Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI


OSTEOPOROSIS

Penyusun :

Widya Asri Hapsari (406138161)


Elvina Elizabeth (406138163)

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PANTI WERDHA HANA, CIPUTAT
28 April 31 Mei 2014

BAB I
PENDAHULUAN

Osteoporosis merupakan masalah yang sering terjadi pada orang tua


terutama pada wanita yang sudah menopause. Penyakit ini merupakan penyakit
tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit
degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi permasalahan
muskuloskeletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama di negara-negara
berkembang.
Osteoporosis lebih sering pada wanita dibandingkan dengan pria, terutama
wanita wanita menopause. Zaman sekarang ini, manusia sangat dimanjakan sekali
dengan berbagai teknologi sehingga membuat manusia lebih santai dan malas untuk
beraktivitas. Kurangnya aktivitas tersebut merupakan factor presdisposisi terjadinya
osteoporosis.
Untuk deteksi osteoporosis, biaya yang harus dikeluarkan pun cukup besar
sehingga banyak yang tidak memeriksakannya. Oleh sebab itu, terapi osteoporosis
sering terlambat diberikan karena terlambatnya diagnosis. Deteksi osteoporosis
yang menjadi golden standard untuk saat ini adalah dengan pemeriksaan BMD
dexa. Pada pemeriksaan ini nanti akan didapatkan hasil apakah mengalami
osteoporosis atau osteopenia atau normal. Ini dapat dilihat dari T score yang
didapatkan.
Pada umumnya pengobatan osteoporosis dibagi menjadi 2 bagian yaitu untuk
menghambat hilangnya massa tulang ( pencegahan primer )dan untuk
meningkatkan massa tulang ( pencegahan sekunder ). Kedua pencegahan tersebut
sangatlah penting. Jadi sebaiknya lakukan pencegahan sedini mungkin agar dapat
meminimalkan kehilangan tulang akibat osteoporosis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi

Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh


penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga
tulang menjadi rapuh dan mudah patah.

2.2 Epidemiologi
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan
merupakan problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi
penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas
maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.
Puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan
massa tulang pasca menopause adalah 1,4% per tahun.

2.3 Etiologi
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu
-

pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa


pertumbuhan
meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause.

Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia
40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang
yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan
memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik.
Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses
yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling . Proses coupling
ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi
tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada
usia menengah atau lanjut.
Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
-

faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada


konsep Activation - Resorption - Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi
oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang

preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat


adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas.
faktor hormonal
hormone yang meransang remodeling : hormon paratiroid, hormon
pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D.
hormone yang menghambat remodelling: kalsitonin, estrogen dan
glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah
yang menyebabkan osteoporosis.

Selain gangguan remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan


metabolisme kalsium dan fosfat. Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol
oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH),
hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum.
Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C
dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah).
Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan
ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang
lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan
kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar
protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat
oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.

2.4 Faktor Resiko Osteoporosis


1. Usia
Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
2. Genetik
3.Lainnya
Defisiensi kalsium
Aktivitas fisik kurang
Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
Merokok, alkohol
Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin,
`

gangguan penglihatan)
Hormonal dan penyakit kronik
Defisiensi estrogen, androgen

2.5 Klasifikasi Osteoporosis


Osteoporosis dibagi menjadi 2 , yaitu :
Osteoporosis primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang
menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga
resiko fraktur vertebra dan Colles meningkat. Pada usia dekade awal pasca
menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria
Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder biasanya disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di
luar tulang.
Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan wanita pra
menopause dengan faktor etiologi yang tidak diketahui.

2.6 Patogenesis
Normalnya, pembentukan tulang merupakan proses yang terus menerus.
Akan tetapi pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa
laju resorpsi tulang melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih
banyak terjadi pada korteks
Patogenesis Osteoporosis primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada
dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur meningkat. Estrogen
juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells
dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF- yang berperan meningkatkan
kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause
akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas
meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka
kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan
semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar
kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma,
meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium
yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks.
Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang
respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.

Patogenesis Osteoporosis Sekunder


Pada wanita menopause terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang,
dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau
menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan
mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal
ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia,
malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga
akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein
tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada
laki-laki akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami
menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa
tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi.
Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun
sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat.
Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron
membentuk kompleks yang inaktif.
2.7 Gambaran Klinis
Osteoporosis dapat berjalan lambat karena osteoporosis tidak menyebabkan
gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga
beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada
vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim
dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang
belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal
atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang
hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan
misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri
untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi.
Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus
Hal yang perlu diwaspadai sebagai kemungkinan osteoporosis yaitu:
Patah tulang akibat trauma yang ringan.
Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
Gangguan otot (kaku dan lemah)
Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

2.8 Diagnosis
Diagnosis osteoporosis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang
saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita
menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi
dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Rasa nyeri timbul
setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara
anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang
terjadinya osteoporosis seperti :
- Tinggi badan yang makin menurun.
- Obat-obatan yang diminum.
- Jumlah kehamilan dan menyusui.
- Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
- Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan
matahari cukup.
- Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.
- Apakah sering merokok, minum alkohol?

Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita
osteoporosis. Perhatikan juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas
tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis
dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.

Pemeriksaan Radiologis
Pada osteoporosis terlihat penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih
lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra .

Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)


Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko
fraktur . Untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria
kelompok kerja WHO, yaitu:

1. Normal bila densitas massa tulang > -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang
orang dewasa muda (T-score)
2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.
3. Osteoporosis bila densitas massa tulang <-2,5 SD T-score.
4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.

2.9 Penatalaksanaan
Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu
- Menghambat hilangnya massa tulang. Perhatikan faktor makanan, latihan
fisik ( senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan
sinar ultra violet. Hindari obat-obatan dan jenis makanan yang merupakan
faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika, sedatif,
kortikosteroid.
- Peningkatan massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan
antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone dosis rendah).
Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta
senam beban.
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur,
terutama bila terjadi fraktur panggul.

3.0 Vitamin D & Calcium


Vit D dalam tubuh didapatkan dalam bentuk (Vit D3 : D2 = 2:1):
1. Endogen (vit D3) :didapatkan dari sinar matahari yang akan disintesis di hati
2. Eksogen (vit D2) : didapatkan dari makanan atau suplement
Tubuh terkena sinar matahari yang cukup hingga kulit menjadi sedikit eritema,
itu setara dengan vitamin D 10000-25000 iu per oral
Vit D masuk ke kulit ----- resorpsi di usus lalu ke:
1. Hati : 25 hydrocycholecalciferol (25(OH)2D atau calcidiol)
2. Tubulus proximal ginjal : 1,25 dihydroxyvitamin D3 (1,25(OH)2D3)

Ergocalciferol/ D2 : berasal dari tumbuhan


Cholecalciferol/ D3 : berasal dari hewan dan merupakan derivat steroid
1,25 dihydroxyvitamin D3 (1,25(OH)2D3) merupakan metabolit aktif
dan berfungsi meningkatkan Ca ekstracellular karena adanya absorpsi Ca
dan fosfat di usus dan mobilisasi Ca dari tulang . Sebagian besar metabolit
vitamin D berada dalam sirkulasi
Vitamin D dinonaktifkan di hati dengan cara konjugasi (oleh glukoronid
dan sulfat) dan oksidasi side chain.
Kebutuhan vitamin D minimal 400 iu/hari (biasanya 800-1000 iu/hari)
Vitamin D: N= 15-50 ng/dl (25-125 mmol/ml)
Defisiensi vit D : <15 NG/dl
Kebutuhan Ca : 1200 mg/hari
Ca>> : batu ginjal, dementia
Vitamin D berguna untuk:
Defisiensi vit D
Ricket
Osteomalasia
Hipoparatiroid
Kelainan renal osteodistrofi
Menurunkan resiko fraktur (vit D = 800 iu)
Terapi tambahan osteoporosis

Tipe Pasca Menopause

Tipe Senilis

1. Usia terjadinya (tahun)

51-75

>70

2.Rasio jenis kelamin (W:P)

6:1

2:1

3. Hilangnya tulang

Terutama trabekuler

Trabekuler dan kortikal

4. Derajat hilang tulang

Dengan percepatan

Tanpa percepatan

5. Letak fraktur

Vertebrae dan radius


(distal)

Vertebrae dan pinggul (collum femur)

6. Penyebab utama

Faktor yang berhubungan


dengan menopause

Faktor yang berhubungan dengan


proses menua

BAB III

KESIMPULAN

1. Pada osteoporosis terjadi perubahan mikro arsitektur tulang yang menyebabkan


kerapuhan tulang.
2. Faktor resiko osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar
estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang
tinggi, riwayat barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur
3. Penyusutan kepadatan tulang mulai terjadi berangsur-angsur sejak perempuan
berusia 30-40 tahun dan osteoporosis mulai dapat dijumpai kurang lebih 5-10 tahun
setelah menopaouse.
4. Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi
pencegahan dan terapi obat-obatan

Saran
1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk
meringankan penyakit
2. Penatalaksanaan yang efektif dan efiisien pada penderita untuk mendapatkan
hasil yang baik dan mencegah kekambuhan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam . Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI , 2006.
2. Lane NE. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2003.
3. Broto R. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis
4. http://www.sabah.org.my/bm/nasihat/artikel_kesihatan/osteoporosis
5. http://www.medicastore.com/nutrafor/isi

Anda mungkin juga menyukai