PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat telah mengenal secara luas dan turun temurun penggunaan
obat obat tradisional. Salah satunya adalah Pegagan (centella asatical (L.).
Pegagan ini dimanfaatkan dalam bentuk bahan segar, kering maupun dalam
bentuk ramuan atau jamu. Efek pengobatan dari pegagan secarara tradisisonal dan
secara ilmiah sudah lama berkembang. Pegagan telah dikenal sebagai obat untuk
revitalisasi tubuh dan pembuluh darah serta mampu memperkuat struktur jaringan
tubuh. Pegagan dapat diberikan sabagai obat kepada penderita insomnia, penderita
stress dan penderita kelainana mental.
Beberapa penelitian sudah pernah dilakukan untuk membuktikan efek
sedatif-hipnotik ekstrak Pegagan. Selain itu, Pegagan juga dapat mempercepat
perbaikan akson pada kerusakan saraf. Pegagan juga dapat meningkatkan faktor
pertahanan gaster berupa peningkatan sekresi musin gaster dan produksi
glikoprotein sel mukosa.
Mengingat betapa luas dan seringnya pemakaian Pegagan ini sebagai obat,
maka penggunaan tanaman ini harus melalui serangkaian uji, seperti uji khasiat,
toksisitas dan uji klinik. Dengan dasar tersebut dan mempertimbangkan
potensinya yang cukup tinggi, maka penulis tertarik untuk melakukan uji
toksisitas akut ekstrak pegagan untuk menetapkan potensi ketoksikan dari
tanaman Pegagan.
Uji toksisitas merupakan salah satu uji pra-klinik. Uji ini dilakukan untuk
mengukur derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi dalam waktu singkat,
yaitu 24 jam, setelah pemberiannya dalam dosis tunggal. Tolak ukur kuantitatif
yang paling sering digunakan untuk menyatakan kisaran dosis letal atau toksik
adalah dosis letal tengah (LD50). Penelitian ini dilakukan secara in vivo,
menggunakan hewan coba mencit dengan paparan tunggal dosis bertingkat.
Pengamatan meliputi jumlah hewan yang mati serta gejala klinis ketoksikan
senyawa pada 24 jam pertama pemberian ekstrak Pegagan.
mencit.
2. Sebagai dasar evaluasi keamanan perancangan klinik.
3. Sebagai pedoman untuk memperkirakan risiko penggunaan ekstrak
Pegagan (Centella asatical (L.) oleh atau pemajanannya pada diri
manusia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pegagan
2.1.1 Klasifikasi
: Plantae
Divisio
: Spermathophyta
Subdivision : Angiospermae
Class
: Dicotyledonae
Ordo
: Umbilales
Family
: Umbilaferae (Apiaceaea)
Genus
: Centella
Species
2.1.2
Nama
Daerah : Sumatera : daun kaki kuda, daun penggaga, pegagan, pegaga,
rumput kaki kuda, pegago. Jawa : antanan gede, antanan rambat (Sunda), gagangagan, ganggagan, kerok
batok, panegowang, rendeng, calingan rambat (Jawa), gan gagan, kos tekosan
(Madura) Bali: taidah Nusa Tenggara : belele (Sasak), kelai lere (Sawo)
Sulawesi : wisu-wisu, pagaga
(Makasar), daun tungke-tungke, cipubalawo (Bugis), hisu-hisu (Aselayar)
Halmahera : sarowati, kori-kori Ternate : kolotidi manora Irian : dogauke,
gogauke, sandanan
Deskripsi Tanaman
Pegagan dikenal dengan nama latin Centella asiatica atau Hydrocotyle
asiatica. Nama ini diturunkan dari bahasa latin Hydro yang berarti air karena
tanaman ini sangat suka lingkungan yang lembab dan Cotyle yang berarti
mangkuk
karena
daunnya
yang
sedikit
berbentuk
cekung.
Pegagan
Morfologi Tanaman
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) merupakan tanaman liar yang banyak
tumbuh di perkebunan, ladang, tepi jalan, pematangan sawah ataupun di ladang
agak basah (Besung, 2009). Pegagan tumbuh merayap menutupi tanah, tidak
memiliki batang, tinggi tanaman antara 10 50 cm. Pegagan memiliki daun satu
helaian yang tersusun dalam roset akar dan terdiri dari 2 10 helai daun. Daun
berwarna hijau dan berbentuk seperti kipas, buah berbentuk pinggang atau ginjal.
Pegagan juga memiliki daun yang permukaan dan punggungnya licin, tepinya
agak melengkung ke atas, bergerigi, dan kadang-kadang berambut, tulangnya
berpusat di pangkal dan tersebar ke ujung serta daunnya memiliki diameter 1-7
cm (Winarto, 2003).
Pegagan memiliki tangkai daun berbentuk seperti pelepah, agak panjang
dan berukuran 5 - 15 cm. Pada tangkai daun pegagan dipangkalnya terdapat daun
sisik yang sangat pendek, licin, tidak berbulu, berpadu dengan tangkai daun.
Pegagan memiliki bunga putih atau merah muda yang tersusun dalam karangan
yang berbentuk payung. Buah pegagan berbentuk lonjong atau pipih, berbau
harum dan rasanya pahit, panjang buah 2 2,5 mm. Buah pegagan berdinding
agak tebal, kulitnya keras, berlekuk dua, berusuk jelas, dan berwarna kuning
(Winarto, 2003).
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) merupakan tumbuhan berbiji
tertutup dan berkeping dua. Merupakan tanaman herba yang berpotensi dalam hal
farmakologi (Dasuki, 1991). Pegagan memiliki akar rimpang yang pendek serta
mempunyai geragih (Savitri, 2006), akar keluar dari buku dan berupa akar
tunggang berwarna putih. Stolon tumbuh dari system perakaran, memilki ukuran
yang panjang dan tumbuh menjalar . Pada setiap buku dari stolon akan tumbuh
tunas yang akan menjadi cikal bakal tumbuhan pegagan baru (Winarto, 2003).
Bunga tersusun dalam karangan berupa payung yang muncul dari ketiak
daun. Pada tiap karangan terdapat tiga buah bunga. Kelopak bunga berwarna hijau
dan mahkota bunga berwarna merah. Buah berukuran kecil, berwarna kuning
coklat dan berbentuk lonjong. Tumbuhan ini berkembangbiak dengan biji dan
sulur batang atau stolon (Djauhariya dan Hernani, 2004).
2.1.5
Syarat Tumbuh
Pegagan dapat tumbuh hampir di semua tempat. Pegagan dapat tumbuh
pada ketinggian antara 0 2.500 m dari permukaan laut. Pegagan merah tumbuh
subur di tempat terbuka dan dapat hidup di tanah dengan kandungan hara sedikit.
Pegagan hijau dapat tumbuh di tempat terbuka atau ternaungi, biasanya tumbuh di
sawah atau di antara rerumputan. Pegagan hijau menyukai tanah yang memiliki
kandungan bahan organik tinggi, aerase baik, dan agak lembab.
2.1.6 Budidaya Tanaman
1. Penyiapan Lahan
Pegagan dapat dibudidakan di lahan atau menggunakan pot/polibeg.
Apabila ditanam di lahan, sebaiknya tanah dicangkul dengan kedalaman 20 cm,
dibersihkan dari gulma dan batubatuan. Kemudian dibuat bedengan dengan lebar
1 m dan tinggi 20 cm 30 cm, panjang bedengan disesuaikan dengan ukuran
lahan, jarak antar bedengan 50 cm. Apabila pegagan ditanam di dalam
pot/polibeg, sebaiknya pot/polibeg berdiameter 15 cm. Media tanam yang
digunakan kaya akan bahan organik dan gembur, dapat berupa campuran pasir,
tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 2 : 1.
2. Penyiapan Bibit
Bibit yang akan ditanam dapat diperoleh dengan cara memotong setiap
bukubuku tanaman pegagan yang memiliki stolon. Satu buku yang mempunyai
akar dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Untuk budidaya pegagan, sebaiknya
satu bibit mempunyai tiga buku untuk menjamin pertumbuhan bibit.
3. Penanaman
Pada bedengan yang telah disiapkan di lahan, dibuat lubang tanam dengan
jarak 20 cm 30 cm dengan menggunakan tugal. Bibit ditanam dengan hati-hati
kemudian disiram. Bila pegagan ditanam di dalam pot/polibeg, media terlebih
tanaman obat. Penentuan tingkat kemasakan yang tepat pada saat umur panen
merupakan salah satu aspek agronomi penting untuk memperoleh produk yang
berkualitas tinggi. Setiap jenis tanaman memiliki waktu panen yang berbeda.
Derajat kematangan pada waktu pemanenan hasil sangat menentukan mutu hasil
akhir yang diperoleh.
(Satari, 1987). Fosfor merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat
yang berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap fotosintesis, respirasi dan
berbagai proses metabolisme lainnya. Fosfor juga merupakan bagian nukleotida
(RNA dan DNA) dan fosfolipida penyusun membran (Lakitan, 2008).
Ketersediaan fosfor bagi tanaman sangat bergantung pada konsentrasi orthofosfat
primer (H2PO4-) dan ion orthofosfat sekunder (HPO42-). Absorsi kedua ion ini
dipengaruhi oleh pH tanah (Novizan, 2005). Soepardi (1983) dan Leiwakabessy
(1988) menambahkan bahwa, pada pH yang rendah absorsi ion orthofosfat primer
lebih dominan dibandingkan dengan ion orthofosfat sekunder. Fosfor diserap
tanaman dalam bentuk ion H2PO4- atau HPO42-, tergantung pH larutan tanah.
Pada pH 7.22 jumlah ion H2PO4- sama dengan HPO42-, di bawah pH 6.5
sebagian besar dalam bentuk ion H2PO4- dan di atas pH 7.22 sebagian besar
dalam bentuk ion HPO42-. Tanaman menyerap ion H2PO4- lebih cepat dari pada
ion HPO42-. Senyawa fosfat organik dapat diserap tanaman, akan tetapi dalam
jumlah kecil (Tisdale et al., 1985 ).
Fosfor berperan dalam pembentukan lemak dan albumin, penyusun asam
nukleat, fosfolipid, koenzim NAD dan NADP, penyusun ATP, melawan pengaruh
buruk nitrogen, perkembangan akar halus dan akar rambut serta ketahanan
terhadap penyakit. Kadar fosfor rendah bagi tanaman berakibat kahat P sehingga
mengurangi sintesis protein, sebab fosfor adalah sumber energi untuk mengubah
asimilat menjadi
menyebabkan terjadinya
11
(antipiretika), peluruh air seni (diuretikum), anti lepra, anti sifilis sekaligus
merevitalisasi sel kulit. Daun; sebagai astringensia dan tonikum. Pegagan dikenal
untuk merevitalisasi sel tubuh dan untuk kesuburan wanita. Memperbaiki sirkulasi
darah dengan merevitalisasi pembuluh darah (mempertinggi permeabilitas kapiler)
(Redaksi Karyasari, 2006).
Pegagan telah dikenal sebagai obat untuk revitalisasi tubuh dan pembuluh
darah serta mampu memperkuat struktur jaringan tubuh. Tak kalah penting,
pegagan bisa dikonsumsi sebagai brain tonic atau obat anti lupa bagi orang
dewasa dan manula. Pegagan juga bersifat menyejukkan atau mendinginkan,
menambah tenaga, menimbulkan selera makan, memperindah suara, dan
mengurangi dahaga. Disamping itu, pegagan mempermudahkan timbulnya rasa
kantuk bagi penderita sulit tidur, memenangkan saraf, memperbanyak sel-sel
darah merah, serta menyembuhkan gangguan ringan di hati dan limpa yang
membengkak (Winarto dan Surbakti, 2003).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai efek farmakologis
pegagan : Ekstrak pegagan dalam sediaan jelly dapat menyembuhkan luka lebih
cepat dibandingkan sediaan salep dan krim. Sediaan dalam bentuk krim dan jelly
mempunyai stabilitas yang lebih baik dibandingkan salep selama 3 bulan
(Suratman, 1994, JF FMIPA UNPAD). Ekstrak pegagan dengan fraksi petroleum
eter tidak menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan fraksi kloroform dan
12
13
Ketoksikan akut adalah derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi
secara singkat (24 jam) setelah pemberian dalam dosis tunggal. Jadi yang
dimaksud dengan uji toksisitas akut adalah uji yang dilakukan untuk mengukur
derajat efek suatu senyawa yang diberikan pada hewan coba tertentu, dan
pengamatannya dilakukan pada 24 jam pertama setelah perlakuan dan dilakukan
dalam satu kesempatan saja6,14 Data kuantitatif uji toksisitas akut dapat diperoleh
melalui 2 cara, yaitu dosis letal tengah (LD50) dan dosis toksik tengah (TD50).
Namun yang paling sering digunakan adalah dengan metode LD50.
2.2.2
Tujuan
Tujuan dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk menentukan potensi
ketoksikan akut dari suatu senyawa dan untuk menentukan gejala yang timbul
pada hewan coba. Data yang dikumpulkan pada uji toksisitas akut ini adalah data
kuantitatif yang berupa kisaran dosis letal atau toksik, dan data kualitatif yang
berupa gejala klinis.
2.2.3
Hewan Coba
Pada dasarnya tidak ada satu hewan pun yang sempurna untuk uji
toksisitas akut yang nantinya akan digunakan oleh manusia. Walaupun tidak ada
aturan tetap yang mengatur pemilihan spesies hewan coba, yang lazim digunakan
pada uji toksisitas akut adalah tikus, mencit, marmut, kelinci, babi, anjing,
monyet. Pada awalnya, pertimbangan dalam memilih hewan coba hanya
berdasarkan avaibilitas, harga, dan kemudahan dalam perawatan. Namun, seiring
perkembangan zaman tipe metabolisme, farmakokinetik, dan perbandingan
catatan atau sejarah avaibilitas juga ikut dipertimbangkan. Hewan yang paling
sering dipakai adalah mencit dengan mempertimbangkan faktor ukuran,
kemudahan perawatan, harga, dan hasil yang cukup konsisten dan relevan.
2.2.4
14
Pengamatan
Pengamatan dilakukan 24 jam pertama sejak diberikan perlakuan, dan 7
14 hari pada kasus tertentu. Sebaiknya mengamati hewan coba sebelum diberi
perlakuan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perubahan gejala yang terjadi
15
2.2.7
2. Hasil uji ini dapat digunakan untuk pertimbangan pemilihan design penelitian
subakut.
3. Hasil uji ini dapat langsung digunakan sebagai perkiraan risiko suatu senyawa
terhadap konsumen atau pasien.
4. Uji LD50 tidak membutuhkan waktu yang lama. Hasil dari uji LD50 yang
harus dilaporkan selain jumlah hewan yang mati, juga harus disebutkan durasi
pengamatan. Bila pengamatan dilakukan dalam 24 jam setelah perlakuan,
maka hasilnya tertulis LD50 24 jam. Namun seiring perkembangan, hal ini
sudah tidak diperhatikan lagi, karena pada umumnya tes LD50 dilakukan
dalam 24 jam pertama sehingga penulisan hasil tes LD50 saja sudah cukup
untuk mewakili tes LD50 yang diamati dalam 24 jam. Bila dibutuhkan, tes ini
dapat dilakukan lebih dari 14 hari. Contohnya, pada tricresyl phosphat, akan
memberikan pengaruh secara neurogik pada hari 10 14, sehingga bila
diamati pada 24 jam pertama tidak akan menemukan hasil yang berarti. Dan
apabila demikian maka penulisan hasil harus disertai dengan durasi
pengamatan. Pada umumnya, semakin kecil nilai LD50, semakin toksik
senyawa tersebut. Demikian juga sebaliknya, semakin besar nilai LD50,
semakin rendah toksisitasnya. Potensi ketoksikan akut senyawa pada hewan
coba dibagi menjadi beberapa kelas, adalah sebagai berikut :
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai LD50 antara lain spesies,
strain, jenis kelamin, umur, berat badan, gender, kesehatan nutrisi, dan isi perut
17
hewan coba. Teknis pemberian juga mempengaruhi hasil, yaitu meliputi waktu
pemberian, suhu lingkungan, kelembaban dan sirkulasi udara. Selain itu,
kesalahan manusia juga dapat mempengaruhi hasil ini. Oleh karena itu, sebelum
melakukan penelitian, kita harus memperhatikan faktor faktor yang
mempengaruhi hasil ini.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat
1. Beaker glass
2. Spirtus
3. Kassa dan Kaki tiga
4. Batang Pengaduk
5. Corong
6. Kertas Saring
7. Labu Ukur
8. Gelas Ukur
9. Sonde Oral
10. Dispossible Syringe
11. Toples
12. Alat Bedah
13. Timbangan
3.2 Bahan
1. Herba Pegagan (Centella asiatica)
2. Aquadest
3. Infus Herba Pegagan
18
0,159 gram
20 gram BB mencit
Pembuatan infus
0,159 gram
19,87 gram
25 ml=
0,2ml
25 ml
2. Dosis Toksik 1 kg
- Konversi ke mencit
1000 gram 0,0026=
2,6 gram
20 gram BB mencit
2,6 gram
65 gram
25 ml=
1ml
25 ml
3.4 Prosedur
A. Pembuatan Infus
1. Simplisia di keringkan dengan cara di angin-angin.
2. Setelah kering, lalu timbang 19, 87 gram dan 65 gram.
3. Masukan dalam gelas kimia dan tambahkan 25 ml aquadest.
4. Panaskan di atas water bath, pada suhu 900C selama 15 menit.
5. Setelah dingin, saring dengan kertas saring, dan filtratnya
ditampung pada labu ukur 25 ml.
6. Apabila volume kurang dari 25 ml ad dengan aquadet sampai
dengan 25 ml.
B. Prosedur Kerja
1. Timbang masing-masing mencit
2. Kemudian hitung volume sediaan yang diberikan pada mencit
3. Sebelum diberi sediaan, mencit di skrining farmakologi terlebih
dahulu.
4. kemudian beri sediaan pada mencit dengan cara oral menggunakan
sonde oral pada kedua mencit, mencit I dosis empiris 0,159 g/20 g
BB mencit dan mencit II dosis toksik 2,6 g/20 g BB mencit.
5. Kemudian amati gejala-gejala yang timbul pada mencit selama 30,
60 dan 90 menit.
6. Apabila mencit mati, lalu bedah mencit dan amati organ-organ
mencit.
19
BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
1. Timbang mencit
Mencit I
11,73 gram
Mencit II
14,40 gram
Mencit II ( Toksik)
14,40 gram
1 ml=0,72 ml
20 gram
Gejala
Sebelum
Mencit I
Mencit 2
Mood Grooming
Seizure
20
Sesudah
- Mood Grooming
- Cenderung diam
- Mood Grooming
- Seizure
-Cenderung diam
Cenderung diam
4. Hasil Bedah
Mencit
I
Mencit
III
a. Lambung
Mencit
I
b. Hati
Mencit
III
Mencit
I
Mencit
I
d. Lambung
Mencit
III
21
Mencit
III
Mencit
III
Mencit
I
e. Limfa
f. Otak
Mencit
I
Mencit
II
Mencit
II
Mencit
II
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu uji toksisitas dari infusa herba pegagan
(Centella asiatica), herba pegagan ini mempunyai berbagai manfaat bagi
tubuh manusia sehingga tanaman ini sering dikonsumsi oleh masyarakat
banyak. Salah satu maanfaat dari herba pegagan yang sering digunakan oleh
masyarakan yaitu kemampuan herba pegagan ini sebagai hemostatika.
22
23
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Uji toksisistas yang dilakukan pada saat praktikum adalah uji toksisitas
akut, karena pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam
waktu singkat setelah pemberian sediaan uji dalam dosis tunggal atau
dosis berulang yang diberikan dalam waktu 24 jam.
2. Kandungan kimia yang khas dari pegagan ini adalah asiatikosida yang
salah satu khasiatnya sebagai hemostatika.
3. Hemostatik adalah zat atau obat yang digunakan untuk menghentikan
pendarahan. Pendarahan dapat disebabkan oleh defisiensi satu faktor
pembekuan darah.
4. Pada dosis 2,6 gram/ 20 gram BB mencit atau dosis 1 kg pada manusia,
tidak menimbulkan toksik karena pada dosis sekian mencit tidak
menimbulkan kematian.
5. Gejala-gejala yang timbul yaitu mood grooming, seizure dan cenderung
lebih diam (tenang).
6. Dari hasil pemeriksaan organ-organ mencit, terlihat perbedaan yang
signifikan pada mencit dengan dosis empiris dan dosis toksik, organorgan (hati, lambung, usus, otak, dll) pada dosis toksik berwarna pucat
dibandingkan dengan mencit dengan dosis empiris.
7. Pada mencit dengan dosis toksik, menyebabkan penggumpalan darah di
dekat daerah paru-paru sedangkan pada dosis empiris tidak.
24
Daftar Pustaka
Winarto, W.P., dan Surbakti, M. 2005. Khasiat dan Manfaat Pegagan Tanaman
Penambah Daya Ingat. (Cetakan ke 4). Agro Media Pustaka. Jakarta.
Gupta, Y. K., and Kumar, M. H.V. 2003. Effect of Centella asiatica on Cognition
and Oxidative Stress in an Intracerebroventricular Streptozotocin Model of
Alzheimers Disease in Rats. ClinExp. Pharmacol. Physiol 30:336-342.
Herlina. 2007. Pengaruh Triterpenoal Pegagan (Centella asiatica (L) Urban)
Terhadap Fungsi Kognitif (Belajar dan Mengingat) pada Mencit Jantan
Albino (musousculus) Yang Dihambat Dengan Skopolamin. Program
Pascasarajana Universitas Sriwiajaya. Tidak dipublikasikan.
Hayes, A. W. 2001. Principles and Methods Toxicology. (4th Edition). Taylor &
Francis, Philadelphia. USA.
Jarvik, M. E., and Kopp, R. 1967. San Improved On Trial Passive Avoidence
Learning Situation. Phycol. Rep. 21:221-4.
Jorge, O.A., and Jorge, A. D. 2005. Hepatoxicity Associated with the Ingestion of
Centella asiatica. Revisi Espanola de Enfermedades Digestivas. 97(2).
Madrid.
Kamaludain, M.T. 2003. Disertai S3 Regulasi Reseptor Muskarinik M1 Korteks
Frontoparietalis dan Hipokampus Tikus Wistar oleh Pirasetam dan Piritinol
dan kaitanya dengan Proses Belajar dan Mengingat. Program Pascasarjana
Universitas Padjajaran Bandung. Tidak dipublikasikan.
Noer, L. S., Kusumo, J. Anugrahwati, P. R. T dan Ramlan, A. 2003. Toksisitas
Beberapa Tumbuhan Apocynaceae pada Hati dan Ginjal Mencit Swiss
Webster. J. Ilmu Biologi Biotika 2. Jakarta.
Plaa, G. L. 2000. Toxic Response of Liver. In : Casaret and Doulls Toxicology.
Edition 3ed. Macmilan. New York
25
26