusnya
dalam penyidikan Polda Jawa Tengah, dan Eva berstatus DPO.
Sementara Mas Guntur Dwi S. saat menjadi kepala divisi audit kantor pusat Bank
BTN, terlibat kasus jual beli perkara sehingga kasus-kasus fraud Bank BTN dan bukan
ditemukan auditor internal tapi justru ditemukan oleh pemeriksaan Bank Indonesia sebagai
auditor eksternal, misalnya kredit macet di Kantor Cabang Bank BTN di Harmoni senilai Rp
141 miliar. Selain itu, Guntur juga sering menyalahgunakan jabatannya dengan
menyelewengkan audit yang tidak sesuai PSAK dalam menutupi kerugian Bank BTN akibat
terjadinya kredit macet, tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa. Jadi, Guntur
melakukan pelanggaran integritas karena telah menyalahgunakan kekuasaan atau abuse of
power. Bahkan saat menjadi kepala cabang BTN di Medan telah mengambil fasilitas KPR
bersubsidi yang seharusnya diperuntukan an buat rakyat yang berpenghasilan kurang dari Rp
2,5 juta per bulan. Sedangkan pada saat Mas Guntur mengambil fasilitas KPR bersubsidi
penghasilannya saat itu mencapai Rp 15 juta per bulan.
IMD juga mencurigai adanya kerjasama dalam pemilihan direksi bank BTN dengan
salah satu anak buah Menneg BUMN Dahlan Iskan. Dalam kerjasam itu, diduga telah
disepakati dana sebesar Rp 30 miliar agar Purnomo dan Mas Guntur terpilih sebagai direksi
BUMN. IDM berharap agar Menneg BUMN Dahlan Iskan agar menganulir keputusan
RUPSLB Bank BTN yang memilih Purnomo dan Mas Guntur sebagai Direksi BUMN.
Karena BTN termasuk asset negara yang harus dilindungi dan diselamatkan dari calon-calon
pengelola Bank BTN yang yang tidak kompeten dan punya track record jelek.
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/12/29/dua-direksi-baru-bank-btn-terlibatskandal-korupsi--520668.html

Adani Khairina P. (125020300111008)


KPK 'OK' BPK Audit Forensik Century
Hasil audit forensik bisa dijadikan salah satu alat bukti KPK dalam menuntaskan
kasus. Pada saat berita ini keluar KPK belum menetapkan skandal PT Bank Century Tbk dalam
lingkup penyelidikan. Karena hingga kini belum ditemukan indikasi korupsi. Cara yang

dipilih KPK adalah mendukung rencana audit forensik oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) pada skandal raibnya uang negara sebesar Rp6,7 triliun tersebut. Wakil Ketua KPK
Bidang Pencegahan Haryono Umar mengatakan, penting dilakukan audit forensik terhadap
skandal Century. Tujuannya untuk memperjelas dugaan banyak pihak bahwa telah terjadi
korupsi dalam skandal Century. Selain itu, audit forensik juga dilakukan untuk menggali
lebih jauh agar bisa memperoleh alat-alat bukti.
Haryono yakin, hasil audit forensik nanti bisa dijadikan sebagai alat bukti dalam
persidangan. Maka itu, keberadaan audit forensik bisa mendukung kerja penuntut umum
KPK untuk menguatkan bukti-bukti sehingga pelaku yang diduga terlibat sulit lolos dari jerat
hukum. Meskipun begitu, masih menunggu keputusan dewan dan BPK terkait rencana
dilakukannya audit forensik. Tapi, terkait biaya audit forensik yang menelan lebih dari Rp90
miliar, Haryono tidak mau berkomentar. Sepengetahuan dia, jika audit forensik dilakukan
oleh BPK sendiri, maka tak perlu menelan biaya tambahan. Karena BPK yang merupakan
lembaga negara biasanya sudah memiliki dana tersendiri dalam melakukan pekerjaannya.
Audit forensik, merupakan cara khusus untuk mengetahui apakah kasus yang
dimaksud terdapat pidana korupsinya atau tidak. Sebelum audit forensik dilakukan, BPK
sendiri telah melakukan audit investigasi yang hasilnya ada dugaan tindak pidana, tapi belum
jelas peristiwa pidananya apa. Maka itu, audit forensik merupakan lanjutan perkembangan
dari audit investigasi yang pernah dilakukan BPK. KPK meminta jika audit forensik jadi
dilakukan, harus dikerjakan oleh lembaga audit yang betul-betul independen. Ini dikarenakan
agar konflik kepentingan tak terjadi dalam kasus Century. Jika tak dilakukan oleh lembaga
audit independen, akan mengganggu proses hukum yang sedang berjalan. Sebelumnya, dalam
rapat kerja antara Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Kementerian Keuangan dan DPR
mengemuka besarnya nilai audit forensik terhadap kasus Bank Century, dalam
rapat, diperkirakan audit tersebut akan menelan dana AS$2-10 juta (Rp18-90 miliar). Tetapi,
besaran anggaran audit forensik yang diungkapkan LPS baru bersifat indikatif. Namun yang
pasti, anggaran itu akan dibebankan semuanya kepada LPS.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d5cee5315613/kpk-ok-bpk-audit-forensikcentury

Adani Khairina P. (125020300111008)


Laporan Keuangan Kereta Api Diduga Salah
Kesalahan laporan keuangan PT Kereta Api diduga terjadi sejak 2004. Karena pada
tahun itulah laporan keuangan perseroan diaudit Kantor Akuntan Publik S. Mannan. Tetapi,
audit terhadap laporan keuangan PT Kereta Api untuk 2003 dan sebelumnya dilakukan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan, audit terhadap laporan keuangan 2004
dilakukan oleh BPK dan Akuntan Publik S. Manan. Penjelasan ini terkait dengan penolakan
komisaris Kereta Api atas laporan keuangan perseroan tahun buku 2005 yang diaudit oleh
Kantor Akuntan Publik S. Manan. Komisaris yang menolak itu adalah Hekinus Manao
lantaran laporan keuangan itu tidak benar sehingga menyebabkan perseroan yang seharusnya
merugi Rp 63 miliar kelihatan meraup laba Rp 6,9 miliar.Dalam penjelasannya kepada Ikatan
Akuntan Indonesia, Hekinus Manao menyatakan ada tiga kesalahan dalam laporan keuangan
Kereta Api. Pertama, kewajiban perseroan membayar Surat Ketetapan Pajak pajak
pertambahan nilai Rp 95,2 miliar, yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak pada akhir 2003,
disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang/tagihan kepada beberapa pelanggan yang
seharusnya menanggung beban pajak tersebut. Hekinus menulis dalam laporan, bahwa
Komisaris berpendapat pencadangan kerugian harus dilakukan karena kecilnya kemungkinan
tertagihnya pajak kepada para pelanggan. Kedua, adanya penurunan nilai persediaan suku
cadang dan perlengkapan sekitar Rp 24 miliar yang diketahui pada saat dilakukannya
inventarisasi pada tahun 2002, pengakuannya sebagai kerugian oleh manajemen Kereta Api
dilakukan secara bertahap (diamortisasi) selama 5 tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa
saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sekitar Rp 6 miliar. Tetapi,
Komisaris berpendapat saldo penurunan itu nilai Rp 6 miliar itu harus dibebankan seluruhnya
dalam tahun 2005. Kesalahan ketiga, bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya
senilai Rp 674,5 miliar dan penyertaan modal negara Rp 70 miliar oleh manajemen disajikan
dalam Neraca 31 Desember 2005 yang konsisten dengan tahun-tahun sebelumnya sebagai
bagian dari utang. Menurut komisaris, bantuan pemerintah dan penyertaan modal tersebut
harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan. Jika pendapat Hekinus benar, maka
kesalahan penyajian laporan keuangan tersebut telah terjadi bertahun-tahun

http://www.tempo.co/read/news/2006/08/07/05681332/Laporan-Keuangan-Kereta-ApiDiduga-Salah

Anda mungkin juga menyukai