Anda di halaman 1dari 10

Pada saat Flywheel berputar, terjadi induksi listrik pada AC Generator yang akan menimbulkan arus

listrik AC. Arus listrik dengan tegangan sebesar 100 ~ 400 Volt dari Exciter Coil ini kemudian akan
diteruskan ke CDI unit. Selanjutnya arus AC ini diubah menjadi arus setengah gelombang oleh
Diode dan disimpan di dalam Capasitor.

Capasitor belum akan melepaskan arus listrik yang disimpannya sampai SCR berfungsi. SCR baru
akan berfungsi bila Pulse Generator mengirimkan sinyal/pulsa pada trigger circuit yang akan
memberikan trigger pada SCR sehingga SCR berfungsi.

Ketika SCR berfungsi, capasitor melepaskan arus listrik yang disimpannya melalui SCR menuju
Primary Coil pada Coil Ignition. Karena Primary Coil dari Coil Ignition ini dialiri arus listrik, maka
timbul induksi pada Secondary Coil nya yang akan menghasilkan tegangan yang tinggi, kemudian
diteruskan ke Spark Plug (Busi) dan terjadilah loncatan bunga api listrik pada Busi untuk proses
pembakaran.
Pemajuan Waktu Pengapian :
Pada sistem CDI, pemajuan waktu pengapian tidak dilakukan secara mekanis oleh Advancer seperti
halnya pada sistem platina, tetapi dilakukan oleh CDI.

Lihat Diagram berikut ini untuk sistem pemajuan waktu pengapian :

klik gambar untuk perbesar

Pulse generator akan menghasilkan tegangan pulse yang positip dan negatip ketika Flywheel
bergerak melewati Pulse Generator (Fixed Pulser).

klik gambar untuk perbesar

Output dari Pulse generator akan diubah ke bentuk dasar, Gelombang A dan Gelombang B (Wave
Form A dan Wave Form B).
Wave Form A tidak akan dipengaruhi oleh putaran mesin dan selalu tetap (Constant).
Wave Form B, berubah besar arus dan tegangannya seiring dengan perubahan putaran mesin.

klik gambar untuk perbesar

Circuit penentu waktu pengapian mengirim arus ke Gate SCR saat sebuah pulsa tegangan negatip
dari Pulse Generator menjadi input ke Circuit Penentu (Determination Circuit) atau Gelombang A
menjadi lebih besar dari gelombang B. Arus ke gate SCR ini mengaktifkan SCR dan menyalakan
pengapian.
Karena Wave Form A (Gelombang A) selalu tetap dan Wave Form B (Gelombang B) selalu berubah
bentuk sesuai putaran mesin, saat putaran mesin naik, Wave Form B menjadi lebih kecil
dibandingkan Wave Form A, maka terjadilah pemajuan waktu pengapian (Advance).
Pada batas tertentu akan terjadi dimana putaran mesin naik terus, tapi waktu pengapian tidak maju
lagi karena tidak ada Wave Form A disitu sebagai comparator (pembanding).

2. Ignition Coil

Pada dasarnya Ignition Coil adalah sebuah trafo step up yang akan mengubah tegangan dari
tegangan rendah (100 ~ 400 Volt) dari CDI menjadi tegangan tinggi (31k ~ 33k Volt pada tegangan
primer 200 Volt) untuk diteruskan ke Spark Plug (Busi) sehingga muncul loncatan bunga api listrik
untuk pengapian.
Pemeriksaan Ignition Coil :
Untuk mengetahui bahwa suatu Coil Ignition bagus atau tidak, dapat dilakukan dengan mengukur
nilai resistansi pada kedua sisi kumparannya dengan menggunakan Multitester (Ohm Meter).
Pada sisi Primer, kumparannya memiliki nilai resistansi yang spesifik sekitar 0,34 Ohm.
Sedangkan sisi Sekundernya memiliki nilai resistansi yang besar, sekitar 7,8 K ohm.

kiri pengukuran sisi primer kanan sisi sekunder

Dan pada Cap Noise Suppressor nya atau yang lebih umum dikenal sebagai tutup busi, nilai
resistansinya sekitar 4 ~ 6 k ohm. jadi apabila didapat nilai resistansi diluar batas batas spesifik
tersebut,dapat dipastikan bahwa Coil Ignition atau Cap Noise nya sudah harus diganti (rusak).
3. Spark Plug (Busi)

Spark Plug atau Busi merupakan suatu komponen yang berfungsi untuk meneruskan listrik
tegangan tinggi dari Coil Ignition menjadi loncatan bunga api listrik (spark) yang akan membakar
bahan bakar di dalam ruang bakar.

klik gambar untuk perbesar

Karena ditempatkan dalam ruang bakar dan selalu mendapatkan panas yang konstan, maka busi
juga perlu melepaskan panas yang ditimbulkan agar busi selalu berada dalam batas suhu yang
ditentukan sehingga dapat melakukan proses pembakaran dengan lebih sempurna. Kemampuan
melepaskan panas busi atau Heating Value merupakan hal yang penting dalam menentukan
pemakaian busi pada berbagai jenis kondisi mesin kendaraan. Secara garis besar, ada 2 jenis type
busi yang dikenal, yaitu :

1. Type Panas Busi yang memiliki tingkat pelepasan panas yang lambat.
2. Type Dingin Busi yang memiliki tingkat pelepasan panas yang cepat.

Apabila pemilihan type busi tidak sesuai dengan jenis mesin, akan terjadi beberapa
kemungkinan.

klik gambar untuk perbesar

Jika yang dipasang adalah type dingin, namun ternyata tidak sesuai, maka kemungkinan yang
bisa terjadi adalah busi tidak menghasilkan loncatan bunga api dengan sempurna. Demikian
juga dengan penggunaan busi type panas. Bila tidak sesuai akan terjadi kemungkinan Over
Heating atau Pre Ignition (Pengapian sebelum waktunya) yang akan menyebabkan terjadinya
kerusakan pada elektroda busi atau bisa menyebabkan Piston berlubang.

Untuk itu, perlu dipilih untuk menggunakan type busi yang sesuai dengan spesifikasi yang telah
direkomendasikan.

4. Exciter Coil
Exciter Coil sebenarnya merupakan salah satu bagian yang terdapat dalam Stator Comp yang
fungsinya untuk menghasilkan tegangan input bagi CDI unit. Arus listrik dari Exciter Coil ini yang
nantinya akan diteruskan ke Ignition Coil selanjutnya ke Spark Plug untuk proses pembakaran.

5. Pulse Generator
Pulse Generator atau yang umum kita kenal sebagai Fixed Pulser merupakan salah satu komponen
dari AC Generator. Pulse Generator ini berfungsi sebagai sensor putaran mesin dan akan
menghasilkan tegangan pulsa yang menjadi input untuk trigger waktu pengaktifan SCR.

6. Sistem Pengisian dan Penerangan


Sistem Pengisian dan Penerangan pada sepeda motor merupakan dua sistem yang berbeda yang
menggunakan

sumber

yang

sama,

yaitu

dari

AC

Generator/Alternator.

Ada 3 komponen yang berkaitan erat untuk sistem pengisisan dan penerangan ini, yaitu AC
Generator/Alternator, Regulator Rectifier, dan Battery.

7. AC Generator/Alternator
AC Generator merupakan komponen pembangkit litrik yang memanfaatkan putaran mesin sebagai
sumbernya. Listrik yang dihasilkan oleh Alternator ini berupa arus AC.
Prinsip Kerja Alternator :

Alternator menghasilkan tenaga listrik dengan memanfaatkan induksi magnet dan diubah menjadi
energi listrik. Induksi magnet akan terjadi bila sebuah inti besi/magnet digerak-gerakkan di dalam
sebuah kumparan. Besar kecilnya listrik yang dihasilkan tergantung pada beberapa faktor, yaitu :

klik gambar untuk perbesar

1.Kecepatan gerak magnet dalam kumparan, Semakin cepat gerakan magnet, semakin besar arus
dan

tegangan

yang

dihasilkan.

2. Kekuatan gaya magnet pada inti besi. Semakin besar gaya magnet, semakin besar pula induksi
yang

ditimbulkannya.

3. Jumlah lilitan dan besar kawat dalam kumparan. Jumlah lilitan dan besar kawat penampang
dalam kumparan mempengaruhi besar kecilnya arus dan tegangan yang dihasilkan.
Dengan memanfaatkan dasar-dasar induksi magnet tersebut, sebuah AC Generator dibuat untuk
menghasilkan tenaga listrik yang diperlukan oleh kendaraan bermotor.

8. Flywheel/Rotor
Flywheel/Rotor dalam AC Generator berperan sebagai Magnet. Untuk bisa menghasilkan listrik,
magnet ini harus digerakkan. Untuk itu, Flywheel dihubungkan pada Crank Shaft. Sehingga, bila
mesin berputar, maka flywheel juga akan ikut berputar sesuai putaran mesin. Putaran dari Flywheel
ini yang menyebabkan terjadinya induksi magnetik dan dapat menghasilkan tenaga listrik. Selain
sebagai Magnet, dalam applikasinya Flywheel juga digunakan sebagai titik acuan sudut pengapian,
dimana putaran Flywheel akan ditangkap oleh sensor yang disebut dengan Fixed Pulser/Pulse
generator. Pulse Generator itu selanjutnya menyampaikan pesan yang diterima dari Flywheel ke
CDI sehingga besar sudut pengapian bisa diatur secara otomatis.

9. Stator Comp
Stator Comp atau yang umum dikenal sebagai Spul dalam AC generator berperan sebagai
kumparan. Kumparan ini yang menerima induksi dan mengubahnya menjadi arus listrik yang
kemudian dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti Pengapian, Pengisian, dan Penerangan
pada kendaraan bermotor.
Dalam sebuah Stator Comp, umumnya memiliki 2 atau 3 kumparan sekaligus, yaitu :
1. Exciter Coil, Kumparan untuk input proses pengapian
2. Charging Coil, Kumparan Pengisian
3. Lighting Coil, Kumparan untuk sistem penerangan.
Pada beberapa type kendaraan, Charging dan Lighting bisa dihasilkan dari satu kumparan yang
sama. Pemisahan untuk applikasinya dilakukan oleh Regulator rectifier. Contohnya untuk Sepeda

Motor type Karisma. Kebanyakan type sepeda motor umumnya menggunakan dua kumparan untuk
masing-masing sistem kelistrikannya.

10. Regulator Rectifier


Regulator Rectifier berfungsi untuk mengubah tegangan AC yang dihasilkan oleh Alternator menjadi
tegangan DC. Selain itu, Regulator Rectifier juga berfungsi sebagai pengatur dan pembatas arus
yang diterima dari AC Generator pada skala tegangan tertentu. Arus AC yang diubah menjadi arus
DC ini kemudian digunakan untuk sistem penerangan dan pengisian.
Metode Penyearahan pada Regulator RectifierSecara garis besar, metode penyearahan pada
Regulator Rectifier ada 2 jenis, yaitu :

klik gambar untuk perbesar

1.
Penyearah
Setengah
Gelombang.
Metode penyearah dengan setengah gelombang ini hanya menggunakan 1 diode untuk mengubah
arus AC menjadi DC. Metode rectifikasi/penyearahan setengah gelombang ini digunakan untuk
model dengan beban listrik kecil.

klik gambar untuk perbesar

2. Penyearah Gelombang Penuh.


Metode penyearah gelombang penuh yang paling umum dikenal adalah penyearahan dengan
menggunakan 4 diode, dimana semua gelombang arus AC diubah/disearahkan menjadi arus DC.
Penyearahan dengan gelombang penuh ini lebih efesien dari pada setengah gelombang.

Sistem Pengaturan Tegangan pada Regulator Rectifier

klik gambar untuk perbesar

Regulator Rectifier berfungsi juga untuk mengatur skala tegangan keluar (Output Voltage) pada
range skala tertentu. Pengaturan ini menggunakan komponen tambahan berupa SCR dan Diode
Zener.
Dari ilustrasi di atas, arus AC dari Alternator diubah menjadi tegangan DC oleh Diode D1 untuk
kemudian disalurkan ke Battery. Pada kondisi dimana Diode Zener masih berfungsi mengarahkan
arus listrik pada arah forward/maju, maka SCR tidak akan berfungsi. Sehingga semua arus yang
dialirkan

ke

regulator,

diteruskan

ke

Battery

(Charging).

Namun bila putaran mesin bertambah, maka tegangan listrik yang dihasilkan juga bertambah. Bila
pertambahan tegangan tersebut melebihi batas tegangan Reverse dari Diode Zener, maka Diode
Zener akan mengalirkan arus listrik dengan arah yang berlawanan (Reverse). Akibatnya, arus
mengalir ke arah Gate SCR dan mengaktifkan SCR. Dengan aktifnya SCR, maka arus akan terbagi
menjadi 2 arah, satu ke battery melalui diode D1, satunya lagi ke Ground melalui SCR. Dengan
demikian,

tegangan

yang

dihasilkan

akan

stabil

pada

range

tertentu.

Yang harus diperhatikan disini adalah Grounding dari regulator harus selalu terhubung dengan baik
karena bila Grounding ini tidak bagus, battery dapat Over Charged.

Anda mungkin juga menyukai